Hari Sulastri
1. Pengantar
Ada ungkapan yang menyatakan bahwa bahasa merupakan pembuka dan penyebar
pengetahuan. Hal itu dimungkinkan karena perkembangan pengetahuan, termasuk
kebudayaan dan teknologi, yang semakin cepat dan pesat tidak akan tersebar luas tanpa
adanya sarana yang dapat digunakan untuk menyebarluaskannya. Salah satu sarana tersebut
adalah bahasa. Dengan kata lain, bahasa sebagai salah satu alat komunikasi mempunyai
peranan yang penting dalam penyebarluasan itu. Orang dapat menyampaikan segala gagasan
atau idenya melalui bahasa.
Sebagai salah satu alat untuk berkomunikasi, bahasa juga memerlukan media sebagai sarana
penyebarluasannya. Salah satu media yang dapat digunakan sebagai wahana tersebut adalah
media massa, baik yang berbentuk audio, visual, audiovisual, cetak, maupun elektronik. Oleh
karena itu, dapat dikatakan bahwa media massa dan bahasa merupakan dua hal yang tidak
terpisahkan, dan perkembangan bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi juga tidak
terpisahkan dengan keberadaan media massa.
Sebagai salah satu sarana komunikasi, media massa juga mempunyai peranan yang amat
penting dalam perkembangan pengetahuan. Hadiono (dalam Putera, 2010) menyebutkan
bahwa peran media massa dalam kehidupan sosial bukan sekadar sarana diversion dalam
kehidupan sosial, pelepasan ketegangan, atau hiburan, melainkan isi yang disajikan
mempunyai peran yang signifikan dalam proses sosial. Selain berperan dalam proses sosial,
media massa juga mempunyai peran yang besar dalam mendukung perkembangan bahasa,
khususnya bahasa Indonesia. Asmadi (2008) menyatakan media massa adalah pendukung
utama bahasa Indonesia pada awal bahasa itu bergulat dengan batasan oleh penjajah. Peran
penting media massa itu perlu dimunculkan mengingat media massa berperan penting dalam
berbagai aspek. Di sisi lain, bagaimana peran media massa dalam perkamusan? Pertanyaan
itu dimungkinkan karena kamus merupakan buku yang mendokumentasi bahasa beserta
makna dan pemakaian suatu bahasa, termasuk pemakaiannya di media massa.
Kamus merupakan buku referensi yang sudah tidak asing lagi bagi hampir sebagian
masyarakat bahasa. Banyak definisi kamus yang diberikan oleh pemerhati bahasa, khususnya
mereka yang merupakan pakar dalam bidang perkamusan atau mungkin juga pekamus (orang
yang menyusun kamus). Di antara definisi yang diberikan oleh sebagian kamus atau
pekamus adalah sebagai berikut.
Kamus dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2011) didefinisiskan dengan beberapa
makna, yakni (1) buku acuan yang memuat kata dan ungkapan, biasanya disusun menurut
abjad berikut keterangan tentang makna, pemakaian, dan terjemahannya; (2) kamus juga
merupakan buku yang memuat kumpulan istilah atau nama yang disusun menurut abjad
beserta penjelasan tentang makna dan pemakaiannya,
Kamus Webster (2003), antara lain, memberikan definisi dengan (Top of Form
1) sumber referensi yang dicetak dalam bentuk elektronik yang berisi kata, biasanya disusun
secara alfabet disertai dengan informasi tentang bentuk, pengucapan, fungsi, etimologi,
makna, sintaksis, dan idiomatis, (2) referensi berupa buku daftar abjad istilah atau nama
penting untuk subjek atau aktivitas tertentu bersama dengan diskusi tentang makna dan
aplikasi, dan (3) buku referensi untuk memberikan kata seorang setara bahasa lain.
Kridalaksana (2008:107) mendefinisikan kamus dengan (1) buku referensi yang memuat
daftar kata atau gabungan kata dengan keterangan mengenai pelbagai segi maknanya dan
penggunaannya dalama bahasa; biasanya disusun menurut urutan abjad ( dalam tradisisi
Yunani-Romawi menurut abjad Yunani-Romawi, kemudian menurut abjad yang
bersangkutan; dalam tradisi Arab menurut urutan jumlah konsonan); (2 ) buku referensi yang
memuat informasi mengenai
Chaer (2007) mengemukakan beberapa konsep tentang kamus, antara lain, yang
dikemukakan oleh Pierre Labrousse (1997), kamus adalah buku kumpulan kata sebuah
bahasa yang disusun secara alfabetis diikuti dengan definisi atau terjemahannya dalam bahasa
lain. Keraf (1984) mengatakan bahwa kamus merupakan sebuah buku referensi, memuat
daftar kata yang terdapat dalam sebuah bahasa, disusun secara alfabetis disertai dengan
keterangan cara menggunakan kata itu. Selain mengemukakan berapa definisis tentang
kamus, Chaer (2007) mengemukakan bahwa dalam kamus yang ideal diberikan juga
keterangan pemenggalan kata, informasi asal-usul kata, informasi bidang penggunaan kata,
informasi baku dan tidaknya sebuah kata, informasi kata arkais dan klasik, informasi area
penggunaan kata, informasi status sebuah kata, dan berbagai informasi lainnya.
Dari beberapa definisi yang dikemukakan para pakar tersebut, dapat dikatakan bahwa kamus
tidak hanya sebagai buku referensi yang memuat kosakata beserta makna dan pemakaiannya,
kamus juga merupakan alat pendokumentasi kosakata. Hal itu dimungkinkan karena kamus
dapat menjadi wahana untuk merekam bahasa sebagai salah sarana dan alat untuk
berkomunikasi bagi manusia yang memiliki sifat dinamis dan produktif. Selain itu, bahasa
juga berkembang sejalan dengan perkembangan budaya, ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Sehubungan dengan itu, penyusunan kamus dilakukan dengan berbagai tujuan sesuai dengan
fungsinya. Dapat pula dikatakan bahwa penyusunan kamus dilakukan dengan tujuan tertentu
yang dicanangkan dan ditentukan oleh penyusunnya. Berdasarkan tujuan penyusunan kamus,
akan didapatkan bentuk lema atau entri yang termuat dalam sebuah kamus. Dengan kata lain,
dapat dikatakan bahwa tujuan penyusunan kamus akan menentukan kosakata dan lema yang
akan termuat. Di samping itu, besar kecilnya kamus dan jumlah entri atau lema yang termuat
dalam kamus juga dipengaruhi oleh tujuan penyusunan kamus tersebut. Apabila tujuan sudah
ditentukan, pembuat kamus dapat mengumpulkan data lema yang akan termuat dalam
karyanya dengan kriteria tertentu. Penyusun kamus akan mencari data dari berbagai sumber
yang tepercaya dan dapat dipertanggung jawabkan. Dalam hal itu, media massa mempunyai
peranan yang besar yang antara lain dapat ditunjukkan sebagai berikut.
