Anda di halaman 1dari 18

Problem Based Learning 2

Problematika Stunting di Indonesia

Dosen Pengampu : Revi Hernina S.Si., M.T.

Kelas MPKT B 24

Home Group 1

Indy Femnisya (1906287295)

Maulan Eighner (1906374805)

Muhammad Athar Aziz (1906347035)

Muhammad Raditya Mahendra Putra (1906307031)

Putri Eria Aryanti Effendi (1906287420)

Yohanes Tampe Malem Sinuraya (1906376565)

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Indonesia

2019
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
nikmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah mengenai permasalahan yang
bersumber dari Program Based Learning 2, tentang “Problematika Stunting di Indonesia”
dengan baik. Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas dari mata kuliah MPKT B
sebagai proses untuk pembelajaran dalam perkuliahan di Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Indonesia.
Makalah ini bertujuan untuk menginformasikan berbagai penyebab, dampak, dan solusi
terhadap problematika stunting yang ada di Indonesia dan melalui makalah diharapkan dapat
meningkatkan kesadaran bagi pembaca akan pentingnya pemenuhan gizi seimbang dalam rangka
pencegahan stunting. Maka dari itu, penyusunan makalah ini bertujuan untuk meningkatkan
wawasan dan pengetahuan kepada pembaca akan permasalahan yang bersumber dari Program
Based Leraning 2.
Makalah ini tidak dapat terbentuk dengan baik apabila tidak dibantu oleh beberapa pihak.
Oleh karena itu, penulis berterima kasih kepada dosen pengampu MPKT B kelas 24 Ibu Revi
Hernina S.Si., M.T. terhadap pembelajaran mengenai materi yang telah diberikan demi
terbentuknya penyusunan makalah ini.
Walaupun makalah ini telah disusun secara maksimal, namun penulis menyadari bahwa
makalah ini jauh akan kata sempurna, mengingat adanya kekurangan selama proses pembuatan
makalah. Oleh karena itu, penulis mengharapakan saran dan kritik yang membangun, demi
terbentuknya makalah yang lebih baik.

Jakarta, 6 Desember 2019

Home Grup 1

II
Daftar Isi

Kata Pengantar ............................................................................................................................ II


Daftar Isi ...................................................................................................................................... III

BAB I Pendahuluan .................................................................................................................. 1


1.1. Latar Belakang Masalah .................................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 2
1.3. Hipotesis .......................................................................................................................... 3
1.4. Tujuan Penulisan ............................................................................................................. 3
1.5. Manfaat............................................................................................................................ 3

BAB II Pembahasan .................................................................................................................. 4


2.1. Pengertian Stunting dan Latar Belakang Stunting .............................................................. 4
2.2. Wilayah Rawan Stunting di Indonesia ................................................................................. 5
2.3. Program Pemerintah dalam Meminimalkan Stunting .......................................................... 5
2.4. Faktor Lingkungan Masyarakat terhadap Stunting .............................................................. 8
2.5. Faktor Penyebab Meningkatnya Stunting di Indonesia...................................................... 10
2.6. Pengaruh Stunting terhadap Kualitas SDM ....................................................................... 11

BAB III Penutup ...................................................................................................................... 14


3.1. Kesimpulan......................................................................................................................... 14
3.2. Saran ................................................................................................................................... 14

Daftar Referensi .......................................................................................................................... 15

III
BAB I

Pendahuluan

1.1. Latar Belakang Masalah

Stunting merupakan suatu problematika yang tengah melanda Indonesia. Stunting

melatarbelakangi kualitas pertumbuhan seseorang yang dipengaruhi oleh indeks gizi yang

ada. Indeks gizi merupakan suatu acuan yang digunakan sebagai tolak ukur atas

kecukupan gizi. Pemenuhan nutrisi pada pola makan merupakan faktor utama dalam

peningkatan kualitas gizi dan kuantitas pertumbuhan. Namun, asumsi gizi di Indonesia

dapat dikatakan terlampau jauh dari target dan cita-cita negara. Banyak dari ratusan

hingga ribuan anak yang tidak dapat memenuhi gizi seimbang dan kuantitas pertumbuhan

seperti layaknya anak seusianya. Adanya ketidakpedulian orangtua terhadap persoalan

kecil pada anaknya yang terkadang keliru dan meganggap ringan suatu keadaanlah yang

menjadi penunjang tumbuh dan meningkatnya perkembangan stunting di Indonesia.

