Anda di halaman 1dari 11

Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian Volume 5 Maret Suplemen (2019) : S37 - S47 S37

PENGARUH TEKNIK PENYIMPANAN TERHADAP PENGENDALIAN AFLATOKSIN JAGUNG


(Zea mays L) SELAMA PENYIMPANAN
EFFECT OF STORAGE TECHNIQUE ON AFLATOXIN CONTROL OF CORN (Zea mays L)
DURING STORAGE
Hasnani. S1), Jamaluddin P2), Ratnawaty Fadilah3)
1) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Teknologi Pertanian FT UNM
2) dan 3)Dosen PTP FT UNM

hasnani.sembang23@gmail.com
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui metode pengendalian kadar aflatoksin jagung
dengan teknik penyimpanan menggunakan kemasan karung plastik tanpa alas dan dengan alas
selama penyimpanan. Metode penelitian ini berbentuk eksperimen menggunakan uji T dengan 2
perlakuan dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali. Perlakuan dalam penelitian ini adalah jagung
pipil kemasan karung plastik tanpa alas dan jagung pipil kemasan karung plastik dengan
alas.Selama penyimpanan sampel yang diamati kadar aflatoksin, kadar air, kelembaban udara
dan temperatur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kadar aflatoksin dan
mengalami peningkatan seiring lamanya penyimpanan. Perlakuan terbaik diperoleh pada jagung
pipil yang disimpan menggunakan alas pada penyimpanan hari ke 7, hari ke 14, hari ke 21 dan
28 dengan nilai rata-rata 32,33 ppb, 36,66 ppb, 44 ppb dan 49 ppb. Analisis kadar aflatoksin
pada perlakuan jagung pipil kemasan karung plastik menggunakan alas memenuhi syarat mutu
jagung berdasarkan Standar Nasional Indonesia.
Kata Kunci: Aflatoksin, Jagung, Teknik Penyimpanan, Penyimpanan
ABSTRACT
The purpose of this study was to determine the method of controlling the levels of aflatoxin corn
with storage techniques using plastic sack packaging without base and with pedestal during
storage. This research method is in the form of an experiment using a T test with 2 treatments
repeated three times. The treatment in this study is shelled corn packaging plastic sacks without
base and shelled corn packaging plastic bag with a base. During storage the sample is observed
levels of aflatoxin, water content, air humidity and temperature. The results showed that there
were differences in levels of aflatoxin and increased with the length of storage. The best
treatment is obtained from the shelled corn using a base at 7th day, 14th day, 21st and 28th day
storage with an average value of 32.33 ppb, 36.66 ppb, 44 ppb and 49 ppb. Analysis of the levels
of aflatoxin in the treatment of piped corn packing plastic bags using a base meets the
requirements of corn quality based on Indonesian National Standards.
Keywords : Aflatoxin, Corn, Packaging Type, Storage

PENDAHULUAN juga menjadi bahan baku pakan ternak,


Di Indonesia, jagung merupakan sehingga mempunyai nilai jual yang sangat
strategis. Agar komoditas tersebut mampu
salah satu komoditas utama setelah beras.
bersaing dan memiliki keunggulan
Di samping sebagai bahan pangan, jagung

p-ISSN : 2476-8995
e-ISSN : 2614-7858
S38 Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian Volume 5 Maret Suplemen (2019) : S37 - S47

