Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

THYPOID

A. Pengertian
Demam tifoid adalah penyakit menular yang bersifat akut dan ditandai
dengan bakterimia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang
bersifat difus, serta pembentukan mikro-abses dan ulserasi nodus peyer
pada distal ileum (Mardalena, 2018 : 79).
Thypoid Abdominalis (demam typoid, enteric fever) adalah penyakit
infeksi akut yang biasanya terjadi pada saluran pencernaan dengan
gejala demam lebih dari satu minggu, gangguan saluran pencernaan dan
gangguan kesadaran (Dermawan dan Rahayuningsih, 2010:109).
Demam tifoid atau sering disebut dengan tifus abdominalis adalah
penyakit infeksi akut pada saluran pencernaan yang berpotensi menjadi
penyakit multisistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi (Muttaqin
dan Sari, 2013: 488).

B. Penyebab
Menurut Dermawan dan Rahayuningsih (2010 : 110), penyebab dari
typoid antara lain:
Salmonella Typosa ; basil gram negatif, berbulu getar, tidak bespora.
Masa tunas 14-20 hari. Mempunyai 3 antigen yaitu :
a. Antigen O : somatik, terdiri zat kompleks lipopolisakarida
b. Antigen H : fragella
c. Antigen Vi : simpai kuman

C. Patofisiologi
Menurut Mardalena (2018 : 80) penyakit typhoid abdominalis bisa
disebabkan oleh basil Salmonella typhosa. Penularan dapat terjadi
melalui mulut lewat makanan yang tercemar kemudian kuman
mengadakan penetrasi ke usus halus dan jaringan limfoit lalu
berkembang biak. Selanjutnya kuman masuk ke aliran darah dan

1
2

mencapai retikuloendotelial pada hati dan limpa, sehingga organ-organ


tersebut membesar disertai rasa nyeri pada perabaan.
Proses ini terjadi pada masa tunas 10-14 hari dan berakhir saat sel-
sel retikuloendotelial melepaskan kuman kedalam darah. Kuman-kuman
selanjutnya masuk kedalam beberapa organ-organ tubuh terutama
kelenjar lymphoid usus halus daan menimbulkan tukak yang berbentuk
lonjong pada mukosa di atas plak peyeri. Tukak dapat menyebabkan
terjadinya perdarahan dan perforasi usus.
3

D. Pathway
Menurut Muttaqin dan Sari (2013 : 490) pathway penyakit typoid yaitu :

kuman Salmonella
typhi yang masuk ke Gangguan
saluran pembentukan
gastrointestinal eritrosit,
penghancuran
eritrosit ,
Invaginasi ke jaringan limfoid usus leukosit
halus (plak player) dan jaringan
limfoid mesenterika

Respon
psikososial
Invasi sistem retikulo endoteleal Anemia,leukopenia

(RES)
Kecemasan
pemenuhan Demam Tifoid Penurunan imunitas
informasi

Penyebara
Respon Respon Sensitivitas Respon
n kuman
inflamasi inflamasi serabut inflasi RES
lokal sistemik saraf lokal
intestinal

Splenome Ke
Distensi
Hipertermi gali dan sistem
hepatome saraf
Mual, pusat
muntah, gali
Terbentuknya
anoreksia
nekrosis dan
tukak di ileum Meningitis
Nyeri Ke sistem enselopati
muskuloskelet
Tidak adekuat
al, integumen
asupan nutrisi
konstipasi
Perforasi Peritonitis Nyeri
Malaise, kepala,
terjadi kram otot,
pada tukak perubahan
penurunan kesadaran
yang Gangguan
turgor
menembak aktivitas
Resiko
serosa sehari-hari
ketidakseimba
ngan nutrisi
4

E. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Dermawan dan Rahayuningsih (2010 : 111-112)
pemeriksaan penunjang typoid abdominalis adalah sebagai berikut :
Pemeriksaan laboratorium :
1. Pemeriksaan darah tepi : terdapat gambaran leucopenia, limpositosis
relatif dan eosinofilia pada awal penyakit, anemia, trombositopenia
ringan dan pemeriksaan SGOT serta SGPT.
2. Pemeriksaan sumsum tulang : gambaran sumsum tulang berupa
hiperaktif RES dengan adanya sel makrofag dan sistem eritropoesis,
granulopoesis dan trombopoesis berkurang.
3. Biakan/kultur empedu : basil salmonella typosa ditemukan pada darah
(minggu I), feses dan urin. Hasil (+) untuk menegakan diagnosa, Hasil
(-) menentukan penderita sembuh dan tidak menjadi karier.
4. Pemeriksaan widal : dasar pemeriksaan ialah reaksi aglutinasi antara
serum pasien (antibodi) dengan suspensi antigen salmonela typhosa.
Hasil positif bila terjadi reaksi aglutinasi.