Stunting bukanlah hal yang sederhana yang bisa dibiarkan tanpa tindakan. Stunting dapat

memengaruhi pertumbuhan baik secara fisik maupun psikomotoris. Anak yang menderita

stunting memiliki tinggi badan yang jauh di bawah normal. Pernyataan tersebut juga

diikuti oleh lambatnya pola pikir yang berpengaruh pada perkembangan otak anak. Anak

yang stunting cenderung terjangkit banyak penyakit yang menyerang sistem organ pada

masa dewasanya dan memilki porsi berat badan yang melebihi batas.

Upaya pemerintah dalam menyelesaikan kasus stunting di Indonesia belum

tercapai maksimal dan belum mampu menekan pertumbuhan stunting yang ada. Hal

1
tersebut dipengaruhi oleh adanya faktor ekonomi dan faktor sosial yang berbeda dari

setiap anggota masyarakat. Stunting menjadi pemicu yang menentukan kualitas Sumber

Daya Manusia (SDM) di masa mendatang. Kualitas SDM merupakan faktor pendukung

yang menentukan maju atau tidaknya suatu bangsa.

Di Indonesia, sekitar 37% (hampir 9 Juta) anak balita mengalami stunting(Riset

Kesehatan Dasar/Riskesdas 2013) dan di seluruh dunia, Indonesia adalah negara dengan

prevalensi stunting kelima terbesar. Balita/Baduta (Bayi dibawah usia Dua Tahun) yang

mengalami stunting memiliki tingkat kecerdasan tidak maksimal. Anak menjadi lebih

rentan terhadap penyakit dan di masa depan dapat beresiko terjadinya penurunan tingkat

produktivitas. Pada akhirnya secara luas stunting dapat menghambat pertumbuhan

ekonomi, meningkatkan kemiskinan dan memperlebar ketimpangan

1.2. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan stunting dan apa yang melatarbelakangi timbulnya

stunting di Indonesia?

2. Dimana saja letak wilayah di Indonesia yang tergolong memiliki indeks gizi yang

buruk dan mampu memicu timbulnya stunting ?

3. Apa saja program pemerintah dalam mengatasi penurunan angka stunting di

Indonesia ?

4. Bagaimana hubungan lingkungan masyarakat setempat terhadap tinggi rendahnya

indeks gizi di Indonesia ?

5. Apa saja faktor yang menyebabkan meningkatnya jumlah penderita stunting di

Indonesia ?

2
6. Bagaimana pengaruh stunting terhadap perkembangan kualitas Sumber Daya

Manusia (SDM) di Indonesia ?

1.3 Hipotesis

Stunting merupakan suatu masalah kesehatan yang mampu menghambat

pertumbuhan secara fisik dan psikomotoris yang berpengaruh terhadap kualitas Sumber

Daya Manusia (SDM) demi kemajuan bangsa.

1.4 Tujuan Penulisan

1. Mengetahui definisi stunting secara umum dan mengetahui faktor penyebab adanya

stunting di Indonesia.

2. Mengetahui letak wilayah yang darurat akan tingginya nilai gizi buruk di Indonesia.

3. Mengetahui program - program pemerintah yang bertujuan untuk menekan laju

pertumbuhan stunting di Indonesia.

4. Mengetahui pengaruh lingkungan masyarakat sekitar terhadap tinggi rendahnya

angka stunting di Indonesia.

5. Mengetahui faktor yang menyebabkan peningkatan kuantitas stunting di Indonesia.

6. Mengetahui pengaruh stunting terhadap kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) di

masa mendatang.

1.5 Manfaat

Dengan adanya penyusunan makalah “Problematika Stunting di Indonesia” ini,

diharapkan mampu menambah wawasan dan pengetahuan akan stunting di Indonesia dan

dapat meningkatkan kesadaran untuk tetap menjaga kebutuhan nutrisi yang dikonsumsi

demi memperbaiki dan meningkatkan kualitas gizi yang lebih baik.

