Anda di halaman 1dari 35

Peran Media Massa dalam Perkamusan

Hari Sulastri

1. Pengantar

Ada ungkapan yang menyatakan bahwa bahasa merupakan pembuka dan penyebar
pengetahuan. Hal itu dimungkinkan karena perkembangan pengetahuan, termasuk
kebudayaan dan teknologi, yang semakin cepat dan pesat tidak akan tersebar luas tanpa
adanya sarana yang dapat digunakan untuk menyebarluaskannya. Salah satu sarana tersebut
adalah bahasa. Dengan kata lain, bahasa sebagai salah satu alat komunikasi mempunyai
peranan yang penting dalam penyebarluasan itu. Orang dapat menyampaikan segala gagasan
atau idenya melalui bahasa.

Sebagai salah satu alat untuk berkomunikasi, bahasa juga memerlukan media sebagai sarana
penyebarluasannya. Salah satu media yang dapat digunakan sebagai wahana tersebut adalah
media massa, baik yang berbentuk audio, visual, audiovisual, cetak, maupun elektronik. Oleh
karena itu, dapat dikatakan bahwa media massa dan bahasa merupakan dua hal yang tidak
terpisahkan, dan perkembangan bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi juga tidak
terpisahkan dengan keberadaan media massa.

Sebagai salah satu sarana komunikasi, media massa juga mempunyai peranan yang amat
penting dalam perkembangan pengetahuan. Hadiono (dalam Putera, 2010) menyebutkan
bahwa peran media massa dalam kehidupan sosial bukan sekadar sarana diversion dalam
kehidupan sosial, pelepasan ketegangan, atau hiburan, melainkan isi yang disajikan
mempunyai peran yang signifikan dalam proses sosial. Selain berperan dalam proses sosial,
media massa juga mempunyai peran yang besar dalam mendukung perkembangan bahasa,
khususnya bahasa Indonesia. Asmadi (2008) menyatakan media massa adalah pendukung
utama bahasa Indonesia pada awal bahasa itu bergulat dengan batasan oleh penjajah. Peran
penting media massa itu perlu dimunculkan mengingat media massa berperan penting dalam
berbagai aspek. Di sisi lain, bagaimana peran media massa dalam perkamusan? Pertanyaan
itu dimungkinkan karena kamus merupakan buku yang mendokumentasi bahasa beserta
makna dan pemakaian suatu bahasa, termasuk pemakaiannya di media massa.

2. Definisi dan Tujuan Penyusunan Kamus

Kamus merupakan buku referensi yang sudah tidak asing lagi bagi hampir sebagian
masyarakat bahasa. Banyak definisi kamus yang diberikan oleh pemerhati bahasa, khususnya
mereka yang merupakan pakar dalam bidang perkamusan atau mungkin juga pekamus (orang
yang menyusun kamus). Di antara definisi yang diberikan oleh sebagian kamus atau
pekamus adalah sebagai berikut.

Kamus dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2011) didefinisiskan dengan beberapa
makna, yakni (1) buku acuan yang memuat kata dan ungkapan, biasanya disusun menurut
abjad berikut keterangan tentang makna, pemakaian, dan terjemahannya; (2) kamus juga
merupakan buku yang memuat kumpulan istilah atau nama yang disusun menurut abjad
beserta penjelasan tentang makna dan pemakaiannya,

Kamus Webster (2003), antara lain, memberikan definisi dengan (Top of Form

1) sumber referensi yang dicetak dalam bentuk elektronik yang berisi kata, biasanya disusun
secara alfabet disertai dengan informasi tentang bentuk, pengucapan, fungsi, etimologi,
makna, sintaksis, dan idiomatis, (2) referensi berupa buku daftar abjad istilah atau nama
penting untuk subjek atau aktivitas tertentu bersama dengan diskusi tentang makna dan
aplikasi, dan (3) buku referensi untuk memberikan kata seorang setara bahasa lain.
Kridalaksana (2008:107) mendefinisikan kamus dengan (1) buku referensi yang memuat
daftar kata atau gabungan kata dengan keterangan mengenai pelbagai segi maknanya dan
penggunaannya dalama bahasa; biasanya disusun menurut urutan abjad ( dalam tradisisi
Yunani-Romawi menurut abjad Yunani-Romawi, kemudian menurut abjad yang
bersangkutan; dalam tradisi Arab menurut urutan jumlah konsonan); (2 ) buku referensi yang
memuat informasi mengenai

Chaer (2007) mengemukakan beberapa konsep tentang kamus, antara lain, yang
dikemukakan oleh Pierre Labrousse (1997), kamus adalah buku kumpulan kata sebuah
bahasa yang disusun secara alfabetis diikuti dengan definisi atau terjemahannya dalam bahasa
lain. Keraf (1984) mengatakan bahwa kamus merupakan sebuah buku referensi, memuat
daftar kata yang terdapat dalam sebuah bahasa, disusun secara alfabetis disertai dengan
keterangan cara menggunakan kata itu. Selain mengemukakan berapa definisis tentang
kamus, Chaer (2007) mengemukakan bahwa dalam kamus yang ideal diberikan juga
keterangan pemenggalan kata, informasi asal-usul kata, informasi bidang penggunaan kata,
informasi baku dan tidaknya sebuah kata, informasi kata arkais dan klasik, informasi area
penggunaan kata, informasi status sebuah kata, dan berbagai informasi lainnya.
Dari beberapa definisi yang dikemukakan para pakar tersebut, dapat dikatakan bahwa kamus
tidak hanya sebagai buku referensi yang memuat kosakata beserta makna dan pemakaiannya,
kamus juga merupakan alat pendokumentasi kosakata. Hal itu dimungkinkan karena kamus
dapat menjadi wahana untuk merekam bahasa sebagai salah sarana dan alat untuk
berkomunikasi bagi manusia yang memiliki sifat dinamis dan produktif. Selain itu, bahasa
juga berkembang sejalan dengan perkembangan budaya, ilmu pengetahuan, dan teknologi.

Sehubungan dengan itu, penyusunan kamus dilakukan dengan berbagai tujuan sesuai dengan
fungsinya. Dapat pula dikatakan bahwa penyusunan kamus dilakukan dengan tujuan tertentu
yang dicanangkan dan ditentukan oleh penyusunnya. Berdasarkan tujuan penyusunan kamus,
akan didapatkan bentuk lema atau entri yang termuat dalam sebuah kamus. Dengan kata lain,
dapat dikatakan bahwa tujuan penyusunan kamus akan menentukan kosakata dan lema yang
akan termuat. Di samping itu, besar kecilnya kamus dan jumlah entri atau lema yang termuat
dalam kamus juga dipengaruhi oleh tujuan penyusunan kamus tersebut. Apabila tujuan sudah
ditentukan, pembuat kamus dapat mengumpulkan data lema yang akan termuat dalam
karyanya dengan kriteria tertentu. Penyusun kamus akan mencari data dari berbagai sumber
yang tepercaya dan dapat dipertanggung jawabkan. Dalam hal itu, media massa mempunyai
peranan yang besar yang antara lain dapat ditunjukkan sebagai berikut.

3. Peran Media Massa

Sebagai pendokumentasi kosakata, kamus atau penyususun kamus memerlukan sumber data,
baik yang berbentuk lisan maupun tulisan. Pekamus dapat menggunakan data yang tertulis
apabila masyarakat pemakai bahasa (kamus yang akan disusun) mempunyai ragam tulis. Data
tulis tersebut dapat diambil dari media massa cetak, seperti koran, majalah, atau dalam
bentuk terbitan cetak lain, seperti lembar komunikasi atau selebaran yang lain.

Dalam dunia perkamusan dapat dikatakan bahwa media massa juga berperan dalam penyedia
data atau sebagai sumber data. Hal itu tidak terlepas dari sifat bahasa yang selalu
berkembang. Dengan salah satu sifat bahasa yang selalu berkembang, dan tidak menutup
kemungkinan adanya saling pengaruh-memengaruhi antara bahasa yang satu dan bahasa yang
lain. Saling pengaruh itu dimungkinkan untuk memenuhi kebutuhan kebahasaan dari
masyarakat pemakai bahasa. Hal itu dapat dicontohkan sebagai berikut.

Sebagai bahasa yang berkembang, bahasa Indonesia mendapat pengaruh dari bahasa lain,
baik bahasa asing maupun bahasa daerah. Pengaruh dalam dunia kebahasaan terjadi karena
kebutuhan masyarakat bahasa akan adanya kosakata yang dapat digunakan sebagai
penyebutan suatu simbol. Masyakat pemakai bahasa akan menggunakan bahasa asing atau
bahasa daerah, misalnya ketika ia tidak menemukan kosakata bahasa Indonesia yang tepat
untuk mengungkapakan ide tau gagasannya. Lambat laun, tetapi pasti, bahasa yang berasal
dari bahasa asing atau bahasa daerah tersebut akan tersebar luas dan akan memperkaya
bahasa Indonesia.

Penyebaran kosakata yang berasal dari bahasa asing atau bahasa daerah tersebut sudah pasti
akan melibatkan berbagai macam media massa, baik cetak maupun elektronik. Ketersebaran
itu melibatkan pelaku media yang salah satunya adalah jurnalis. Hal itu dapat terjadi ketika
para jurnalis atau wartawan membuat berita atau menyampaikan informasi dengan
menggunakan kosakata tersebut sehingga secara langsung dan tidak langsung jurnalis dengan
media massanya itu telah menyediakan data bagi pekamus untuk bahan penyusunan
kamusnya. Data yang berupa kosakata tersebut dapat dikatakan data yang masih mentah.
Artinya, untuk dapat digunakan secara benar, baik dari segi kebahasaan maupun dari segi
nonkebahasaan, masih perlu diolah.

Pengolahan data itu melibatkan peran pekamus. Para pekamus akan mendata dan
mengumpulkan kosakata baru yang muncul dan tersebar melalui media massa tersebut. Data
yang terkumpul tersebut akan didokumentasikan atau dimasukkan dalam kamus yang akan
disusunnya dengan berbagai ketentuan yang disesuaikan dengan tujuan penyusunan kamus.
Salah satu ketentuan umum yang sampai saat ini masih berlaku adalah bahwa suatu kosakata
akan masuk menjadi warga lema untuk kamus apabila sudah termuat dalam tiga terbitan
media massa yang berbeda, misalnya karena berbeda wilayah dan penerbitnya. Di samping
itu, pekamus tentu tidak serta merta memasukkan begitu saja kosakata baru tersebut ke dalam
lema kamusnya, tetapi akan menyesuaikannya dengan aturan atau kaidah kebahasaan yang
berlaku dalam bahasa Indonesia, misalnya kaidah penulisan kata, pelafalan, morfologi, dan
pemakaian kosakata.

Kosakata baru yang berasal dari bahasa asing atau bahasa daerah dalam bahasa Indonesia
tidak hanya berbatas pada kosakata yang bersifat umum, tetapi juga dapat berupa kosakata
yang berupa istilah. Dalam hal itu, kosakata tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan
masyakat bahasa dalam bidang keilmuan tertentu. Hal itu perlu mendapat perhatian karena
seperti yang dikemukanan oleh Asmadi (2008) perkembangan dunia dalam berbagai bidang,
seperti teknologi, sastra, ekonomi, dan kebudayaan memaksa wartawan untuk
menyelaraskan bahasanya. Selanjutnya, Asmadi mengungkapkan bahwa kadang-kadang
munculnya kosakata baru dari luar negeri tidak tertampung dalam perbendaharaan bahasa
Indonesia sehingga kosakata yang muncul di media massa hanyalah penyederhanaan atau
penyesuaian dengan pemahaman yang dimiliki oleh wartawan. Pernyataan tersebut tentu saja
bukanlah tanpa alasan. Kamus sebagai wahana pendokumentasian kosakata selalu berjalan
terlambat jika dibandingkan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal itu
dimungkinkan karena kamus baru dapat mendokumentasikan kosakata yang baru setelah
kosakata tersebut tersebar.