F. Tanda dan Gejala


Menurut Dermawan dan Rahayuningsih ( 2010 : 109-110 ) tanda dan
gejala typoid abdominalis adalah sebagai berikut :
1. Tanda
a. Demam : khas ( pelana kuda ) : demam 3 minggu, sifat febris
remitten dan suhu tidak seberapa tinggi.
b. Gangguan saluran pencernaan : mulut ; nafas berbau tidak sedap,
bibir kering dan pecah-pecah, lidah tertutup selaput putih kotor
(Coated Tongue), ujung dan tepi kemerahan, jarang disertai tremor,
anoreksia, mual dan perasaan tidak enak diperut.
c. Gangguan kesadaran : kesadaran menurun yaitu apatis sampai
samnolen. Jarang terjadi spoor, koma atau gelisah.
d. Nyeri otot dan kepala
e. Bintik merah pada kulit (roseola) akibat emboli basil dalam kepiler
kulit.
f. Epistaksis
2. Gejala
Prodromal : tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing, tidak
bersemangat.
5

G. Penatalaksanaan
Menurut Dermawan dan Rahayuningsih (2010 : 113) penatalaksanaan
yang perlu diperhatikan adalah :
a. Medik
1) Isolasi pasien, disinfeksi pakaian dan ekskreta
2) Perawatan yang baik untuk menghindari komplikasi, mengingat
sakit yang lama, lemah anoreksia dll.
3) Istirahat selama demam s/d 2 minggu (7-14 hari); mencegah
perdarahan usus, setelah suhu normal kembali (bed rest total),
boleh duduk, bila tidak panas boleh berdiri dan berjalan di
ruangan
4) Diit : TKTP (tinggi kalori tinggi protein), tidak mengandung
banyak serat, tidak merangsang dan tidak menimbulkan gas.
Susu 2x satu gelas. Diit typoid akut : “bubur saring”, setelah
demam turun diberi bubur kasar 2 hari, kemudian nasi tim dan
nasi biasa setelah bebas dari demam 7 hari. Untuk penderita
dengan kesadaran menurun : makanan cair lewat NGT, bila
kesadaran baik diberikan makanan lunak.
5) Terapi obat pilihan :
a) Kloramfemikol dosis tinggi yaitu 100 mg/kgBB/hari oral atau
IM/IV bila dianjurkan
b) Tiamfenikol
c) Kotrimoxazol
d) Amoxilin dan Ampixilin
b. Keperawatan
Masalah keperawatan yang perlu diperhatikan adalah:
1) Kebutuhan nutrisi / cairan dan eletrolit
a) Kesadaran baik : makanan lunak dengan lauk pauk
dicincang (hati,daging), sayuran, labu siam / wortel
6

dimasak lunak sekali. Tahu, telur setengah matang /


matang. Susu 2x1 gelas/lebih.
b) Kesadaran menurun : makanan cair per sonde, kalori
disesuaikan kebutuhan. Diberikan setiap 3 jam termasuk
ekstra sari buah, bubur kacang hijau dihaluskan
c) Pasien payah (delirium) : infus dengan cairan glukosa dan
NaCl
2) Gangguan suhu tubuh
Penyebab demam infeksi basil salmonella thyposa. Panas bisa
sampai 3 minggu menyebabkan kondisi melemah dan
mengakibatkan kekurangan caran karena perspirasi. Pasien
menjadi gelisah, selaput lendir mulut dan bibir kering dan
pecah-pecah. Untuk menurunkan susu dengan terapi obat,
istirahat mulak (bed rest), mobilisasi bertahap dan pengaturan
ruangan yang cukup ventilasi
3) Gangguan rasa aman dan nyaman
a) Pasien dengan bibir kering lidah kotor : perawatan mulut 2x
sehari, oleskan krim dan sering minum
b) Pasien apatis : lebih diperhatikan dan diajak berkomunikasi
c) Pasien dengan sonde : perawatan mulut dan diberikan
minum agar selaput lendir dan tenggorokan tidak kering
4) Risiko terjadi komplikasi
a) Pengaturan jadwal pemberian terapi obat
b) Latihan ambulasi setelah bed rest : duduk di tempat tidur,
berjalan menggelilingi tempat tidur
7