kompetitif, keberhasilan pengembangan perusahaan dengan tingkat cemaran


jagung kini tidak hanya ditentukan oleh aflatoksin sebanyak 90-300 ppb yang
tingginya produktivitas saja namun juga berasal dari pedagang jagung (PT. Japfa
melibatkan kualitas dari produk itu sendiri. Comfeed Indonesia, Tbk. Unit Corn Dryer
Mutu jagung yang baik didapatkan dengan Gowa, 2018).
teknik pascapanen perlu lebih diperhatikan Aflatoksin merupakan senyawa
dan ditangani lebih baik. organik beracun yang sering mencemari
Berdasarkan Badan Pusat Statistik produk pangan dan pangan terutama biji-
Sulawesi Selatan, produksi jagung tahun bijian. Keberadaannya pada berbagai
2015 sebanyak 19,61juta ton pipilan kering. produk pangan dan pakan tidak hanya
Produksi ini mengalami kenaikan sebanyak menurunkan mutu produk. Jika pakan yang
0,60 juta ton atau 3,17% dibandingkan tercemar aflatoksin diberikan kepada ternak
tahun 2014. Kenaikan produksi jagung unggas (ayam, itik), maka residu aflatoksin
terjadi karena kenaikan produktivitas akan terdapat pula pada produk ternaknya
sebesar 2.25 hektar atau 4,54%, meskipun seperti telur, daging dan hati. Kandungan
luas panen mengalami penurunan sebesar aflatoksin pada produk ternak akhirnya akan
50,20 ribu hektar 1,31%. mempengaruhi kesehatan konsumen yang
Menurut Kristanto (2008), produksi mengkosumsinya (Budiarso, 1995).
jagung di Indonesia di satu sisi memiliki Kontaminasi aflatoksin terjadi akibat
potensi pasar cukup baik namun pada dari penanganan pasca panen yang kurang
kenyataannya banyak produk jagung di tepat salah satunyaadalah pada saat
tingkat petani yang tidak terserap oleh penyimpanan jagung. Salah satu upaya
industri yang disebabkan oleh rendahnya untuk memperbaiki penanganan pasca
mutu jagung yang dihasilkan salah satunya panen dengan metode teknik penyimpanan
adalah cemaran aflatoksin. jagung yang baik adalah menyimpan produk
Berdasarkan survey yang dilakukan dengan meletakkan dengan menggunakan
Fakultas Teknologi Pertanian UGM alas. Untuk produk yang dikemas,
bekerjasama dengan Badan Ketahanan sebaiknya digunakan kemasan yang
Pangan Jawa Timur dengan mengambil memiliki pori-pori untuk sirkulasi udara dan
sampel jagung 84 pada level petani dan 55 diletakkan dengan menggunakan alas
pada level pedagang pengumpul papan (Maryam, 2006).
menemukan bahwa 30% jagung pada level Berdasarkan hal tersebut, maka
petani tercemar oleh aflatoksin diatas 2 ppb perlunya dilakukan penelitian pengendalian
dan 10% tercemar aflatoksin diatas 100 ppb kadar aflatoksin pada jagung (Zea mays L)
dengan nilai tertinggi 470 ppb. Pada level dengan teknik penyimpanan menggunakan
pedagang pengumpul 45% jagung tercemar kemasan dan penggunaan alas selama
aflatoksin diatas 20 ppb, sedang yang diatas penyimpanan. Diharapkan kadar aflatoksin
100 ppb 18% (Rahayu, 2011). yang ada pada jagung dapat dikendalikan
Berdasarkan survey awal yang ataupun ditekan pertumbuhannya sehingga
dilakukan peneliti di PT. Japfa bahwa penyimpanan biji jagung yang dihasilkan
ditemukan adanya cemaran aflatoksin oleh petani terhindar dari kontaminasi
jagung sebelum diproduksi oleh pihak aflatoksin, serta hasil panennya dapat

p-ISSN : 2476-8995
e-ISSN : 2614-7858
Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian Volume 5 Maret Suplemen (2019) : S37 - S47 S39

diterima pasar, dan dapat memperoleh dikeringkan selama 3 hari dengan


keuntungan dari usaha tani jagungnya. menggunakan sinar matahari.
b. Setiap perlakuan sampel jagung yang
TUJUAN PENELITIAN digunakan masing-masing sebanyak 5
Penelitian ini bertujuan untuk kg.
mengetahui terdapat perbedaan kadar c. Selanjutnya dilakukan penyimpanan
aflatoksin dengan teknik penyimpanan untuk kontrol jagung pipil kemasan
selama penyimpanan pada jagung (Zea karung plastik disimpan tanpa
mays L) dan mengetahui pengaruh teknik menggunakan alas yang bersentuhan
penyimpanan pada jagung (Zea mays L) langsung dengan lantai yang terbuat dari
dapat mengendalikan kadar aflatoksin semen dan untuk perlakuan jagung pipil
selama penyimpanan. kemasan karung plastik disimpan
menggunakan alas yang terbuat dari
METODOLOGI kayu dan tripleks (Panjang 150 cm, lebar
Tempat dan Waktu Penelitian 60 dan tinggi 15 cm).
d. Penyimpanan jagung selama 28 hari dan
Penelitian ini dilaksanakan di PT. pengujian dilakukan setiap 7 hari
Japfa Comfeed Indonesia, Tbk. Unit Corn penyimpanan.
Dryer Gowadengan pengujian kadar e. Selanjutnya dilakukan pengujian kadar
aflatoksin, kadar air dan penyimpanan aflatoksin, kadar air dan dilakukan pula
jagung dilakukan di gudang petani di Pekan pengukuran suhu dankelembaban udara
Labbu, kec. Pallangga Kabupaten Gowa. menggunakan hygrometer bertujuan
Waktu penelitian ini dilakukan pada bulan untuk mengetahui kondisi penyimpanan.
Mei-Juni 2018.
Teknik Pengumpulan Data
Alat Dan Bahan
Data dikumpulkan melakukan
Peralatan yang digunakan dalam pengamatan langsung dan pencatatan
penelitian ini ialah seperangkat alat karung sistematik serta pengujian dilakukan yaitu uji
plastik, timbangan, higrometer, gelas kadar aflatoksin, kadar air, lama
pengukur, corong, Moisture Kett 410, pallet penyimpanan,suhu dan kelembaban udara.
kayu terbuat dari bahan kayu dan tripleks
(Panjang 150 cm, lebar 60 dan tinggi 15 Teknik Analisis data
cm). Penelitian ini dilakukan dengan
Bahan utama yang digunakan teknik analisis data untuk menentukan
dalam penelitian ini adalah jagung varietas perbedaan dengan uji T dan untuk
hibrida Bisi 16 yang diperoleh dari kampung mengetahui pengaruh dengan uji t paired
Morowa Desa Bonto Mate’ne Kec. Sinoa independent dengan taraf kepercayaan 95%
Kabupaten Bantaeng. kemudian data diolah dengan menggunakan
Prosedur Penelitian perangkat SPSS Versi 20.