Sehubungan dengan itu, kosakata baru atau suatu istilah muncul dan diperkenalkan oleh
bidang ilmu tertentu untuk memenuhi salah satu sifat bahasa yang selalu berkembang.
Ketersebaran pengetahuan tidak dapat tercapai dengan baik apabila bahasa pengetahuan
tersebut tidak dikenali oleh masyarakat bahasa. Oleh karena itu, pakar berbagai bidang
keilmuan akan berusaha untuk memperkenalkan ide atau gagasanya melalui bahasa yang
dapat dipahami oleh masyarakat pemakainya sehingga dapat tercapai ketersebaran
pengetahuan. Dengan demikian, pengetahuan tersebut akan dapat memberikan manfaat
kepada masyarakat.

Keberadaan dan ketersebaran kosakata yang berupa istilah itu juga tidak lepas dari peran
media massa. Istilah dapat tersebar luas dan dikenali oleh masyarakat melalui media massa.
Sebagai contoh, istilah yang digunakan dalam bidang informatika yang kemajuannya amat
cepat dapat dengan mudah dan dikenali dan digunakan oleh masyarakat bahasa melalui media
massa. kata download dan upload misalnya, begitu cepat tersebar dengan istilah berbahasa
Indonesia menjadi unduh (download) dan unggah (upload), begitu pula dengan penemuan
dalam bidang yang lain, seperti bidang konstruksi fondasi bangunan teknik cakar ayam dan
fondasi jalan layang yang dikenal dengan teknik sosrobahu. Dalam bidang pendidikan,
misalnya, dikenal kata pembentukan watak atau pembentukan karakter yang merupakan
padanan dari kata character building. Kosakata tersebut tersebar dan diterima oleh
masyarakat karena adanya media massa sebagai penginformasi yang dapat dikatakan selalu
terbarui.

4. Penutup

Kosakata atau istilah baru tidak akan dikenal oleh masyarakat pemakai bahasa apabila tidak
tersebar dan tidak dimanfaatkan oleh pemakai bahasa. Ketersebaran dan keberterimaan
sebuah kosakata baru itu banyak ditentukan dan dipengaruhi oleh seberapa besar kosakata
tersebut muncul dan digunakan sebagai kosakata yang produktif oleh masyarakat pemakai
bahasa. Masyarakat pemakai bahasa dapat mengenal kosakata itu melalui media massa, baik
cetak maupun elektronik. Dalam hal itu, media massa berperan sebagai penyebar kosakata
baru yang muncul sebagai perkembangan bahasa.

Kosakata yang bermunculan tersebut selanjutnya akan didata, didokumentasikan, dan diolah
oleh penyusun kamus sehingga dapat menjadi buku referensi. Berdasarkan pemunculan
kosakata yang digunakan dalam madia massa tersebut, media massa melalui pelakunya
medianya (wartawan atau jurnalisnya) berperan sebagai penyedia data bagi perkamusan.
Dengan demikian, dapat dikatakatan bahwa media massa mempunyai peran yang besar dalam
perkamusan. Dalam hal itu, bagi dunia perkamusan, media massa, baik cetak maupun
elektronik, mempunyai peran ganda, yaitu sebagai penyedia data dan pemasar hasil
perkamusan. Media massa dan perkamusan mempunyai hubungan timbal balik.

Daftar Pustaka

Asmadi, TD. 2008. “Merintis Bahasa Jurnalistik Baku untuk Mencerdaskan Bangsa”.
Makalah dalam Konggres IX Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa, Departemen
Pendidikan Nasional.

Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. 2012. Pedoman Umum Pembentukan


Istilah. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan
Nasional

Chaer, Abdul. 2007. Leksikologi dan leksikografi Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Putera, Prakosa Bhairawa. 2010. “Peranan Media Massa Lokal dalam Pemertahanan
Bahasa Ibu di Bangka Belitung” dalam Menyelamatkan Bahasa Ibu sebagai Kekayaan
Budaya Nasional. Bandung: Balai Bahasa Bandung dan Alqa Print.

Sugono, Dendy, dkk. 2011. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Keempat
Jakarta: Gramedia.

Webster’s. 2003. Meriam Webster’s Collegiiate Dictionary. Edisi Kesebelas. USA:


Massachusetts.
Makalah Peran Media Massa Dalam Usaha Pengembangan Dan Bahasa Indonesia BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Informasi yang diperoleh melalui berbagai
media massa memegang peranan penting dalam membentuk sikap mental masyarakat agar
dapat berperan secara aktif dalam pelaksanaan pembangunan. Peran media massa tidak dapat
disangkal telah memberikan andil bagi pembinaan dan pengembangan Bahasa Indonesia.
Media massa merupakan salah satu mitra kerja yang penting dalam pelancaran dan
penyebaran informasi tentang bahasa. Dalam media massa akan berpengaruh pada pembinaan
dan pengembangan Bahasa Indonesia. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana Bahasa Indonesia
didalam media massa ? 2. Bagaimana peran media massa dalam usaha pembinaan dan
pengembangan bahasa ? C. Tujuan Penulisan 1. Agar pembaca mengetahui dan memahami
Bahasa Indonesia didalam media massa. 2. Agar pembaca mengetahui dan memahami peran
media massa dalam usaha pembinaan dan pengembangan bahasa. BAB II PEMBAHASAN
A. Bahasa Indonesia dalam Media Massa Media massa merupakan sarana penyampaian
informasi kepada masyarakat. Dalam penyampaian informasi dalam media massa, hendaknya
para wartawan atau penulis berusaha agar bahasa yang digunakan bisa menarik perhatian
pembaca, sehingga mereka bisa memahami maksud informasi yang ada di media massa
tersebut.Wartawan dalam media massa harus menghindari adanya penulisan kata atau istilah
yang sering rancu (salah kaprah). Hendanya penulisan istilah atau kata tersebut berdasarkan
standardisasi Bahasa Indonesia yang baik dan benar, menurut pada Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Bahasa yang digunakan media massa cetak terutama surat kabar sangat
berpengaruh terhadap masyaraat pembaca. Beberapa kekeliruan pemakaian bahasa yang
didalam masyarakat seperti penggunaan kata dimana yang tidak pada tempatnya. Setelah
media massa cetak berusaha tidak memakainya, pengguna didalam masyarakat berangsur-
angsur mereda. Demikian pula halnya dengan tata kalimat. Cukup banyak media massa cetak
yang telah berupaya untuk bercermat dalam menyusun kalimat yang baik, benar, dan
menarik. Itu semua merupakan usaha penerbit untuk menyuguhkan bacaan yang komunikatif
kepada para pembaca. Hal seperti itu merupakan sumbangan penerbit media massa cetak
dalam melakuka pembinaan bahasa. Walaupun demikian, kita tida boleh menutup mata
bahwa masih banyak penerbit media massa cetak yang belum tertarik terhadap maalah
tersebut. Menurut Widminarko ada beberapa pedoman penggunaan bahasa ragam jurnalistik
yang dapat dijadikan pertimbangan dalam merumuskan standardisasi Bahasa Indonesia di
media massa : 1. Batasi penulisan akronim, kecuali yang sudah populer dimasyarakat.
Akronim yang belum populer harus dijelaskan kepanjangannya dalam tanda kurung pada
kesempatan pertama. 2. Jangan menghilangkan imbuhan kecuali dalam judul. Memenggal
awalan dapat dilakukan dalam penulisan judul, jika karena keterbatasan ruangan (kolom) atau
judul lebih atraktif (lebih hidup), sebagai contohnya boleh ditulis ”Spanyol Tundukkan
Jerman 2-1 ” namun dalam berita atau artikel ditulis menundukkan. 3. Tulis kalimat-kalimat
dalam berita secara pendek-pendek, namun jelas mana unsur S,P,O,K. Jadikan pedoman atau
gagasan dalam satu kalimat. 4. Jauhkan dari penulisan ungkapan klise yang sering digunakan
dalam transisi berita atau daam penggantia alenia. Contoh : Sementara itu, dapat
ditambahkan, perlu diketahui. 5. Hindari penulisan kata mubadzir. 6. Hindari kata asing dari
istilah yang terlalu teknis-ilmiah dalam kalimat berita, kalau terpaksa kata itu harus disertai
penjelas. 7. Pemilihan dan penggunaan kata atau istilah harus disesuaikan dengan logika.
Contoh : - Kapan digunakan kata atau istilah demilian ujarnya atau ungkapnya. - Kapan
digunakan kata-kata demikian kilahnya. 8. Penulisan kata-kata dalam kalimat langsung dapat
disesuaikan dengan kata-kata lisan yang diucapka narasumber. Namun, jka dalam kata-kata
narasumber itu ada yang salah dari kaidah bahasa yang benar, penyunting berhak
memperbaikinya. B. Peran Media Massa dalam Usaha Pembinaan dan Pengembangan Bahasa
Indonesia Peranan media massa khususnya media tertulis perlu ditingkatkan. kesadaran dan
taggung jawab para wartawan terhadap Bahasa Indonesia dan Berbahasa Indonesia harus
ditingkatkan. Seperti diketahui, hasil karya seorang wartawan menjadi anutan pemakai
bahasa sehingga dengan demikian, dakwaan Rosihan Anwar (1991 : 9) yang mengatakan.
”Sebenarnya wartawan tampil sebagai perusak bahasa” dapat dihindari. Peran serta media
massa tidak dapat disangkal bahwa media massa memberikan andil bagi pembinan dan
pengembangan Bahasa Indonesia. Kata dan istilah baru, baik bersumber dari bahasa daerah
maupun dari bahasa asing, pada umumnya lebih awal dipakai oleh media massa. Media
massa memang memiliki kelebihan. Disamping memiliki jumlah pembaca yang banyak,
media memiliki pengaruh besar dikalangan masyarakat. Oleh karena itu, media massa
merupakan salah satu mitra kerja yang penting dalam pelancaran dan penyebaran informasi
tentang bahasa. Seiring dengan itu, pembinaan Bahasa Indonesia dikalangan media massa
mutlak dipergunakan untuk menangkal informasi yang menggunakan kata dan istilah yang
menyalahi kaidah kebahasaan. Kalangan media massa harus diyakinkan bahwa mereka juga
pembinaan bahasa seperti kita. Keberadaan media massa merupakan peluang yang perlu
dimanfaatkan sebaik-bainya. Terkait dengan itu, Harmoko (1988) ketika menjadi Menteri
Penerangan, menyarankan bahwa pers sebaiknya memuat ulasan atau menyediakan ruang
pembinaan Bahasa Indonesia sebagai upaya penyebaran pembakuan yang telah disepakati
bersama. Disamping itu pers diharapkan mampu mensosialisasikan hasil-hasil pembinaan dan
pangembangan bahasa. Dan mampu menjadi contoh yang baik bagi masyarakat dalam hal
pemakaian bahasa indonesia yang baik dan benar. Harapan ini sangat munkin bisa
direalisasika karena pers telah memiliki Pedoman Penulisan Bahasa dalam Pers. Melihat
perkembangan pers saat ini banyak hal yang memprihatinkan, khususnya dalam etika
berbahasa. Hampir setiap hari berbagai hujatan dan ejekan keras terus diarahkan kepada para
pejabat dengan berbagai masalah yang menimpa mereka saat berkuasa. Dengan berpijak pada
istilah Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), pers dengan leluasa memberikan opini dengan
pernyataan-pernyataan yang bernada menghakimi oknum yang bersangkutan. Bahasa yang
terkesan kasar ini jika terus menerus mewarnai pers, tentu akan berpengaruh negatif pada
pembinaan dan pengembangan Bahasa Indonesia, karena masyarakat luas akan dengan
mudah menirukannya. Peran media massa dalam hubungannya dengan pengembangan
Bahasa Indonesia dapat terlihat dalam penggalian dan penyebarluasan bahasa dari bahasa
daerah . Sehingga penggalian bahasa daerah kedalam bahasa indonesia itu akan memperkaya
kosa kata bahasa asing selama pengungkapan bahasa daerah tersebut belum terdapat dalam
kosa kata Bahas Indonesia. Pengambilan kosa kata bahasa daerah tersebut aka memperkaya
Bahasa Indonesia. Misalnya : Kata ngaben , kahanan, gambut, mandau, pura,dan galungan.
Dengan kata lain media massa memiliki peran penting dalam pengayaan kosa kota Bahasa
Indonesia. Sekaligus menyebarluaskan kemasyarakat Indonesia luar wilayah. Media massa
menggunakan Bahasa Indonesia sebagai sarana untuk menyampaikan berita, informasi, iklan,
opini dan artikel kemasyarakat pembaca. Secara tidak langsung, media massa merupakan
media pendidikan bagi warga masyarakat dalam Berbahasa Indonesia . Misalnya : Kata
”anda” yang digunakan untuk memperkaya kata ganti orang kedua. Dalam pembinaan, media
massa menjadi guru bagi masyarakat pembacanya terutama dalam pembiasaan diri
menggunakan Bahasa Indonesia. Media memainkan peran dalam mencerdaskan kehidupan
Bangsa Indonesia khususnya dalam kegiatan berkomunikasi menggunakan Bahasa Indonesia.
Media massa menyajikan berita dalam Bahasa Indonesia secara tidak langsung mengharuskan
masyarakat untuk belajar Bahasa Indonesia. Mengingat peranan yang sangat strategis tersebut
media massa diharapkan menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar dengan tetap
melihat pada standardisasi dalam penulisan di media massa. Informasi yang diperoleh melalui
berbagai media massa memegang peranan sangat penting dalam membentuk sikap mental
masyarakat agar dapat berperan secara aktif dalam pelaksanaan pembangunan umumnya dan
terhadap kesadaran untuk aktif menjaga kelestarian Bahasa Indonesia. BAB III PENUTUP A.
Kesimpulan Dalam perkembangan Bahasa Indonesia, media massa mempunyai beberapa
peranan antara lain : 1. Memperkaya kosakata Bahasa Indonesia penggunaan kosakata
daerah. 2. Sebagai media pendidikan bagi warga masyarakat dalam Berbahasa Indonesia. 3.
Sebagai media pembelajaran bagi warga masyarakat dalam berkomunkasi melalui Bahasa
Indonesia. Penulisan Bahasa Indonesia dalam media massa antara lain : 1. Membatasi
penulisan akronim. 2. Jangan menghilangkan imbuhan kecuali dalam judul. 3. Menuliskan
kalimat-kalimat dalam berita cecara terpadu. 4. Menggunakan kalimat efektif. 5. Memilih
kata atau istilah secara tepat. 6. Menghindari istilah-istilah asing,teknis, dan ilmiah. 7.
Menghindari penulisan kata secara mubadzir. B. Saran Berdasarkan pembahasan dan
kesimpulan yang ada maka dapat ditarik sebuah saran bagi pembaca pada rekan-rekan
mahasiswa perlunya pembahasa lebih banyak lagi yaitu dengan beberapa referensi guna
penyempuraan kedepannya. DAFTAR PUSTAKA Anwar Rosihan.Bahasa Indonesia dan
Media Massa Elektronika. Makalah Munas V dan Semloknas I HPBI, Padang panitia
penyelenggara,1991. Masnur Muslich dan Suparno. Bahasa Indonesia : Pembinaan dan
Pengembangannya, Malang : 1988. KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan
atas kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga makalah ini
dapat kami disusun dengan judul “Mutu Pengunaan Bahasa Indonesia Dalam Media Massa”.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan dan penyusunan makalah ini masih banyak terdapat
kesalahan dan kekurangan. Untuk itu, kami sebagai penyusun makalah ini tidak henti-
hentinya meminta kritik dan saran yang sifatnya membangun semangat kami agar nantinya
kami bisa menulis dan menyusun makalah yang lebih baik dari makalah-makalah
sebelumnya. Lambuya , Maret 2013 P e n u l i s

Make Money Online : http://ow.ly/KNICZ


Pertemuan ke ix peran media massa dalam pengemembangan dan pembinaan bahasa

1. 1. OLEH BUKHORI MUSLIM, M. Pd PERAN MEDIA MASSA DALAM PENGEMEMBANGAN DAN


PEMBINAAN BAHASA INDONESIA PERTEMUAN KE-IX
2. 2. Pendahuluan  Dalam seminar politik bahasa 1978 Gunawan Mohamad menyatakan
bahwa peranan pers dalam pengembangan bahasa Indonesia besar sekali.  Namun
setengaj abad kemudian setelah sumpah pemuda keadaan menjadi berubah. Orang merasa
tampaknya mendapatkan kesulitan sehingga bahasa yang disajikan dalam berita itu sangat
tidak memenuhi syarat sebagai bahasa Indonesia yang baik dan benar, maupun sebagai
bahasa Indonesia ragam jurnalistik yang mengutamakan efesiensi dalam penggunaan kata-
kata. Hal ini disebabkan karena sumber
3. 3. Lanjutan  Perkembangan bahasa Indonesia ragam lisan sejak proklamasi terutama dalam
penggunaan bahasa dalam berbagai siaran radio, televisi, dan percakapan lainnya. Hal ini
tidak diimbangi dalam mengubah bahasa bahasa Lisan ke dalam ragam tulis oleh insan pers.
Akibatnya makin lama bahasa pers dalam posisi dipengaruhi bukan mempengaruhi.
Perananya lebih bersifat pasif terhadap bahasa Indonesia.
4. 4.  Sementara itu pada kongres bahasa Indonesia IV 1983, Harmoko dan Kurnia
mengungkapkan bahawa media massa mempunyai peranan besar dalam pengembangan
bahasa.  Begitu juga dengan Taha dalam kongres bahasa VI mengatakan bahwa media
massa memiliki peranan yang sangat besar dalam pembinaan bahasa Indonesia.  Kedua
pendapat tersebut menggunakan istilah perkembangan, pengembangan, dan pembinaan
bahasa.
5. 5. Konsep Perkembangan Bahasa dalam Media Massa  Kata perkembangan secara
gramatikal bermakna hal berkembang, hal berubah dari satu keadaan ke kadaan yang lain
yang lebih besar, lebih baik, lebih maju, atau juga lebih sempurna. Perkembangan atau
perubahan bahasa adalah sesuatu yang bersifat kodrati. Artinya bahasa bersifat dinamis, lalu
berubah sesuai dengan perkembangan masyarakat dan budaya.
6. 6. Lanjutan  Menjelang akhir abad sembilan belas dan awal abad dua puluh perkembangan
bahasa Melayu di Indonesia sejalan dan seiring dengan perkembangan koran dan
perkembangan kesadaran keindonesian ditandai dengan banyaknya tokoh pergerakan
bangsa.  Sejak abad XX ada dua macam surat kabar yang pernah terbit dan menggunakan
ragam bahasa yang sesuai dengan abad yang berkembang pada waktu itu.  Surat kabar
pertama yang menumpukan kekuatannya terutama pada berita, lalu menyajikan berita
secara sensasional dengan ragam bahasa sehari-hari yang menurutnya akan menarik
perhatian masyarakat umum golongan bahwah, sehingga bahasa yang digunakan bukan
hanya jauh dari kriteria jurnalistik.
7. 7. Lanjutan  Kedua, surat kabar yang menumpukan kekuatan bukan hanya pada berita
tetapi juga pada masalah-masalah lain seperti permasalahan ekonomi, pendidikan agama,
dan lain-lain. Sehingga suart kabar tersebut sering memuat artikel tentang masalah –
masalah dari pengarang lepas. Ragam bahasa yang diggunakan sudah mengarah kepada
ragam bahasa standar jurnalistik yang jauh bedanya dengan ragam bahasa yang diggunakan
oleh kategori pertama.
8. 8. Lanjutan  Hal yang sering merwarnai perkembangan bahasa Indonesia pada media
massa adalah banyaknya insan pers yang belum dapat menggunakan bahasa Indonesia
terutama untuk ragam jurnalistik dengan baik; meskipun buku petunnjuk untuk dapat
menulis berita dengan baik banyak tersedia.  Jadi, jika ditanyakan adakah peran pers
terhadap perkembangan bahasa Indonesia maka jawabannnya ada.
9. 9. Pengemmbangan Bahasa Indonesia dalam media mass  Pengembangan bahasa menurut
Halim adalah keseluruhan usaha dan kegiatan yang dengan secara sadar ditunjukkan kepada
penyusaian struktur dan fungsi bahasa Indonesia dengan kebutuhan kemasyarakatan, baik
yang nyata mapun yang mungkin ada di dalam hibungannya dengan perkembanngan ilmu
dan teknologi serta kemungkinan-kemungkinan bagi masa depan.  Jadi pengembangan
bahasa adalah kegiatan sadar yang bersifat dinamis, sesuai dengan dinamika masyarakat
pemakai bahasa. Kegiatan pengembangan bahasa itu mencakup semua aspek kebahasaan,
termasuk tata bunyi, ejaan, tata bentuk, kata, tata kalimat dan kosa kata (Moliono, 1981).
10. 10. Lanjutan  Jadi usaha pusat bahasa dalam menyusun EYD, Buku Tata Bahasa Baku,
penyususnan Kamus, penyususnan istilah berbagai bidang ilmu adalah termasuk kegiatan
pengemabangan bahasa.  Dalam hal ini insan pers ikut terlibat dalam usaha pembinaan
bahasa secara pasif karena penyebarluasan dan sosialisasi hasil pengembangan itu
senantiasa sering disampaikan melalui media massa. Namun, upaya sosialisasi hasil
pengembangan itu, lebih dianggap sebagai kegiatan pembinaan.
11. 11. Pembinaan Bahasa  Pembinaan bahasa menurut Halim adalah peningkatan mutu
bahasa indonesia sehingga masyarakat Indonesia memiliki kebanggan dan kegairahan
menggunakannya dengan baik dan benar dengan tidak mencampuradukkannya dengan
bahasa lain, baik bahasa asing maupun bahasa daerah. Dengan kata lain, sasaran pembinaan
bahasa Indonesia adalah manusia-manusia Indonesia agar mereka bangga menggunakan
bahasa Indonesia.  Berdasarkan konsep tersebut maka kegiatan penyuluhan bahasa yang
dilakukan oleh pusat bahasa atau lembaga-lembaga lain, termasuk perguruan tinggi dan
organisasi kebahasaan dapat disebutkan sebagai kegiatan pembinaan bahasa.
12. 12. Kesimpulan  Media massa memang mempunyai peranan besar dalam perkembangan
bahasa Indonesia. Begitu juga media massa punya peran yang sangat besar dalam kegiatan
pembinaan bahasa Indonesia yaitu dengan turut serta menyebarkan hasil pengembangan
dan menyajikan masalah- masalah kebahasaan baik secara berkala, maupun tidak. Namun,
media masa tampaknya tidak berperan dalam kegiatan pengembangan bahasa secara aktif,
media massa ahanya berperan secara pasif sebagai penyebarluasan hasul pengemabangan
itu. Refrensi: Chair. 2013. Pembinaan Bahasa
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan nikmat serta hidayah-
Nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah “Kebijakan, Sikap Dan Perencanaan Bahasa” dengan lancar.
Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah belajar dan pembelajaran di
program studi Bahasa Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan pada Universitas
VIKTORY SORONG. Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada Agustinus
G.Gifelem ,S.Pd selaku dosen pembimbing mata kuliah pembinaan dan perkembangan
bahasa dan kepada segenap pihak yang telah memberikan bimbingan serta arahan selama
penulisan makalah ini.

Akhirnya penulis menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan-kekurangan dalam penulisan


makalah ini, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari para
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam berbagai media massa nasional, bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa
pengantar berita hasil reportase para kuli tinta. Bahkan, jauh sebelum Indonesia merdeka,
media massa telah berperan dalam menjalankan tugas perluasan atau penyebaran penggunaan
bahasa Indonesia. Hingga masa beralih, media massa senantiasa menjadi rekan dalam upaya
pembinaan bahasa Indonesia. Pembinaan bahasa Indonesia adalah tugas setiap lapisan
masyarakat, karena pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia melibatkan segenap
lapisan masyarakat termasuk lembaga-lembaga pemerintah, sektor swasta, media massa,
terutama lembaga-lembaga pendidikan baik formal maupun non-formal yang secara langsung
berorientasi dengan bahasa Indonesia karena bahasa Indonesia merupakan bahasa pengantar
dalam dunia pendidikan.
Selama ini masyarakat menilai pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di sekolah
kurang menunjukkan hasil yang memuaskan. Siswa kurang memiliki pengalaman berbahasa
yang baik.. Diantaranya kemampuan menulis yang kurang memadai, kebiasaan membaca
yang tidak mentradisi, kurang mahir berbicara, serta belum mampu mengapresiasi dan
berekspresi sastra sesuai dengan harapan.
Meskipun kurikulum selalu mengalami perubahan, pelatihan guru dilangsungkan, seminar
dan diskusi bergulir, kualitas buku ajar diperbaiki, serta jumlah buku di perpustakaan
ditambah. Selain itu untuk meningkatan mutu pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia dapat
dilakukan dengan melaksanakan inovasi pembelajaran termasuk dalam memanfaatkan alat-
alat teknologi atau information communication technology (ICT) School Models.
Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional
peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi.
Pembelajaran bahasa diharapkan membantu peserta didik mengenal dirinya, budayanya, dan
budaya orang lain, mengemukakan gagasan dan perasaan, berpatisipasi dalam masyarakat
yang menggunakan bahasa tersebut dan menemukan serta menggunakan kemampuan analitis
dan imaginatif yang ada dalam dirinya. Sehingga bahasa Indonesia dan bahasa inggris di
masukkan kedalam pendidikan formal.
Ketika bahasa menjadi objek dari sebuah diskursus yang dipelajari dan alat penutur
dalam menyampaikan pelajaran lainnya di institusi pendidikan, dalam kasus ini adalah
sekolah bilingual, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris menjadi modal simbolis dan bagian
dari akumulasi proses pembelajaran yang akan mentransformasi bukan hanya sekedar transfer
pengetahuan dan keterampilan secara substansial tetapi pembentukan identitas siswa tersebut
secara psikososial. Intensitas pemakaian bahasa di sekolah baik secara formal di kelas
maupun dalam sosialisasi informal akan membentuk atau mencegah siswa tumbuh menjadi
individu dengan karakteristik tertentu. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Bourdieu bahwa
sistem pendidikan akan berperan menjadi aktor yang menentukan dalam proses konstruksi,
legitimasi dan imposisi dari bahasa resmi.
Pusat pembinaan dan Pemasyarakatan mempunyai tugas melaksanakan penyusunan
kebijakan teknis, pemasyarakatan, peningkatan mutu pembelajaran bahasa dan sastra, serta
peningkatan peran dan pengendalian penggunaan bahasa dan sastra. Pembinaan bahasa
Indonesia adalah tugas setiap lapisan masyarakat, karena pembinaan dan pengembangan
bahasa Indonesia melibatkan segenap lapisan masyarakat termasuk lembaga-lembaga
pemerintah, sektor swasta, media massa, terutama lembaga-lembaga pendidikan baik formal
maupun non-formal yang secara langsung berorientasi dengan bahasa Indonesia karena
bahasa Indonesia merupakan bahasa pengantar dalam dunia pendidikan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana peran media massa dalam pengembangan dan pembinaan bahasa?
2. Bagaimana cara meningkatkan mutu pembelajaran bahasa Indonesia yang apresiatif
disekolah?
3. Bagaimana kedudukan bahasa Indonesia dan bahasa inggris dalam pendidikan formal?
4. Bagaimana pembinaan bahasa Indonesia dan program sekolah bilingual?
5. Bagaimana peran pusat bahasa dan pembinaan bahasa?
C. Tujuan Makalah
1. Mengetahui peran media massa dalam pengembangan dan pembinaan bahasa
2. Mengetahui cara meningkatkan mutu pembelajaran bahasa Indonesia yang apresiatif
disekolah
3. Mengetahui kedudukan bahasa Indonesia dan bahasa inggris dalam pendidikan formal
4. Mengetahui pembinaan bahasa Indonesia dan program sekolah bilingual
5. Mengetahui peran pusat bahasa dan pembinaan bahasa.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Peran Media Massa Dalam Pengembangan dan Pembinaan Bahasa
Dalam berbagai media massa nasional, bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa
pengantar berita hasil reportase para kuli tinta. Bahkan, jauh sebelum Indonesia merdeka,
media massa telah berperan dalam menjalankan tugas perluasan atau penyebaran penggunaan
bahasa Indonesia. Hingga masa beralih, media massa senantiasa menjadi rekan dalam upaya
pembinaan bahasa Indonesia. Kemajuan teknologi, kemampuan daya beli masyarakat, serta
kebutuhan untuk berinterksi dengan isu hangat terkini, mengarahkan masyarakat untuk
senantiasa mengakses sumber berita dalam bentuk informasi elektronik melalui internet. Di
antara beragam jenis berita yang tersajikan, bahasa Indonesia berperan sebagai pengantar
yang efektif untuk menyampaikan pesan-pesan tersebut. .
1. Kedudukan Bahasa Indonesia Dalam Media Massa
Dalam Pasal 39 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa,
Dan Lambang Negara, Serta Lagu Kebangsaa (selanjutnya disebut “UU No. 24 Tahun
2009″), ditetapkan bahwa bahasa Indonesia wajib digunakan dalam informasi melalui media
massa. Pengaturan tentang pentingnya penggunaan bahasa Indonesia oleh media massa
menjadi penting karena media massa menceritakan peristiwa-peristiwa, mengkonstruksikan
realitas dari berbagai peristiwa tersebut, hingga menjadi artikel atau wacana yang bermakna.
Dalam proses rekonstruksi realitas, bahasa adalah unsur yang utama. Bahasa merupakan
instrumen pokok untuk menceritakan realitas, alat konseptualisasi, dan alat narasi.
Selain itu, pendapat Giles dan Wiemann bahwa bahasa mampu menentukan konteks,
sehingga melalui bahasa (pilihan kata dan cara penyajiannya) seseorang (dalam hal ini para
wartawan/wartawati) bisa mempengaruhi orang lain (menunjukkan kekuasannya). Posisi
media massa yang mampu membangun pengaruh melalui penentuan konteks dan konstruksi
peristiwa berperan penting dalam upaya pembinaan bahasa Indonesia, terutama jika bahasa
pengantar yang dipakai adalah bahasa Indonesia. Dalam Penjelasan Pasal 41 ayat (2) UU No.
24 Tahun 2009, ditetapkan bahwa yang dimaksud dengan pembinaan bahasa adalah upaya
meningkatkan mutu penggunaan bahasa melalui pembelajaran bahasa di semua jenis dan
jenjang pendidikan serta pemasyarakatan bahasa ke berbagai lapisan masyarakat. Selain itu,
pembinaan bahasa juga dimaksudkan untuk meningkatkan kedisiplinan, keteladanan, dan
sikap positif masyarakat Indonesia terhadap bahasa Indonesia.
2. Peran Media Massa Dalam Upaya Pembinaan Bahasa Indonesia
Sebagaimana dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers
(selanjutnya disebut “UU No. 40 Tahun 1999”), ditetapkan bahwa pers nasional mempunyai
fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, kontrol sosial, serta lembaga ekonomi.
Terhadap artikel hukum yang memuat kebijakan publik, peran media massa adalah
menjembatani kebutuhan komunikasi antara Pemerintah sebagai pembuat kebijakan publik
dengan masyarakat selaku pihak yang akan terikat untuk melaksanakan kebijakan publik
tersebut. Terhadap peran tersebut, Prof. Satjipto Rahardjo menjelaskan bahwa komunikasi
berperan penting sebagai jembatan antara kedua kutub itu. Lebih dalam, Prof. Satjipto
Rahardjo menelaah kepada sejarah Indonesia sebagai bekas koloni Belanda, sehingga sistem
hukum yang berlaku pada masa pemerintahan Belanda tetap berlaku pasca Indonesia
merdeka. Negara dengan sistem civil law tersebut mengembangkan cara berhukum yang
mendasarkan pada supremasi peraturan (rule-based). Cara berhukum menjadi ‘top down’ di
mana proses pembuatan hukum berada di atas kemudian diterapkan ke bawah. Akibat dari
cara berhukum tersebut, muncul kesenjangan antara hukum yang ditulis dalam peraturan
perundang-undangan dengan persepsi masyarakat awam.
Selain itu, Harold D. Lasswell dan Charles Wright menjelaskan bahwa media massa
dapat menempati fungsi informasi. Fungsi informasi adalah pengamatan sosial, merujuk pada
upaya penyebaran informasi dan interpretasi obyektif tentang berbagai peristiwa yang terjadi
di dalam dan di luar lingkungan sosial. Fungsi informasi dapat bertujuan untuk mencapai
kontrol sosial agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Sebagai media komunikasi
yang mempergunakan bahasa Indonesia, media massa dapat memainkan peranan yang lebih
besar dalam meningkatkan sikap positif dan menghargai serta menggalakkan penggunaan
bahasa yang lebih cendekia dengan mengungkapkan bahasa secara lebih rasional dan
berpegang pada konvensi-konvensi bahasa yang sudah baku. Dari hal tersebut, media massa
menjalankan fungsi informasi dan fungsi kontrol sosial terhadap upaya pembinaan bahasa
Indonesia bagi masyarakat Indonesia.
3. Jenis Media Massa
Media massa terdiri atas media cetak dan media elektronik. Masing-masing jenis media
ini terdiri atas beberapa bentuk media yang masing-masing memiliki ciri khas dan
menimbulkan implikasi khusus (Sucipto, dkk. 1998:27). Akibatnya untuk memahami media
massa perlu lebih dahulu mengetahui aneka bentuk dan ragam variasinya. Media massa cetak
meliputi koran (harian, mingguan, tabloid), majalah (berita, khusus, hiburan), buletin atau
terbitan berkala, buku (pengetahuan, cerita, komik), dan selebaran lepas. Media massa
elektronik meliputi radio, televisi dan internet. Media massa harus memberikan pengawasan
dan korelasi, karena seringkali media massa bertindak sebagai sumber hiburan dalam
masyarakat (Wright, 1998:25). Media massa cetak cenderung menjadi media berita,
sedangkan media massa elektronik cenderung menjadi hiburan.
B. Cara Meningkatkan Mutu Pembelajaran Bahasa Indonesia Yang Apresiatif di
Sekolah
Pendidikan merupakan respon terhadap perkembangan tuntutan global sebagai suatu
upaya untuk mengadaptasikan sistem pendidikan yang mampu mengembangkan sumber daya
manusia untuk memenuhi tuntutan zaman yang sedang berkembang. Melalui reformasi
pendidikan, pendidikan harus berwawasan masa depan yang memberikan jaminan bagi
perwujudan hak-hak azasi manusia untuk mengembangkan seluruh potensi dan prestasinya
secara optimal guna kesejahteraan hidup di masa depan. Dalam proses pembelajaran
melibatkan proses berfikir, membangun suasana dialogis, dan proses Tanya jawab terus
menerus yang diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan berfikir siswa ,
yang pada gilirannya kemampuan berfikir itu dapat membantu siswa untuk memperoleh
pengetahuan yang mereka konstruksi sendiri. “ (Syaiful Sagala,2003 : 63).
Mata pelajaran Bahasa Indonesia memiliki peranan penting dalam dunia pendidikan.
Pelajaran Bahasa Indonesia tidak hanya mengajarkan tentang materi kebahasaan saja, tetapi
juga materi kesastraan. Kedua materi tersebut direncanakan dan mendapat bagian yang sama
sehingga pengajarannya juga harus seimbang. Mengikutsertakan pengajaran sastra dalam
kurikulum berarti akan membantu siswa berlatih keterampilan membaca dan mungkin
ditambah sedikit keterampilan menyimak, berbicara, dan menulis yang masing-masing erat
hubungannya (Rahmanto, 2004:17).
Dalam pengajaran sastra, siswa dapat melatih keterampilan menyimak dengan
mendengarkan suatu karyasastra yang dibacakan oleh guru atau teman serta siswa dapat
mendiskusikan dan kemudian menulis hasil diskusinya sebagai latihan keterampilan menulis.
Rahmanto (2004:16) mengungkapkan empat manfaat pembelajaransastra, yaitu:
1. membantu keterampilan berbahasa,
2. meningkatkan pengetahuan budaya,
3. mengembangkan cipta dan rasa,
4. menunjang pembentukan watak. Sebuah karya sastra dapat membangkitkan
Daya kreativitas serta imajinasi siswa. Rangsangan dari sebuah karya sastra
merupakan sebuah kesadaran kreatif sekaligus kesadaran kritis di dalam diri siswa yang akan
dibutuhkan oleh cabang ilmu apa pun yang dikehendaki. Tumbuhnya kesadaran siswa akan
pentingnya mengapresiasikan sastra akan mendorong mereka pada kemampuan melihat
persoalan secara objektif, membentuk karakter, merumuskan watak, dan kepribadian. Dengan
kata lain, karena manfaat pengajaran sastra adalah meningkatkan kualitas kemanusiaan siswa,
tidak bisa tidak, pengajaran sastra harus diletakkan sama pentingnya dengan pelajaran lain.
Apresiasi cerpen merupakan salah satu pengajaran sastra. Edgar Allan Poe (dalam
Nurgiyantoro, 2007:10) menyatakan bahwa cerpen adalah sebuah cerita yang selesai dibaca
dalam sekali duduk, kira-kira berkisar antarasetengah sampai dua jam. Cerpen juga
merupakan jenis sastra yang digemari oleh masyarakat.
Apresiasi cerpen adalah salah satu aspek kemampuan bersastra yang harus dikuasai
siswa yang tercantum dalam Standar Kompetensi danKometensi Dasar (SKKD) kelas IX
SMP. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dibuat berdasarkan SKKD. Standar
Kompetensi tersebut adalahmemahami wacana sastra melalui kegiatan membaca buku
kumpulan cerita pendek (cerpen). Kompetensi Dasar yang harus dikuasai siswa, yaitu
(1)menemukan tema, latar, penokohan pada cerpen-cerpen dalam satu buku kumpulan
cerpen, dan (2) menganalisis nilai-nilai kehidupan pada cerpen-cerpen dalam satu buku
kumpulan cerpen.
Tujuan pembelajaran sastra adalah siswa mampu menentukan tema, latar, penokohan
suatu cerpen dan mampu menemukan nilai-nilai kehidupan suatu cerpen. Dalam
pelaksanaannya, pembelajaran apresiasi cerpen masih dijumpai guru tidak memakai media
serta sumber pembelajaran yang variatif. Ketiadaan media serta sumber pembelajaran yang
variatif menyebabkan siswa merasa jenuh mengikuti pelajaran Bahasa Indonesia, khususnya
apresiasi cerpen. Hal tersebut mengakibatkan pembelajaran apresiasi cerpen berjalan
monoton dan kurang membangkitkan kreativitas Siswa. dalam pembelajaran apresiasi cerpen
perlu memanfaatkan media yang sesuai agar dapat memacu kreativitas dan antusias siswa
dalam mengikuti pembelajaran apresiasi cerpen. Pemanfaatan media yang sesuai dengan
materi belajar dapat member pengalaman belajar yang sangat dibutuhkan siswa. Guru harus
bisa memilih media yang sesuai dengan materi pelajaran. Menurut Hamalik (dalam Arsyad,
2007:15) pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat
membangkitkan keinginan, minat yang baru, membangkitkan motivasi, rangsangan kegiatan
belajar, dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa.
Menerapkan tindakan dalam pembelajaran apresiasi cerpen dengan media audio yang
berupa rekaman pembacaan cerpen, diharapkan pembelajaran apresiasi cerpen di kelas dapat
membawa berbagai manfaat positif dalam pendidikan. Media audio adalah salah satu media
pembelajaran yang berupa rekaman pesan dan isi pembelajaran untuk merangsang pikiran,
perasaan, perhatian, dan kemauan siswa sebagai upaya mendukung terjadinya proses belajar
(Arsyad, 2007:44).
Penggunaan media audio ini diharapkan dapat menumbuhkan motivasi siswa dalam
belajar. Apabila motivasi telah terbentuk dalam diri siswa, pembelajaran akan berjalan lancar
dan akan tercapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Media audio yang berupa
rekaman tape recorder ini sangat praktis digunakan dan di sekolah tersebut juga tersedia tape
recorder untuk memutar rekaman pembacaan cerpen. Media audio merupakan bentuk media
pembelajaran yang murah dan terjangkau (Arsyad, 2007:45).