H. Komplikasi
Menurut Mardalena (2018 : 81) komplikasi dapat terjadi pada usus
halus, meskipun jarang terjadi. Akan tetapi, bila terjadi komplikasi total
menyebabkan :
1. Perdarahan usus
Perdarahan dalam jumlah sedikit ditemukan ketika dilakukan
pemeriksaan tinja dengan benzidin. Jika perdarahan banyak terjadi
melena, dapat disertai nyeri perut dengan tanda-tanda renjantan.
2. Perporasi usus
Timbul biasanya pada minggu ketida dan biasanya terjadi pada
bagian distal ileum. Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya
dapat ditemukan bila terdapat udara dirongga peritoneum. Dalam
kondisi ini pekak hati menghilang dan terdapat udara diantara hati
dan diafragma. Kondisi ini dapat terlihat pada foto abdomen yang
dibuat dalam keadaan tegak.
3. Peritonitis
Biasanya disertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus.
Pemeriksaan mungkin menemukan gejala badomen akut yaitu nyeri
perut yang hebat, dinding abdomen tegang dan nyeri tekan.
4. Komplikasi luar usus
Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis meningitis,
encepalopati, dan lain-lain. Komplikasi lain yang mungkin terjadi
karena infeksi sekunder adalah bronkopneumonia.
8

I. Perencanaan
1. Diagnosa keperawatan : Nyeri akut (Herdman dan Kamitsuru, 2015 : 445-446)
a. NOC : Kontrol Nyeri (Moorhead, et. al., 2016 : 247)
Definisi : tindakan pribadi untuk mengontrol nyeri
Tujuan : klien mampu mengontrol nyeri yang efektif pada tanggal yang
telah ditetapkan dengan indikator:

No Indikator 1 2 3 4 5
1. Mengenali kapan nyeri terjadi Tingkat
2. Menggambarkan faktor penyebab
3. Menggunakan tindakan pencegahan
4. Mengenali apa yang terkait dengan
gejala nyeri
5. Melaporkan nyeri yang terkontrol

Keterangan :
1. Tidak pernah menunjukan
2. Jarang menunjukan
3. Kadang-kadang menunjukan
4. Sedang menunjukan
5. Secara konsisten menunjukkan

b. NIC I : Manajemen nyeri (Bulechek, et. al., 2016 : 198)


Definisi : Pengurangan atau reduksi nyeri sampai pada tingkat kenyamanan
yang dapat diterima oleh pasien
Aktivitas :
1) Gali bersama pasien faktor-faktor yang dapat menurunkan atau
memperbesar nyeri.
2) Monitor kepuasan pasien terhadap manajemen nyeri dalam interval yang
spesifik.
3) Gali pengetahuan dan kepercayaan pasien mengenai nyeri.
4) Dukung istirahat atau tidur yang adekuat untuk membantu penurunan
nyeri.
9

5) Dorong pasien untuk menggunakan obat-obatan penurun nyeri yang


adekuat.
6) Tentukan akibat dari pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup pasien
(misalnya: tidur, nafsu makan, pengertian, perasaan, hubungan, performa
kerja dan tanggung jawab peran).
7) Informasikan mengenai nyeri, seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri
akan dirasakan dan antsipasi dari ketidakseimbangan akibat prosedur.
8) Informasikan yang akurat yang meningkatkan pengetahuan dan respon
keluarga terhadap analgesik pengalaman nyeri.
9) Kolaborasi dengan pasien, orang terdekat dan tim kesehatan lainnya
untuk tindakan penurunan nyeri nonfarmakologi sesuai kebutuhan.
10) Kolaborasi dengan keluarga dalam modalitas penurun nyeri, jika
memungkinkan

c. NIC II : Aplikasi panas / dingin (Bulechek, et. al., 2016 : 70)


Definisi : stimulasi kulit dan jaringan di bawahnya dengan (menggunakan)
aplikasi panas atau dingin untuk tujuan mengurangi rasa sakit, kejang otot,
atau peradangan.
Aktivitas :
1) Jelaskan penggunaan (aplikasi) panas atau dingin, alasan perawatan, dan
bagaimana hal tersebut akan mempengaruhi gejala pasien.
2) Pilih metode stimulasi yang nyaman dan tersedia (misalnya, tas plastik
tahan air dengan es yang mencair; bungkusan gel beku; bungkusan es
kimiawi; rendaman es, kain atau handuk di lemari es untuk penggunaan
dingin; botol air panas; bantal pemanas listrik; panas, kompres basah;
perendaman di bak mandi atau pancuran air, lilin parafin, bak mandi,
lampu yang bercahaya, atau bungkus plastik untuk perangkat panas).
3) Aplikasikan panas atau dingin secara langsung atau didekat lokasi yang
terkena dampak jika memungkinkan.
4) Bungkus perangkat panas atau dingin dengan alat yang terlindungi
(dengan) kain yang sesuai.
5) Ganti tempat pengunaan panas atau dingin atau alihkan stimulasi jika
kenyamanan tidak didapatkan.
6) Instruksikan bagaimana menghindari kerusakan jaringan yang terkait
dengan perangkat panas atau dingin.
10

7) Pertimbangkan kondisi kulit dan identifikasi setiap perubahan yang


memerlukan perubahan prosedur atau kontra indikasi terhadap stimulasi.
8) Pertimbangkan ketersediaan dan kondisi kerja yang aman dari semua
peralatan yang digunakan untuk (mengaplikasikan) perangkat panas atau
dingin.
9) Evaluasi dan dokumentasikan respon terhadap aplikasi panas dan dingin
10) Kolaborasikan dengan pasien, orang terdekat dan tim kesehatan untuk
memilih tindakan penurun nyeri dengan aplikasi kompres panas/dingin.

