Leptospirosis Ratna
Leptospirosis Ratna
LEPTOSPIROSIS
Oleh :
ZULFADLI FAJRIN
Pembimbing :
dr.Hushaemah Syam, Sp.A
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2017
LEMBAR PENGESAHAN
i
KATA PENGANTAR
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................iii
Pencegahan ......................................................................................................... 19
iii
iv
BAB 1
PENDAHULUAN
1
faktor penyakit pada manusia. Manusia merupakan ujung rantai penularan
penyakit ini (Kunoli, 2013).1
Manusia yang berisiko tertular adalah yang pekerjaannya berhubungan
dengan hewan liar dan hewan peliharaan seperti peternak, petani, petugas
laboratorium hewan, dan bahkan tentara. Wanita dan anak di perkotaan sering
terinfeksi setelah berenang dan piknik di luar rumah. Orang yang hobi berenang
termasuk yang berisiko terkena penyakit ini (Kunoli, 2013).1
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI LEPTOSPIROSIS
Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh
patogen spirochaeta, genus Leptospira. Spirochaeta ini pertama kali diisolasi
di Jepang oleh Inada setelah sebelumnya digambarkan oleh Adolf Weil tahun
1886. Weil menemukan bahwa penyakit ini menyerang manusia dengan
gejala demam, ikterus, pembesaran hati dan limpa, serta kerusakan ginjal.2
Leptospirosis adalah penyakit infeksi yang dapat menyerang manusia dan
binatang. Penyakit menular ini adalah penyakit hewan yang dapat
menjangkiti manusia. Termasuk penyakit zoonosis yang paling sering terjadi
di dunia. Leptospirosis juga dikenal dengan nama flood fever atau demam
banjir karena memang muncul dikarenakan banjir.3,6
Dibeberapa negara leptospirosis dikenal dengan nama demam
icterohemorrhagic, demam lumpur, penyakit swinherd, demam rawa,
penyakit weil, demam canicola (PDPERSI Jakarta, 2007). Leptospirosis
adalah penyakit infeksi yang disebabkan kuman leptospira patogen (Saroso,
2003).3,6
Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh
mikroorganisme berbentuk spiral dan bergerak aktif yang dinamakan
Leptospira. Penyakit ini dikenal dengan berbagai nama seperti Mud fever,
Slime fever (Shlamnfieber), Swam fever, Autumnal fever, Infectious jaundice,
Field fever, Cane cutter dan lain-lain (WHO, 2003). 3,6
Leptospirosis atau penyakit kuning adalah penyakit penting pada manusia,
tikus, anjing, babi dan sapi. Penyakit ini disebabkan oleh spirochaeta
leptospira icterohaemorrhagiae yang hidup pada ginjal dan urine tikus
(Swastiko, 2009).3,6
Leptospirosis merupakan istilah untuk penyakit yang disebabkan oleh
semua leptospira tanpa memandang serotipe tertentu. Hubungan gejala klinis
dengan infeksi oleh serotipe yang berbeda membawa pada kesimpulan bahwa
3
suatu serotipe leptospira bertanggung jawab terhadap berbagai macam
gambaran klinis, sebaliknya suatu gejala seperti meningitis aseptik dapat
disebabkan oleh berbagai serotipe. Oleh karena itu lebih disukai untuk
menggunakkan istilah umum leptospirosis dibanding Weil’s Disease dan
demam kanikola.3
B. ETIOLOGI LEPTOSPIROSIS
Leptospira yang termasuk dalam ordo Spirochaeta, dapat menyebabkan
penyakit infeksius yang disebut leptospirosis. Leptospira merupakan
organisme fleksibel, tipis, berlilit padat, dengan panjang 5-15 μm, disertai
spiral halus yang lebarnya 0,1-0,2 μm. Salah satu ujung bakteri ini seringkali
bengkok dan membentuk kait.2,4,6
Leptospira memiliki ciri umum yang membedakannya dengan bakteri
lainnya. Sel bakteri ini dibungkus oleh membran luar yang terdiri dari 3-5
lapis. Di bawah membran luar, terdapat lapisan peptidoglikan yang fleksibel
dan helikal, serta membran sitoplasma. Ciri khas Spirochaeta ini adalah
lokasi flagelnya, yang terletak diantara membran luar dan lapisan
peptidoglikan. Flagela ini disebut flagela periplasmik. Leptospira memiliki
dua flagel periplasmik, masing-masing berpangkal pada setiap ujung sel.
Kuman ini bergerak aktif, paling baik dilihat dengan menggunakan
mikroskop lapangan gelap.2,4,6
4
Gambar 2. Bakteri Leptospira sp. menggunakan mikroskop elektron tipe
scanning
C. EPIDEMIOLOGI LEPTOSPIROSIS
5
Leptospirosis diperkirakan merupakan zoonosis yang paling luas tersebar
di dunia. Kasus-kasus dilaporkan secara teratur dari seluruh dunia kecuali
Antartika dan terutama paling banyak di daerah tropis. Meskipun leptospirosis
bukan merupakan penyakit umum, penyakit ini sudah pernah dilaporkan dari
seluruh daerah Amerika Serikat, termasuk daerah kering seperti Arizona.
Leptospira biasa terdapat pada binatang piaraan seperti anjing, babi, lembu,
kuda, kucing, marmut, atau binatang-binatang pengerat lainnya seperti tupai,
musang, kelelawar, dan lain sebagainya. Di dalam tubuh binatang tersebut
leptospira hidup di dalam ginjal/air kemihnya. Tikus merupakan vektor utama
dari L.icterohaemorrhagica penyebab leptospirosis pada manusia.3,6
Dalam tubuh tikus, leptospira akan menetap dan membentuk koloni serta
berkembang biak di dalam epitel tubulus ginjal tikus dan secara terus menerus
ikut mengalir dalam filtrat urin. Penyakit ini bersifat musiman, di daerah
beriklim sedang, masa puncak insiden dijumpai pada musim panas dan musim
gugur karena temperatur adalah faktor yang mempengaruhi kelangsungan
hidup leptospira, sedangkan di daerah tropis insiden tertinggi terjadi selama
musim hujan.3,6
D. PENULARAN LEPTOSPIROSIS
6
Transmisi bakteri leptospira ke manusia dapat terjadi karena ada kontak
dengan air atau tanah yang tercemar urin hewan yang mengandung leptospira.
Selain itu penularan bisa juga terjadi karena manusia mengkonsumsi makanan
atau minuman yang terkontaminasi dengan bakteri leptospira.7
7
E. MANIFESTASI KLINIK LEPTOSPIROSIS
8
meningitis yang ditandai dengan sakit kepala, fotofobia, dan kaku
kuduk. Keterlibatan sistem saraf pusat pada leptospirosis sebagian
besar timbul sebagai meningitis aseptik. Pada fase ini dapat terjadi
berbagai komplikasi, antara lain neuritis optikus, uveitis, iridosiklitis,
dan neuropati perifer.10 Pada kasus yang berat, perubahan fase
pertama ke fase kedua mungkin tidak terlihat, akan tetapi timbul
demam tinggi segera disertai jaundice dan perdarahan pada kulit,
membrana mukosa, bahkan paru. Selain itu ini sering juga dijumpai
adanya hepatomegali, purpura, dan ekimosis. Gagal ginjal, oliguria,
syok, dan miokarditis juga bisa terjadi dan berhubungan dengan
mortalitas penderita.8,9
9
Sebagian besar manifestasi klinik leptospirosis adalah anikterik, dan ini
diperkirakan mencapai 90% dari seluruh kasus leptospirosis di masyarakat.
Gejala leptospirosis timbul mendadak ditandai dengan virallike illness, yaitu
demam, nyeri kepala, dan mialgia. Nyeri kepala bisa berat, mirip yang terjadi
pada infeksi dengue, disertai nyeri retro orbital dan fotofobia. Nyeri otot
diduga terjadi karena adanya kerusakan otot sehingga kreatinin fosfokinase
(CPK) pada sebagian besar kasus meningkat, dan pemeriksaan CPK ini dapat
membantu penegakan diagnosis klinik leptospirosis. Dapat juga ditemukan
nyeri perut, diare, anoreksia, limfadenopati, splenomegali, rash makulopapular,
kelainan mata (uveitis, iridosiklitis), meningitis aseptik dan conjunctival
suffusion. 8,9
Pemeriksaan fisik yang khas adalah conjunctival suffusion dan nyeri tekan
di daerah betis. Gambaran klinik terpenting leptospirosis non-nikterik adalah
meningitis aseptik yang tidak spesifik sehingga sering terlewatkan
diagnosisnya. Sebanyak 80-90% penderita leptospirosis anikterik akan
mengalami pleositosis pada cairan serebrospinal selama minggu ke-2 penyakit
dan 50% diantaranya akan menunjukkan tanda klinis meningitis. Karena
penderita memperlihatkan penyakit yang bersifat bifasik atau memberikan
riwayat paparan dengan hewan, meningitis tersebut kadang salah didiagnosis
sebagai kelainan akibat virus.8,9
10
Bentuk leptospirosis yang berat ini pada mulanya dikatakan sebagai Leptospira ichterohaemorrhagiae, tetapi ternyata dapat
terlihat pada setiap serotipe leptospira yang lain. Manifestasi leptospirosis yang berat memiliki angka mortalitas sebesar 5-15%.
Leptospirosis ikterik disebut juga dengan nama Sindrom Weil. Tanda khas dari sindrom Weil yaitu jaundice atau ikterik, azotemia, gagal
ginjal, serta perdarahan yang timbul dalam waktu 4-6 hari setelah onset gejala dan dapat mengalami perburukan dalam minggu ke-2.
Ikterus umumnya dianggap sebagai indikator utama leptospirosis berat. Pada leptospirosis ikterik, demam dapat persisten sehingga fase
imun menjadi tidak jelas atau nampak overlapping dengan fase leptospiremia.8,9
F. PATOLOGI LEPTOSPIROSIS
11
Dalam perjalanan pada fase leptospiremia, leptospira melepaskan toksin
yang bertanggung jawab atas terjadinya keadaan patologi pada beberapa organ.
Lesi yang muncul terjadi karena kerusakan pada lapisan endotel kapiler. Pada
leptospirosis, terdapat perbedaan, antara derajat gangguan fungsi organ dengan
kerusakan secara histologik. Pada leptospirosis lesi histologis yang ringan
ditemukan pada ginjal dan hati pasien dengan kelainan fungsional yang nyata
dari organ tersebut. Perbedaan ini menunjukkan bahwa kerusakan bukan pada
struktur organ. Lesi inflamasi menunjukkan edema dan infiltrasi sel monosit,
limfosit, dan sel plasma. Pada kasus yang berat terjadi kerusakan kapiler
dengan perdarahan yang luas dan disfungsi hepatoseluler dengan retensi bilier.
Selain di ginjal leptospira juga dapat bertahan pada otak dan mata. Leptospira
dapat masuk ke dalam cairan cerebrospinalis pada fase leptospiremia. Hal ini
akan menyebabkan meningitis yang merupakan gangguan neurologi terbanyak
yang terjadi sebagai komplikasi leptospirosis. Organ-organ yang sering
diserang leptospira adalah 8
12
f. Pembuluh darah : Terjadi perubahan pembuluh darah akibat
terjadinya vaskulitis yang akan menimbulkan perdarahan.
G. PATOGENESIS LEPTOSPIROSIS
13
negatif, dan aktivitas lainnya yaitu stimulasi perlekatan netrofil pada sel endotel
dan trombosit, sehingga terjadi agregasi trombosit disertai trombositopenia.
Bakteri leptospira mempunyai fosfolipase yaitu suatu hemolisis yang
mengakibatkan lisisnya eritrosit dan membran sel lain yang mengandung
fosfolipid.10
Organ utama yang terinfeksi kuman leptospira adalah ginjal dan hati. Di
dalam ginjal bakteri leptospira bermigrasi ke interstisium tubulus ginjal dan lumen
tubulus. Pada leptospirosis berat, vaskulitis akan menghambat sirkulasi mikro dan
meningkatkan permeabilitas kapiler, sehingga menyebabkan kebocoran cairan dan
hipovolemia. Hipovolemia akibat dehidrasi dan perubahan permeabilitas kapiler
salah satu penyebab gagal ginjal. Pada gagal ginjal tampak pembesaran ginjal
disertai edema dan perdarahan subkapsular, serta nekrosis tubulus renal.
Sementara perubahan yang terjadi pada hati bisa tidak tampak secara nyata.
Secara mikroskopik tampak perubahan patologi berupa nekrosis sentrolobuler
disertai hipertrofi dan hiperplasia sel Kupffer.10
14
Gambar 5. Leptospirosis pathway dan gambaran klinis10
H. DIAGNOSIS LEPTOSPIROSIS
1. Diagnosis Klinis
2. Diagnosis Laboratorium
15
Diagnosis definitif leptospirosis bergantung pada penemuan
laboratorium. Pada sindrom Weil dapat ditemukan leukositosis dan
netropenia, terutama selama fase awal penyakit. Anemia tidak biasa
ditemukan pada leptospirosis anikterik, tetapi dapat terjadi anemia
berat pada sindrom Weil. Kadar enzim hati, kreatinin, dan ureum dapat
sedikit meningkat pada leptospirosis anikterik, dan meningkat secara
ekstrim pada sindrom Weil.10
a. Pemeriksaan mikrobiologik
b. Kultur
c. Inokulasi hewan
16
d. Serologi
I. PENATALAKSANAAN LEPTOSPIROSIS
17
Tabel 2. Manajemen kasus dan kemoprofilaksis leptospirosis berdasarkan
Kriteria Diagnosis WHO SEARO 2009
J. KOMPLIKASI LEPTOSPIROSIS
K. PROGNOSIS LEPTOSPIROSIS
18
Jika tidak ada ikterus, penyakit jarang fatal. Pada kasus dengan ikteru,
angka kematian 5 % pada umur di bawah 30 tahun, dan pada usia lanjut
mencapai 30-40%.10
L. PENCEGAHAN
- Pemberian vaksin.10
BAB III
KESIMPULAN
19
penatalaksanaan yang cepat akan mencegah perjalanan penyakit menjadi berat.
Pencegahan dini terhadap mereka yang terpapar diharapkan dapat melindungi dari
serangan leptospirosis.
DAFTAR PUSTAKA
20
7. Lucy, Andani. 2014. Infeksi Tropis : Leptospirosis.
http://eprints.undip.ac.id/44817/3/BAB_II.pdf , accessed on 19 November
2017
8. Sudoyo, Aru W, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta :
Interna Publishing
9. Lucy, Andani. 2014. Infeksi Tropis : Leptospirosis.
http://eprints.undip.ac.id/44817/3/BAB_II.pdf , accessed on 19 November
2017
10. Isselbacher, Braunwald, et all. 2002. Harrison : Prinsip-prinsip Ilmu
Penyakit Dalam Volume 2. Jakarta. EGC.
21