C. Kedudukan Bahasa Indonesia Dan Bahasa Inggris Dalam Pendidikan Formal


Pendidikan formal merupakan pendidikan di sekolah yang di peroleh secara teratur,
sistematis, bertingkat, dan dengan mengikuti syarat-syarat yang jelas. Sebagai lembaga
pendidikan formal, sekolah yang lahir dan berkembang secara efektif dan efisien dari dan
oleh serta untuk masyarakat, merupakan perangkat yang berkewajiban memberikan
pelayanan kepada generasi muda dalam mendidik warga negara.
1. Kedudukan bahasa Indonesia dalam pendidikan formal
Bahasa Indonesia berdasarkan kedudukan sebagai bahasa nasional menurut hasil
perumusan seminar politik bahasa Indonesia pada tanggal 25-28 februari 1975 bahwa bahasa
Indonesia berfungsi sebagai berikut:
a. Sebagai Lambang Kebanggaan Kebangsaan
Bahasa Indonesia mencerminkan nilai-nilai sosial budaya yang mendasari rasa
kebangsaan kita. Atas dasar ini, bahasa Indonesia kita pelihara dan kembangkan serta rasa
kebanggaan pemakainya senantiasa kita bina.
b. Sebagai Lambang Identitas Nasional
Bahasa Indonesia kita junjung di samping bendera dan lambang negara kita. Di
dalam melaksanakan fungsi ini bahasa Indonesia tentulah harus memiliki identitasnya sendiri
pula sehingga ia serasi dengan lambang kebangsaan kita yang lain.
c. Alat Perhubungan Antarwarga, Daerah, dan Budaya
Fungsi bahasa Indonesia yang ketiga sebagai bahasa nasional adalah sebagai alat
perhubungan antarwarga, antardaerah dan antarsuku bangsa. Berkat adanya bahasa nasional
kita dapat berhubungan satu dangan yang lain sedemikian rupa sehingga kesalahpahaman
sebagai akibat perbedaan latar belakang sosial budaya dan bahasa tidak perlu dikhawatirkan.
d. Alat yang Memungkinkan Penyatuan Berbagai Suku Bangsa Indonesia
Fungsi bahasa indonesia yang keempat dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional
adalah sebagai alat yang memungkinkan terlaksananya berbagai alat suku bangsa yang
memiliki latar belakang sosial budaya dan bahasa yang berbeda-beda dalam satu kesatuan
kebangsaan yang bulat.
Di dalam hubungan ini, bahasa Indonesia memungkinkan berbagai suku bangsa itu
mencapai keserasian hidup sebagai bangsa yang bersatu dengan tidak perlu meninggalkan
identitas kesukuan dan kesetiaan kepada nilai-nilai sosial budaya serta latar belakang bahasa
daerah yang bersangkutan. Sejalan dengan fungsinya sebagai alat perhubungan antar daerah
dan antar budaya, bahasa Indonesia telah berhasil pula menjalankan fungsinya sebagai alat
pengungkap perasaan, sehingga dengan melihat kedudukan bahasa Indonesia yang diuraikan
diatas dan sangat dibutuhkan oleh semua masyarakat atau peserta didik maka bahasa
Indonesia masuk sebagai pendidikan formal.
2. Kedudukan bahasa inggris dalam pendidikan formal
Tidak dapat dipungkiri, bahwa Bahasa Inggris adalah Bahasa pergaulan
internasional.Bahasa Inggris digunakan pada sidang-sidang resmi Perserikatan Bangsa
Bangsa (PBB).Bahasa Inggris juga digunakan sebagai bahasa standar penerbangan
internasional. Kemanapun kita pergi di seluruh belahan dunia ini, kita dihadapkan pada
penggunaan Bahasa Inggris saat pertama kali kita menginjakkan kaki di airport atau
pelabuhan udara dari negara yang kita tuju. Ini membuktikan bahwa Bahasa Inggris sangat
luas digunakan. Oleh karena itu, mempelajari dan menguasai Bahasa Inggris adalah suatu
kebutuhan, kalau kita tidak mau mengatakannya suatu keharusan. Untuk di Indonesia,
mempelajari Bahasa Inggris masih merupakan sesuatu yang sangat susah bagi sebagian besar
orang, dan bahkan terkadang menakutkan bagi beberapa kalangan. .
Bahasa Inggris adalah bisnis yang besar, Kemampuan berbahasa Inggris itu penting
bagi daya saing seseorang .Dengan kemampuan berbahasa Inggris yang baik, daya saing
baik, yang berguna untuk negara kita juga,”. Namun bukan berarti kita harus melupakan
bahasa indonesia yang memang sudah menjadi bahasa kebangsaan kita. Pendidikan Bahasa
merupakan salah satu unsur pendidikan sebagai materi pembelajaran baik dalam suatu
lembaga pendidikan formal, tentang potret pendidikan bahasa inggris di Indonesia kita tidak
hanya berpikir pada sekolah-sekolah yang ada diperkotaan saja. Yang menjadi focus tentang
potret pendidikan bahasa inggris masa kini yang dilihat dalam konteks pendidikan bahasa
inggris di Indonesia.
Sebagai langkah awal tentang potret pendidikan bahasa inggris di Indonesia saat ini,
jika dilihat dari sudut pemerataan pendidikan tidak bisa diabaikan Berdasarkan uraian diatas,
pemerataan baik sarana maupun sarana yang berfungsi sebagai pendukung dalam proses
pembeljaran juga memiliki dampak yang berbeda, siswa-siswa atau pelajar yang mempelajari
bahasa inggris didaerah peerkotaan memiliki kemampuan bahasa Inggris lebih baik dari
siswa pinggiran. Salah satu jawabannya adalah adanya akses untuk terlibat aktif dalam
berbahasa Inggris.Jadi bisa disimpulkan jika salah satu kunci untuk bisa menguasai bahasa
Inggris dengan baik adalah dengan secara aktif terus memakai bahasa Inggris atau terlibat
aktif dalam penggunaan bahasa Inggris (target language) seperti yang dilakukan kebanyakan
siswa-siswa di perkotaan.
Perhatian pertama tertuju pada kurikulum yang telah ditetapkan disekolah apakah
sudah mampu berkontribusi dalam peningkatan pendidikan bahasa inggris atau tidak. Secara
Umum, kurikulum yang dibuat sekolah belum mampu membuat siswa-siswa di Indonesia
bisa secara aktif berbahasa Inggris. Selanjutnya, Jika ditilik dari intesitas pembelajaran
bahasa Inggris di Indonesia, saat ini anak-anak sudah memiliki banyak sekali waktu untuk
belajar bahasa Inggris (dari TK sampai PT). Secara logika dan teori, dengan mudah bisa
dipahami implikasinya, jika anak-anak memiliki banyak waktu belajar bahasa Inggris, maka
dia dengan cepat akan bisa berbahasa Inggris apalagi mereka belajar bahasa Inggris sejak usia
dini.
Di Indonesia, bahasa Inggris hanya dipelajari di sekolah namun tidak dipakai dalam
kehidupan sehari-hari. Karena itulah Bahasa Inggris di Indonesia secara umum diajarkan
sebagai bahasa asing.Istilah 'bahasa asing' dalam bidang pengajaran bahasa berbeda dengan
'bahasa kedua'.Bahasa asing adalah bahasa yang yang tidak digunakan sebagai alat
komunikasi di negara tertentu di mana bahasa tersebut diajarkan.Sementara bahasa kedua
adalah bahasa yang bukan bahasa utama namun menjadi salah satu bahasa yang digunakan
secara umum di suatu negara.Hal ini jika kita kembalikan lagi berdasarkan pengertian bahasa
sebagai System of communication in speech and writing used by people of a particular
Country. Maka, Status dari bahasa baik sebagai bahasa ibu,bahasa kedua, maupun bahasa
asing juga akan berdampak pada tujuan akan suatu bahasa itu untuk dipelajari.
D. Pembinaan Bahasa Indonesia dan Program Sekolah Bilingual
1. Pembinaan bahasa indonesia
Pembinaan bahasa Indonesia adalah tugas setiap lapisan masyarakat, karena
pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia melibatkan segenap lapisan masyarakat
termasuk lembaga-lembaga pemerintah, sektor swasta, media massa, terutama lembaga-
lembaga pendidikan baik formal maupun non-formal yang secara langsung berorientasi
dengan bahasa Indonesia karena bahasa Indonesia merupakan bahasa pengantar dalam dunia
pendidikan.
Namun, sejauh manapun kita melibatkan diri pada usaha pembinaan dan
pengembangan bahasa Indonesia itu, kita mesti juga mengetahui bahwa kita tidak begitu saja
mengembangkan bahasa Indonesia itu tanpa aturan, karena bahasa Indonesia ini milik semua
suku, milik semua kebudayaan, dan milik semua perbedaan yang ada di negara kita ini. Maka
dalam usaha pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia ini haruslah ada campur tangan
pemerintah dalam penyerataan dalam penggunaan bahasa Indonesia agar tidak terjadi ketidak
sesuaian dalam penerimaan pemakai bahasa Indonesia itu.

Standar kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia merupakan kualifikasi


kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan,
keterampilan berbahasa, dan sikap positif terhadap bahasa dan sastra Indonesia. Standar
kompetensi ini merupakan dasar bagi peserta didik untuk memahami dan merespon situasi
lokal, regional, nasional, dan global.
Pembinaan meliputi pemahaman dan penguasaan peserta didik terhadap Mata
Pelajaran Bahasa Indonesia maka diharapkan dapat :
a. Peserta dididk dapat mengembangkan potensinya sesuai dengan kemampuan, kebutuhan, dan
minatnya, serta dapat menumbuhkan penghargaan terhadap hasil karya dan hasil intelektual
bangsa sendiri;

b. Tutor dapat memusatkan perhatian pada pengembangan kompetensi bahasa peserta didik
dengan menyediakan berbagai kegiatan berbahasa dan sumber belajar;

c. Guru dan tutor dapat lebih mandiri dan leluasa dalam menentukan bahan ajar sesuai dengan
kondisi lingkungan tempat belajar dan kemampuan peserta didiknya;

d. Orang tua dan masyarakat dapat secara aktif terlibat dalam pelaksanaan program di tempat
belajar;

e. Daerah dapat menentukan bahan dan sumber belajar sesuai dengan kondisi dan kekhasan
daerah dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional.

Adapun yang menjadi tujuan bagi siswa, peserta didik, warga belajar dalam
mempelajari Bahasa Indonesia agar dapat memiliki kemampuan antara lain :
1. Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku baik secara lisan
maupun tulis.

2. Menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan
bahasa negara.
3. Memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai
tujuan

4. Menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta


kematangan emosional dan sosial

5. Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi
pekerti serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa.

6. Menghargai dan mengembangkan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual
manusia Indonesia.

2. Program Sekolah bilingual


Sekolah Bilingual dan pemakaian Bahasa Inggris Indonesia dibentuk untuk
memfasilitasi siswa-siswa dengan keterampilan berkomunikasi secara global dalam kompetisi
internasional. Transformasi ini dipercaya akan membantu siswa-siswa dalam jangka waktu
ke depan untuk memasuki era Komunitas Ekonomi ASEAN di tahun 2015, sebuah pasar
ekonomi bebas termasuk jalur transfer human capital atau tenaga kerja ahli yang akan
memakai standarisasi kemampuan berbahasa inggris. Penggunaan Bahasa Inggris dalam
Sekolah Bilingual selain untuk mempersiapkan tenaga kerja ahli dari segi ekonomi global
namun akan mendukung pula integrasi secara sosial dan budaya kawasan Asia Tenggara
dalam pembentukan Komunitas Sosial dan Budaya ASEAN 2015 yang bertujuan membentuk
sebuah masyarakat ASEAN yang memiliki identitas sosial budaya dan visi yang sama.
Komunitas Sosial dan Budaya ASEAN sendiri telah menetapkan Bahasa Inggris
sebagai Lingua Franca di di ASEAN sebagai bahasa penghubung diantara 10 negara-negara
anggota yang memiliki bahasa nasional berbeda satu sama lainnnya.
Hal ini juga menjadi pertimbangan ke depan setelah dibukanya batasan nasional
antara negara-negara ASEAN, intensitas penggunaan Bahasa Indonesia dalam kehidupan
sehari-hari para siswa akan semakin menurun, dengan ada tidaknya sekolah bilingual pun.
Porsi penggunaan Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia dalam lingkup sekolah bilingual
merupakan suatu fenomena yang menunjukan pandangan postmodernisme terhadap bahasa
menurut Pierre Bourdieu (1991) dimana bahasa merupakan sebuah lokus dari organisasi
sosial, kekuasaan dan kesadaran individu sebagai bentuk dari modal simbolis ( symbolic
capital).
Ketika bahasa menjadi objek dari sebuah diskursus yang dipelajari dan alat penutur
dalam menyampaikan pelajaran lainnya di institusi pendidikan, dalam kasus ini adalah
sekolah bilingual, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris menjadi modal simbolis dan bagian
dari akumulasi proses pembelajaran yang akan mentransformasi bukan hanya sekedar transfer
pengetahuan dan keterampilan secara substansial tetapi pembentukan identitas siswa tersebut
secara psikososial. Intensitas pemakaian bahasa di sekolah baik secara formal di kelas
maupun dalam sosialisasi informal akan membentuk atau mencegah siswa tumbuh menjadi
individu dengan karakteristik tertentu. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Bourdieu bahwa
sistem pendidikan akan berperan menjadi aktor yang menentukan dalam proses konstruksi,
legitimasi dan imposisi dari bahasa resmi, dimana dalam kasus ini terdapat dua bahasa resmi
yang dipakai di sekolah tersebut, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.
Dalam sistem pendidikan Indonesia, sekolah-sekolah bilingual ini menjadikan siswa
sebagai target pembentukan identitas dengan kondisi dimana kurikulum di sekolahnya
mengharuskan ia mampu berkemampuan bahasa asing di pelajaran tertentu misalnya,
Matematika dan Ilmu-Ilmu Eksak. Identitas siswa akan mengalami sebuah dilema dimana ia
harus meningkatkan kemampuan bahasa asingnya demi mengejar prestasi yang baik di
sekolah yang tidak ada jalan lain dengan menempuh jalan pendidikan informal seperti les
tambahan Bahasa Inggris, baik TOEFL maupun IELTS, maupun dengan ditingkatkannya
intensitas penggunaan Bahasa Inggris, yang berarti menurunnya intensitas penggunaan
Bahasa Indonesia, dalam proses sosialisasinya oleh orang tua dan lingkungan pertemanannya.
Sekolah Bilingual menjadi bentuk unifikasi dari pasar edukasi dan linguistik yang
mengumpulkan pengakuan dan legitimasi atas Bahasa Inggris dalam kualifikasi mutu
pendidikan. Mengambil pandangan lain dari kutipan von Goethe diawal yang telah
dibuktikan dalam 150 studi riset di kurun waktu 35 tahun terakhir, bahwa sistem sekolah
bilingual yang baik adalah yang memiliki porsi pembelajaran dengan bahasa penutur yang
seimbang. Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu atau bahasa nasional
harus ditempatkan seimbang posisi legitimasinya dalam sistem pendidikan melalui
kurikulum Sekolah Bilingual yang harus diperbaharui lagi, maupun dari segi sosial.
Sistem Bilingualisme seperti ini akan membawa efek positif terhadap pembentukan
identitas siswa Indonesia ke depannya di lingkungan yang multikultural pada Komunitas
ASEAN 2015 melalui pengaruhnya terhadap perkembangan kemampuan fleksibilitas dalam
substansi pelajaran maupun linguistik siswa. Von Goethe benar dengan argumennya bahwa
bahasa asing mampu mengembangkan pembentukan identitas individu, namun, bahasa ibu
maupun bahasa nasional merupakan fondasi yang harus diperkenalkan di kalangan siswa
sejak dini. Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia memiliki peran yang interdependen, karena
tingkat perkembangan siswa dengan kemampuan berbahasa ibu atau nasional yang tinggi
akan menjadi landasan yang kuat akan kemampuannya dalam berbahasa asing.
E. Peran Pusat Bahasa dan Pembinaan Bahasa
1. Pusat bahasa
Pusat Bahasa berawal dengan terbentuknya Instituut voor Taal en Cultuur Onderzoek
(ITCO) yang merupakan bagian dari Universitas Indonesia pada tahun 1947 dan dipimpin
oleh Prof. Dr. Gerrit Jan Held. Sementara itu, pada Maret 1948 pemerintah Republik
Indonesia membentuk lembaga bernama Balai Bahasa di bawah Jawatan Kebudayaan,
Kementerian Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan.

Pada tahun 1952, Balai Bahasa dimasukkan ke lingkungan Fakultas Sastra Universitas
Indonesia dan digabung dengan ITCO menjadi Lembaga Bahasa dan Budaya. Selanjutnya,
mulai 1 Juni 1959 lembaga ini diubah menjadi Lembaga Bahasa dan Kesusastraan, dan
menjadi bagian Departemen Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan.

Pada tanggal 3 November 1966 lembaga ini berganti nama menjadi Direktorat
Bahasa dan Kesusastraan yang berada di bawah Direktorat Jenderal Kebudayaan,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Sejak 27 Mei 1969 lembaga itu kembali berubah
nama menjadi Lembaga Bahasa Nasional dan secara struktural berada di bawah Direktorat
Jenderal Kebudayaan.

Pada 1 April 1975 Lembaga Bahasa Nasional berganti nama menjadi Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Lembaga yang kerap disingkat dengan nama Pusat
Bahasa ini, secara berturut-turut dipimpin oleh Prof. Dr. Amran Halim, Prof. Dr. Anton M.
Moeliono, Drs. Lukman Ali, Dr. Hasan Alwi, dan Dr. Dendy Sugono. Kemudian berdasarkan
Keppres tahun 2000, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa berubah nama menjadi
Pusat Bahasa. Lembaga ini berada di bawah naungan Sekretariat Jenderal Departemen
Pendidikan Nasional.

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 36


Tahun 2010 tentang Tata Kerja di Lingkungan Pendidikan Nasional, susunan organisasinya
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa terdiri atas:
1. Sekretariat Badan,
2. Pusat Pengembangan dan Pelindungan, dan
3. Pusat Pembinaan dan Pemasyarakatan
Adapun Sekretariat Badan Terdiri atas:
1. Bagian Perencanaan dan Penganggaran,
2. Bagian Keuangan,
3. Bagian Hukum dan Kepegawaian, dan
4. Bagian Umum
Sekretariat Badan mempunyai tugas melaksanakan pelayanan teknis dan administratif
serta pembinaan dan koordinasi pelaksanaan tugas unit organisasi di lingkungan Badan
Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.
Pusat Pengembangan dan Pelindungan terdiri atas:
1. Bidang Pengkajian
2. Bidang Pembakuan dan Pelindungan
3. Bidang Informasi dan Publikasi
4. Subbagian Tata Usaha, dan
5. Kelompok Jabatan Fungsional.
Pusat Pengembangan dan Pelindungan mempunyai tugas melaksanakan penyusunan
kebijakan teknis, pengkajian, pengembangan, dan pelindungan bahasa dan sastra.
Pusat Pembinaan dan Pemasyarakatan terdiri atas:
1. Bidang Pemasyarakatan
2. Bidang Pembelajaran
3. Bidang Peningkatan dan Pengendalian
4. Subbagian Tata Usaha, dan
5. Kelompok Jabatan Fungsional.
Pusat pembinaan dan Pemasyarakatan mempunyai tugas melaksanakan penyusunan
kebijakan teknis, pemasyarakatan, peningkatan mutu pembelajaran bahasa dan sastra, serta
peningkatan peran dan pengendalian penggunaan bahasa dan sastra. Dalam menangani
masalah kebahasaan dan kesastraan di Indonesia, Badan Pengembangan dan Pembinaan
Bahasa didukung oleh 30 unit pelaksana teknis daerah, yaitu:
1. Balai Bahasa Yogyakarta
2. Balai Bahasa Ujung Pandang
3. Balai Bahasa Denpasar
4. Balai Bahasa Padang
5. Balai Bahasa Banjarmasin
6. Balai Bahasa Jayapura
7. Balai Bahasa Surabaya
8. Balai Bahasa Bandung
9. Balai Bahasa Semarang
10. Balai Bahasa Medan
11. Balai Bahasa Pekanbaru
12. Balai Bahasa Banda Aceh
13. Balai Bahasa Palembang
14. Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Barat
15. Balai Bahasa Provinsi Sulawesi Tengah
16. Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Tengah
17. Balai Bahasa Provinsi Sulawesi Utara
18. Kantor Bahasa Provinsi Lampung
19. Kantor Bahasa Provinsi Jambi
20. Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Timur
21. Kantor Bahasa Provinsi Nusa Tenggara Barat
22. Kantor Bahasa Provinsi Sulawesi Tenggara
23. Kantor Bahasa Provinsi Bangka Belitung
24. Kantor Bahasa Provinsi Bengkulu
25. Kantor Bahasa Provinsi Kepulauan Riau
26. Kantor Bahasa Provinsi Banten
27. Kantor Bahasa Provinsi Gorontalo
28. Kantor Bahasa Provinsi Maluku Utara
29. Kantor Bahasa Provinsi Maluku, dan
30. Kantor Bahasa Provinsi Nusa Tenggara Timur.
2. Pembinaan bahasa

Pembinaan bahasa Indonesia adalah tugas setiap lapisan masyarakat, karena


pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia melibatkan segenap lapisan masyarakat
termasuk lembaga-lembaga pemerintah, sektor swasta, media massa, terutama lembaga-
lembaga pendidikan baik formal maupun non-formal yang secara langsung berorientasi
dengan bahasa Indonesia karena bahasa Indonesia merupakan bahasa pengantar dalam dunia
pendidikan.

Pembinaan bahasa merupakan satu pegangan yang bersifat nasional, untuk kemudian
membuat perencanaan bagaimana cara membina dan mengembangkan satu bahasa sebagai
alat komunikasi verbal yang dapat digunakan secara tepat di seluruh negara, dan dapat
diterima oleh segenap warga yang secara lingual, etnis, dan kultur berbeda. Untuk itu
pembinaan bahasa mempunyai 3 rangkaian yang bersistem sehingga ketiganya saling
berkaitan dalam pembinaan bahasa, ketiga rangkaian pembinaan bahasa itu antara lain,
kebijakan bahasa, sikap bahasa, dan perencanaan bahasa.
a. Kebijakan bahasa
Kebijakan merupakan satu pegangan yang bersifat nasional yang mempunyai tujuan
akhir, yakni sebagai alat komunikasi verbal yang dapat digunakan secara tepat di seluruh
Negara dan dapat diterima oleh segenap warga secara lingual, etnis, dan kultur yang berbeda
(Aslinda & Syafyahya,2010: 113).
Oleh karena itu kebijakan nasional yang menyangkut kepentingan seluruh
masyarakat, dalam hal ini bahasa Indonesia, kebijakan bahasa nasional Indonesia merupakan
pernyataan sikap nasional terhadap keseluruhan masalah bahasa Indonesia, yang merupakan
jaringan masalah kebahasaan yang dijalin oleh :
a. Masalah bahasa Indonesia,
b. Masalah bahasa daerah,dan
c. Masalah bahasa asing, baik yang diajarkan dilembaga-lembaga pendidikan maupun yang
digunakan tanpa pengajaran di lembaga-lembaga pendidikan.
Kebijakan bahasa nasional adalah memberikan dasar dan pengarahan bagi
perencanaan serta pengembangan bahasa nasional perencanaan serta pengembangan bahasa
daerah, dan pengembangan pengajaran bahasa asing.
Pelaksanaan kebijaksanaan bahasa nasional kita itu tergantung pula kepada sampai
kemana kita berhasil melibatkan segenap lapisan masyarakat kita, termasuk lembaga-lembaga
pemerintahan, sektor swasta, media massa, dan lembaga-lembaga pendidikan baik formal
maupun non-formal.

b. Sikap bahasa
Sikap bahasa adalah salah satu diantara berbagai sikap yang mungkin ada. Masalah
sikap telah agak banyak diteliti, dan berbagai batasan telah dikemukakan di dalam hubungan
dengan psikologi sosial. Namun menurut Triandis (1971:24), unsur yang umumnya terdapat
didalam berbagai batasan itu adalah kesiapan bereaksi terhadap suatu keadaan.
Kesiapan ini dapat merujuk kepada sikap mental atau kepada sikap prilaku. para ahli
teori mengenai sikap mengemukakan batasan yang menyatakan bahwa sikap memiliki tiga
komponen, yaitu : komponen (kognitif, afektif, dan prilaku) pada umumnya berhubungan
erat. Namun, pengalaman seseorang mungkin mengakibatkan ketidak seimbangan diantara
ketiga komponen tersebut.
Komponen kognitif menyangkut pengetahuan mengenai alam sekitar dan gagasan
yang biasanya merupakan kategori yang dipergunakan di dalam proses berpikir. Misalnya
hubungan dengan keadaan kebahasaan di Indonesia, komponen kognitif menyangkut
pengetahuan kita mengenai bahasa-bahasa yang terdapat atau digunakan di Indonesia dan
penggolongan bahasa-bahasa itu menjadi bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing,
serta hubungan diantara kategori-kategori ini.
Komponen afektif menyangkut perasaan atau emosi yang mewarnai atau menjiwai
pengetahuan dan gagasan yang terdapat didalam komponen kognitif. Komponen afektif
menyangkut nilai rasa baik atau tidak baik dan suka atau tidak suka terhadap bahasa
Indonesia.
Komponen perilaku menyangkut kecenderungan berbuat atau bereaksi dengan cara
tertentu terhadap sesuatu atau suatu keadaan. Seperti halnya dengan komponen kognitif dan
komponen afektif, komponen prilaku pun terbentuk melalui pengalaman. Sejalan dengan itu,
kegairahan penggunaan bahasa Indonesia diharapkan menjelma menjadi kenyataan yang
disertai oleh kecermatan dan ketaatan didalam pelaksanaan kaidah-kaidah bahasa Indonesia
yang baku dan norma-norma kebahasaan yang berlaku.
c. Perencanaan bahasa
Kebijaksanaan dalam kebahasaan antara lain berisi tentang perencanaan. Perencanaan
bahasa sebagai alat komunikasi dan perencanaan dalam pendidikan kebahasaan. Perencanaan
dalam bidang pendidikan kebahasaan oleh karena melalui pendidikanlah terjadi perubahan
sikap dari tidak tahu ke ingin tahu tentang perkembangan dan perubahan bahasa.
Jika dilihat dari segi sosiolinguistik, mengapa kita perlu membuat perencanaan
kebahasaan? Kita mengetahui bahwa bahasa adalah bentuk tingkah laku sosial (Labov (dalam
Pateda, 1987: 93)). Bahasa dipergunakan oleh manusia untuk berkomunikasi. Dalam
komunikasi ini, terjadi perbenturan sehingga muncul konflik-konflik, sekalipun konflik itu
bukan konflik bahasa. Kiranya telah kita maklumi bahasalah yang mempertajam konflik itu.
Kita sering menyaksikan dengan sebuah kata saja dapat terjadi konflik fisik. Berkatalah Anda
kepada seseorang misalnya: Babi!” pasti sebentar lagi Anda akan dipukul atau ditinjunya.
Sehingga perlu dibuat perencanaan dalam bidang kebahasaan itu sangat penting karena kita
ingin memperkecil konflik bahasa itu.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Media massa memiliki fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, kontrol
sosial, serta lembaga ekonomi. Dalam menjalankan fungsinya tersebut, ditetapkan bahwa
penyampaian informasi melalui media massa harus menggunakan bahasa Indonesia, sehingga
media massa diharapkan mampu untuk turut berperan dalam upaya pembinaan bahasa
Indonesia. Masyarakat pemakai bahasa dapat mengenal kosakata itu melalui media massa,
baik cetak maupun elektronik. Dalam hal itu, media massa berperan sebagai penyebar
kosakata baru yang muncul sebagai perkembangan bahasa.
Kepemimpinan kepala sekolah dan kreatifitas guru yang professional, inovatif,
kreatif, merupakan salah satu tolok ukur dalam Peningkatan mutu pembelajaran di sekolah
,karena kedua elemen ini merupakan figure yang bersentuhan langsung dengan proses
pembelajaran , kedua elemen ini merupakan fugur sentral yang dapat memberikan
kepercayaan kepada masyarakat (orang tua) siswa , kepuasan masyarakat akan terlihat dari
output dan outcome yang dilakukan pada setiap periode,sehingga dengan demikian maka
tidak akan sulit bagi pihak sekolah untuk meningkatkan mutu pembelajaran dan mutu
pendidikan di sekolah.
Bahasa Indonesia adalah sebagai bahasa nasional, lambang bangsa dan sebagai alat
perhubungan antarwarga, antardaerah dan antarsuku bangsa. Bahasa Inggris adalah Bahasa
pergaulan internasional.Bahasa Inggris digunakan pada sidang-sidang resmi Perserikatan
Bangsa Bangsa (PBB).Bahasa Inggris juga digunakan sebagai bahasa standar penerbangan
internasional. Kemanapun kita pergi di seluruh belahan dunia ini, kita dihadapkan pada
penggunaan Bahasa Inggris
Pembinaan bahasa adalah cara atau kegiatan pemeliharaan bahasa. Dalam pembinaan
dan pengembangan bahasa erat kaitannya dengan pengertian pembinaan bahasa indonesia,
tujuan pembinaan bahasa indonesia, kegiatan kebijaksanaan pembinaan dan pengembangan
bahasa indonesia, kalimat tidak logis atau tidak bernalar.
Program sekolah bilingual adalah agar peserta didik mampu menggunakan kedua
bahasa secara berimbang dengan kompetensi sama tinggi digunakan baik lisan maupun
tulisan.
Pusat adalah bertugas melaksanakan penyusunan kebijakan teknis, pemasyarakatan,
peningkatan mutu pembelajaran bahasa dan sastra, serta peningkatan peran dan pengendalian
penggunaan bahasa dan sastra.
Pembinaan bahasa Indonesia dimaksudkan peningkatan mutu dan kelengkapan bahasa
Indonesia sedemikian rupa sehingga benar-benar dapat berfungsi sebagai bahasa negara,
bahasa pengantar dilembaga-lembaga pendidikan, bahasa perhubungan di dalam media
massa, bahasa pendukung kebudayaan, dan bahasa pendukung ilmu pengetahuan dan
teknologi modern.
2. Saran
Harapan penulis setelah membahas makalah ini mudah-mudahan dapat menambah
wawasan tentang pengetahuan peran media massa dalam pengembangan dan pembinaan
bahasa, cara meningkatkan mutu pembelajaran bahasa Indonesia yang apresiatif disekolah,
Mengetahui kedudukan bahasa Indonesia dan bahasa inggris dalam pendidikan formal,
Mengetahui pembinaan bahasa Indonesia dan program sekolah bilingual, mengetahui peran
pusat bahasa dan pembinaan bahasa. Selain itu Penulis masih dalam masa belajar sehingga
kami siap menerima kritik dan saran untuk memperbaiki atau menyempurnakan makalah
yang selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA
Darmadi, Hamid. 2007. Dasar Konsep Pendidikan Moral. Bandung :
Alfabeta.
Dewantoro, Ki Hajar. 1962. Bagian Pertama: Pendidikan. Jogjakarta :
Taman Siswa.
Suhender. 1997. Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia.
Jakarta : Departeman Pendidikan dan Kebudayaan.
http://www.entitashukum.com/pembubaran-rsbisbi-runtuhnya-diskriminasi-pendidikan-di-
indonesia/ akses pada 29 MEI 2015 jam 22.15 WIT
http://hidzamaulana.blogspot.com/2012/12/Pembinaan-dan-Pengembangan-
Bahasa.html.Hidza Maulana di akses pada 29 mei 2015. 22:27
https://mynameisbunny.wordpress.com/2013/05/15/penerapan- sosiolinguistik-
perencanaan-bahasa-dan-pendidikan-dan-
pengajaran-bahasa 29 mei 2015 jam 23: 05
http://id.wikipedia.org/wiki/Badan_Pengembangan_dan_Pembinaan_Bahasa/ diakses pada
tanggal 29 mei 2015 jam 23.09
PERAN MEDIA MASSA (CETAK DAN ELEKTRONIK) DALAM PERKEMBANGAN BAHASA
INDONESIA

Abstrak: Tulisan ini bertujuan untuk mendeskripsikan peran media massa dalam perkembangan
bahasa Indonesia. Sebagai salah satu sarana komunikasi, media massa mempunyai peranan penting
dalam perkembangan pengetahuan dan proses sosial. Selain berperan dalam proses sosial, media
massa juga mendukung perkembangan bahasa, khususnya bahasa Indonesia. Salah satunya yaitu
dalam menunjukkan istilah-istilah baru. Selain itu, dengan media massa baik media cetak maupun
elektronik, dapat menambah perbendaharan kosakata bagi masyarakat pembaca.

Kata kunci: peran, media massa, perkembangan, bahasa Indonesia

Perkembangan pengetahuan, perkembangan budaya dan perkembangan teknologi, dapat tersebar


dengan cepat dan pesat karena adanya sarana atau alat yang digunakan untuk menyebarluaskan.
Salah satu sarana tersebut adalah bahasa. Dengan kata lain, bahasa sebagai salah satu alat
komunikasi yang mempunyai peranan penting dalam penyebarluasan itu. Melalui bahasa, orang
dapat menyampaikan segala gagasan atau idenya.

Sebagai salah satu sarana atau alat untuk berkomunikasi, bahasa juga memerlukan media
sebagai sarana penyebarluasannya. Salah satu media yang dapat digunakan sebagai penyebarluasan
bahasa tersebut adalah media massa, baik media cetak maupun elektronik. Media massa
sebenarnya merupakan kependekan dari istilah media komunikasi massa, yang secara sederhana
dapat diberikan pengertian sebagai alat yang dapat digunakan untuk menyampaikan pesan serentak
kepada khalayak yang berbeda-beda dan tersebar di berbagai tempat (Sucipto, dkk. 1998: 4). Oleh
karena itu, dapat dikatakan bahwa media massa dan bahasa merupakan dua hal yang tidak dapat
dipisahkan. Selain itu, perkembangan bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi juga tidak dapat
dipisahkan dengan keberadaan media massa.

Sebagai salah satu sarana komunikasi, media massa juga mempunyai peranan penting dalam
perkembangan pengetahuan dan proses sosial. Selain berperan dalam proses sosial, media massa
juga mempunyai peran yang besar dalam mendukung perkembangan bahasa, khususnya bahasa
Indonesia. Media massa bermanfaat untuk menyampaikan istilah-istilah baru, dalam hal ini adalah
penambahan kosakata baru yang mungkin baru diketahui oleh para pembacanya.

PENGERTIAN DAN JENIS-JENIS MEDIA MASSA

Pada dasarnya media massa adalah salah satu cara yang paling banyak digunakan untuk
mengakses informasi tentang kejadian dan peristiwa sekitar dan sekaligus merupakan sumber dari
bagian besar kegiatan hiburan (Thomas dan Shan, 2007:78). Oleh karena itu, media adalah tempat
yang sangat berpotensi untuk memproduksi dan menyebarluaskan makna sosial, atau dengan kata
lain, media berperan besar dalam menentukan makna dari kejadian-kejadian yang terjadi di dunia
untuk budaya, masyarakat atau kelompok sosial tertentu. Media massa, seperti halnya pesan lisan
dan isyarat, sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari komunikasi manusia (Rivers, 2008:27). Pada
hakikatnya, media adalah perpanjangan lidah dan tangan yang berjasa meningkatkan kapasitas
manusia untuk mengembangkan struktur sosial.

Media massa terdiri atas media cetak dan media elektronik. Masing-masing jenis media ini
terdiri atas beberapa bentuk media yang masing-masing memiliki ciri khas dan menimbulkan
implikasi khusus (Sucipto, dkk. 1998:27). Akibatnya untuk memahami media massa perlu lebih
dahulu mengetahui aneka bentuk dan ragam variasinya. Media massa cetak meliputi koran (harian,
mingguan, tabloid), majalah (berita, khusus, hiburan), buletin atau terbitan berkala, buku
(pengetahuan, cerita, komik), dan selebaran lepas. Media massa elektronik meliputi radio, televisi
dan internet. Media massa harus memberikan pengawasan dan korelasi, karena seringkali media
massa bertindak sebagai sumber hiburan dalam masyarakat (Wright, 1998:25). Media massa cetak
cenderung menjadi media berita, sedangkan media massa elektronik cenderung menjadi hiburan.

PENGENALAN ISTILAH-ISTILAH BARU DALAM MEDIA MASSA

Bahasa yang digunakan oleh media massa mewakili kelompok sosial dan politik tertentu.
Kejadian-kejadian yang dianggap pantas untuk dimuat atau ditayangkan akan cenderung digunakan
dalam masyarakat sebagai cara untuk membicarakan kelompok atau kejadian tertentu. Seringnya
mengikuti siaran-siaran lewat televisi dan radio serta seringnya membaca surat kabar atau majalah,
dapat menambah perbendaharaan bahasa (Tashadi, dkk. 1993:71).

Sebagai bahasa yang berkembang, bahasa Indonesia mendapat pengaruh dari bahasa lain,
baik bahasa asing maupun bahasa daerah. Pengaruh dalam dunia kebahasaan terjadi karena
kebutuhan masyarakat bahasa akan adanya kosakata yang dapat digunakan sebagai penyebutan
suatu simbol. Masyakat pemakai bahasa akan menggunakan bahasa asing atau bahasa
daerah, misalnya ketika ia tidak menemukan kosakata bahasa Indonesia yang tepat untuk
mengungkapkan ide tau gagasannya. Pelan namun pasti, bahasa yang berasal dari bahasa asing atau
bahasa daerah tersebut akan tersebar luas dan akan memperkaya kosakata bahasa Indonesia.

Penyebaran kosakata yang berasal dari bahasa asing atau bahasa daerah tersebut sudah
pasti akan melibatkan berbagai macam media massa, baik cetak maupun elektronik. Ketersebaran
itu melibatkan pelaku media yang salah satunya adalah jurnalis. Data yang berupa kosakata yang
dikumpulkan para jurnalis tersebut dapat dikatakan data yang masih mentah. Artinya, untuk dapat
digunakan secara benar, baik dari segi kebahasaan maupun dari segi non-kebahasaan, masih perlu
diolah.

Kosakata baru yang berasal dari bahasa asing atau bahasa daerah dalam bahasa Indonesia
tidak hanya terbatas pada kosakata yang bersifat umum, tetapi juga dapat berupa kosakata yang
berupa istilah. Dalam hal itu, kosakata tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyakat
bahasa dalam bidang keilmuan tertentu. Hal itu perlu mendapat perhatian karena seperti yang
dikemukakan oleh Asmadi (2008) perkembangan dunia dalam berbagai bidang, seperti teknologi,
sastra, ekonomi, dan kebudayaan memaksa wartawan untuk menyelaraskan bahasanya.
Selanjutnya, Asmadi mengungkapkan bahwa kadang-kadang munculnya kosakata baru dari luar
negeri tidak tertampung dalam perbendaharaan bahasa Indonesia sehingga kosakata yang muncul di
media massa hanyalah penyederhanaan atau penyesuaian dengan pemahaman yang dimiliki oleh
wartawan. Pernyataan tersebut tentu saja bukanlah tanpa alasan. Sehubungan dengan itu, kosakata
baru atau suatu istilah muncul dan diperkenalkan oleh bidang ilmu tertentu untuk memenuhi salah
satu sifat bahasa yang selalu berkembang. Ketersebaran pengetahuan tidak dapat tercapai dengan
baik apabila bahasa pengetahuan tersebut tidak dikenali oleh masyarakat bahasa. Oleh karena itu,
pakar berbagai bidang keilmuan akan berusaha untuk memperkenalkan ide atau gagasannya melalui
bahasa yang dapat dipahami oleh masyarakat pemakainya sehingga dapat tercapai ketersebaran
pengetahuan. Dengan demikian, pengetahuan tersebut akan dapat memberikan manfaat kepada
masyarakat.

Keberadaan dan ketersebaran kosakata yang berupa istilah itu juga tidak lepas dari peran
media massa. Istilah dapat tersebar luas dan dikenali oleh masyarakat melalui media massa. Sebagai
contoh, istilah yang digunakan dalam bidang informatika yang kemajuannya amat cepat dapat
dengan mudah dan dikenali serta digunakan oleh masyarakat melalui media massa.
Kata downloaddan upload misalnya, begitu cepat tersebar dengan istilah berbahasa Indonesia
menjadi unduh (download) dan unggah (upload), begitu pula dengan penemuan dalam bidang yang
lain, seperti bidang perdagangan menggunakan istilah lisensiyang berarti (surat) izin untuk
mengangkut barang dagangan, usaha. Dalam bidang pendidikan, misalnya, dikenal kata
pembentukan watak atau pembentukan karakter yang merupakan padanan dari kata character
building. Kosakata tersebut tersebar dan diterima oleh masyarakat karena adanya media massa
sebagai pemberi informasi yang dapat dikatakan selalu terbarui.

PENUTUP

Kosakata atau istilah baru tidak akan dikenal oleh masyarakat pemakai bahasa apabila tidak
tersebar dan tidak dimanfaatkan oleh pemakai bahasa. Ketersebaran dan keberterimaan sebuah
kosakata baru itu banyak ditentukan dan dipengaruhi oleh seberapa besar kosakata tersebut muncul
dan digunakan sebagai kosakata yang produktif oleh masyarakat pemakai bahasa. Masyarakat
pemakai bahasa dapat mengenal kosakata itu melalui media massa, baik cetak maupun elektronik.
Dalam hal itu, media massa berperan sebagai penyebar kosakata baru yang muncul sebagai
perkembangan bahasa.

DAFTAR RUJUKAN
Asmadi, TD. 2008. Merintis Bahasa Jurnalistik Baku untuk Mencerdaskan Bangsa. Makalah dalam
Konggres IX Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional.

Rivers, William L, dkk. 2008. Media Massa dan Masyarakat Modern (Ed. Haris Munandar dan Dudy
Priatna). Jakarta: Kencana

Sucipto, Toto, dkk. 1998. Peranan Media Massa Lokal bagi Pembinaan dan Pengembangan Kebudayaan
Daerah. Bandung: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia

Tashadi, dkk. 1993. Dampak Masuknya Media Komunikasi terhadap Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat
Pedesaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan Kedudayaan

Thomas, Linda dan Shan Wareing. 2007. Bahasa, Masyarakat dan Kekuasaan(Ed. Prof. Dr. Abdul Syukur
Ibrahim). Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Wright, Charles R. 1998. Sosiologi Komunikasi Massa (Ed. Drs. Jalaluddin Rakhmat, M.Sc). Bandung:
Remadja Karya.

Anda mungkin juga menyukai