2. Diagnosa : ketidakefektifan termoregulasi


a. NOC : Termoregulasi (Moorhead, et. al., 2016 : 564)
Definisi : keseimbangan antara produksi panas, mendapatkan panas, dan
kehilangan panas.
Tujuan : klien mampu menunjukkan termoregulasi yang adekuat pada tanggal
yang telah ditetapkan dengan indikator :
No Indikator 1 2 3 4 5
1. Merasa merinding saat dingin
2. Berkeringat saat panas
3. Menggigil saat dingin
4. Denyut nadi apikal
5. Tingkat pernapasan
Keterangan :
1. Sangat terganggu/berat
2. Banyak tergangg/cukup berat
3. Cukup terganggu/sedang
4. Sedikit terganggu/ringan
5. Tidak terganggu/tidak ada
b. NIC I : Pengaturan Suhu (Bulechek, et. al., 2016 : 308)
Definisi : mencapai atau memelihara suhu tubuh dalam batas normal.
Aktvitas :
1) Monitor suhu paling tidak setiap 2 jam, sesuai kebutuhan
2) Pasang alat monitor suhu inti secara kontinu, sesuai kebutuhan
11

3) Monitor tekanan darah, nadi dan respirasi, sesuai kebutuhan


4) Instruksikan pasien bagaimana mencegah keluarnya panas dan serangan
panas.
5) Diskusikan pentingnya termoregulasi dan kemungkinan efek negatif dari
demam yang berlebihan, sesuai kebutuhan
6) Informasikan pasien mengenai indikasi adanya kelelahan akibat panas dan
penanganan emergensi yang tepat, sesuai kebutuhan
7) Sesuaikan suhu lingkungan untuk kebutuhan pasien
8) Berikan medikasi yang tepat untuk mencegah atau mengontrol menggigil
9) Informasikan mengenai indikasi adanya hipotermia dan penganan
emergansi yang tepat, sesuai kebutuhan
10) Kolaborasikan pemberian obat-obatan antipiretik sesuai kebutuhan
c. NIC II : Monitor Tanda-Tanda Vital (Bulechek, et. al., 2016 : 237)
Definisi : pengumpulan dan analisa data kardiovaskuler, pernapasan, dan suhu
tubuh untuk menentukan dan mencegah komplikasi.
Aktivitas :
1) Monitor tekanan darah, nadi, suhu tubuh, dan status pernapasan dengan
tepat
2) Catat gaya dan fluktuasi yang luas pada tekanan darah
3) Kolaborasi dengan orangtua untuk pemantauan demam
4) Monitor tekanan darah setelah pasien minum obat jika mungkin
5) Inisiasi dan pertahankan perangkat pemantauan suhu tubuh secar terus-
menerus dengan tepat
6) Auskultasi tekanan darah di kedua lengan dan bandingkan
7) Monitor pada pernapasan abnormal
8) Identifikasi kemungkinan penyebab perubahan tanda-tanda vital
9) Periksa secara berkala keakuratan instrumen yang digunakan untuk
perolehan data pasien
10) Monitor irama dan laju pernapasan (misalnya kedalaman dan kesimetrisan)
12

DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, Gloria. et al. 2013 Nursing Interventions Classification (NIC). Edisi 6.


Alih Bahasa Intansari Nurjanah dan Roxsana Devi Tumanggor. Moco Media,
Yogyakarta

Dermawan, Deden dan Tutik Rahayuningsih. 2010. Keperawatan Medikal Bedah


(Sistem Pencernaan). Gosyen Publishing, Yogyakarta

Herdman, T. Heather dan Shigemi Kamitsuru. 2015. Diagnosa Keperawatan


Definisi dan Klasifikasi NANDA Internasional 2015-2017. Edisi 10. Alih
Bahasa Budi Anna Keliat. et al. EGC, Jakarta

Morhead, Sue. et al. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC). Edisi 5. Alih
Bahasa Intansari Nurjanah dan Roxsana Devi Tumanggor. Moco Media,
Yogyakarta

Mardalena, Ida. 2018. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan


Sistem Pencernaan. Pustaka Baru Press, Yogyakarta

Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2011. Gangguan Gastrointestinal: Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah. Salemba Medika, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai