Dosen :
Disusun Oleh :
Puji syukur Saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat Rahmat dan
Karunia-Nya, Saya sebagai penyusun dapat menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-baiknya
dan tepat pada waktunya.
Makalah ini berjudul “Eritrosit dan Interpretasi Data”, untuk memenuhi tugas yang diberikan
oleh Dosen mata kuliah pilihan yaitu Hematologi . Selain itu juga, makalah ini diharapkan mampu
menjadi sumber pembelajaran bagi kita semua untuk mengerti lebih jauh tentang pengertian
interpretasi data klinik dan mendalami tentang ertitrosit (sel darah merah).
Makalah ini dibuat dengan meninjau beberapa sumber dan menghimpunnya menjadi
kesatuan yang sistematis. Terimakasih Saya ucapkan kepada semua pihak yang menjadi sumber
referensi bagi Saya.
Semoga makalah ini dapat berguna bagi pembaca sekalian. Saya selaku penyusun menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari bentuk penyusunan maupun
materinya. Kritik dan saran dari pembaca sangat Saya harapkan untuk penyempurnaan makalah
selanjutnya.
Annisa Fikry
DAFTAR ISI
Tujuan penulisan makalah ini yaitu untuk mendapatkan gambaran mengenai interpretasi
data klinik mengenai eritrosit (sel darah merah) yaitu nilai normal eritrosit, hemoglobin dan
hematokrit, penyakit yang ditimbulkan akibat kekurangan atau kelebihan eritrosit dan
pengobaatannya.
1.4 Manfaat
a. Bagi Penulis
Menambah ilmu pengetahuan dan pengalaman dengan mengaplikasikan mata kuliah
kefarmasian serta dapat melatih mahasiswa berpikir kritis tentang interpretasi data mengenai
eritrosit.
b. Bagi Tenaga Kesehatan
Untuk memberikan gambaran kepada tenaga kesehatan untuk melakukan interpretasi
hasil pemeriksaan laboratorium pasien tentang eritrosit dalam pencapaian hasil terapi yang telah
ditetapkan dan meminimalkan kesalahan obat.
PEMBAHASAN
Hematologi adalah cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari darah, organ pembentuk
darah dan penyakitnya. Khususnya jumlah dan morfologi sel-sel darah, serta sumsum tulang.
Darah adalah jaringan khusus yang berbeda dengan organ lain, karena berbentuk cairan. Jumlah
darah dalam tubuh adalah 6-8% berat tubuh total. Empat puluh lima sampai 60% darah terdiri dari
sel-sel, terutama eritrosit, leukosit dan trombosit. Fungsi utama darah adalah sebagai media
transportasi, serta memelihara suhu tubuh dan keseimbangan cairan (Atul dan Victor, 2008 cit.
Arifin dkk, 2015).
Rentang nilai normal hematologi bervariasi pada bayi, anak anak dan remaja, umumnya
lebih tinggi saat lahir dan menurun selama beberapa tahun kemudian. Nilai pada orang dewasa
umumnya lebih tinggi dibandingkan tiga kelompok umur di atas. Pemeriksaan hemostasis dan
koagulasi digunakan untuk mendiagnosis dan memantau pasien dengan perdarahan, gangguan
pembekuan darah, cedera vaskuler atau trauma (Darda, 2016).
2.2 Definsi darah Dan Fungsinya
Darah berasal dari kata “haima”, yang berasal dari akar kata hemo atau hemato.
Merupakan suatu cairan yang berada didalam tubuh, berfungsi mengalirkan oksigen ke seluruh
jaringan tubuh, mengirimkan nutrisi yang dibutuhkan sel-sel dan menjadi benteng pertahanan
terhaap virus dan infeksi (Haryani, 2014).
Darah selamanya beredar didalam tubuh oleh karena adanya atau pompa jantung. Selama
darah berada dalam pembuluh maka akan tetap encer, tetapi kalau ia keluar dari pembuluhnya
maka ia akan menjadi beku. Pembekuan ini dapat dicegah dengan jalan mencampurkan kedalam
darah tersebut sedikit obat anti pembekuan atau sitras natrikus (Darda, 2016).
Darah merupakan bagian dari tubuh yang berperan penting dalam mempertahankan
kehidupan. Sebab, ia berfungsi sebagai pertahanan tubuh terhadap virus atau bakteri. Darah
berbentuk cairan, sehingga dapat didistribusikan ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah.
Volume dalam tubuh bervariasi, pada orang dewasa volume darah sekitar 6 liter atau sekitar 7-8
% dari berat badan. Misalnya berat badan 50 kilogram, berarti volume darah berkisar antara 3,5,
liter sampai 4 liter.9 Darah terdiri dari komponen berbentuk dan komponen plasma. Komponen
berbentuk (yaitu beberapa jenis korpuskula) kurang lebih 45% (yang terdiri dari sel darah merah
atau disebut eritrosit, sel darah putih atau disebut lekosit dan sel pembekuan atau disebut
trombosit).10 Angka (45 %) ini dinyatakan dalam nilai hermatokrit atau volume sel darah merah
yang dipadatkan yang berkisar antara 40 sampai 47 (Menkes RI, 2011).
Menurut buku “Dinamika Obat” dari Ernst Mutschler halaman 403. Mengatakan bahwa
fungsi utama darah ialah mentranspor senyawa. Oksigen yang diambil oleh paru-paru harus
dibawa ke seluruh jaringan dengan bantuan eritrosit, karbondioksida dari jaringan harus dibawa
kembali ke paru-paru. Pada saat yang sama zat-zat seperti bahan makanan, mineral, hormone dan
lain-lain serta semua bahan obat dan produknya dibawa ke sel dan hasil metabolismenya dibawa
kembali dan dibuang. Di samping itu darah berperan penting pada pemeliharaan pH dalam tubuh,
dan dengan darah mempunyai kemampuan bertindak darah mempunyai kemampuan bertindak
sebagai system dapar yang berbeda-beda (dapar protein, dapar posfat, dapar hydrogenkarbonat).
Darah juga melakukan pengaturan suhu organisme dengan membawa energi kalor yang dibentuk
pada metabolism kepermukaan tubuh. Darah ikut berperan besar pada pertahanan tubuh terhadap
masuknya zat asing atau penyebab penyakit.
Menurut buku “Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Hematologi”
dari Ners. Wiwiik Handayani S.Kep dan dr. Andi Sulistyo Hariwibowo mengatakan bahwa
keadaan jumlah darah pada tiap-tiap orang tidak sama bergantung pada usia, pekerjaan, serta
keadaan jantung atau pembuluh darah. Farah terdiri atas 2 komponen utama, yaitu sebagai berikut:
a. Plasma Darah, bagian cair darah yang sebagia besar terdiri atas air, elektrolit dan protein
darah.
b. Butir-butir darah (blood corpuscles), yang terdiri atas komponen-komponen berikut ini :
Eritrosit yaitu sel darah merah (SDM-red blood cell)
Leukosit yaitu sel darah putih (SDP-white blood cell)\
Trombosit yaitu butir pembeku darah-platelet
1. Pembentukan sel darah (hemopoiesis) terjadi pada awal masa embrional, sebagian besar pada
hati dan sebagian kecil pada limpa
2. Dari kehidupan fetus hingga bayi dilahirkan, pembentukan sel darah berlangsung dalam 3
tahap, yaitu: Pembentukan di saccus vitellinus, Pembentukan di hati, kelenjar limfe, dan limpa
dan Pembentukan di sumsum tulang
3. Pembentukan sel darah mulai terjadi pada sumsum tulang setelah minggu ke-20 masa
embrionik
4. Dengan bertambahnya usia janin, produksi sel darah semakin banyak terjadi pada sumsum
tulang dan peranan hati dan limpa semakin berkurang
5. Sesudah lahir, semua sel darah dibuat pada sumsum tulang, kecuali limfosit yang jugadibentuk
di kelenjar limfe, tymus, dan lien
6. Selanjutnya pada orang dewasa pembentukan sel darah diluar sumsum tulang (extramedullary
hemopoiesis) masih dapat terjadi bila sumsum tulang mengalami kerusakan atau mengalami
fibrosis
7. Sampai dengan usia 5 tahun, pada dasarnya semua tulang dapat menjadi tempat pembentukan
sel darah. Tetapi sumsum tulang dari tulang panjang, kecuali bagian proksimal humerus dan
tibia, tidak lagi membentuk sel darah setelah usia mencapai 20 tahun
8. Setelah usia 20 tahun, sel darah diproduksi terutama pada tulang belakang, sternum, tulang
iga dan ileum
9. 75% sel pada sumsum tulang menghasilkan sel darah putih (leukosit) dan hanya 25%
menghasilkan eritrosit
10. Jumlah eritrosit dalam sirkulasi 500 kali lebih banyak dari leukosit. Hal ini disebabkan oleh
karena usia leukosit dalam sirkulasi lebih pendek (hanya beberapa hari) sedangkan erotrosit
rata-rata 110-120 hari.
a. Nilai normal :
b. Implikasi klinik :
• Penurunan nilai Hct merupakan indikator anemia (karena berbagai sebab), reaksi hemolitik,
leukemia, sirosis, kehilangan banyak darah dan hipertiroid. Penurunan Hct sebesar 30%
menunjukkan pasien mengalami anemia sedang hingga parah.