a. Pengambilan sampel berupa jagung


diambil dari jagung petani yang telah

p-ISSN : 2476-8995
e-ISSN : 2614-7858
S40 Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian Volume 5 Maret Suplemen (2019) : S37 - S47

HASIL DAN PEMBAHASAN juga dapat mengakibatkan kanker dan


kematian pada konsumen. Hasil perhitungan
1. Kadar Aflatoksin
kadar aflatoksin yang dilakukan pada setiap
Aflatoksin merupakan senyawa perlakuan dapat dilihat pada Gambar 1
organik beracun yang sering mencemari berikut:
produk pangan dan pakan. Keberadaannya
pada berbagai produk pangan dan pakan
tidak hanya menurunkan mutu produk, tetapi
80 69
70
Kadar Aflatoksin

60 50,66 54,33 K= Jagung


45,33 49 pipil kemasan
50 42,33 44
40 36,66 karung plastik
27,33 32,33
30 (tanpa alas)
20
10
A= Jagung
0
pipil kemasan
Hari ke-3 Hari-7 Hari-14 Hari-21 Hari-28
karung plastik
Lama Penyimpanan (dengan alas)

Gambar 1
Nilai Rata-Rata Kadar Aflatoksin (ppb) Jagung
Hasil analisis pengujian statistika yang mati dan rusak yang dapat berimplikasi
dengan menggunakan uji t paired pada pertumbuhan aflatoksinnya lebih tinggi
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pada saat penyimpanan sehingga pada
perlakuan terhadap kadar aflatoksin yang penyimpanan selanjutnya dilakukan
signifikan antar perlakuan teknik pemisahan jagung yang telah rusak atau
penyimpanan dengan menggunakan alas mati. Menurut Kristanto (2008) rusaknya
dan tanpa menggunakan alas selama butiran jagung, warna butir tidak seragam,
penyimpanan jagung yang dihasilkan adanya butiran yang pecah serta kotoran
penyimpanan hari ke-7 sampai pada hari ke- lain dapat menyebabkan cemaran aflatoksin
28. yang berimplikasi rendahnya mutu jagung
Berdasarkan hasil pengujian kadar yang dihasilkan.
aflatoksin 3 hari penyimpanan memiliki nilai Hasil penelitian pada penyimpanan
kadar aflatoksin yaitu jagung pipil kemasan hari ke-7 menunjukkan bahwa aflatoksin
karung plastik tanpa alas diperoleh 42.33 mengalami peningkatan seiring lama waktu
ppb, jagung pipil menggunakan kemasan penyimpanan jagung. Hal ini dikarenakan
karung plastik dengan alas 27,33 ppb pertumbuhan kapang Aspergillus sp. secara
bahwa jagung tersebut telah tercemari kadar langsung dipengaruhi oleh beberapa hal
aflatoksin dengan nilai kadar aflatoksin saat penanganan pasca panen jagung
berbeda disetiap perlakuan. Pada perlakuan adalah lama penyimpanan (FAO, 2001).
jagung pipil tanpa alas lebih tinggi Pada perlakuan jagung pipil kemasan plastik
dibandingkan menggunakan alas karena tanpa alas memiliki nilai kadar aflatoksin
selama proses pengeringan terdapat jagung tertinggi dibandingkan dengan perlakuan

p-ISSN : 2476-8995
e-ISSN : 2614-7858
Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian Volume 5 Maret Suplemen (2019) : S37 - S47 S41

lainnya hal ini disebabkan penyimpanan Bullerman (1988) secara umum kandungan
tanpa menggunakan alas akan lemak, protein dan trace elemen, asam
memungkingkan cemaran aflatoksin. Hal ini amino dan asam lemak pada suatu bahan
menurut Yeyen dan Sri (2013) penyimpanan mampu mendorong produksi aflatoksin oleh
cara petani, yaitu tanpa menggunakan alas Aspergillus flavus.
masih memungkinkan adanya kontaminasi Dari data tersebut, dapat
lingkungan, terutama penyimpanan jagung disimpulkan bahwa kadar aflatoksin pada
yang diletakkan di lantai yang dapat jagung tidak dapat dihilangkan dan akan
menyebabkan RH dalam bahan pengemas semakin bertambah berdasarkan semakin
tinggi sehingga memungkinkan lama disimpan apabila perlakuan teknik
pertumbuhan bagi jamur. penyimpanan yang tidak sesuai. Kadar
Kemudian pada hari ke-14 kadar aflatoksin terendah diperoleh dari perlakuan
aflatoksin mengalami peningkatan jagung pipil kemasan karung plastik dengan
dikarenakan penggunaan kemasan selama alas sedangkan kadar aflatoksin tertinggi
penyimpanan. Menurut Aprianie (2009), diperoleh pada perlakuan jagung pipil
Kelembaban yang lebih tinggi dari dalam kemasan karung plastik tanpa alas pada
kemasan dibandingkan kondisi di luar bahan penyimpanan hari ke 14, hari ke 21 dan hari
kemasan dapat menyebabkan peningkatan ke 28 tersebut tidak memenuhi syarat mutu
kadar air, sehingga Aspergillus flavus jagung yaitu maksimal 50 ppb (Badan
mampu tumbuh dan berkembang biak Standar Nasional, 2012).
dengan baik pada kondisi tersebut.
2. Kadar Air
Faktor lain yang mempengaruhi
peningkatan kadar aflatoksin jagung selama Kadar air merupakan banyaknya air
penyimpanan adalah suhu penyimpanan yang terkandung dalam bahan pangan yang
dimana suhu pada penelitian ini yaitu dinyatakan dalam persen. Kadar air dalam
kisaran 28-31OC. Hal ini dikarenakan suhu bahan pangan ikut menentukan kesegaran
penyimpanan antara 25-32OC menyebabkan dan daya simpan bahan pangan tersebut.
pertumbuhan jamur menghasil aflatoksin Kadar air yang tinggi mengakibatkan
akan meningkat puluhan hingga ribuan ppb mudahnya bakteri, kapang dan khamir untuk
setelah disimpan 28 hari didukung jika berkembang biak, sehingga akan terjadi
teknik penyimpanan yang tidak diperhatikan perubahan pada bahan pangan. Makin
(Maryam, 2006). Hal ini didukung oleh Jay rendah kadar air, makin lambat
(1996), aflatoksin dapat diproduksi oleh pertumbuhan mikroorganisme berkembang
Aspergillus flavus pada suhu antara 7.5– biak, sehingga proses pembusukan akan
40OC dengan suhu optimum 24-32OC. berlangsung lebih lambat (Winarno, 2002
Kapang penghasil aflatoksin mampu dalam Nurbaya, 2017). Kadar air jagung
tumbuh pada subtrak yang memiliki selama penyimpanan dapat dilihat pada
kandungan lemak. Menurut Pater dan Gambar 2.

p-ISSN : 2476-8995
e-ISSN : 2614-7858
S42 Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian Volume 5 Maret Suplemen (2019) : S37 - S47

20
15,63
13,76 14,13 K= Jagung pipil
kadar Air (%)
15 12,4 12,86 14,5
13,16 13,83 kemasan karung
12,13 12,6 plastik (tanpa alas)
10

5
A= Jagung pipil
0 kemasan karung
Hari ke-3 Hari-7 Hari-14 Hari-21 Hari-28 plastik (dengan
Lama Penyimpanan alas)

Gambar 2
Kadar Air Jagung (%)
Hasil analisis pengujian statistika waktu pengamatan menunjukkan bahwa
dengan menggunakan uji t menunjukkan perlakuan jagung pipil kemasan karung
bahwa terdapat perbedaan perlakuan plastik tanpa alas memiliki persentase kadar
terhadap kadar air yang signifikan antara air yang paling tinggi dibanding perlakuan
perlakuan teknik penyimpanan dan kontrol jagung pipil kemasan karung plastik dengan
dengan menggunakan alas dan tanpa alas. Hal ini dikarenakan pada perlakuan
menggunakan alas selama penyimpanan jagung pipil kemasan karung plastik tanpa
jagung yang dihasilkan pada penyimpanan alas melakukan kontak langsung kemasan
hari ke-7 sampai pada penyimpanan hari ke- jagung dengan lantai terbuat dari semen
28. yang memiliki kelembaban lebih tinggi
Kadar air jagung 3 hari dibanding perlakuan yang disimpan
penyimpanan dihasilkan dari perlakuan menggunakan alas yang terbuat dari kayu.
jagung pipil kemasan karung plastik dengan Kelembaban dalam bahan pengemas tinggi
alas dengan nilai rata-rata 12.13% sehingga memungkinkan peningkatan kadar
sedangkan pada perlakuan jagung pipil air pada bahan pangan (Kusno, 2004).
kemasan karung plastik tanpa alas dengan Peningkaan kadar air dapat
nilai rata-rata 12.4%. Kadar air bahan biji- disebabkan oleh pengaruh suhu dan
bijian seperti jagung agar aman selama kelembaban selama penyimpanan. Pada
penyimpanan harus dikeringkan hingga penelitian gudang yang digunakan adalah
kadar air berada pada nilai 14 % (Magan gudang petani yang tidak memiliki alat
dan Aldred 2007). Pendapat lainnya pengontrol atau pengatur suhu maupun
Nurlaila, dkk. (2016) menyatakan bahwa kelembaban udara. Hal ini menurut Thahir
kandungan air bahan pangan bergantung (1988) ruang gudang yang tidak dilengkapi
pada jumlah bahan utama yang digunakan. dengan alat pengatur kelembaban dan suhu
Hasil penelitian pada hari ke-7 udara sangat memungkinkan terjadi
menunjukkan bahwa kadar air dengan peningkatan kadar air apabila kelembaban
perlakuan berupa jagung pipil kemasan udara ruang penyimpanan tinggi maka
karung plastik tanpa alas maupun perlakuan akan terjadi absorpsi uap air dari udara ke
jagung pipil kemasan karung plastik bahan yang menyebabkan kadar air jagung
menggunakan alas mengalami peningkatan meningkat. Hal ini didukung oleh Winarno
seiring lama penyimpanan. Kadar air setiap et al., (1988) bahwa kadar air pada

p-ISSN : 2476-8995
e-ISSN : 2614-7858
Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian Volume 5 Maret Suplemen (2019) : S37 - S47 S43

permukaan bahan dipengaruhi oleh memenuhi syarat mutu jagung maksimal


kelembaban (RH) udara sekitarnya, bila 14% yaitu sebelum penyimpanan sampai
kadar air bahan rendah sedangkan RH di pada penyimpanan hari ke-21 (Badan
sekitarnya tinggi maka akan terjadi Standar Nasional, 2012) dan hari ke 28
penyerapan uap air dari udara sehingga kadar air tersebut tidak memenuhi syarat
bahan menjadi lembab atau kadar air mutu jagung sedangkan kadar air pada
bahan kemungkinan akan lembab dan akan perlakuan jagung pipil kemasan karung
meningkat. plastik tanpa alas pada penyimpanan hari ke
Penyimpanan jagung pada hari ke- hari ke 21 dan hari ke 28 tersebut tidak
28 pada perlakuan teknik penyimpanan memenuhi syarat mutu jagung yaitu
tanpa menggunakan alas kadar air jagung maksimal 14 % (Badan Standar Nasional,
tidak memenuhi mutu syarat jagung yaitu 2012). Hal ini sesuai dengan penyataan
dengan nilai rata-rata 14.13% dan 15.63%. Winarno (1997) dalam Susilawati et al
Menurut Sadjad (1993), penyimpanan (2018) bahwa produk pangan dengan kadar
jagung diusahakan agar tidak lebih dari air kurang dari 14% cukup aman untuk
14%. Penyimpanan jagung dengan kadar air mencegah pertumbuhan kapang.
tinggi akan menyebabkan jagung di dalam 3. Kelembaban Udara
kemasan banyak mengeluarkan panas dan
biji jagung akan mudah rusak. Kelembaban udara adalah jumlah
Dari data tersebut, dapat kandungan uap air yang ada dalam udara
disimpulkan bahwa kadar air terendah (Nur, 2017). Kelembaban udara selama
diperoleh dari perlakuan jagung pipil penyimpanan jagung dapat dilihat pada
kemasan karung plastik dengan alas Gambar 3.

