Anda di halaman 1dari 9

PNEUMOTORAKS PADA PPOK

I. PENDAHULUAN
PPOK atu penyakit paru obstruktif kronis adalah penyakit yang dapat dicegah dan diobati
yang ditandai dengan gejala respirasi yang menetap dan hambatan aliran udara yang disebabkan
oleh kelainan saluran napas dan/ alveoli (Daniel, 2019). Berdasarkan estimasi WHO, 65 juta
orang menderita PPOK sedang hingga berat, dan memiliki angka kematian sebesar 5% dari
seluruh kematian di dunia, yaitu sebanyak 3 juta kematian pada 2005 (WHO, 2019).
Di Indonesia, PPOK dialami oleh 8.6% seluruh populasi (riskesdas, 2013), yang mana
secara statistik terjadi peningkatan persentase kematian dan disabilitas akibat PPOK selama 10
tahun (2007-2017) yaitu sebesar 10,5 dan 26,3 secara berturut (IHME 2019).
Sebagian besar PPOK diobati dengan mudah dalam pengobatan rawat jalan, tetapi
komplikasi seperti pneumotoraks spontan sekunder banyak ditemukan pada berbagai kasus
(Lou, 2014). Pneumotoraks spontan sekunder (SSP) didefinisikan sebagai kolapsnya paru
akibat kebocoran udara kedalam rongga pleura yang terjadi sebagai komplikasi penyakit paru
yang mendasarinya (Ay, et al., 2018). Dalam hal ini PPOK mencetuskan pneumotoraks melalui
mekanisme pecahnya bleb apikal akibat tingginya tekanan dalam alveolus pada pasien PPOK.
Lima puluh hingga tujuh puluh persen dari SSP dikaitkan dengan PPOK (Lou, 2014).
Risiko kekambuhan pneumotoraks spontan sekunder akibat PPOK tinggi dan berbagai
penelitian mengutip angka kejadian sekitar 20-60%. Dalam masa studi 6 tahun, 248 kasus
dengan diagnosis pneumotoraks ditinjau, tingkat pneumotoraks sekunder PPOK adalah 67%,
terutama terdiri dari laki-laki dengan usia rata-rata 59 ± 8 tahun. Kebiasaan merokok ditemukan
pada 100% subjek; mantan perokok 67% dan perokok aktif 33%. Gejala awal yang paling
sering adalah dispnea 100% dengan nyeri dada pleuritik 42% (Nadia, 2012).
Pneumotoraks memiliki angka morbiditas yang cukup tinggi pada pasien dengan PPOK,
oleh karenanya perlu memahami gejala dan pemeriksaan yang diperlukan dalam menegakkan
diagnosis pneumothoraks agar kondisi tersebut dapat segera ditangani. (Lou, 2014)

II. PPOK
Definisi
PPOK adalah penyakit paru yang ditandai dengan gejala respirasi yang menetap dan
hambatan aliran udara yang disebabkan oleh kelainan saluran napas dan/ alveoli. Umumnya
PPOK dicetuskan akibat adanya pajanan yang bermakna (Daniel, 2019).
Etiologi PPOK
Banyak faktor yang berkontribusi pada pengembangan COPD, termasuk faktor genetik
seperti kekurangan alpha1-antitrypsin, paparan pekerjaan terhadap debu dan bahan kimia,
polusi, infeksi pernapasan pada masa kanak-kanak dan asap rokok (Daniel, 2019)..
Faktor Risiko PPOK
Faktor resiko PPOK terdiri dari beberapa hal, antara lain faktor genetik, umur, jenis
kelamin, pertumbuhan dan perkembangan paru, pajanan partikel (rokok, polutan, dsb), status
sosioekonomi, asma dan hipereaktivitas saluran nafas, bronkitis kronis, dan infeksi (Daniel,
2019).
Patofisiologi PPOK
Diagnosis Banding PPOK

Penegakan Diagnosis PPOK


Aspek Temuan
Anamnesis Sesak napas, batuk kronik, batuk berdahak
Pemeriksaan Tanda obstruksi saluran napas umumnya tidak ditemui sampai ada ganguan
Fisik fungsi paru yang bermakna
Pada PPOK derajat sedang hingga berat tampak
Inspeksi: Bentuk dada barrel chest (dada seperti tong ), bernapas purse lips
breathing (seperti orang meniup)
Palpasi: Hipertrofi (pembesaran) otot bantu nafas, pelebaran sela iga
Perkusi: Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak
diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah, fremitus melemah
Auskultasi: Suara nafas vesikuler melemah atau normal, ekspirasi
memanjang, wheezing
Pemeriksaan Spirometri: Rasio FEV1/FVC <0,7 pasca bronkodilator menunjukkan ada
Penunjang hambatan aliran udara persisten.