• Peningkatan nilai Hct dapat terjadi pada eritrositosis, dehidrasi, kerusakan paru-paru kronik,
polisitemia dan syok.
• Nilai Hct biasanya sebanding dengan jumlah sel darah merah pada ukuran eritrosit normal,
kecuali pada kasus anemia makrositik atau mikrositik.
• Pada pasien anemia karena kekurangan besi (ukuran sel darah merah lebih kecil), nilai Hct
akan terukur lebih rendah karena sel mikrositik terkumpul pada volume yang lebih kecil,
walaupun jumlah sel darah merah terlihat normal.
• Nilai normal Hct adalah sekitar 3 kali nilai hemoglobin.
• Satu unit darah akan meningkatkan Hct 2% - 4%.
c. Faktor pengganggu
• Individu yang tinggal pada dataran tinggi memiliki nilai Hct yang tinggi demikian juga Hb
dan sel darah merahnya.
• Normalnya, Hct akan sedikit menurun pada hidremia fisiologis pada kehamilan.
(Menkes RI, 2011).
2.3.2 Hemoglobin
a. Nilai normal :
Pria : 13 - 18 g/dL SI unit : 8,1 - 11,2 mmol/L
Wanita: 12 - 16 g/dL SI unit : 7,4 – 9,9 mmol/L
b. Deskripsi :
Menurut buku “Dinamika Obat” dari Ernst Mutschler yaitu sekitar 30% isi sel eritrosit terdiri atas zat
warna darah merah yaitu hemoglobin. Ini terutama berfungsi untuk transport oksigen dari paru-paru ke jaringan
serta transport karbondioksida dari jaringan ke paru-paru. Disamping iu berfungsi juga sebagai
dapar. Kandungan Hemoglobin pada pria rata-rata 16 g/100 ml darah.
Hemoglobin adalah komponen yang berfungsi sebagai alat transportasi oksigen (O2) dan
karbon dioksida (CO2). Hb tersusun dari globin (empat rantai protein yang terdiri dari dua unit alfa
dan dua unit beta) dan heme (mengandung atom besi dan porphyrin: suatu pigmen merah). Pigmen
besi hemoglobin bergabung dengan oksigen. Hemoglobin yang mengangkut oksigen darah (dalam
arteri) berwarna merah terang sedangkan hemoglobin yang kehilangan oksigen (dalam vena)
berwarna merah tua. Satu gram hemoglobin mengangkut 1,34 mL oksigen. Kapasitas angkut ini
berhubungan dengan kadar Hb bukan jumlah sel darah merah (Menkes RI, 2011).
Penurunan protein Hb normal tipe A1, A2, F (fetal) dan S berhubungan dengan anemia
sel sabit. Hb juga berfungsi sebagai dapar melalui perpindahan klorida kedalam dan keluar sel
darah merah berdasarkan kadar O2 dalam plasma (untuk tiap klorida yang masuk kedalam sel darah
merah, dikeluarkan satu anion HCO3) (Menkes RI, 2011).
Penetapan anemia didasarkan pada nilai hemoglobin yang berbeda secara individual
karena berbagai adaptasi tubuh (misalnya ketinggian, penyakit paru-paru, olahraga). Secara
umum, jumlah hemoglobin kurang dari 12 g/dL menunjukkan anemia. Pada penentuan status
anemia, jumlah total hemoglobin lebih penting daripada jumlah eritrosit (Menkes RI, 2011).
c. Implikasi klinik :
Penurunan nilai Hb dapat terjadi pada anemia (terutama anemia karena kekurangan zat besi),
sirosis, hipertiroidisme, perdarahan, peningkatan asupan cairan dan kehamilan.
Peningkatan nilai Hb dapat terjadi pada hemokonsentrasi (polisitemia, luka bakar), penyakit
paru-paru kronik, gagal jantung kongestif dan pada orang yang hidup di daerah dataran tinggi.
Konsentrasi Hb ber fluktuasi pada pasien yang mengalami perdarahan dan luka bakar.
Konsentrasi Hb dapat digunakan untuk menilai tingkat keparahan anemia, respons terhadap
terapi anemia, atau perkembangan penyakit yang berhubungan dengan anemia.
d. Faktor pengganggu
Orang yang tinggal di dataran tinggi mengalami peningkatan nilai Hb demikian juga Hct dan
sel darah merah.
Asupan cairan yang berlebihan menyebabkan penurunan Hb
Umumnya nilai Hb pada bayi lebih tinggi (sebelum eritropoesis mulai aktif)
Nilai Hb umumnya menurun pada kehamilan sebagai akibat peningkatan volume plasma
Ada banyak obat yang dapat menyebabkan penurunan Hb. Obat yang dapat meningkatkan Hb
termasuk gentamisin dan metildopa
Olahraga ekstrim menyebabkan peningkatan Hb.
e. Hal yang harus diwaspadai
Implikasi klinik akibat kombinasi dari penurunan Hb, Hct dan sel darah merah. Kondisi
gangguan produksi eritrosit dapat menyebabkan penurunan nilai ketiganya.
Nilai Hb <5,0g/dL adalah kondisi yang dapat memicu gagal jantung dan kematian. Nilai
>20g/dL memicu kapiler clogging sebagai akibat hemokonsenstrasi.
f. Tatalaksana
a. Nilai normal :
Pria : 4,4 - 5,6 x 106 sel/mm3 SI unit : 4,4 - 5,6 x 1012 sel/L
Wanita : 3,8-5,0 x 106 sel/mm3 SI unit : 3,5 - 5,0 x 1012 sel/L
b. Struktur Eritrosit
Eritrosit berbentuk bikonkaf dan berdiameter 7-8 mikron. Bentuk bikonkaf tersebut
menyebabkan eritrosit bersifat fleksibel sehingga dapat melewati pembuluh darah yang sangat
kecil dengan baik. Bentuk eritrosit pada mikroskop biasanya tampak bulat berwarna merah dan
dibagian tengahnya tampak lebih pucat, atau disebut (central pallor) diameter 1/3 dari keseluruhan
diameter eritrosit (Menkes RI, 2011).
Sel darah merah tidak memiliki inti sel, mitokondria dan ribosom, serta tidak dapat
bergerak. Sel ini tidak dapat melakukan mitosis, foforilasi oksidatif sel, atau pembentukan protein
(Wiwik dan Sulistyo, 2008).
Komponen eritrosit yaitu :
1. Membran eritrosit
2. Sistem enzim : enzim G6PD (Glucose 6-Phosphatedehydrgogynase)
3. Hemoglobin, komponennya terdiri atas :
Heme yang merupakan gabungan protoporfirin dengan besi
Globin : bagian protein yang terdiri atas 2 rantai alfa dan 2 rantai beta.
Terdapat sekitar 300 molekul hemoglobin dalam setiap sel darah merah. Hemoglobin
berfungsi untuk mengikat oksigen, satu gram hemoglobin akan bergabung dengan 1,34 ml oksigen.