69 68 72
62 62
Kelembaban Udara (%)

60

40

20

0
Hari ke-3 Hari-7 Hari-14 Hari-21 Hari-28
Lama Penyimpanan

Gambar 3
Nilai Kelembaban udara (%)
Berdasarkan hasil pengukuran Gambar 3. kelembaban (RH) pada hari ke-0
kelembaban udara selama penyimpanan dengan nilai 66%, hari ke-7 66%, hari ke-14
jagung mengalami peningkatan yang relatif 68%, hari ke- 21 69%, hari ke-28 72%
stabil seiring lama penyimpanan. Selama selama penyimpanan. Terkait dengan
penelitian berlangsung, kelembaban udara Parameter kelembaban udara untuk
rataan kelembaban dapat dilihat pada pertumbuhan yang ideal Kasno (2004),

p-ISSN : 2476-8995
e-ISSN : 2614-7858
S44 Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian Volume 5 Maret Suplemen (2019) : S37 - S47

kelembaban nisbi 80% keatas kondusif bagi mengemukakan bahwa kelembaban


pertumbuhan jamur, terutama Aspergillus merupakan faktor lingkungan yang penting
flavus. dalam penyimpanan yang berperan dalam
Perubahan kelembaban udara menentukan mutu bahan dan proses
dipengaruhi oleh suhu dan kondisi kerusakan selama penyimpanan.
lingkungan dimana pada pengamatan pada Kelembaban udara penyimpanan
sebelum penyimpanan dan hari ke-7 hari ke-28 memiliki nilai 72% merupakan
kelembaban udara selama penyimpanan nilai kelembaban udara yang tertinggi di
memiliki nilai yaitu 66%. Hal ini bandingkan pada hari lainnya. Hal ini
menunjukkan bahwa suhu pada saat dikarenakan kondisi selama penyimpanan
penyimpanan pada kondisi lingkungan yang berada lingkungan mengalami hujan
panas sehingga kelembaban udara memiliki sehingga suhu udara rendah mengakibatkan
nilai yang rendah dibandingkan kelembaban tinggi, yang akan
penyimpanan hari lainnya. Kelembaban memungkinkan tumbuhnya jamur.
yang tinggi juga akan menyebabkan Kelembaban udara berbanding terbalik
terjadinya penyerapan uap air dari udara dengan suhu udara. Semakin tinggi suhu
yang akan mengakibatkan bahan lembab udara, maka kelembaban udaranya semakin
yang berpengaruh terhadap kenaikan kadar kecil (Yeyen dan Sri 2013).
air (Fauziah dan Ramlah . 2013). 4. Suhu Penyimpanan
Pada penyimpanan hari ke-14 nilai
kelembaban udara yaitu 69% dan Suhu penyimpanan bertujuan
penyimpanan hari ke- 21 68%, nilai mempertahankan mutu dan memperpanjang
kelembaban mengalami fluktuasi akibat dari daya simpan produk (Jayadi, 2018). Suhu
interaksi langsung dengan lingkungan luar penyimpanan jagung selama penyimpanan
melalui ventilasi atau jendela. Hal ini disajikan pada Gambar 4.
menurut Pramesti dan Syamsuddin (2015)

40
31 31
Suhu Penyimpanan

30 30 28
30
20
10
0
Hari- 3 Hari-7 Hari-14 Hari-21 Hari-28
Lama Penyimpanan

Gambar 4
Suhu penyimpanan

p-ISSN : 2476-8995
e-ISSN : 2614-7858
Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian Volume 5 Maret Suplemen (2019) : S37 - S47 S45

Berdasarkan hasil penelitian yang optimum untuk memproduksi aflatoksin.


telah dilakukan selama penelitian Menurut Galati et al., (2010) pertumbuhan
berlangsung, suhu penyimpanan mengalami Aspergillus flavus dalam tempat
perubahan setiap waktu pengamatan. Hal penyimpanan dapat meningkat pada
ini disebabkan suhu lingkungan kisaran suhu 10-31OC. Menurut Pratiwi et
penyimpanan secara alamiah akan al. (2015) kisaran 23-31OC merupakan suhu
menyebabkan terjadinya perpindahan uap optimum pertumbuhan Aspergillus flavus,
air ke bahan sehingga akan mendorong aflatoksin dapat dihasilkan dengan masa
terjadinya perubahan suhu penyimpanan. inkubasi selama 7 hari.
Hal ini dimungkinkan karena dalam ruangan
tersebut tertutup sehingga terjadi sedikit KESIMPULAN
penguapan, kondisi dalam ruangan relatif Berdasarkan hasil penelitian yang
tetap sehingga dalam udara terkandung telah dilakukan, dapat disimpulkan yaitu:
banyak uap air (Awaliah, 2011). 1. Berdasarkan hasil analisis statistik uji t
Suhu yang didapatkan pada hari ke- paired sampel test bahwa teknik
7 sampai pada penyimpanan hari ke 21 penyimpanan terdapat perbedaan
Seperti yang terlihat pada Gambar 4. kadar aflatoksin jagung yang dihasilkan
Perubahan suhu tersebut dipengaruhi oleh disetiap perlakuan yaitu perlakuan
lingkungan disekitar tempat penelitian yang diperoleh jagung pipil kemasan karung
berada dalam konsisi cuaca yang cukup plastik tanpa alas nilai rata-rata 42.33-
panas sehingga mempengaruhi suhu 69 ppb dan jagung pipil kemasan
menjadi panas yang ada di lingkungan. karung plastik dengan alas nilai rata-
Suhu mempengaruhi tingkat pertumbuhan rata 27,33-49 ppb.
kadar aflatoksin jagung. Kondisi tersebut 2. Teknik penyimpanan memberikan
terbukti dalam penelitian ini dimana pengaruh terhadap tingkat
penurunan suhu selama penyimpanan pengendalian aflatoksin jagung selama
diiringi dengan peningkatan kadar aflatoksin penyimpanan. Perlakuan terbaik
jagung begitupun dengan kadar air bahan diperoleh pada perlakuan jagung pipil
yang semakin tinggi diduga disebabkan oleh kemasan karung plastik menggunakan
terjadinya peningkatan metabolisme alas dengan rata-rata hari ke-7 32.33
maupun respirasi selama proses ppb, hari ke-14 36.66 ppb, hari ke 21
penyimpanan sehingga mengakibatkan 44 ppb dan hari ke-28 49 ppb.
peningkatan konsumsi oksigen. Suhu yang
lebih tinggi menyebabkan ikatan hidrogen DAFTAR PUSTAKA
akan semakin banyak yang terputus Aprianie, Venty. 2009. Pengaruh Kadar Air
(Mailhot dan Patton, 1988 dalam Hatima, Dan Metode Penyimpanan Tongkol
2017). Jagung (Zea Mays,L.) Terhadap
Hasil tersebut menunjukkan bahwa Pertumbuhan Aspergillus flavus
suhu tempat penyimpanan bahan baku baik Dan Pembentukan Aflatoksin.
menggunakan teknik penyimpanan Skripsi. Pertanian Fakultas
menggunakan alas dan tanpa Teknologi Pertanian Institut
menggunakan alas yang merupakan suhu Pertanian Bogor. Bogor.

p-ISSN : 2476-8995
e-ISSN : 2614-7858
S46 Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian Volume 5 Maret Suplemen (2019) : S37 - S47

Awaliah.2011., Faktor-faktor yang Fakultas Teknik. Universitas Negeri


mempengaruhi kelembaban,. Makassar.
http://awalyah.blogspot.com.
Jay, J. M. 1996. Modern Food Microbiology.
Diakses pada tanggal 1 Agustus
5th edition. Chapman and Hall, New
2018. York.
Badan Standar Nasional . 2012. SNI 01- Jayadi F,.Sukainah A dan Rais Muh 2018.
3920-1995. Standar mutu jagung
Pemanfaatan tepung daun
Bahan Baku Pakan. Jakarta : Badan
mangrove jeruju (Acanthus
Standar Nasional (BSN).
ilicifolius) sebagai pengawet alami
Badan Pusat Statistik (BPS). 2015. bakso ayam. Skripsi. Makassar :
Produksi Jagung. Pendidikan Teknologi Pertanian.
(http://www.bps.go.id). Diunduh 12 Fakultas Teknik. Universitas Negeri
januari 2018]. Makassar.
Budiarso, I. T., 1995. Dampak Mikotoksin Kusno, A. 2004. Pencegahan infeksi
terhadap Kesehatan. Cermin Dunia Aspergillus flavus dan kontaminasi
Kedokteran, 103: 5. aflatoksin pada kacang tanah.
Fauziah K, dan Ramlah . 2013. Pengaruh Jurnal Litbang 23(3):75‒80.
Lama Penyimpanan Terhadap Kristanto, A. 2008. Teknologi Pascapanen
Kualitas Jagung Kuning Dan untuk Peningkatan Mutu Jagung.
Jagung Putih. Balai Penelitian www.google.co.id. Diunduh pada 21
Tanaman Serealia Maros. April 2018.
FAO. 2001. Food and Nutriton paper 2: Magan N dan Aldred D. 2007. Post –
mycotoxins. Food and Agricultural harvest control strategies:
Organization Of The United Nations. minimizing mycotoxins in the food
Rome, Italy : 8-4 and annex VI : 1-8. chain. Internationl; Journal of Food
Galati S, Giannuzzi L dan Giner SA. 2010. Microbiology 119 : 131-139.
Modelling the effect of temperature Maryam, R. 2006. Pengendalian Terpadu
and water activity on the growth Kontaminasi Mikotoksin. Wartazoa
of Aspergillus parasiticus on 16 (1) : 21-30.
irradiated Argentinian flint maize.
Nur, Sriwahyuni. 2017. Pengaruh Variasi
Journal of Stored Products
Lama Pengeringan Terhadap
Research 47(2011): 1-7.
Karakteristik Kimia Cookies Tepung
Hatima, H, Sukainah, A dan FadilahR,. Kacang Tunggak (Vigna unguiculata
2017. Pengaruh Konsentrasi dan L.). Skripsi. Makassar: Pendidikan
Waktu Fermentasi Aspergillus sp Teknologi Pertanian Fakultas
Terhadap Sifat Fisiko Kimia Tepung Teknik. Universitas Negeri
Jagung. Skripsi. Makassar : Makassar.
Pendidikan Teknologi Pertanian.
Nurbaya. Syam H dan Sukainah A,.2017.
Modifikasi Pembuatan Bolu Gulung