Komplikasi PPOK
Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah gagal nafas kronik, gagal nafas akut,
infeksi berulang, dan kor pulmonal. Gagal nafas kronis ditunjukkan oleh hasil analisis gas darah
berupa PaO250 mmHg, serta Ph dapat normal. Gagal nafas akut pada gagal nafas kronis
ditandai oleh sesak nafas dengan atau tanpa sianosis, volume sputum bertambah dan purulen,
demam, dan kesadaran menurun. Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan
menyebabkan terbentuk koloni kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang. Selain itu,
pada kondisi kronis ini imunitas tubuh menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya
kadar limfosit darah. Adanya kor pulmonal ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit>50
%, dan dapat disertai gagal jantung kanan (PDPI, 2016).
Prognosis PPOK
PPOK biasanya secara bertahap menjadi lebih buruk dari waktu ke waktu dan pada
akhirnya dapat menyebabkan kematian. Diperkirakan 3% dari semua kecacatan terkait dengan
PPOK. Proporsi kecacatan akibat PPOK secara global telah menurun dari tahun 1990 hingga
2010 karena kualitas udara dalam ruangan meningkat terutama di Asia. Namun, secara
keseluruhan jumlah tahun yang hidup dengan kecacatan akibat PPOK telah meningkat.
.
III. PNEUMOTORAKS
Definisi
Pneumotoraks adalah kolapsnya paru akibat kebocoran udara kedalam rongga pleura.
Pneumothoraks menimbulkan penekanan terhadap paru-paru sehingga paru-paru tidak
mengembang dengan maksimal (Syafaah, 2019).
Faktor Risiko Pneumotoraks
Faktor resiko pneumothoraks berkaitan dengan jenis kelamin laki-laki, ras kulit putih non-
Hispanik, dan kebiasaan merokok (Hobbs, 2014).
Patofisiologi Pneumotoraks
Patogenesis yang tepat dari sebab kemunculan spontan adanya komunikasi antara ruang
alveolar dan pleura masih belum diketahui. Dugaan terjadinya pneumotoraks yaitu disebabkan
adanya kebocoran di bagian paru yang berisi udara melalui robekan atau pleura yang pecah.
Bagian yang robek/ pecah ini berhubungan dengan bronkus. Plebearan alveoli yang pecah
kemudian membentuk suatu bula yang berdinding tipis di dekat daerah dengan proses non-
spesifik atau fibrosis granulomatosa. Keadaan ini merupakan salah satu penyebab yang paling
sering menimbulkan pneumotoraks (Daneil, 2019).
Alveoli disangga oleh kapiler yang mempunyai dinding lemah dan mudah robek, apabila
alveoli tersebut melebar dan tekanan didalam alveoli meningkat maka alveoli tersebut menjadi
robek dan udara dengan mudah menuju ke jaringan peribrobkovaskuler. Gerakan napas yang
kuat, infeksi dan obstruksi endobronkial merupakan beberapa faktor risiko yang memudahkan
terjadinya robekan. Selanjutnya udara yang terbebas dari alveoli dapat mengoyak jaringan
fibrotik peribronkovaskuler. Robekan pleura ke arah yang berlawanan dengan hilus
menyebabkan pneumotoraks. (Daniel, 2019)
Klasifikasi Penumotoraks
Klasifikasi pneumothorax dibagi berdasarkan etiopatolgi, lokasi, derajat keparahan, dan
ada/ tidaknya fistel (Daniel, 2019)
Etiologi Lokasi Derajat Kolaps Fistula
Pneumothorax Primer Pneumothorax Pneumothorax Pneumothorax
Spontan Muncul tanpa Parietalis Total/ Komplit Terbuka
Timbul tanpa ada penyakit paru Seluruh ronga Udara dapat keluar masuk
adanya trauma yang mendasari terisi udara, rongga pleura dengan
atau penyebab Sekunder sehingga paru bebas karena adanya
yang jelas Komplikasi dari kolaps seluruhnya hubungan antara ronga
penyakit dasar pleura dengan bronkus
(PPOK dengan (fistel bronko-pleura)
emfisema paru, Pneumothorax Pneumothorax Pneumothorax
cyctic fibrosis, Medialis Parsial/ Lokal Tertutup
tuberkulosis, Terjadinya adhesi Udara yang berada di
kanker paru, antara paru rongga plera “terjebak”
pneumonitis perietal dengan karena rongga pleura
interfisial, PCP viseral tertutup
trkait HIV)
Pneumothorax Traumatik Pneumothorax Pneumothorax Ventil/
Adanya jejas langsung/ tidak Basalis Tension/ Valvular
langsung pada dinding dada Udara masuk kedalam
Pneumothorax Artifisial rongga pleura saat
Pneumothorax yang dibuat secara inspirasi namun tidak
sengaja dapat keluar saat ekspirasi

Diagnosa Banding Pneumotoraks


Emfisema paru/ PPOK, asma bronkial, bula yang besar (Daneil, 2019).
Penegakan Diagnosis Pneumotoraks
Penegakan diagnosis didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang
Aspek Temuan
Anamnesis Pneumotoraks minimal munya tanpa gejala
Gejala umum: nyeri dada, napas yang makin lama makin berat, batuk kering
Pemeriksaan Inspeksi: Bentuk dada asimetris, sisi sakit tampak lebih cembung, tampak
Fisik tertinggal saat napas, trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat
Palpasi: Ruang antar iga melebar pada sisi yang sakit, iktus cordis terdorong
ke sisi yang sehat, fremitus melemah/ hilang pada sisi yang sakit
Perkusi: Hipersonor hingga timpani
Auskultasi: Suara napas melemah sampai menghilang
“Coin Test” (auskultasi toraks mneggunakan ketokan du a uang logam.
Metalik sound akan terdengar dan menggambarkan pneumotoraks
positif)
Pemeriksaan Radiologis: Gambaran area hiperlusen, paru tampak kolaps (tampak seperti
Penunjang massa di daerah hilus), tepi pleura viseral terpisah dari pleura parietal, trakea
dan mediastinum terdorong ke arah yang sehat
Laboratoris: BGA hipoksemia/ hiperkarbia karena hipoventilasi

Prognosis PPOK
Meskipun kelangsungan hidup jangka panjang telah meningkat secara signifikan,
pneumotoraks spontan tetap merupakan komplikasi umum dari cystic fibrosis, yang terjadi pada
0,64% pasien per tahun dan 3,4% pasien secara keseluruhan. , dan dikaitkan dengan prognosis
yang buruk, kelangsungan hidup rata-rata adalah 30 bulan (BMJ, 2019)
PNEUMOTHORAKS PADA PPOK
Hubungan Pneumotoraks dengan PPOK
Pneumotoraks spontan didefinisikan adanya udara di rongga pleura tanpa riwayat trauma.
PPOK adalah penyebab umum pneumotoraks. Risiko kekambuhan pneumotoraks spontan
sekunder akibat PPOK tinggi dan berbagai penelitian mengutip angka kejadian sekitar 20-60%.
Dalam masa studi 6 tahun, 248 kasus dengan diagnosis pneumotoraks ditinjau, tingkat
pneumotoraks sekunder PPOK adalah 67%, terutama terdiri dari laki-laki dengan usia rata-rata
59 ± 8 tahun. Kebiasaan merokok ditemukan pada 100% subjek; mantan perokok 67% dan
perokok aktif 33%. Gejala awal yang paling sering adalah dispnea 100% dengan nyeri dada
pleuritik 42% (Nadia, 2012).
Episode pneumothorax mengungkapkan penyakit PPOK di 32% dan bertanggung jawab
atas eksaserbasi PPOK di 68%. Menurut klasifikasi GOLD, 68% pasien menderita PPOK
sedang dan 31% menderita PPOK parah. 35% pasien mengalami kekambuhan pneumotoraks,
52% menderita emfisema (Nadia, 2012).
Patofisiologi Pneumothoraks pada PPOK

Inflamasi
pulmonal destruksi
Pajanan Stimulasi
•peningkatan dinding "air trapping"
(rokok, makrofag stres oksidatif, alveolar dan saat ekspirasi
polutan) alveolus mediator
inflamasi dan
kapiler
sitokin

Perpindahan
udara
>>tekanan >> tekanan interstisium
ruptur alveolar pneumottoraks
alveolar interstisium menuju bronkus
yang berlawanan
dengan hilus

Penatalaksanaan
Prinsip utama penatalaksanaan pada pneumotoraks spontan sekunder yaitu mengatasi
kegawatan penumotoraks dan mengobati penyakit yang mendasarinya, dalam hal ini PPOK.
Gambar 2. Algoritma Tatalaksana Pneumotoraks Spontan Sekunder

Gambar 3. Algoritma Tatalaksana PPOK


Gambar 4. Penggunaan Farmakologi pada PPOK

Anda mungkin juga menyukai