Oksi hemoglobin merupakan hemoglobin yang berkombinasi/berikatan dengan oksigen. Tugas
akhir hemoglobin adalah menyerap karbondioksida dan ion hydrogen serta membawanya ke paru
tempat zat-zat tersebut dilepaskan dari hemoglobin.
Dalam keadaan normal, eritropoesis pada orang dewasa terutama terjadi di dalam sum-
sum tulang, di mana system eritrosit menempati 20-30% bagian jaringan sum-sum tulang yang
aktif membentuk sel darah. Sel eritrosit berinti berasal dari sel induk multipotensial dalam sumsum
tulang. Sel induk multipotensial ini mampu berdiferensiasi menjadi sel darah system eritrosit,
myeloid dan megakariosibila yang dirangsang oleh eritropoetin. Sel induk multipotensial akan
berdiferensiasi menjadi sel induk unipotensial. Sel induk unipotensial tidak mampu berdiferensiasi
lebih lanjut, sehingga sel induk sehinggal sel induk unipotensial seri eritrosit hanya akan
berdeferensiasi menjadi sel pronormoblas. Sel pronormoblas akan membentuk DNA yang
diperlukan untuk tiga sampai empat kali fase mitosis. Melalui empat kali mitosis dari tiap sel
pronormoblas akan terbentuk 16 eritrosit.. Eritrosit matang akan dilepaskan dalam sirkulasi. Padaa
produksi eritrosit normal sumsum tulang belakang memerlukan besi , vitamin B12, asam folat,
piridoksi (vitamin B6), kobal, asam amino, dan tembaga (Wiwik dan Sulistyo, 2008).
a. Jumlah Eritrosit
Eritrosit berjumlah paling banyak diantara sel-sel darah lainnya. Dalam satu milliliter
darah terdapat kira-kira 4,5 – 6 juta eritrosit, oleh sebab itu darah berwarna merah. Eritrosit normal
berukuran 6 – 8 Nm atau 80 – 100 fL (femloliter). Bila MCV kurang dari 80 fL disebut (mikrositik)
dan jika lebih dari 100fL disebut (makrositik).(Menkes RI, 2011).
b. Fungsi Eritrosit
Fungsi utama eritrosit adalah untuk mengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh
dan mengangkut CO2 dari jaringan tubuh ke paru-paru oleh Hb. Eritrosit yang berbentuk cakram
bikonkaf mempunyai area permukaan yang luas sehingga jumlah oksigen yang terikat dengan Hb
dapat lebih banyak. Bentuk bikonkaf juga memungkinkan sel berubah bentuk agar lebih mudah
melewati kapiler yang kecil. Jika kadar oksigen menurun hormon eritropoetin akan menstimulasi
produksi eritrosit (Menkes RI, 2011).
c. Lama Hidup Eritrosit
Menurut buku “Dinamika Obat” dari Ernst Mutschler umur eritrosit yang yang
bersirkulasi dalam system peredaran darah rata-rata 110-120 hari. Bila kebutuhan eritrosit tinggi,
sel yang belum dewasa akan dilepaskan kedalam sirkulasi. Pada akhir masa hidupnya, eritrosit
yang lebih tua keluar dari sirkulasi melalui fagositosis di limfa, hati dan sumsum tulang (sistem
retikulo-endotelial).
d. Implikasi klinik :
Secara umum nilai Hb dan Hct digunakan untuk memantau derajat anemia, serta respon
terhadap terapi anemia
Jumlah sel darah merah menurun pada pasien anemia leukemia, penurunan fungsi ginjal,
talasemin, hemolisis dan lupus eritematosus.sistemik. Dapat juga terjadi karena obat (drug
induced anemia). Misalnya : sitostatika, antiretroviral.
Sel darah merah meningkat pada polisitemia vera, polisitemia sekunder, diare/dehidrasi,
olahraga berat, luka bakar, orang yang tinggal di dataran tinggi.
Sel-sel darah merah dirombak di dalam hati. Hemoglobin yang terkandung di dalamnya
dipecah menjadi zat besi (Fe), globin, dan heme. Zat besi dan globin didaur ulang, Zat besi diambil
dan disimpan di hati, sedangkan globin dimanfaatkan untuk pembentukan hemoglobin baru. Heme
dirombak menjadi bilirubin dan biliverdin yang berwarna hijau kebiruan. Bilirubin dioksidasi
menjadi urobilin yang mewarnai feses dan urine kekuningan, sedangkan biliverdin sebagai
pembentuk zat warna empedu yang kemudian disalurkan ke kantong empedu.
Proses penghancuran eritrosit terjadi karena proses penuaan (senescence) dan proses
patologis (hemmolisis). Hemolisis yang terjadi pada eritrosit akan mengakibatkan terurainya
komponen-komponen hemoglobin menjadi dua komponen sebagai beikut :
1. Komponen protein, yaitu globin yang akan dikembalikan pool protein dan dapat digunakan
kembali
2. Komponen heme akan dipecah menjadi dua yaitu :
Besi yang akan dikembalikan ke pool besi yang digunakan ulang.
Billirubin yang akan diekresikan melalui hati dan empedu.
Gambar 2.5 Skema Penghancuran Eritrosit
a. Makrosit
Ukuran eritrosit yang lebih dari 8,2 Nm terjadi karena pematangan inti eritrosit terganggu,
dijumpai pada defisiensi vitamin B₁₂ atau asam folat.
Penyebab lainnya adalah karena rangsangan eritropoietin yang berakibat
meningkatkatnya sintesa hemoglobin dan meningkatkan pelepasan retikulosit kedalam sirkulasi
darah. Sel ini didapatkan pada anemia megaloblastik, penyakit hati menahun berupa thin
macrocytes dan pada keadaan dengan retikulositosis, seperti anemia hemolitik atau anemia paska
pendarahan.
b. Mikrosit
Ukuran eritrosit yang kurang dari 6,2 Nm. Terjadinya karena menurunnya sintesa
hemoglobin yang disebabkan defisiensi besi, defeksintesa globulin, atau kelainan mitokondria
yang mempengaruhi unsure hem dalam molekul hemoglobin. Sel ini didapatkan pada anemia.
c. Anisositosis
Pada kelainan ini tidak ditemukan suatu kelainan hematologic yang spesifik, keadaan ini ditandai
dengan adanya eritrosit dengan ukuran yang tidak sama besar dalam sediaan apusan darah tepi
(bermacam-macam ukuran). Sel ini didapatkan pada anemia mikrositik yang ada bersamaan
anemia makrositik seperti pada anemia gizi.
c. Anisokromasia
Adanya peningkatan variabillitas warna dari hipokrom dan normokrom. Anisokromasia
umumnya menunjukkan adanya perubahan kondisi seperti kekurangan zat besi dan anemia
penyakit kronis.
d. Polikromasia
Eritrosit berwarna merah muda sampai biru. Terjadi pada anemia hemolitik, dan
hemopoeisis ekstrameduler.
a. Kekurangan eritrosit
Kehilangan darah (perdarahan)
Pasien anemia, infeksi kronis, leukemia talasemia, hemolisis dan lupus eritematosus sistemik
Penurunan fungsi ginjal
Dapat juga terjadi karena obat (drug induced anemia). Misalnya : sitostatika, antiretroviral.
Kekurangan eritrosit secara garis besar mampu memicu keberadaan anemia dengan
beragam penyebab seperti gejala khas anemia yakni pucatnya warna tubuh disertai mata yang
cekung, gampang lelah serta mudah sakit, sistem imun semakin melemah dan terjadi kerontokan
rambut akibat kurang nutrisi, berkurangnya pasokan oksigen dapat menjadi penyebab pusing serta
susah bernafas pada beberapa kondisi tertentu (Prakarsa dan Kurniawan, 2015).
b. Kelebihan eritrosit
Polisitemia vena
Hemokonsentrasi
Dehidrasi/diare
Penyakit kardiovaskuler
Olahraga berat
Luka bakar
Orang yang tinggal di dataran tinggi.
Secara garis besar kebutuhan tubuh akan sel darah merah untu memenuhi kebutuhan
tubuh akan suplai oksigen serta nutrisi merata pada keseluruhan anggota tubuh tanpa terkecuali.
Dengan demikian tubuh akan menyesuaikan kebutuhan eritrositnya sesuai dengan keadaan yang
dibutuhkan misalnya pada penderita perokok dengan kondisi paru yang tidak fit ataupun pada
penduduk pegunungan dengan jumlah oksigen ketinggian yang rendah maka jumlah eritrositnya
akan senantiasa meningkat di dalam edaran tubuh.
Pada kondisi kelainan genetika yang sering disebut sebagai polisitemia vera maka jumlah
eritrosit yang banyak akan melampaui ambang batas normal secara drastis sehingga sangat
membahayakan jiwa, beberapa langkah harus ditempuh pasien untuk dapat bertahan dengan sehat
diantaranya dengan senantiasa membuang darah layaknya seperti teknik dalam donor ataupun
mengkonsumsi obat pengencer darah demi mengurangi produksinya yang berlebihan juga
(Prakarsa dan Kurniawan, 2015).
Hasil pemeriksaan laboratorium dapat dipengaruhi oleh banyak faktor terdiri atas faktor
terkait pasien atau laboratorium. Faktor yang terkait pasien antara lain: umur, jenis kelamin, ras,
genetik, tinggi badan, berat badan, kondisi klinik, status nutrisi dan penggunaan obat. Sedangkan
yang terkait laboratorium antara lain : cara pengambilan spesimen, penanganan spesimen, waktu
pengambilan, metode analisis, kualitas spesimen, jenis alat dan teknik pengukuran. Kesalahan
terkait hasil laboratorium patut dicurigai jika ditemukan tingkat kesalahan pembacaan yang sangat
besar dari hasil pemeriksaan tidak sesuai dengan gejala dan tanda klinik pasien. Nilai klinik
pemeriksaan laboratorium tergantung pada sensitifitas, spesifisitas dan akurasi. Sensitifitas
menggambarkan kepekaan tes, spesifisitas menggambarkan kemampuan membedakan
penyakit/gangguan fungsi organ, sedangkan akurasi adalah ukuran ketepatan pemeriksaan
(Menkes RI, 2011)
Pemeriksaan laboratorium dapat dikelompokkan sebagai pemeriksaan penapisan
(screening) dan pemeriksaan diagnostik. Pemeriksaan penapisan dimaksudkan untuk mendeteksi
adanya suatu penyakit sedini mungkin agar intervensi dapat dilakukan lebih efektif. Umumnya
pemeriksaan penapisan relatif sederhana dan mempunyai kepekaan tinggi. Pemeriksaan diagnostik
dilakukan pada pasien yang memiliki gejala, tanda klinik, riwayat penyakit atau nilai pemeriksaan
penapisan yang abnormal. Pemeriksaan diagnostik ini cenderung lebih rumit dan spesifik untuk
pasien secara individual (Menkes RI, 2011).
Beberapa pemeriksaan dapat dikelompokkan menjadi satu paket yang disebut profil atau
panel, contohnya : pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan fungsi ginjal, dan pemeriksaan fungsi
hati. Tata nama, singkatan dan rentang nilai normal hasil pemeriksaan yang biasa digunakan dapat
berbeda antara satu laboratorium dengan laboratorium lainnya, sehingga perlu diperhatikan dalam
menginterpretasikan hasil pemeriksaan (Menkes RI, 2011).
Sel darah merah atau disebut juga eritrosit merupakan sel darah yang jumlahnya
terbanyak dalam tubuh manusia (Mahmood, 2012). Jumlah sel darah merah dapat memberikan
informasi yang mengindikasikan adanya gangguan hematologi. Gangguan hematologi adalah
gangguan pada pembentukan sel darah merah, meliputi penurunan dan peningkatan jumlah sel
(polisitemia). Penurunan jumlah sel darah merah ditemukan pada penyakit kronis, seperti penyakit
hati, anemia dan leukemia, sedangkan polisitemia ditemukan pada penderita diare, dehidrasi berat,
luka bakar, maupun pendarahan berat. Penghitungan sel darah merah dilakukan dalam proses
diagnosis beberapa penyakit tersebut. Penghitungan sel darah merah di laboratorium dapat
dilakukan secara manual, menggunakan hemocytometer dan mikroskop, atau menggunakan mesin
hematology analyzer (Prakarsa dan Kurniawan, 2015).
2.13. Anemia
Berdasarkan WHO (1992) cit Parulian (2016) pengertian anemia adalah suatu keadaan
dimana kadar hemoglobin lebih rendah dari batas normal untuk kelompok orang yang
bersangkutan. Anemia secara laboratorik yaitu keadaan apabila terjadi penurunan di bawah normal
kadar hemoglobin, hitung jenis eritrosit dan hemotokrit (packedredcell). Batasan normal kadar
haemoglobin menurut WHO tahun 1968 dapat digambarkan pada tabel 2.1 berikut :
Secara klinis kriteria anemia di Indonesia umumnya bila didapatkan hasil pemeriksaan
darah kadar Hemoglobin < 10 g/dl, Hemotokrit < 30 % dan Eritrosit < 2,8 juta/mm3. Derajat
anemia pada ibu hamil berdasarkan kadar Hemoglobin menurut WHO dikatakan ringan sekali bila
Hb 10 g/dl – batas normal, ringan Hb 8 g/dl - 9,9 g/dl, sedang Hb 6 g/dl – 7,9 g/dl dan berat pada
Hb < 6 g/dl. Departemen Kesehatan menetapkan derajat anemia sebagai berikut ringan sekali bila
Hb 11 g/dl – batas normal, ringan Hb 8 g/dl – 11 g/dl, sedang Hb 5 g/dl – 8 g/dl, dan berat Hb < 5
g/dl. Pada pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan menggunakan alat sahli,
dilakukan minimal 2 kali selama kehamilan yaitu trimester I dan III. (Tarwoto & Wasnidar, 2007
cit Parulian, 2016).
a. Klasifikasi
c. Patofisiologi Anemia
Gambar 2.6 Patofisiologi Anemia
Untuk menentukan adanya kelainan darah, perlu dilakukan test diagnostik dan
pemeriksaan darah. Beberapa istilah yang lazim dipakai dalam pemeriksaan di antaranya:
1. Hitung sel darah yaitu jumlah sebenarnya dari unsur darah (sel darah merah, sel darah putih
dan trombosit) dalam volume darah tertentu, dinyatakan sebagai jumlah sel per millimeter
kubik (mm3)
2. Hitung jenis sel darah yaitu menentukan karakteristik morfologi darah maupun jumlah sel.
3. Pengukuran Hematokrit (Hct) atau volume sel padat, menunjukkan volume darah lengkap (sel
darah merah). Pengukuran ini menunjukkan presentasi sel darah merah dalam darah,
dinyatakan dalam mm3/100 ml.
4. Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH) atau konsentrasi hemoglobin rata-rata adalah
mengukur banyaknya hemoglobin yang terdapat dalam satu sel darah merah. Nilai normalnya
kira-kira 27-31 pikogram/sel darah merah.
5. Mean Corpuscular Volume (MCV) atau volume eritrosit rata-rata merupakan pengukuran
besarnya sel yang dinyatakan dalam kilometer kubik, dengan batas normal 81-96 mm3, apabila
kurang dari 81 mm3 maka menunjukkan sel-sel mikrositik dan apabila lebih besar dari 96
mm3 menunjukkan sel-sel makrositik.
6. Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC) atau konsentrasi hemoglobin eritrosit
ratarata, mengukur banyaknya hemoglobin dalam 100 ml sel darah merah padat. Normalnya
30-36 g/100 ml darah.
7. Hitung leukosit adalah jumlah leukosit dalam 1 mm3 darah.
8. Hitung trombosit adalah jumlah trombosil dalam 1 mm3 darah.
9. Pemeriksaan sumsum tulang yaitu melalui aspirasi dan biopsy pada sumsum tulang, biasanya
dalam sternum, prosesus spinosus vertebra, Krista iliaka anterior atau posterior. Pemeriksaan
sumsum tulang dilakukan jika tidak cukup data-data yang diperoleh untuk mendiagnosa
penyakit pada sistem hemotolik
10. Pemeriksaan biokimiawi, pemeriksaan untuk mengukur kadar unsur-unsur yang perlu bagi
perkembangan sel-sel darah merah seperti kadar besi (Fe) serum, vitamin B12 dan asm folat
(Parulian, 2016).
d. Zat Besi dan Tablet Tambah
Darah Zat besi merupakan komponen hemoglobin yang berfungsi mengangkut oksigen
dalam darah ke sel-sel yang membutuhkannya untuk metabolisme glukose, lemak dan protein
menjadi energi (ATP). (Waryono, 2010 cit Parulian, 2016).
Sedangkan menurut Sunririnah (2014) bahwa Zat besi adalah salah satu mineral penting
yang diperlukan selama kehamilan, bukan hanya untuk bayi tapi juga untuk ibu hamil. Bayi akan
menyerap dan mengunakan zat besi dengan cepat, sehingga jika ibu kekurangan masukan zat besi
selama hamil, bayi akan mengambil kebutuhanya dari tubuh ibu sehingga menyebabkan ibu
mengalami anemia dan merasa lelah. Zat besi juga merupakan bagian dari mioglobulin yaitu
molekul yang mirip hemoglobin yang terdapat di sel-sel otot, yang juga berfungsi mengangkut
oksigen. Mioglobulin yang berkaitan dengan oksigen inilah yang membuat daging berwarna
merah. Di samping sebagai komponen hemoglobin dan mioglobulin, besi juga merupakan
komponen dari enzim oksidasi Xanthine Oksidase, Suksinat Dehidrogenase, Katalase dan
Peroksidasi. 99% dari anemia disebabkan oleh kekurangan zat besi selain itu juga menurunkan
kekebalan tubuh sehingga sangat peka terhadap serangan bibit penyakit. Penyerapan zat besi (Fe)
asal bahan makanan hewani dapat mencapai 10-20%.
Zat besi bahan makanan hewani (heme) lebih mudah diserap dari pada zat besi nabati
(non heme). Keanekaragaman konsumsi makanan sangat penting dalam membantu meningkatkan
penyerapan Fe di dalam tubuh. Kehadiran protein hewani, vitamin C, vitamin A, zink (Zn), asam
folat, zat gizi mikro lain dapat meningkatkan penyerapan zat besi dalam tubuh. Manfaat lain
mengkonsumsi makanan sumber zat besi adalah terpenuhinya kecukupan vitamin A. Makanan
sumber zat besi umumnya merupakan sumber vitamin A. (Waryono, 2010 cit. Parulian, 2016).
Sumber zat besi yang berasal dari produk nabati di antaranya kacang bakar dan jenis
kacang polongan, sayuran hijau (bayam, brokoli, aprikot kering) dan semua roti gandum.
Sedangkan yang berasal dari produk hewani diantaranya telur, irisan daging sapi merah, babi atau
kambing. Tubuh tampaknya tidak mudah untuk menyerap zat besi pada makanan nabati, tapi
vitamin C (yang ditemukan pada buah jeruk, kismis kering, sayuran hijau) menambah penyerapan
zat besi. Sebaliknya, tanin yang ditemukan di teh dapat mengurangi penyerapan zat besi. Jadi,
mengkonsumsi makanan yang kaya zat besi dan mengandung vitamin C (misalnya segelas jus
jeruk dan semangkuk sereal) lebih baik daripada secangkir teh. (Waryono,2010 cit. Parulian, 2016)
e. Manfaat Utama dan Fungsi Zat Besi
Menurut Waryono (2010) cit Parulian (2016) manfaat utama zat besi adalah pembentukan
enzim, yang berfungsi mengubah berbagai reaksi kimia di dalam tubuh dan pembentukan
komponen utama dari sel darah merah dan sel-sel otot. Akibat kekurangan yang ditimbulkan
adalah anemia, kesulitan menelan, kuku berbentuk sendok, kelainan usus, berkurangnya kinerja,
gangguan kemampuan belajar. Sebaliknya bila kelebihan zat besi akan timbul masalah
pengendapan zat besi, kerusakan hati (sirosis), diabetes melitus, pewarnaan kulit.
Manfaat dan fungsi zat besi bagi ibu hamil yaitu :
1. Sebagai pembentukan sel darah merah, cadangan Fe pada bayi yang baru lahir. Sel darah
merah bertugas mengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan dan mengangkut nutrisi dari
ibu ke janin; ikatan Fe dan protein dalam otot menyimpan oksigen yang sewaktu-waktu
digunakan oleh sel; dan reaksi enzim diberbagai jaringan tubuh.
2. Untuk pembentukan dan mempertahankan sel darah merah. Kecukupan sel darah merah akan
menjamin sirkulasi oksigen dan metabolisme zat – zat gizi yang dibutuhkan ibu hamil. Selain
itu asupun zat besi sejak awal kehamilan cukup baik, maka janin akan menggunakannya untuk
kebutuhan tumbuh kembangnya, sekaligus menyimpan dalam hati sebagai cadangan sampai
umur 6 bulan setelah dilahirkan. Sehingga pengaruh kekurangan zat besi sejak sebelum hamil
bila tidak diatasi dapat mengakibatkan ibu hamil menderita anemia. (Desi dan Dwi, 2014).
Pada ibu hamil yang menderita anemia berat dapat meningkatkan risiko morbiditas
maupun mortalitas ibu dan bayi, kemungkinan melahirkan bayi BBLR dan Prematur juga lebih
besar. Anak yang dikandung oleh ibu yang menderita anemia juga akan mengalami penurunan
kecerdasan intelejensi setelah dilahirkan. Penurunan IQ pada anak dapat turun sampai 9 poin dari
normal. Ibu hamil tergolong anemia jika kadar Haemoglobin dalam darahnya kurang dari 11 g/dl,
dan berisiko tinggi jika kurang dari 8 gr/dl. Penyebab anemia pada ibu hamil umumnya akibat
minimnya kemampuan ekonomi keluarga, sehingga makanan bergizi terabaikan. (Waryono, 2010
cit. Pauralin, 2016).
f. Anemia Pada Ibu Hamil
Menurut Manuaba (1998) cit. Pauralin (2016), Anemia hamil disebut “potensial danger
to mother and child’ anemia (potensial membahayakan ibu dan anak). Oleh karena itulah anemia
memerlukan perhatian serius dan semua pihak yang terkait dalam pelayanan kesehatan pada masa
yang akan datang. Anemia pada ibu hamil adalah kondisi dimana sel darah merah menurun atau
menurunnya hemoglobin, sehingga kapasitas daya angkut oksigen untuk kebutuhan organ-organ
vital pada ibu dan janin menjadi berkurang. Selama kehamilan, indikasi anemia adalah jika
konsentrasi hemoglobin kurang dari 10,5 sampai dengan 11,0 g/dl. Rendahnya kapasitas darah
untuk membawa oksigen memicu kompensasi tubuh dengan memacu jantung meningkatkan curah
jantung. Jantung yang terus-menerus dipacu bekerja keras dapat mengakibatkan gagal jantung dan
komplikasi lain seperti preeklampsia. (Laros dalam Tarwoto, 2015)
Dalam kehamilan terjadi peningkatan volume plasma darah sehingga terjadi
hipervolemia. Akan tetapi bertambahnya sel-sel darah merah lebih sedikit dibandingkan dengan
peningkatan volume plasma, sehingga terjadi pengenceran darah (Hemodelusi). Pertambahan
volume darah tersebut berbanding sebagai berikut: plasma 30 %, sel darah 18 % dan hemoglobin
19 % (Prawiroharjo, 1999 cit. Pauralin, 2016).
Keadaan tersebut disebut sebagai anemia fisiologis atau pseudoanemia. Pengenceran
darah yang terjadi pada wanita hamil dianggap sebagai penyesuaian fisiologis bermanfaat karena:
1. Hemodilusi meringankan beban jantung yang harus berkerja lebih berat dalam kehamilan.
Hedremia menyebabkan cardiac out meningkat dan kerja jantung diperingan bila viskositas
darah menjadi rendah, resistensi perifer berkurang sehingga tekanan darah tidak naik,
2. Mengurangi hilangnya zat besi pada waktu terjadinya kehilangan darah paska persalinan.
Bertambahnya volume darah dalam kehamilan dimulai sejak umur kehamilan 10 minggu dan
mencapai puncaknya pada kehamilan 32–36 minggu. Kebutuhan ibu hamil terhadap energi,
vitamin maupun mineral meningkat sesuai dengan perubahan fisiologis ibu terutama pada
akhir trimester kedua selama terjadi proses hemodelusi yang menyebabkan terjadinya
peningkatan volume darah dan mempengaruhi konsentrasi hemoglobin darah. Pada keadaan
normal hal tersebut dapat diatasi dengan pemberian tablet besi, akan tetapi pada keadaan gizi
kurang bukan saja membutuhkan suplemen energi juga membutuhkan suplemen vitamin dan
zat besi. Keperluan yang meningkat pada masa kehamilan, rendahnya asupan protein hewani
serta tingginya konsumsi serat / kandungan fitat dari tumbuh tumbuhan serta protein nabati
merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya anemia besi. (Chinue, 2009 cit Pauralin,
2016)
Adaptasi fisiologi sistem kardiovaskuler pada ibu hamil yaitu terjadinya perubahan
berupa, peningkatan curah jantung, meningkatnya stroke volume, aliran darah dan volume darah.
Akibat kerja jantung yang meningkat untuk memenuhi sirkulasi darah ibu dan janin, jantung
mengalami hipertropi. Keadaan ini kembali normal setelah bayi lahir. Peningkatan curah jantung
dimana volume darah yang dipompakan oleh ventrikel selama satu menit. Peningkatan curah
jantung terjadi bulan ke-3 kehamilan. Perubahan ini disebabkan karena meningkatnya kebutuhan
darah baik untuk ibu maupun untuk janinnya.
Pada kehamilan trimester ke-2 terjadi peningkatan curah jantung 40% tetapi pada
trimester ketiga terjadi penurunan curah jantung sebesar 25395, di atas curah jantung sebelum
hamil karena adanya penekanan vena kava inferior. Terjadi peningkatan stroke volume yaitu darah
yang dipompakan oleh ventrikel setiap kali denyutan
Pada primigravida terjadi peningkatan 25% di atas sebelum hamil sedangkan pada
multigravida lebih dari 38%. (Yasmin Wijaya, dkk dalam Tarwoto, 2013) Peningkatan aliran darah
dan volume darah terjadi selama kehamilan, mulai 10-12 minggu umur kehamilan dan secara
progresif sampai dengan umur kehamilan 30-34 minggu. Volume darah meningkat kira-kira 1500
ml, normal terjadi peningkatan 8,5% 9,0% dari berat badan. Penurunan darah yang cepat terjadi
pada saat persalinan dan volume darah akan kembali normal pada minggu 4-6 post partum.
Tekanan darah arteri bervariasi sesuai umur, tingkat aktivitas, ada atau tidaknya masalah
kesehatan. Pasien dengan anemia kecenderungan terjadi penurunan tekanan darah.
g. Macam-macam Penyebab Anemia pada Ibu Hamil
1. Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi Besi merupakan penyebab tersering anemia selama kehamilan dan
masa nifas adalah defisiensi besi dan kehilangan darah akut. Tidak jarang keduanya saling
berkaitan erat, karena pengeluaran darah yang berlebihan disertai hilangnya besi hemoglobin dan
terkurasnya simpanan besi pada suatu kehamilan dapat menjadi penyebab penting anemia
defisiensi besi pada kehamilan berikutnya.
Status gizi yang kurang sering berkaitan dengan anemia defisiensi besi (Scholl,1998 cit
Pauralin, 2016). Pada gestasi biasa dengan satu janin, kebutuhan ibu akan besi yang dipicu oleh
kehamilannya rata-rata mendekati 800 mg; sekitar 500 mg, bila tersedia, untuk ekspansi massa
hemoglobin ibu sekitar 200 mg atau lebih keluar melalui usus, urin dan kulit. Jumlah total ini 1000
mg jelas melebihi cadangan besi pada sebagian besar wanita. Kecuali apabila perbedaan antara
jumlah cadangan besi ibu dan kebutuhan besi selama kehamilan normal yang disebutkan diatas
dikompensasi oleh penyerapan besi dari saluran cerna, akan terjadi anemia defisiensi besi.
Dengan meningkatnya volume darah yang relatif pesat selama trimester kedua, maka
kekurangan besi sering bermanifestasi sebagai penurunan tajam konsentrasi hemoglobin.
Walaupun pada trimester ketiga laju peningkatan volume darah tidak terlalu besar, kebutuhan akan
besi tetap meningkat karena peningkatan massa hemoglobin ibu berlanjut dan banyak besi yang
sekarang disalurkan kepada janin. Karena jumlah besi tidak jauh berbeda dari jumlah yang secara
normal dialihkan, neonatus dari ibu dengan anemia berat tidak menderita anemia defisiensi besi
(Arisman, 2007 cit Pauralin, 2016).
2. Anemia Akibat Perdarahan Akut
Sering terjadi pada masa nifas. Solusio plasenta dan plasenta previa dapat menjadi sumber
perdarahan serius dan anemia sebelum atau setelah pelahiran. Pada awal kehamilan, anemia akibat
perdarahan sering terjadi pada kasus-kasus abortus, kehamilan ektopik, dan mola hidatidosa.
Perdarahan masih membutuhkan terapi segera untuk memulihkan dan mempertahankan perfusi di
organ-organ vital walaupun jumlah darah yang diganti umumnya tidak mengatasi difisit
hemoglobin akibat perdarahan secara tuntas, secara umum apabila hipovolemia yang berbahaya
telah teratasi dan hemostasis tercapai, anemia yang tersisa seyogyanya diterapi dengan besi. Untuk
wanita dengan anemia sedang yang hemoglobinnya lebih dari 7 g/dl, kondisinya stabil, tidak lagi
menghadapi kemungkinan perdarahan serius, dapat berobat jalan tanpa memperlihatkan keluhan,
dan tidak demam, terapi besi selama setidaknya 3 bulan merupakan terapi terbaik dibandingkan
dengan transfusi darah. (Sarwono, 2005 cit. Pauralin, 2016).
Kadar vitamin B12 serum diukur dengan radio immunoassay. Selama kehamilan, kadar
non hamil karena berkurangnya konsentrasi protein pengangkut B12 transkobalamin (zamorano
dkk,1985 cit. Pauralin, 2016). Wanita yang telah menjalani gastrektomi total harus diberi 1000 mg
sianokobalamin (vitamin B12) intramuscular setiap bulan. Mereka yang menjalani gastrektomi
parsial biasanya tidak memerlukan terapi ini, tetapi selama kehamilan kadar vitamin B12 perlu
dipantau. Tidak ada alasan untuk menunda pemberian asam folat selama kehamilan hanya karena
kekhawatiran bahwa akan terjadi gangguan integritas saraf pada wanita yang mungkin hamil dan
secara bersamaan mengidap anemia pernisiosa Addisonian yang tidak terdeteksi (sehingga tidak
diobati).
5. Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik disebabkan penghancuran/ pemecahan sel darah merah yang lebih
cepat dari pembuatannya. Ini dapat disebabkan oleh :
a. Faktor intra kopuskuler dijumpai pada anemia hemolitik heriditer, talasemia, anemia sel sickle
(sabit), hemoglobin, C, D, G, H, I dan paraksismal nokturnal hemoglobinuria,
b. Faktor ekstrakorpuskuler; disebabkan malaria, sepsis, keracun zat logam, dan dapat beserta
obat-obatan, leukemia, penyakit hodgkin dan lain-lain. Gejala utama anemia hemolitik adalah
anemia dengan kelainan-kelainan gambaran darah, kelelahan, kelemahan, serta gejala
komplikasi bila terjadi kelainan pada organ-organ vital. Pengobatan bergantung pada jenis
anemia hemolitik serta penyebabnya. Bila disebabkan oleh infeksi maka infeksinya di
berantas dan diberikan obat-obat penambah darah. Namun, pada beberapa jenis obatobatan,
hal ini tidak memberikan hasil. Maka transfusi darah yang berulang dapat membantu penderita
ini.
6. Anemia Aplastik dan Hipoplastik
Walaupun jarang dijumpai pada kehamilan, anemia aplastik adalah suatu penyulit yang
parah. Diagnosis ditegakkan apabila dijumpai anemia, biasanya disertai trombositopenia,
leucopenia, dan sumsum tulang yang sangat hiposeluler. Pada sekitar sepertiga kasus, anemia
dipicu oleh obat atau zat kimia lain, infeksi, radiasim, leukemia, dan gangguan imunologis.
Kelainan fungsional mendasar tampaknya adalah penurunan mencolok sel induk yang
terikat di sumsum tulang. Banyak bukti yang menyatakan bahwa penyakit ini diperantarai oleh
proses imunologis. Pada penyakit yang parah, yang didefinisikan sebagai hiposelularitas sumsum
tulang yang kurang dari 25 persen, angka kelangsungan hidup 1 tahun hanya 20 persen (Suhemi,
2015).
Setiap ibu hamil perlu mengatur intake makanan sesuai program diit ibu hamil yang
bertujuan dengan memberikan makanan yang dapat mencegah dan memperbaiki keadaan anemia.
Diit yang sesuai untuk ibu hamil yaitu harus memenuhi syarat energi sesuai kebutuhan secara
bertahap sejumlah 2200 kalori + 300-500 kalori/hari, lemak cukup 53 gr/hari, protein tinggi 75
gram/hari + 8-12 gr/hari diutamakan protein bermutu tinggi, meningkatkan konsumsi makanan
sumber pembentukan sel darah merah, serta bentuk makanan dan porsi disesuaikan dengan
keadaan kesehatan ibu hamil.
Cara meningkatkan asupan Fe dan Asam Folat yaitu dengan cara mengkosumsi:
a. protein hewani yaitu daging, unggas, seafood, telur, susu dan hasil olahannya
b. makanan sumber asam folat antara lain Asparagus, bayam, buncis, hati sapi, kapri, kacang
tanah, orange juice, almond, beras merah/tumbuk, kembang kol, telur, selada dan sereal
instant,
c. buah berwarna jingga dan merah segar lebih yaitu jeruk, pisang, kiwi, semangka atau nanas;
d. makanan fortifikasi seperti susu, keju, es krim, dan makanan berbasis tepung;
e. vitamin C, untuk meningkatkan absorbsi Fe;
f. makanan sumber vitamin B12 seperti daging, ikan, hati, makanan fermentasi, yoghurt, udang
dan susu;
g. sayuran hijau paling tidak 3 porsi/hari; konsumsi sari buah yang kaya vitamin C minimal 1
gelas/hari.
h. Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Timbulnya Anemia
Penyebab terjadinya anemia gizi pada berbagai kelompok penduduk itu beraneka ragam,
yang secara garis besar dikelompokkan dalam:
1. Sebab Langsung :
Kecukupan makanan; Kurangnya zat besi di dalam tubuh dapat disebabkan oleh kurang
makan sumber makanan yang mengandung zat besi, makanan cukup namun yang dimakan
bioavailabilitas besinya rendah sehingga jumlah zat besi yang diserap kurang, dan makanan
yang dimakan mengandung zat penghambat absorbsi besi
Infeksi penyakit; Beberapa infeksi penyakit memperbesar resiko menderita anemia pada
umumnya adalah cacing dan malaria.
2. Sebab Tidak Langsung :
Perhatian terhadap wanita yang masih rendah di keluarga oleh sebab itu wanita di dalam keluarga
masih kurang diperhatikan dibandingkan laki-laki. Sebagai contoh :
Wanita mengeluarkan energi lebih banyak di dalam keluarga. Wanita yang bekerja
sesampainya di rumah tidak langsung beristirahat karena umumnya mempunyai banyak peran,
seperti memasak, menyiapkan makan, membersihkan rumah dan lain sebagainya,
Distribusi makan di dalam keluarga umumnya tidak menguntungkan ibu dimana pada
umumnya ibu makan terakhir, sehingga pada keluarga miskin ibu mempunyai resiko lebih
tinggi,
Kurang perhatian dan kasih sayang keluarga terhadap wanita, misalnya penyakit pada wanita
atau penyulit yang terjadi pada waktu kehamilan dianggap sebagai suatu hal yang wajar.
3. Penyebab Mendasar :
Anemia gizi lebih sering terjadi pada kelompok penduduk sebagai berikut:
a. Pendidikan yang rendah; karena pada umumnya:
Kurang memahami kaitan anemia dengan faktor lainnya,
Kurang mempunyai akses mengenai informasi anemia dan penanggulangannya,
Kurang dapat memilih bahan makanan yang bergizi, khususnya yang mengandung zat besi
relatif tinggi,
Kurang dapat menggunakan pelayanan kesehatan yang tersedia,
b. Ekonomi yang rendah, karena:
Kurang mampu membeli makanan sumber zat besi karena harganya relatifmahal,
Kurang mempunyai akses terhadap pelayanan kesehatan yang tersedia,
c. Status sosial wanita yang masih rendah di masyarakat;
Mempunyai beberapa akibat yang mempermudah timbulnya anemia gizi. Sebagai contoh :
Rata-rata pendidikan wanita lebih rendah dari laki-laki. Hal ini terjadi karena anggapan bahwa
anak perempuan tidak perlu sekolah yang tinggi;
Upah tenaga kerja wanita umumnya lebih rendah dari laki-laki pada hampir seluruh lapangan
kerja,
Adanya kepercayaan yang merugikan, seperti pantangan makanan tertentu, mengurangi
makan setelah trimester III agar bayinya kecil,
d. Lokasi geografis yang buruk; yaitu lokasi yang menimbulkan kesulitan dari segi pendidikan
dan ekonomi, seperti daerah terpencil, dan daerah endemis dengan penyakit yang
memperberat anemia, seperti daerah endemis malaria.
Menurut Arisman (2014) bahwa nutrisi pada ibu hamil sangat menentukan status
kesehatan ibu dan janinnya. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi status gizi ibu hamil adalah:
Keadaan sosial ekonomi keluarga ibu hamil; untuk memenuhi gizi diperlukan sumber
keuangan yang memadai,
Keadaan kesehatan dan gizi ibu; kemampuan mengkonsumsi zat gizi berkurang ibu dalam
keadaan sakit sehingga terjadi peningkatan metabolisme tubuh. Untuk itu diperlukan asupan
yang lebih banyak,
Jarak kelahiran; jika yang dikandung bukan anak pertama, jarak kelahiran yang pendek
mengakibatkan fungsi alat reproduksi masih belum optimal,
Umur kehamilan pertama, umur di atas 35 tahun merupakan resiko penyulit persalinan dan
mulai terjadinya penurunan fungsi-fungsi organ reproduksi,
Kebiasaan ibu hamil mengkonsumsi obat-obatan, alkohol, perokok dan pengguna kopi. Upaya
Penanggulangan Anemia
i. Upaya-upaya dalam penanggulangan anemia
Gizi terutama pada wanita hamil telah dilaksanakan oleh pemerintah. Salah satu caranya
adalah melalui suplementasi tablet besi. Suplementasi tablet besi dianggap merupakan cara yang
efektif karena kandungan besinya padat dan dilengkapi dengan asam folat yang sekaligus dapat
mencegah dan menanggulangi anemia akibat kekurangan asam folat. Cara ini juga efisien karena
tablet besi harganya relatif murah dan dapat dijangkau oleh masyarakat kelas bawah serta mudah
didapat (Depkes,1996 cit. Pauralin, 2016).
Departemen Kesehatan telah melaksanakan program penanggulangan Anemia Gizi Besi
(AGB) dengan membagikan tablet besi atau Tablet Tambah Darah (TTD) kepada ibu hamil
sebanyak 1 tablet setiap hari berturut-turut selama 90 hari selama masa kehamilan (Depkes
RI:1995). Agar penyerapan besi dapat maksimal, dianjurkan minum tablet zat besi dengan air
minum yang sudah dimasak. Dengan minum tablet Fe, maka tanda-tanda kurang darah akan
menghilang, bila tidak menghilang, berarti yang bersangkutan bukan menderita AGB, tetapi
menderita Anemia jenis lain. (Depkes RI,1995 cit. Pauralin, 2016)
Meskipun dibutuhkan gizi yang baik, suplemen besi menganggu saluran pencernaan pada
sebagian orang. Efek samping misalnya mual-mual, rasa panas pada perut, diare atau sembelit.
Untuk memulihkan efek samping yang tidak menyenangkan, dianjurkan untuk mengurangi setiap
dosis besi atau mengkonsumsi makanan bersama tablet besi. Makanan yang kaya akan vitamin C
memperbanyak serapan besi, (Brock, 2007 cit. Pauralin, 2016).
Jawaban :
1. Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh berkurangnya sel dara merah
Karena komponen pembentuknya (besi) juga berkurang.
2. Penyebabnya adalah : Kehilangan darah dari saluran cerna atau urogenital, kebutuhan besi
yang meningkat pada saat kehamilan juga bisa menyebabkan anemia ini, perempuan,
pramenepaose, malabsorbsi akibat penyakit seliaka. Malabsorbsi Karena kurangnya asupan,
didaerah barat jarang terjadi.
3. Gejala : Lelah, sesak nafas, kaki dan pergelangan bengkak, membrane mukosa pucat,
stomatitis angularis, glostisis dan yang jarang terjadi koilonikia, kuku berbentuk sendok.
4. Berikan besi per oral untuk menggantikan dan memulihkan simpanan besi tubuh. Sebaiknya
diberikan sampai MVC dan Hb mencapai nilai normal, kemudian dilanjutkan selama 3 bulan
lagi untuk mencapai simpanan besi yang memadai. Untuk dosis pengobatan yang digunakan
adalah 2-4x300 mg/hari dan untuk pencegahan 300 mg/hari.
5. Informasi kepada pasien : Hindari pemakaian bersama obat gastritis dan antibiotik tetrasiklin.
Pada saat menggunakan obat hindari bersama makanan seperti sereal, serat makanan, teh,
kopi, telur dan susu karena akan menurunkan absorbsi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hematologi adalah cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari darah, organ pembentuk
darah dan penyakitnya. Pemeriksaan panel hematologi (hemogram) terdiri dari leukosit, eritrosit,
hemoglobin, hematokrit, indeks eritrosit dan trombosit. Sel darah merah merupakan sel darah yang
jumlahnya terbanyak dalam tubuh manusia. Jumlah sel darah merah dapat memberikan informasi
yang mengindikasikan adanya gangguan hematologi.
Gangguan hematologi adalah gangguan pada pembentukan sel darah merah, meliputi
penurunan dan peningkatan jumlah sel (polisitemia). Kelainan eritrosit digolongkan menjadi
empat yaitu berdasarkan ukuran, bentuk, warna dan benda inklusi eritrosit.
Penurunan jumlah sel darah merah ditemukan pada penyakit kronis, seperti penyakit hati,
anemia dan leukemia, sedangkan polisitemia ditemukan pada penderita diare, dehidrasi berat, luka
bakar, maupun pendarahan berat. Penghitungan sel darah merah dilakukan dalam proses diagnosis
beberapa penyakit tersebut.
Hematokrit menunjukan persentase sel darah merah tehadap volume darah total dan Sekitar
30% isi sel eritrosit terdiri atas zat warna darah merah yaitu hemoglobin. Kekurangan sel darah
merah salah satunya mengakibatkan anemia. Terjadi anemia karena Hb dan eritrosit kurang dari
nilai normalnya. Pengobatannya dengan cara memberikan suplemen zat besi atau jika anemia
parah dengan cara transfusi darah.
3.2 Saran
Dengan adanya tugas ini, penulis dapat lebih memahami tentang eritrosit dan interpretasi
data. Dengan adanya tugas ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bacaan untuk menambah
wawasan dari ilmu yang telah didapatkan dan lebih baik dari sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin,Helmi dkk.2015. Pengaruh Pemberian Jus Buah Naga Hylocereus Undatus (Haw.)
Britt&Rose Terhadap Jumlah Hemoglobin, Eritrosit Dan Hematokrit Pada Mencit Putih
Betina.Jurnal.Hal;118.Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Padang.Indonesia.
Di akses pada tanggal 31 maret 2017 :
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=7&ved=0ahUKEwjghd-
7loHTAhVJK48KHfxcCqYQFghGMAY&url=http%3A%2F%2Fjstf.ffarmasi.unand.ac.id%2Fin
dex.php%2Fjstf%2Farticle%2Fdownload%2F32%2F35&usg=AFQjCNFhHjzynDGv5Kploi0vr9
TiaDvkMA&sig2=7raPBCxLmgWAjF2YJjoXZg&bvm=bv.151426398,d.c2I&cad=rja
Darda,Abu.2016.Pendidikan Sains Berbasis Agama untuk Membangun Hidup
Sehat.Jurnal.Vol.1.Hal;246.Universitas Darussalam Gontor.Indonesia.
Di akses pada tanggal 1 april 2017 :
http://ejournal.unida.gontor.ac.id/index.php/tadib/article/view/778/660
Erna,N.K,Supriyadi.2015.Penurunan Jumlah Eritrosit Darah Tepi Akibat Paparan Radiasi Sinar
X Dosis Radiografi Periapikal.Praktisi Dokter Gigi.Laboratorium Radiologi KG Fakultas
Kedokteran Gigi.Universitas Jember.Indonesia.
Di akses pada tanggal 31 maret 2017
http://jurnal.unej.ac.id/index.php/STOMA/article/viewFile/2135/1738
Handayani, Wiwik dan Sulistyo, Andi, Wibowo.2008.Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Gangguan Sistem Hematologi.Hal 1-6.Salemba Medika.Jagakarsa.Indonesia.
Di akses pada tanggal 2 april 2017 :
https://books.google.co.id/books?id=PwLdwyMH9K4C&pg=PT16&lpg=PT16&dq=skema+eritr
osit&source=bl&ots=-
BaE3FjQO3&sig=APxJkOxhcL0llqRATNjdKGc6BWo&hl=id&sa=X&redir_esc=y#v=onepage
&q=skema%20eritrosit&f=false
Haryani,Siti.2014. Total Sel Darah Merah (Erythrocyte)Kadar Hemoglobin Dan Nilai Hematokrit
Sapi Bali Di Kecamatan Bangkinang Seberang Kabupaten Kampar.Skripsi. Universitas Islam
Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.Pekanbaru.Indonesia.
Di akses pada tanggal 1 april 2017 :
http://repository.uin-suska.ac.id/5248/1/FM.pdf
Hidayat,Rahmat,dkk.2016. Hubungan Kejadian Anemia dengan Penyakit Ginjal Kronik pada
Pasien yang Dirawat di Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUP dr M Djamil Padang.Jurnal
Kesehatan.Hal;547.Universitas Andalas.Indonesia
Di akses pada tanggal 1 april 2017 :
http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/view/574/463
Ihwantoro,Trubus,Tri.2014.Gambaran Darah Dan Performa Produksi Ayam Kampung Serta
Ayam Ras Petelur Pada Kandang Terbuka.Skripsi.Hal;6.Institut Pertanian Bogor.Indonesia.
Di akses pada tanggal 1 april 2017 :
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/69040/D14tti.pdf?sequence=1&isAllowe
d=y
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.2011.Pedoman Interpretasi Data Klinik.Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.Hal;7,12-15.Jakarta.Indonesia.
Di akses pada tanggal 23 maret 2017 :
https://www.researchgate.net/profile/Fauna_Herawati/publication/303523819_Pedoman_Interpre
tasi_Data_Klinik/links/5746c1db08ae298602fa0bb4/Pedoman-Interpretasi-Data-Klinik.pdf
Mallo,Pricilla,Yellana dkk.2014.Rancang Bangun Alat Ukur Kadar Hemoglobin dan Oksigen
Dalam Darah dengan Sensor Oximeter Secara Non-Invasive.Jurnal.UNSRAT.Manado. Indonesia.
Di akses pada tanggal 31 maret 2017 :
http://www.e-jurnal.com/2014/10/rancang-bangun-alat-ukur-kadar.html
Mutschler,Ernst.Dinamika Obat Farmakologi dan Toksikologi.Vol.5.Hal;403-404;407.ITB;
Bandung.Indonesia.