p-ISSN : 2476-8995
e-ISSN : 2614-7858
Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian Volume 5 Maret Suplemen (2019) : S37 - S47 S47

dengan Penambahan Jeruk Nipis in Indonesia. Paper presented at


dan Strawberry. Skripsi. Makassar : IUMS Outreach Program in Food
Pendidikan Teknologi Pertanian. Safety. Denpasar, Bali, 22–24 th
Fakultas Teknik. Universitas Negeri June 2011. Gadjah Mada Univ.
Makassar. Yogyakarta. 45 p.
Nurlaila,Sukainah A, dan Amiruddin. 2016. Sadjad, S. 1993. Dasar-Dasar Teknologi
Pengembangan Produk Sosis Benih. Departemen Agronomi IPB,
Fungsional Berbahan Dasar Ikan Bogor.
Tenggiri (Scomberomorus sp.) dan Susilawati, B.S, Syam H dan Fadilah R,.
Tepung Daun Kelor (Moringa 2018. Pengaruh Modifikasi Tepung
oleifera L). Jurnal Pendidikan Jagung Pragelatinisasi Terhadap
Teknologi Pertanian : Universitas Kualitas Cookies. Jurnal Pendidikan
Negeri Makassar, Vol. 2 (2). Teknologi Pertanian : Universitas
PT. Japfa Comfeed Indonesia, Tbk. Unit Negeri Makassar, Vol. 3 (2).
Corn Dryer Gowa, 2018. Thahir, R., Sudaryono dan Suharmadi.
Pater, N. dan L.B. Bullerman. 1988. Mold 1988. Teknologi pasca panen
Spoilage and Mycotoxin formation in jagung. Hlm. 271-308.
grainsas Controlled By Physical Winarno, F.G. 1988. Teknologi pengolahan
Means. Int.J. Food Microbiol. 7:257- jagung. Hlm. 309-348. Pusat
265. penelitian dan pengembangan
Pramesti B.A dan Syamsuddin. 2015. tanaman pangan. Bogor.
Pengaruh Kadar Air Awal Dan Jenis Yeyen P. W dan Sri Wahyuni B .2013.
Kemasan Terhadap Kualitas Benih Pengaruh Teknik Pengemasan Dan
Jagung (Zea Mays L.) Serta Penyimpanan Terhadap Mutu
Populasi Hama Bubuk Sitophilus Kacang Tanah Pada Dua Musim
Zeamais Motsch. Selama Panen Berbeda. Balai Pengkajian
Penyimpanan. Prosiding Seminar Teknologi Pertanian Yogyakarta.
Nasional Serealia. Loka Pengkajian Yogyakarta.
Teknologi Pertanian Sulawesi Barat.
Sulawesi barat
Pratiwi C, Rahayu WP, Lioe HN, Herawati
D, Broto W dan Ambarwati S. 2015.
The effect of temperature and relative
humidity for Aspergillus flavus BIO
2237 and aflatoxin production on
soybeans. International Food
Research Journal 22 (1): 82-87.
Rahayu, E.S. 2011. Aflatoxin, occurrence
and integrated management control

p-ISSN : 2476-8995
e-ISSN : 2614-7858

Anda mungkin juga menyukai