3
BAB II

Pembahasan

2.1. Pengertian Stunting dan Latar Belakang Stunting di Indonesia

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada balita (bayi di bawah lima tahun)

akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya.

Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal setelah bayi

lahir. Akan tetapi, kondisi stunting baru nampak setelah bayi berusia 2 tahun.

Stunting merupakan kondisi kronis yang menggambarkan terhambatnya

pertumbuhan karena malnutrisi jangka panjang. Stunting menurut WHO Child Growth

Standart didasarkan pada indeks tinggi badan dibanding umur (TB/U) dengan batas

(z-score) kurang dari -2 SD1. Pertumbuhan masa kanak-kanak (growth spurt I, umur 1 –

9 tahun) berlangsung dengan kecepatan lebih lambat daripada pertumbuhan bayi, tetapi

kegiatan fisiknya meningkat. Oleh karena itu, dengan perimbangan terhadap besarnya

tubuh dan kebutuhan zat gizi tetap tinggi diperlukan penyediaan pangan yang

mengandung protein, kalsium, dan fosfor. Gizi buruk, terutama pertumbuhan yang

terhambat, ,merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia.

Banyaknya balita yang terjangkit masalah stunting tidak lepas dari pengaruh asupan

nutrisi yang diperolehnya sejak dini. Ketidakcukupan asupan nutrisi yang bergizi

seimbang mampu menunjang peningkatan angka stunting di Indonesia. Mayoritas dari

kedua orangtua balita menganggap stunting bukanlah suatu hal yang memiliki perhatian

4
khusus karena terkadang ciri - ciri fisik dari stunting itu sendiri sulit untuk diartikan

ketika anak telah melewati batas usia 2 tahun.

2.2. Wilayah Rawan Stunting di Indonesia

Kementerian Kesehatan mengkonfirmasikan kondisi ketimpangan gizi

menyebutkan terdapat 13,8% anak usia di bawah lima tahun dengan gizi kurang dan

3,9% gizi buruk. Artinya secara nasional dari estimasi populasi balita. Sebesar 23,8 juta

jiwa yang digunakan pada kajian tersebut, terdapat 3,2 juta anak dengan gizi kurang dan

928 ribu mengalami gizi buruk. Data ini hanya mengalami sedikit sekali perbaikan

dibandingkan lima tahun sebelumnya (Riskesdas 2013) yang menyatakan ada 13,9% gizi

kurang dan 5,7% gizi buruk pada rata-rata nasional.

Di beberapa provinsi, angka gizi kurang dan gizi buruk terdapat jauh di atas rata-

rata nasional. Bahkan angkanya lebih dari 25%, di antaranya Nusa Tenggara Timur, Nusa

Tenggara Barat, Gorontalo, Sulawesi Barat, Maluku, Kalimantan Barat, dan Kalimantan

Selatan. Bahkan gizi kurang dan gizi buruk juga terjadi di Jawa Tengah, Jawa Timur,

Banten, dan Daerah Istimewa Yogyakarta meski dengan angka yang lebih rendah dari

rata-rata nasional.

2.3. Program Pemerintah dalam Meminimalkan Stunting

Pada 2010, gerakan global yang dikenal dengan Scaling-Up Nutrition (SUN)

diluncurkan dengan prinsip dasar bahwa semua penduduk berhak untuk memperoleh

akses pada makanan yang cukup dan bergizi. Pada 2012, Pemerintah Indonesia

bergabung dalam gerakan tersebut melalui perancangan dua kerangka besar Intervensi

Stunting. Kerangka Intervensi Stunting tersebut kemudian diterjemahkan menjadi

5
berbagai macam program yang dilakukan oleh Kementerian dan Lembaga (K/L) terkait.

Kerangka Intervensi Stunting yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia terbagi menjadi

dua, yaitu Intervensi Gizi Spesifikdan intervensi gizi sensitif.

Kerangka pertama adalah Intervensi Gizi Spesifik. Ini merupakan intervensi yang

ditujukan kepada anak dalam 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dan berkontribusi

pada 30% penurunan stunting. Kerangka kegiatan intervensi gizi spesifik umumnya

dilakukan pada sektor kesehatan. Intervensi ini juga bersifat jangka pendek dimana

hasilnya dapat dicatat dalam waktu relatif pendek. Kegiatan yang idealnya dilakukan

untuk melaksanakan Intervensi Gizi Spesifik dapat dibagi menjadi beberapa

intervensi utama yang dimulai dari masa kehamilan ibu hingga melahirkan balita:

I. Intervensi Gizi Spesifik dengan sasaran Ibu Hamil.

Intervensi ini meliputi kegiatan memberikan makanan tambahan (PMT)

pada ibu hamil untuk mengatasi kekurangan energi dan protein kronis, mengatasi

kekurangan zat besi dan asam folat, mengatasi kekurangan iodium,

menanggulangi cacingan pada ibu hamil serta melindungi ibu hamil dari Malaria.

II. Intervensi Gizi Spesifik dengan sasaran Ibu Menyusui dan Anak

Usia 0-6 Bulan.

Intervensi ini dilakukan melalui beberapa kegiatan yang mendorong

inisiasi menyusui dini/IMD terutama melalui pemberian ASI jolong/colostrum

serta mendorong pemberian ASI eksklusif.

6
III. Intervensi Gizi Spesifik dengan sasaran Ibu Menyusui dan Anak Usia

7-23 bulan.

Intervensi ini meliputi kegiatan untuk mendorong penerusan pemberian

ASI hingga anak/bayi berusia 23 bulan. Kemudian, setelah bayi berusia diatas

6 bulan didampingi oleh pemberian MP-ASI, menyediakan obat cacing,

menyediakan suplementasi zink, melakukan fortifikasi zat besi ke dalam

makanan, memberikan perlindungan terhadap malaria, memberikan imunisasi

lengkap, serta melakukan pencegahan dan pengobatan diare. Kerangka Intervensi

Stunting yang direncanakan oleh Pemerintah yang kedua adalah intervensi gizi

sensitif. Kerangka ini idealnya dilakukan melalui berbagai kegiatan pembangunan

diluar sektor kesehatan dan berkontribusi pada 70% Intervensi Stunting. Sasaran

dari intervensi gizi spesifik adalah masyarakat secara umum dan tidak khusus

ibu hamil dan balita pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan/HPK. Kegiatan terkait

Intervensi Gizi Sensitif dapat dilaksanakan melalui beberapa kegiatan yang

umumnya makro dan dilakukan secara lintas oleh Kementerian dan Lembaga.

Ada 12 kegiatan yang dapat berkontribusi pada penurunan stunting melalui

Intervensi Gizi Spesifik sebagai berikut:

1. Menyediakan dan memastikan akses terhadap air bersih.

2. Menyediakan dan memastikan akses terhadap sanitasi.

3. Melakukan fortifikasi bahan pangan.

4. Menyediakan akses kepada layanan kesehatan dan Keluarga Berencana (KB).

5. Menyediakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

7
6. Menyediakan Jaminan Persalinan Universal (Jampersal).

7. Memberikan pendidikan pengasuhan pada orang tua.

8. Memberikan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Universal.

9. Memberikan pendidikan gizi masyarakat.

10. Memberikan edukasi kesehatan seksual dan reproduksi, serta gizi pada

remaja.

11. Menyediakan bantuan dan jaminan sosial bagi keluarga miskin.

12. Meningkatkan ketahanan pangan dan gizi.

Kedua kerangka Intervensi Stunting diatas sudah direncanakan dan

dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia sebagai bagian dari upaya nasional untuk

mencegah dan mengurangi pervalensi stunting.

2.4. Faktor Lingkungan Masyarakat terhadap Stunting

Baduta adalah anak usia 0–24 bulan (under two years), pada masa usia ini masa

pertumbuhan dan perkembangan mulai terlihat (Suhardjo, 2006). Masa baduta

merupakan masa dua tahun pertama sejak kelahiran. Masa baduta juga disebut

masa emas dimana sel-sel otak sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan

yang optimal. Kurang gizi pada baduta dapat mengakibatkan gagal tumbuh dan berakibat

buruk pada kehidupan berikutnya (Hadi, 2005). Pertumbuhan dan perkembangan

balita merupakan proses yang berlangsung cepat yang akan menentukan dan

mempengaruhi masa perkembangan selanjutnya. Perkembangan pada masa balita

8
seperti kemampuan berbahasa, emosional, kreativitas, kesadaran sosial, dan interaksi

dengan lingkungan. Perkembangan anak sangat diperlukan rangsangan dan stimulus

agar potensi dalam perkembangan anak bertambah, sehingga anak perlu

mendapatkan perhatian (Soetjiningsih, 2001). Faktor yang menyebabkan status gizi

pada balita dikategorikan menjadi faktor penyebab langsung yaitu konsumsi

makanan dan penyakit infeksi, sedangkan faktor penyebab tidak langsung

ketersediaan pangan rumah tangga, pola asuh anak, sanitasi lingkungan, pelayanan

kesehatan, pendidikan, pekerjaan ibu, pengetahuan gizi ibu, pendapatan keluarga dan

kemiskinan (Suhardjo, 2003). Upaya penanggulangan dan pencegahan masalah gizi

kurang tidak hanya dengan memperbaiki aspek pola makan saja, namun juga

lingkungan balita dengan pola asuh yang baik, kesehatan lingkungan dan

tersedianya air bersih (Soekirman, 2002). Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

merupakan semua perilaku dan kegiatan kesehatan yang dilakukan atas kesadaran dirinya

sendiri atau kesadaran dari semua anggota keluarga sehingga dapat berperan aktif

dalam kegiatan kesehatan masyarakat (Depkes RI, 2007). Berperilaku hidup bersih

dan sehat diperlukan kesadaran masyarakat maupun rumah tangga terkait untuk

pencegahan dan penanganan permasalahan gizi atau penyebaran penyakit di

lingkungan masyarakat (Depkes RI, 2006). PHBS merupakan upaya rumah tangga

agar sadar, mau dan mampu meningkatkan pengaplikasian PHBS dalam kesehatannya

serta mencegah terjadinya risiko penyakit dan berperan aktif dalam gerakan

masyarakat. Sanitasi lingkungan meliputi air bersih, jamban sehat, sampah,

kepadatan hunian, lantai rumah, tidak merokok/miras/narkoba, dan pemberantasan

sarang nyamuk, serta terakhir pola asuh anak yaitu dari mencuci tangan

9
menggunakan air bersih dan sabun, dan menjaga kesehatan gigi dan mulut. Menurut

Slamet (2002), jika cakupan PHBS dalam suatu keluarga atau individu yang rendah

akan mudah terjangkit penyakit sesuai gaya hidupnya, sehingga dapat disimpulkan

bahwa tingkat kesehatan yang rendah dapat menyebabkan terjadinya masalah gizi

pada individu atau keluarga.

2.5. Faktor Penyebab Meningkatnya Stunting di Indonesia

Banyak faktor yang menyebabkan stunting pada balta, namun karena mereka

sangat tergantung pada ibu/keluarga, maka kondisi keluarga dan lingkungan yang

mempengaruhi keluarga akan berdampak pada status gizinya. Pengurangan status gizi

terjadi karena asupan gizi yang kurang dan sering terjadinya infeksi. Jadi faktor

lingkungan, keadaan dan perilaku keluarga yang mempermudah infeksi berpengaruh

pada status gizi balita. Kecukupan energi dan protein per hari per kapita anak

Indonesia terlihat sangat kurang jika dibanding Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang

dianjurkan baik pada anak normal atau pendek. Diasumsikan secara umum,

konsumsi yang diperoleh untuk seluruh anak (pendek atau normal), kondisinya sama,

kurang dari AKG. Jika hal ini berlangsung bertahun-tahun maka terjadi masalah

kronis. Pengaruh orang tua yang merokok baik pada tingkat pengeluaran terendah

sampai yang teratas, prevalensi anak pendek dari orang tua merokok adalah 33,7%

dibanding yang tidak merokok 13,7%. Secara keseluruhan, orang tua merokok

menyebabkan penambahan sekitar 16% kejadian anak pendek dibanding orangtua

yang tidak merokok. Salah satu studi pencemaran lingkungan yang berdampak pada

kesehatan masyarakat adalah cemaran pestisida yang banyak digunakan pada

pertanian. Pada satu wilayah yang penggunaan pestisidanya tinggi ditemukan

10
perbedaan proporsi penderita hipotiroidisme (berdasarkan kadar TSHs/Thyroid

Stimulating Hormons) yang nyata antara daerah terpapar dan daerah yang tidak

terpapar cemaran pestisida. Bila dibiarkan, pertumbuhan akan terganggu dan

menyebabkan kejadian stunting (pendek) yang semakin banyak. Masih dominannya

kejadian anak pendek pada penduduk besar kemungkinan merupakan dampak dari

kelaparan yang terjadi dalam waktu lama. Penyebab yang mendasar antara lain adalah

kemiskinan.

2.6. Pengaruh Stunting terhadap kualitas SDM

Di balik pertumbuhan ekonomi Indonesia yang pesat dalam kurun 20 tahun

terakhir, ini masih banyak ditemukan anak kekurangan gizi di Indonesia. Fakta ini

menunjukkan bahwa kecepatan pertumbuhan ekonomi dan perbaikan pembangunan

sektor fisik tidak sinkron dengan perbaikan gizi masyarakat. Hanya sedikit berubah

dalam lima tahun Laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas).

Dampak kurang gizi

Kekurangan gizi pada anak berdampak secara akut dan kronis. Anak-anak yang

mengalami kekurangan gizi akut akan terlihat lemah secara fisik. Anak yang mengalami

kekurangan gizi dalam jangka waktu yang lama atau kronis, terutama yang terjadi

sebelum usia dua tahun, akan terhambat pertumbuhan fisiknya, sehingga menjadi pendek

(stunted). Kondisi ini lebih berisiko jika masalah gizi sudah mulai terjadi sejak di dalam

kandungan. Data - data secara nasional di Indonesia membuktikan bahwa angka stunting

yang tinggi beriringan dengan kejadian kurang gizi. Seperti terdapat dalam laporan

Riskesdas terakhir, ada 30,8% atau 7,3 juta anak di Indonesia mengalami stunting,

dengan 19,3% atau 4,6 juta anak pendek, dan 11,5% atau 2,6 juta anak sangat pendek.

11
Dampak gizi buruk, baik langsung maupun tidak langsung, terhadap anak dan ketahanan

negara Indonesia, terdiri dari :

1. Kognitif lemah dan psikomotorik terhambat

Bukti menunjukkan anak yang tumbuh dengan stunting mengalami masalah

perkembangan kognitif dan psikomotor. Jika proporsi anak yang mengalami kurang

gizi, gizi buruk, dan stunting besar dalam suatu negara, maka akan berdampak pula pada

proporsi kualitas sumber daya manusia yang akan dihasilkan. Artinya, besarnya masalah

stunting pada anak hari ini akan berdampak pada kualitas bangsa masa depan.

2. Kesulitan menguasai sains dan berprestasi dalam olahraga

Anak-anak yang tumbuh dan berkembang tidak proporsional hari ini, pada

umumnya akan mempunyai kemampuan secara intelektual di bawah rata-rata

dibandingkan anak yang tumbuh dengan baik. Generasi yang tumbuh dengan

kemampuan kognisi dan intelektual yang kurang akan lebih sulit menguasai ilmu

pengetahuan (sains) dan teknologi karena kemampuan analisis yang lebih lemah. Pada

saat yang sama, generasi yang tumbuh dengan kondisi kurang gizi dan mengalami

stunting, tidak dapat diharapkan untuk berprestasi dalam bidang olah raga dan

kemampuan fisik. Dengan demikian, proporsi kurang gizi dan stunting pada anak adalah

ancaman bagi prestasi dan kualitas bangsa di masa depan dari segala sisi.

12
3. Lebih mudah terkena penyakit degeneratif

Kondisi stunting tidak hanya berdampak langsung terhadap kualitas intelektual

bangsa, tapi juga menjadi faktor tidak langsung terhadap penyakit degeneratif (penyakit

yang muncul seiring bertambahnya usia). Berbagai studi membuktikan bahwa anak-anak

yang kurang gizi pada waktu balita, kemudian mengalami stunting, maka pada usia

dewasa akan lebih mudah mengalami obesitas dan terserang diabetes melitus. Seseorang

yang dalam masa pertumbuhan dan perkembangannya mengalami kekurangan gizi dapat

mengalami masalah pada perkembangan sistem hormonal insulin dan glukagon pada

pankreas yang mengatur keseimbangan dan metabolisme glukosa. Sehingga, pada saat

usia dewasa jika terjadi kelebihan kalori maka keseimbangan gula darah lebih cepat

terganggu dan pembentukan jaringan lemak tubuh (lipogenesis) juga lebih mudah.

Dengan demikian, kondisi stunting juga berperan dalam meningkatkan beban gizi ganda

terhadap peningkatan penyakit kronis di masa depan.

4. Sumber daya manusia berkualitas rendah

Kurang gizi dan stunting saat ini, menyebabkan rendahnya kualitas sumber daya

manusia usia produktif. Masalah ini selanjutnya juga berperan dalam meningkatkan

penyakit kronis degeneratif saat dewasa.

13
BAB III

Penutup

3.1. Kesimpulan

Stunting merupakan suatu kondisi yang memengaruhi kualitas

pertumbuhan baik secara fisik maupun psikomotoris. Balita stunting memiliki

pertunbuhan tinggi badan yang jauh di bawah normal dan memiliki pola pikir

yang lambat. Stunting bukan merupakan suatu persoalan yang biasa. Oleh karena

itu, pemenuhan nutrisi yang bergizi seimbang perlu dilakukan demi

meminimalkan pertumbuhan stunting di Indonesia. Selain faktor asupan nutrisi,

sanitasi lingkungan juga harus diperhatikan agar dapat menekan laju pertumbuhan

stunting yang semakin menngkat. Stunting dapat memengaruhi tingkat

produktivitas masyarakat di masa mendatang. Kualitas Sumber Daya Manusia

(SDM) merupakan tolak ukur dalam menentukan kemajuan suatu bangsa.

3.2. Saran

Dengan adanya makalah mengenai problematika stunting di Indonesia ini,

diharapkan mampu meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat

terhadap pentingnya pemenuhan asupan nutrisi yang bergizi seimbang.

Pemenuhan asupan yang baik merupakan langkah awal yang dapat menurunkan

angka stunting pada balita di Indonesia. Dengan demikian, kualitas Sumber Daya

Manusia (SDM) akan meningkat seiring dengan penurunan kuantitas stunting

yang ada pada anggota masyarakat.

14
Daftar Referensi

https://beritagar.id. Dikutip pada 7 Desember 2019 pukul 11.00 WIB

https://www.depkes.go.id. Dikutip pada 7 Desember 2019 pukul 09.10 WIB

Sutarto. Mayasari, D. Indriyani, R. Stunting, Faktor Resiko dan Pencegahannya. Dikutip pada 7
Desember 2019 pukul 09.00 WIB pada https://www.cigna.co.id

https://historia.id. Dikutip pada 7 Desember 2019 pukul 09.00

Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia. Dikutip pada 7 Desember 2019 pukul 09.15 WIB pada
https://osf.io > download > pdf

Nailis, A. Stunting di Indonesia. Dikutip pada 7 Desember 2019 pukul 10.15 pada
https://media.neliti.com

https://jurnal.ugm.ac.id. Dikutip pada 7 Desember 2019 pukul 09.00

Binder_Volume 2. pdf. Dikutip pada 7 Desember 2019 pukul 10.00

Hidayat, T.S. Fuada, N.Hubungan Sanitasi Lingkungan, Morbiditas dan Status Gizi Balita di
Indonesia. Dikutip pada 7 Desember 2019 pukul 09.00 pada https://siha.depkes.go.id > pdf

Dasman, H. Empat Dampat stunting Bagi Anak dan Negara Indonesia. Dikutip pada 7 Desember
2019 pukul 10.00 WIB pada https://researchgate.net

15

Anda mungkin juga menyukai