Sebagai pendokumentasi kosakata, kamus atau penyususun kamus memerlukan sumber data,
baik yang berbentuk lisan maupun tulisan. Pekamus dapat menggunakan data yang tertulis
apabila masyarakat pemakai bahasa (kamus yang akan disusun) mempunyai ragam tulis. Data
tulis tersebut dapat diambil dari media massa cetak, seperti koran, majalah, atau dalam
bentuk terbitan cetak lain, seperti lembar komunikasi atau selebaran yang lain.
Dalam dunia perkamusan dapat dikatakan bahwa media massa juga berperan dalam penyedia
data atau sebagai sumber data. Hal itu tidak terlepas dari sifat bahasa yang selalu
berkembang. Dengan salah satu sifat bahasa yang selalu berkembang, dan tidak menutup
kemungkinan adanya saling pengaruh-memengaruhi antara bahasa yang satu dan bahasa yang
lain. Saling pengaruh itu dimungkinkan untuk memenuhi kebutuhan kebahasaan dari
masyarakat pemakai bahasa. Hal itu dapat dicontohkan sebagai berikut.
Sebagai bahasa yang berkembang, bahasa Indonesia mendapat pengaruh dari bahasa lain,
baik bahasa asing maupun bahasa daerah. Pengaruh dalam dunia kebahasaan terjadi karena
kebutuhan masyarakat bahasa akan adanya kosakata yang dapat digunakan sebagai
penyebutan suatu simbol. Masyakat pemakai bahasa akan menggunakan bahasa asing atau
bahasa daerah, misalnya ketika ia tidak menemukan kosakata bahasa Indonesia yang tepat
untuk mengungkapakan ide tau gagasannya. Lambat laun, tetapi pasti, bahasa yang berasal
dari bahasa asing atau bahasa daerah tersebut akan tersebar luas dan akan memperkaya
bahasa Indonesia.
Penyebaran kosakata yang berasal dari bahasa asing atau bahasa daerah tersebut sudah pasti
akan melibatkan berbagai macam media massa, baik cetak maupun elektronik. Ketersebaran
itu melibatkan pelaku media yang salah satunya adalah jurnalis. Hal itu dapat terjadi ketika
para jurnalis atau wartawan membuat berita atau menyampaikan informasi dengan
menggunakan kosakata tersebut sehingga secara langsung dan tidak langsung jurnalis dengan
media massanya itu telah menyediakan data bagi pekamus untuk bahan penyusunan
kamusnya. Data yang berupa kosakata tersebut dapat dikatakan data yang masih mentah.
Artinya, untuk dapat digunakan secara benar, baik dari segi kebahasaan maupun dari segi
nonkebahasaan, masih perlu diolah.
Pengolahan data itu melibatkan peran pekamus. Para pekamus akan mendata dan
mengumpulkan kosakata baru yang muncul dan tersebar melalui media massa tersebut. Data
yang terkumpul tersebut akan didokumentasikan atau dimasukkan dalam kamus yang akan
disusunnya dengan berbagai ketentuan yang disesuaikan dengan tujuan penyusunan kamus.
Salah satu ketentuan umum yang sampai saat ini masih berlaku adalah bahwa suatu kosakata
akan masuk menjadi warga lema untuk kamus apabila sudah termuat dalam tiga terbitan
media massa yang berbeda, misalnya karena berbeda wilayah dan penerbitnya. Di samping
itu, pekamus tentu tidak serta merta memasukkan begitu saja kosakata baru tersebut ke dalam
lema kamusnya, tetapi akan menyesuaikannya dengan aturan atau kaidah kebahasaan yang
berlaku dalam bahasa Indonesia, misalnya kaidah penulisan kata, pelafalan, morfologi, dan
pemakaian kosakata.
Kosakata baru yang berasal dari bahasa asing atau bahasa daerah dalam bahasa Indonesia
tidak hanya berbatas pada kosakata yang bersifat umum, tetapi juga dapat berupa kosakata
yang berupa istilah. Dalam hal itu, kosakata tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan
masyakat bahasa dalam bidang keilmuan tertentu. Hal itu perlu mendapat perhatian karena
seperti yang dikemukanan oleh Asmadi (2008) perkembangan dunia dalam berbagai bidang,
seperti teknologi, sastra, ekonomi, dan kebudayaan memaksa wartawan untuk
menyelaraskan bahasanya. Selanjutnya, Asmadi mengungkapkan bahwa kadang-kadang
munculnya kosakata baru dari luar negeri tidak tertampung dalam perbendaharaan bahasa
Indonesia sehingga kosakata yang muncul di media massa hanyalah penyederhanaan atau
penyesuaian dengan pemahaman yang dimiliki oleh wartawan. Pernyataan tersebut tentu saja
bukanlah tanpa alasan. Kamus sebagai wahana pendokumentasian kosakata selalu berjalan
terlambat jika dibandingkan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal itu
dimungkinkan karena kamus baru dapat mendokumentasikan kosakata yang baru setelah
kosakata tersebut tersebar.
Sehubungan dengan itu, kosakata baru atau suatu istilah muncul dan diperkenalkan oleh
bidang ilmu tertentu untuk memenuhi salah satu sifat bahasa yang selalu berkembang.
Ketersebaran pengetahuan tidak dapat tercapai dengan baik apabila bahasa pengetahuan
tersebut tidak dikenali oleh masyarakat bahasa. Oleh karena itu, pakar berbagai bidang
keilmuan akan berusaha untuk memperkenalkan ide atau gagasanya melalui bahasa yang
dapat dipahami oleh masyarakat pemakainya sehingga dapat tercapai ketersebaran
pengetahuan. Dengan demikian, pengetahuan tersebut akan dapat memberikan manfaat
kepada masyarakat.
Keberadaan dan ketersebaran kosakata yang berupa istilah itu juga tidak lepas dari peran
media massa. Istilah dapat tersebar luas dan dikenali oleh masyarakat melalui media massa.
Sebagai contoh, istilah yang digunakan dalam bidang informatika yang kemajuannya amat
cepat dapat dengan mudah dan dikenali dan digunakan oleh masyarakat bahasa melalui media
massa. kata download dan upload misalnya, begitu cepat tersebar dengan istilah berbahasa
Indonesia menjadi unduh (download) dan unggah (upload), begitu pula dengan penemuan
dalam bidang yang lain, seperti bidang konstruksi fondasi bangunan teknik cakar ayam dan
fondasi jalan layang yang dikenal dengan teknik sosrobahu. Dalam bidang pendidikan,
misalnya, dikenal kata pembentukan watak atau pembentukan karakter yang merupakan
padanan dari kata character building. Kosakata tersebut tersebar dan diterima oleh
masyarakat karena adanya media massa sebagai penginformasi yang dapat dikatakan selalu
terbarui.
4. Penutup
Kosakata atau istilah baru tidak akan dikenal oleh masyarakat pemakai bahasa apabila tidak
tersebar dan tidak dimanfaatkan oleh pemakai bahasa. Ketersebaran dan keberterimaan
sebuah kosakata baru itu banyak ditentukan dan dipengaruhi oleh seberapa besar kosakata
tersebut muncul dan digunakan sebagai kosakata yang produktif oleh masyarakat pemakai
bahasa. Masyarakat pemakai bahasa dapat mengenal kosakata itu melalui media massa, baik
cetak maupun elektronik. Dalam hal itu, media massa berperan sebagai penyebar kosakata
baru yang muncul sebagai perkembangan bahasa.
Kosakata yang bermunculan tersebut selanjutnya akan didata, didokumentasikan, dan diolah
oleh penyusun kamus sehingga dapat menjadi buku referensi. Berdasarkan pemunculan
kosakata yang digunakan dalam madia massa tersebut, media massa melalui pelakunya
medianya (wartawan atau jurnalisnya) berperan sebagai penyedia data bagi perkamusan.
Dengan demikian, dapat dikatakatan bahwa media massa mempunyai peran yang besar dalam
perkamusan. Dalam hal itu, bagi dunia perkamusan, media massa, baik cetak maupun
elektronik, mempunyai peran ganda, yaitu sebagai penyedia data dan pemasar hasil
perkamusan. Media massa dan perkamusan mempunyai hubungan timbal balik.
Daftar Pustaka
Asmadi, TD. 2008. “Merintis Bahasa Jurnalistik Baku untuk Mencerdaskan Bangsa”.
Makalah dalam Konggres IX Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa, Departemen
Pendidikan Nasional.
Chaer, Abdul. 2007. Leksikologi dan leksikografi Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Putera, Prakosa Bhairawa. 2010. “Peranan Media Massa Lokal dalam Pemertahanan
Bahasa Ibu di Bangka Belitung” dalam Menyelamatkan Bahasa Ibu sebagai Kekayaan
Budaya Nasional. Bandung: Balai Bahasa Bandung dan Alqa Print.
Sugono, Dendy, dkk. 2011. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Keempat
Jakarta: Gramedia.
Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan nikmat serta hidayah-
Nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah “Kebijakan, Sikap Dan Perencanaan Bahasa” dengan lancar.
Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah belajar dan pembelajaran di
program studi Bahasa Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan pada Universitas
VIKTORY SORONG. Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada Agustinus
G.Gifelem ,S.Pd selaku dosen pembimbing mata kuliah pembinaan dan perkembangan
bahasa dan kepada segenap pihak yang telah memberikan bimbingan serta arahan selama
penulisan makalah ini.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam berbagai media massa nasional, bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa
pengantar berita hasil reportase para kuli tinta. Bahkan, jauh sebelum Indonesia merdeka,
media massa telah berperan dalam menjalankan tugas perluasan atau penyebaran penggunaan
bahasa Indonesia. Hingga masa beralih, media massa senantiasa menjadi rekan dalam upaya
pembinaan bahasa Indonesia. Pembinaan bahasa Indonesia adalah tugas setiap lapisan
masyarakat, karena pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia melibatkan segenap
lapisan masyarakat termasuk lembaga-lembaga pemerintah, sektor swasta, media massa,
terutama lembaga-lembaga pendidikan baik formal maupun non-formal yang secara langsung
berorientasi dengan bahasa Indonesia karena bahasa Indonesia merupakan bahasa pengantar
dalam dunia pendidikan.
Selama ini masyarakat menilai pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di sekolah
kurang menunjukkan hasil yang memuaskan. Siswa kurang memiliki pengalaman berbahasa
yang baik.. Diantaranya kemampuan menulis yang kurang memadai, kebiasaan membaca
yang tidak mentradisi, kurang mahir berbicara, serta belum mampu mengapresiasi dan
berekspresi sastra sesuai dengan harapan.
Meskipun kurikulum selalu mengalami perubahan, pelatihan guru dilangsungkan, seminar
dan diskusi bergulir, kualitas buku ajar diperbaiki, serta jumlah buku di perpustakaan
ditambah. Selain itu untuk meningkatan mutu pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia dapat
dilakukan dengan melaksanakan inovasi pembelajaran termasuk dalam memanfaatkan alat-
alat teknologi atau information communication technology (ICT) School Models.
Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional
peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi.
Pembelajaran bahasa diharapkan membantu peserta didik mengenal dirinya, budayanya, dan
budaya orang lain, mengemukakan gagasan dan perasaan, berpatisipasi dalam masyarakat
yang menggunakan bahasa tersebut dan menemukan serta menggunakan kemampuan analitis
dan imaginatif yang ada dalam dirinya. Sehingga bahasa Indonesia dan bahasa inggris di
masukkan kedalam pendidikan formal.
Ketika bahasa menjadi objek dari sebuah diskursus yang dipelajari dan alat penutur
dalam menyampaikan pelajaran lainnya di institusi pendidikan, dalam kasus ini adalah
sekolah bilingual, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris menjadi modal simbolis dan bagian
dari akumulasi proses pembelajaran yang akan mentransformasi bukan hanya sekedar transfer
pengetahuan dan keterampilan secara substansial tetapi pembentukan identitas siswa tersebut
secara psikososial. Intensitas pemakaian bahasa di sekolah baik secara formal di kelas
maupun dalam sosialisasi informal akan membentuk atau mencegah siswa tumbuh menjadi
individu dengan karakteristik tertentu. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Bourdieu bahwa
sistem pendidikan akan berperan menjadi aktor yang menentukan dalam proses konstruksi,
legitimasi dan imposisi dari bahasa resmi.
Pusat pembinaan dan Pemasyarakatan mempunyai tugas melaksanakan penyusunan
kebijakan teknis, pemasyarakatan, peningkatan mutu pembelajaran bahasa dan sastra, serta
peningkatan peran dan pengendalian penggunaan bahasa dan sastra. Pembinaan bahasa
Indonesia adalah tugas setiap lapisan masyarakat, karena pembinaan dan pengembangan
bahasa Indonesia melibatkan segenap lapisan masyarakat termasuk lembaga-lembaga
pemerintah, sektor swasta, media massa, terutama lembaga-lembaga pendidikan baik formal
maupun non-formal yang secara langsung berorientasi dengan bahasa Indonesia karena
bahasa Indonesia merupakan bahasa pengantar dalam dunia pendidikan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana peran media massa dalam pengembangan dan pembinaan bahasa?
2. Bagaimana cara meningkatkan mutu pembelajaran bahasa Indonesia yang apresiatif
disekolah?
3. Bagaimana kedudukan bahasa Indonesia dan bahasa inggris dalam pendidikan formal?
4. Bagaimana pembinaan bahasa Indonesia dan program sekolah bilingual?
5. Bagaimana peran pusat bahasa dan pembinaan bahasa?
C. Tujuan Makalah
1. Mengetahui peran media massa dalam pengembangan dan pembinaan bahasa
2. Mengetahui cara meningkatkan mutu pembelajaran bahasa Indonesia yang apresiatif
disekolah
3. Mengetahui kedudukan bahasa Indonesia dan bahasa inggris dalam pendidikan formal
4. Mengetahui pembinaan bahasa Indonesia dan program sekolah bilingual
5. Mengetahui peran pusat bahasa dan pembinaan bahasa.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Peran Media Massa Dalam Pengembangan dan Pembinaan Bahasa
Dalam berbagai media massa nasional, bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa
pengantar berita hasil reportase para kuli tinta. Bahkan, jauh sebelum Indonesia merdeka,
media massa telah berperan dalam menjalankan tugas perluasan atau penyebaran penggunaan
bahasa Indonesia. Hingga masa beralih, media massa senantiasa menjadi rekan dalam upaya
pembinaan bahasa Indonesia. Kemajuan teknologi, kemampuan daya beli masyarakat, serta
kebutuhan untuk berinterksi dengan isu hangat terkini, mengarahkan masyarakat untuk
senantiasa mengakses sumber berita dalam bentuk informasi elektronik melalui internet. Di
antara beragam jenis berita yang tersajikan, bahasa Indonesia berperan sebagai pengantar
yang efektif untuk menyampaikan pesan-pesan tersebut. .
1. Kedudukan Bahasa Indonesia Dalam Media Massa
Dalam Pasal 39 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa,
Dan Lambang Negara, Serta Lagu Kebangsaa (selanjutnya disebut “UU No. 24 Tahun
2009″), ditetapkan bahwa bahasa Indonesia wajib digunakan dalam informasi melalui media
massa. Pengaturan tentang pentingnya penggunaan bahasa Indonesia oleh media massa
menjadi penting karena media massa menceritakan peristiwa-peristiwa, mengkonstruksikan
realitas dari berbagai peristiwa tersebut, hingga menjadi artikel atau wacana yang bermakna.
Dalam proses rekonstruksi realitas, bahasa adalah unsur yang utama. Bahasa merupakan
instrumen pokok untuk menceritakan realitas, alat konseptualisasi, dan alat narasi.
Selain itu, pendapat Giles dan Wiemann bahwa bahasa mampu menentukan konteks,
sehingga melalui bahasa (pilihan kata dan cara penyajiannya) seseorang (dalam hal ini para
wartawan/wartawati) bisa mempengaruhi orang lain (menunjukkan kekuasannya). Posisi
media massa yang mampu membangun pengaruh melalui penentuan konteks dan konstruksi
peristiwa berperan penting dalam upaya pembinaan bahasa Indonesia, terutama jika bahasa
pengantar yang dipakai adalah bahasa Indonesia. Dalam Penjelasan Pasal 41 ayat (2) UU No.
24 Tahun 2009, ditetapkan bahwa yang dimaksud dengan pembinaan bahasa adalah upaya
meningkatkan mutu penggunaan bahasa melalui pembelajaran bahasa di semua jenis dan
jenjang pendidikan serta pemasyarakatan bahasa ke berbagai lapisan masyarakat. Selain itu,
pembinaan bahasa juga dimaksudkan untuk meningkatkan kedisiplinan, keteladanan, dan
sikap positif masyarakat Indonesia terhadap bahasa Indonesia.
2. Peran Media Massa Dalam Upaya Pembinaan Bahasa Indonesia
Sebagaimana dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers
(selanjutnya disebut “UU No. 40 Tahun 1999”), ditetapkan bahwa pers nasional mempunyai
fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, kontrol sosial, serta lembaga ekonomi.
Terhadap artikel hukum yang memuat kebijakan publik, peran media massa adalah
menjembatani kebutuhan komunikasi antara Pemerintah sebagai pembuat kebijakan publik
dengan masyarakat selaku pihak yang akan terikat untuk melaksanakan kebijakan publik
tersebut. Terhadap peran tersebut, Prof. Satjipto Rahardjo menjelaskan bahwa komunikasi
berperan penting sebagai jembatan antara kedua kutub itu. Lebih dalam, Prof. Satjipto
Rahardjo menelaah kepada sejarah Indonesia sebagai bekas koloni Belanda, sehingga sistem
hukum yang berlaku pada masa pemerintahan Belanda tetap berlaku pasca Indonesia
merdeka. Negara dengan sistem civil law tersebut mengembangkan cara berhukum yang
mendasarkan pada supremasi peraturan (rule-based). Cara berhukum menjadi ‘top down’ di
mana proses pembuatan hukum berada di atas kemudian diterapkan ke bawah. Akibat dari
cara berhukum tersebut, muncul kesenjangan antara hukum yang ditulis dalam peraturan
perundang-undangan dengan persepsi masyarakat awam.
Selain itu, Harold D. Lasswell dan Charles Wright menjelaskan bahwa media massa
dapat menempati fungsi informasi. Fungsi informasi adalah pengamatan sosial, merujuk pada
upaya penyebaran informasi dan interpretasi obyektif tentang berbagai peristiwa yang terjadi
di dalam dan di luar lingkungan sosial. Fungsi informasi dapat bertujuan untuk mencapai
kontrol sosial agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Sebagai media komunikasi
yang mempergunakan bahasa Indonesia, media massa dapat memainkan peranan yang lebih
besar dalam meningkatkan sikap positif dan menghargai serta menggalakkan penggunaan
bahasa yang lebih cendekia dengan mengungkapkan bahasa secara lebih rasional dan
berpegang pada konvensi-konvensi bahasa yang sudah baku. Dari hal tersebut, media massa
menjalankan fungsi informasi dan fungsi kontrol sosial terhadap upaya pembinaan bahasa
Indonesia bagi masyarakat Indonesia.
3. Jenis Media Massa
Media massa terdiri atas media cetak dan media elektronik. Masing-masing jenis media
ini terdiri atas beberapa bentuk media yang masing-masing memiliki ciri khas dan
menimbulkan implikasi khusus (Sucipto, dkk. 1998:27). Akibatnya untuk memahami media
massa perlu lebih dahulu mengetahui aneka bentuk dan ragam variasinya. Media massa cetak
meliputi koran (harian, mingguan, tabloid), majalah (berita, khusus, hiburan), buletin atau
terbitan berkala, buku (pengetahuan, cerita, komik), dan selebaran lepas. Media massa
elektronik meliputi radio, televisi dan internet. Media massa harus memberikan pengawasan
dan korelasi, karena seringkali media massa bertindak sebagai sumber hiburan dalam
masyarakat (Wright, 1998:25). Media massa cetak cenderung menjadi media berita,
sedangkan media massa elektronik cenderung menjadi hiburan.
B. Cara Meningkatkan Mutu Pembelajaran Bahasa Indonesia Yang Apresiatif di
Sekolah
Pendidikan merupakan respon terhadap perkembangan tuntutan global sebagai suatu
upaya untuk mengadaptasikan sistem pendidikan yang mampu mengembangkan sumber daya
manusia untuk memenuhi tuntutan zaman yang sedang berkembang. Melalui reformasi
pendidikan, pendidikan harus berwawasan masa depan yang memberikan jaminan bagi
perwujudan hak-hak azasi manusia untuk mengembangkan seluruh potensi dan prestasinya
secara optimal guna kesejahteraan hidup di masa depan. Dalam proses pembelajaran
melibatkan proses berfikir, membangun suasana dialogis, dan proses Tanya jawab terus
menerus yang diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan berfikir siswa ,
yang pada gilirannya kemampuan berfikir itu dapat membantu siswa untuk memperoleh
pengetahuan yang mereka konstruksi sendiri. “ (Syaiful Sagala,2003 : 63).
Mata pelajaran Bahasa Indonesia memiliki peranan penting dalam dunia pendidikan.
Pelajaran Bahasa Indonesia tidak hanya mengajarkan tentang materi kebahasaan saja, tetapi
juga materi kesastraan. Kedua materi tersebut direncanakan dan mendapat bagian yang sama
sehingga pengajarannya juga harus seimbang. Mengikutsertakan pengajaran sastra dalam
kurikulum berarti akan membantu siswa berlatih keterampilan membaca dan mungkin
ditambah sedikit keterampilan menyimak, berbicara, dan menulis yang masing-masing erat
hubungannya (Rahmanto, 2004:17).
Dalam pengajaran sastra, siswa dapat melatih keterampilan menyimak dengan
mendengarkan suatu karyasastra yang dibacakan oleh guru atau teman serta siswa dapat
mendiskusikan dan kemudian menulis hasil diskusinya sebagai latihan keterampilan menulis.
Rahmanto (2004:16) mengungkapkan empat manfaat pembelajaransastra, yaitu:
1. membantu keterampilan berbahasa,
2. meningkatkan pengetahuan budaya,
3. mengembangkan cipta dan rasa,
4. menunjang pembentukan watak. Sebuah karya sastra dapat membangkitkan
Daya kreativitas serta imajinasi siswa. Rangsangan dari sebuah karya sastra
merupakan sebuah kesadaran kreatif sekaligus kesadaran kritis di dalam diri siswa yang akan
dibutuhkan oleh cabang ilmu apa pun yang dikehendaki. Tumbuhnya kesadaran siswa akan
pentingnya mengapresiasikan sastra akan mendorong mereka pada kemampuan melihat
persoalan secara objektif, membentuk karakter, merumuskan watak, dan kepribadian. Dengan
kata lain, karena manfaat pengajaran sastra adalah meningkatkan kualitas kemanusiaan siswa,
tidak bisa tidak, pengajaran sastra harus diletakkan sama pentingnya dengan pelajaran lain.
Apresiasi cerpen merupakan salah satu pengajaran sastra. Edgar Allan Poe (dalam
Nurgiyantoro, 2007:10) menyatakan bahwa cerpen adalah sebuah cerita yang selesai dibaca
dalam sekali duduk, kira-kira berkisar antarasetengah sampai dua jam. Cerpen juga
merupakan jenis sastra yang digemari oleh masyarakat.
Apresiasi cerpen adalah salah satu aspek kemampuan bersastra yang harus dikuasai
siswa yang tercantum dalam Standar Kompetensi danKometensi Dasar (SKKD) kelas IX
SMP. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dibuat berdasarkan SKKD. Standar
Kompetensi tersebut adalahmemahami wacana sastra melalui kegiatan membaca buku
kumpulan cerita pendek (cerpen). Kompetensi Dasar yang harus dikuasai siswa, yaitu
(1)menemukan tema, latar, penokohan pada cerpen-cerpen dalam satu buku kumpulan
cerpen, dan (2) menganalisis nilai-nilai kehidupan pada cerpen-cerpen dalam satu buku
kumpulan cerpen.
Tujuan pembelajaran sastra adalah siswa mampu menentukan tema, latar, penokohan
suatu cerpen dan mampu menemukan nilai-nilai kehidupan suatu cerpen. Dalam
pelaksanaannya, pembelajaran apresiasi cerpen masih dijumpai guru tidak memakai media
serta sumber pembelajaran yang variatif. Ketiadaan media serta sumber pembelajaran yang
variatif menyebabkan siswa merasa jenuh mengikuti pelajaran Bahasa Indonesia, khususnya
apresiasi cerpen. Hal tersebut mengakibatkan pembelajaran apresiasi cerpen berjalan
monoton dan kurang membangkitkan kreativitas Siswa. dalam pembelajaran apresiasi cerpen
perlu memanfaatkan media yang sesuai agar dapat memacu kreativitas dan antusias siswa
dalam mengikuti pembelajaran apresiasi cerpen. Pemanfaatan media yang sesuai dengan
materi belajar dapat member pengalaman belajar yang sangat dibutuhkan siswa. Guru harus
bisa memilih media yang sesuai dengan materi pelajaran. Menurut Hamalik (dalam Arsyad,
2007:15) pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat
membangkitkan keinginan, minat yang baru, membangkitkan motivasi, rangsangan kegiatan
belajar, dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa.
Menerapkan tindakan dalam pembelajaran apresiasi cerpen dengan media audio yang
berupa rekaman pembacaan cerpen, diharapkan pembelajaran apresiasi cerpen di kelas dapat
membawa berbagai manfaat positif dalam pendidikan. Media audio adalah salah satu media
pembelajaran yang berupa rekaman pesan dan isi pembelajaran untuk merangsang pikiran,
perasaan, perhatian, dan kemauan siswa sebagai upaya mendukung terjadinya proses belajar
(Arsyad, 2007:44).
Penggunaan media audio ini diharapkan dapat menumbuhkan motivasi siswa dalam
belajar. Apabila motivasi telah terbentuk dalam diri siswa, pembelajaran akan berjalan lancar
dan akan tercapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Media audio yang berupa
rekaman tape recorder ini sangat praktis digunakan dan di sekolah tersebut juga tersedia tape
recorder untuk memutar rekaman pembacaan cerpen. Media audio merupakan bentuk media
pembelajaran yang murah dan terjangkau (Arsyad, 2007:45).
b. Tutor dapat memusatkan perhatian pada pengembangan kompetensi bahasa peserta didik
dengan menyediakan berbagai kegiatan berbahasa dan sumber belajar;
c. Guru dan tutor dapat lebih mandiri dan leluasa dalam menentukan bahan ajar sesuai dengan
kondisi lingkungan tempat belajar dan kemampuan peserta didiknya;
d. Orang tua dan masyarakat dapat secara aktif terlibat dalam pelaksanaan program di tempat
belajar;
e. Daerah dapat menentukan bahan dan sumber belajar sesuai dengan kondisi dan kekhasan
daerah dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional.
Adapun yang menjadi tujuan bagi siswa, peserta didik, warga belajar dalam
mempelajari Bahasa Indonesia agar dapat memiliki kemampuan antara lain :
1. Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku baik secara lisan
maupun tulis.
2. Menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan
bahasa negara.
3. Memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai
tujuan
5. Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi
pekerti serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa.
6. Menghargai dan mengembangkan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual
manusia Indonesia.
Pada tahun 1952, Balai Bahasa dimasukkan ke lingkungan Fakultas Sastra Universitas
Indonesia dan digabung dengan ITCO menjadi Lembaga Bahasa dan Budaya. Selanjutnya,
mulai 1 Juni 1959 lembaga ini diubah menjadi Lembaga Bahasa dan Kesusastraan, dan
menjadi bagian Departemen Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan.
Pada tanggal 3 November 1966 lembaga ini berganti nama menjadi Direktorat
Bahasa dan Kesusastraan yang berada di bawah Direktorat Jenderal Kebudayaan,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Sejak 27 Mei 1969 lembaga itu kembali berubah
nama menjadi Lembaga Bahasa Nasional dan secara struktural berada di bawah Direktorat
Jenderal Kebudayaan.
Pada 1 April 1975 Lembaga Bahasa Nasional berganti nama menjadi Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Lembaga yang kerap disingkat dengan nama Pusat
Bahasa ini, secara berturut-turut dipimpin oleh Prof. Dr. Amran Halim, Prof. Dr. Anton M.
Moeliono, Drs. Lukman Ali, Dr. Hasan Alwi, dan Dr. Dendy Sugono. Kemudian berdasarkan
Keppres tahun 2000, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa berubah nama menjadi
Pusat Bahasa. Lembaga ini berada di bawah naungan Sekretariat Jenderal Departemen
Pendidikan Nasional.
Pembinaan bahasa merupakan satu pegangan yang bersifat nasional, untuk kemudian
membuat perencanaan bagaimana cara membina dan mengembangkan satu bahasa sebagai
alat komunikasi verbal yang dapat digunakan secara tepat di seluruh negara, dan dapat
diterima oleh segenap warga yang secara lingual, etnis, dan kultur berbeda. Untuk itu
pembinaan bahasa mempunyai 3 rangkaian yang bersistem sehingga ketiganya saling
berkaitan dalam pembinaan bahasa, ketiga rangkaian pembinaan bahasa itu antara lain,
kebijakan bahasa, sikap bahasa, dan perencanaan bahasa.
a. Kebijakan bahasa
Kebijakan merupakan satu pegangan yang bersifat nasional yang mempunyai tujuan
akhir, yakni sebagai alat komunikasi verbal yang dapat digunakan secara tepat di seluruh
Negara dan dapat diterima oleh segenap warga secara lingual, etnis, dan kultur yang berbeda
(Aslinda & Syafyahya,2010: 113).
Oleh karena itu kebijakan nasional yang menyangkut kepentingan seluruh
masyarakat, dalam hal ini bahasa Indonesia, kebijakan bahasa nasional Indonesia merupakan
pernyataan sikap nasional terhadap keseluruhan masalah bahasa Indonesia, yang merupakan
jaringan masalah kebahasaan yang dijalin oleh :
a. Masalah bahasa Indonesia,
b. Masalah bahasa daerah,dan
c. Masalah bahasa asing, baik yang diajarkan dilembaga-lembaga pendidikan maupun yang
digunakan tanpa pengajaran di lembaga-lembaga pendidikan.
Kebijakan bahasa nasional adalah memberikan dasar dan pengarahan bagi
perencanaan serta pengembangan bahasa nasional perencanaan serta pengembangan bahasa
daerah, dan pengembangan pengajaran bahasa asing.
Pelaksanaan kebijaksanaan bahasa nasional kita itu tergantung pula kepada sampai
kemana kita berhasil melibatkan segenap lapisan masyarakat kita, termasuk lembaga-lembaga
pemerintahan, sektor swasta, media massa, dan lembaga-lembaga pendidikan baik formal
maupun non-formal.
b. Sikap bahasa
Sikap bahasa adalah salah satu diantara berbagai sikap yang mungkin ada. Masalah
sikap telah agak banyak diteliti, dan berbagai batasan telah dikemukakan di dalam hubungan
dengan psikologi sosial. Namun menurut Triandis (1971:24), unsur yang umumnya terdapat
didalam berbagai batasan itu adalah kesiapan bereaksi terhadap suatu keadaan.
Kesiapan ini dapat merujuk kepada sikap mental atau kepada sikap prilaku. para ahli
teori mengenai sikap mengemukakan batasan yang menyatakan bahwa sikap memiliki tiga
komponen, yaitu : komponen (kognitif, afektif, dan prilaku) pada umumnya berhubungan
erat. Namun, pengalaman seseorang mungkin mengakibatkan ketidak seimbangan diantara
ketiga komponen tersebut.
Komponen kognitif menyangkut pengetahuan mengenai alam sekitar dan gagasan
yang biasanya merupakan kategori yang dipergunakan di dalam proses berpikir. Misalnya
hubungan dengan keadaan kebahasaan di Indonesia, komponen kognitif menyangkut
pengetahuan kita mengenai bahasa-bahasa yang terdapat atau digunakan di Indonesia dan
penggolongan bahasa-bahasa itu menjadi bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing,
serta hubungan diantara kategori-kategori ini.
Komponen afektif menyangkut perasaan atau emosi yang mewarnai atau menjiwai
pengetahuan dan gagasan yang terdapat didalam komponen kognitif. Komponen afektif
menyangkut nilai rasa baik atau tidak baik dan suka atau tidak suka terhadap bahasa
Indonesia.
Komponen perilaku menyangkut kecenderungan berbuat atau bereaksi dengan cara
tertentu terhadap sesuatu atau suatu keadaan. Seperti halnya dengan komponen kognitif dan
komponen afektif, komponen prilaku pun terbentuk melalui pengalaman. Sejalan dengan itu,
kegairahan penggunaan bahasa Indonesia diharapkan menjelma menjadi kenyataan yang
disertai oleh kecermatan dan ketaatan didalam pelaksanaan kaidah-kaidah bahasa Indonesia
yang baku dan norma-norma kebahasaan yang berlaku.
c. Perencanaan bahasa
Kebijaksanaan dalam kebahasaan antara lain berisi tentang perencanaan. Perencanaan
bahasa sebagai alat komunikasi dan perencanaan dalam pendidikan kebahasaan. Perencanaan
dalam bidang pendidikan kebahasaan oleh karena melalui pendidikanlah terjadi perubahan
sikap dari tidak tahu ke ingin tahu tentang perkembangan dan perubahan bahasa.
Jika dilihat dari segi sosiolinguistik, mengapa kita perlu membuat perencanaan
kebahasaan? Kita mengetahui bahwa bahasa adalah bentuk tingkah laku sosial (Labov (dalam
Pateda, 1987: 93)). Bahasa dipergunakan oleh manusia untuk berkomunikasi. Dalam
komunikasi ini, terjadi perbenturan sehingga muncul konflik-konflik, sekalipun konflik itu
bukan konflik bahasa. Kiranya telah kita maklumi bahasalah yang mempertajam konflik itu.
Kita sering menyaksikan dengan sebuah kata saja dapat terjadi konflik fisik. Berkatalah Anda
kepada seseorang misalnya: Babi!” pasti sebentar lagi Anda akan dipukul atau ditinjunya.
Sehingga perlu dibuat perencanaan dalam bidang kebahasaan itu sangat penting karena kita
ingin memperkecil konflik bahasa itu.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Media massa memiliki fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, kontrol
sosial, serta lembaga ekonomi. Dalam menjalankan fungsinya tersebut, ditetapkan bahwa
penyampaian informasi melalui media massa harus menggunakan bahasa Indonesia, sehingga
media massa diharapkan mampu untuk turut berperan dalam upaya pembinaan bahasa
Indonesia. Masyarakat pemakai bahasa dapat mengenal kosakata itu melalui media massa,
baik cetak maupun elektronik. Dalam hal itu, media massa berperan sebagai penyebar
kosakata baru yang muncul sebagai perkembangan bahasa.
Kepemimpinan kepala sekolah dan kreatifitas guru yang professional, inovatif,
kreatif, merupakan salah satu tolok ukur dalam Peningkatan mutu pembelajaran di sekolah
,karena kedua elemen ini merupakan figure yang bersentuhan langsung dengan proses
pembelajaran , kedua elemen ini merupakan fugur sentral yang dapat memberikan
kepercayaan kepada masyarakat (orang tua) siswa , kepuasan masyarakat akan terlihat dari
output dan outcome yang dilakukan pada setiap periode,sehingga dengan demikian maka
tidak akan sulit bagi pihak sekolah untuk meningkatkan mutu pembelajaran dan mutu
pendidikan di sekolah.
Bahasa Indonesia adalah sebagai bahasa nasional, lambang bangsa dan sebagai alat
perhubungan antarwarga, antardaerah dan antarsuku bangsa. Bahasa Inggris adalah Bahasa
pergaulan internasional.Bahasa Inggris digunakan pada sidang-sidang resmi Perserikatan
Bangsa Bangsa (PBB).Bahasa Inggris juga digunakan sebagai bahasa standar penerbangan
internasional. Kemanapun kita pergi di seluruh belahan dunia ini, kita dihadapkan pada
penggunaan Bahasa Inggris
Pembinaan bahasa adalah cara atau kegiatan pemeliharaan bahasa. Dalam pembinaan
dan pengembangan bahasa erat kaitannya dengan pengertian pembinaan bahasa indonesia,
tujuan pembinaan bahasa indonesia, kegiatan kebijaksanaan pembinaan dan pengembangan
bahasa indonesia, kalimat tidak logis atau tidak bernalar.
Program sekolah bilingual adalah agar peserta didik mampu menggunakan kedua
bahasa secara berimbang dengan kompetensi sama tinggi digunakan baik lisan maupun
tulisan.
Pusat adalah bertugas melaksanakan penyusunan kebijakan teknis, pemasyarakatan,
peningkatan mutu pembelajaran bahasa dan sastra, serta peningkatan peran dan pengendalian
penggunaan bahasa dan sastra.
Pembinaan bahasa Indonesia dimaksudkan peningkatan mutu dan kelengkapan bahasa
Indonesia sedemikian rupa sehingga benar-benar dapat berfungsi sebagai bahasa negara,
bahasa pengantar dilembaga-lembaga pendidikan, bahasa perhubungan di dalam media
massa, bahasa pendukung kebudayaan, dan bahasa pendukung ilmu pengetahuan dan
teknologi modern.
2. Saran
Harapan penulis setelah membahas makalah ini mudah-mudahan dapat menambah
wawasan tentang pengetahuan peran media massa dalam pengembangan dan pembinaan
bahasa, cara meningkatkan mutu pembelajaran bahasa Indonesia yang apresiatif disekolah,
Mengetahui kedudukan bahasa Indonesia dan bahasa inggris dalam pendidikan formal,
Mengetahui pembinaan bahasa Indonesia dan program sekolah bilingual, mengetahui peran
pusat bahasa dan pembinaan bahasa. Selain itu Penulis masih dalam masa belajar sehingga
kami siap menerima kritik dan saran untuk memperbaiki atau menyempurnakan makalah
yang selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Darmadi, Hamid. 2007. Dasar Konsep Pendidikan Moral. Bandung :
Alfabeta.
Dewantoro, Ki Hajar. 1962. Bagian Pertama: Pendidikan. Jogjakarta :
Taman Siswa.
Suhender. 1997. Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia.
Jakarta : Departeman Pendidikan dan Kebudayaan.
http://www.entitashukum.com/pembubaran-rsbisbi-runtuhnya-diskriminasi-pendidikan-di-
indonesia/ akses pada 29 MEI 2015 jam 22.15 WIT
http://hidzamaulana.blogspot.com/2012/12/Pembinaan-dan-Pengembangan-
Bahasa.html.Hidza Maulana di akses pada 29 mei 2015. 22:27
https://mynameisbunny.wordpress.com/2013/05/15/penerapan- sosiolinguistik-
perencanaan-bahasa-dan-pendidikan-dan-
pengajaran-bahasa 29 mei 2015 jam 23: 05
http://id.wikipedia.org/wiki/Badan_Pengembangan_dan_Pembinaan_Bahasa/ diakses pada
tanggal 29 mei 2015 jam 23.09
PERAN MEDIA MASSA (CETAK DAN ELEKTRONIK) DALAM PERKEMBANGAN BAHASA
INDONESIA
Abstrak: Tulisan ini bertujuan untuk mendeskripsikan peran media massa dalam perkembangan
bahasa Indonesia. Sebagai salah satu sarana komunikasi, media massa mempunyai peranan penting
dalam perkembangan pengetahuan dan proses sosial. Selain berperan dalam proses sosial, media
massa juga mendukung perkembangan bahasa, khususnya bahasa Indonesia. Salah satunya yaitu
dalam menunjukkan istilah-istilah baru. Selain itu, dengan media massa baik media cetak maupun
elektronik, dapat menambah perbendaharan kosakata bagi masyarakat pembaca.
Sebagai salah satu sarana atau alat untuk berkomunikasi, bahasa juga memerlukan media
sebagai sarana penyebarluasannya. Salah satu media yang dapat digunakan sebagai penyebarluasan
bahasa tersebut adalah media massa, baik media cetak maupun elektronik. Media massa
sebenarnya merupakan kependekan dari istilah media komunikasi massa, yang secara sederhana
dapat diberikan pengertian sebagai alat yang dapat digunakan untuk menyampaikan pesan serentak
kepada khalayak yang berbeda-beda dan tersebar di berbagai tempat (Sucipto, dkk. 1998: 4). Oleh
karena itu, dapat dikatakan bahwa media massa dan bahasa merupakan dua hal yang tidak dapat
dipisahkan. Selain itu, perkembangan bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi juga tidak dapat
dipisahkan dengan keberadaan media massa.
Sebagai salah satu sarana komunikasi, media massa juga mempunyai peranan penting dalam
perkembangan pengetahuan dan proses sosial. Selain berperan dalam proses sosial, media massa
juga mempunyai peran yang besar dalam mendukung perkembangan bahasa, khususnya bahasa
Indonesia. Media massa bermanfaat untuk menyampaikan istilah-istilah baru, dalam hal ini adalah
penambahan kosakata baru yang mungkin baru diketahui oleh para pembacanya.
Pada dasarnya media massa adalah salah satu cara yang paling banyak digunakan untuk
mengakses informasi tentang kejadian dan peristiwa sekitar dan sekaligus merupakan sumber dari
bagian besar kegiatan hiburan (Thomas dan Shan, 2007:78). Oleh karena itu, media adalah tempat
yang sangat berpotensi untuk memproduksi dan menyebarluaskan makna sosial, atau dengan kata
lain, media berperan besar dalam menentukan makna dari kejadian-kejadian yang terjadi di dunia
untuk budaya, masyarakat atau kelompok sosial tertentu. Media massa, seperti halnya pesan lisan
dan isyarat, sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari komunikasi manusia (Rivers, 2008:27). Pada
hakikatnya, media adalah perpanjangan lidah dan tangan yang berjasa meningkatkan kapasitas
manusia untuk mengembangkan struktur sosial.
Media massa terdiri atas media cetak dan media elektronik. Masing-masing jenis media ini
terdiri atas beberapa bentuk media yang masing-masing memiliki ciri khas dan menimbulkan
implikasi khusus (Sucipto, dkk. 1998:27). Akibatnya untuk memahami media massa perlu lebih
dahulu mengetahui aneka bentuk dan ragam variasinya. Media massa cetak meliputi koran (harian,
mingguan, tabloid), majalah (berita, khusus, hiburan), buletin atau terbitan berkala, buku
(pengetahuan, cerita, komik), dan selebaran lepas. Media massa elektronik meliputi radio, televisi
dan internet. Media massa harus memberikan pengawasan dan korelasi, karena seringkali media
massa bertindak sebagai sumber hiburan dalam masyarakat (Wright, 1998:25). Media massa cetak
cenderung menjadi media berita, sedangkan media massa elektronik cenderung menjadi hiburan.
Bahasa yang digunakan oleh media massa mewakili kelompok sosial dan politik tertentu.
Kejadian-kejadian yang dianggap pantas untuk dimuat atau ditayangkan akan cenderung digunakan
dalam masyarakat sebagai cara untuk membicarakan kelompok atau kejadian tertentu. Seringnya
mengikuti siaran-siaran lewat televisi dan radio serta seringnya membaca surat kabar atau majalah,
dapat menambah perbendaharaan bahasa (Tashadi, dkk. 1993:71).
Sebagai bahasa yang berkembang, bahasa Indonesia mendapat pengaruh dari bahasa lain,
baik bahasa asing maupun bahasa daerah. Pengaruh dalam dunia kebahasaan terjadi karena
kebutuhan masyarakat bahasa akan adanya kosakata yang dapat digunakan sebagai penyebutan
suatu simbol. Masyakat pemakai bahasa akan menggunakan bahasa asing atau bahasa
daerah, misalnya ketika ia tidak menemukan kosakata bahasa Indonesia yang tepat untuk
mengungkapkan ide tau gagasannya. Pelan namun pasti, bahasa yang berasal dari bahasa asing atau
bahasa daerah tersebut akan tersebar luas dan akan memperkaya kosakata bahasa Indonesia.
Penyebaran kosakata yang berasal dari bahasa asing atau bahasa daerah tersebut sudah
pasti akan melibatkan berbagai macam media massa, baik cetak maupun elektronik. Ketersebaran
itu melibatkan pelaku media yang salah satunya adalah jurnalis. Data yang berupa kosakata yang
dikumpulkan para jurnalis tersebut dapat dikatakan data yang masih mentah. Artinya, untuk dapat
digunakan secara benar, baik dari segi kebahasaan maupun dari segi non-kebahasaan, masih perlu
diolah.
Kosakata baru yang berasal dari bahasa asing atau bahasa daerah dalam bahasa Indonesia
tidak hanya terbatas pada kosakata yang bersifat umum, tetapi juga dapat berupa kosakata yang
berupa istilah. Dalam hal itu, kosakata tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyakat
bahasa dalam bidang keilmuan tertentu. Hal itu perlu mendapat perhatian karena seperti yang
dikemukakan oleh Asmadi (2008) perkembangan dunia dalam berbagai bidang, seperti teknologi,
sastra, ekonomi, dan kebudayaan memaksa wartawan untuk menyelaraskan bahasanya.
Selanjutnya, Asmadi mengungkapkan bahwa kadang-kadang munculnya kosakata baru dari luar
negeri tidak tertampung dalam perbendaharaan bahasa Indonesia sehingga kosakata yang muncul di
media massa hanyalah penyederhanaan atau penyesuaian dengan pemahaman yang dimiliki oleh
wartawan. Pernyataan tersebut tentu saja bukanlah tanpa alasan. Sehubungan dengan itu, kosakata
baru atau suatu istilah muncul dan diperkenalkan oleh bidang ilmu tertentu untuk memenuhi salah
satu sifat bahasa yang selalu berkembang. Ketersebaran pengetahuan tidak dapat tercapai dengan
baik apabila bahasa pengetahuan tersebut tidak dikenali oleh masyarakat bahasa. Oleh karena itu,
pakar berbagai bidang keilmuan akan berusaha untuk memperkenalkan ide atau gagasannya melalui
bahasa yang dapat dipahami oleh masyarakat pemakainya sehingga dapat tercapai ketersebaran
pengetahuan. Dengan demikian, pengetahuan tersebut akan dapat memberikan manfaat kepada
masyarakat.
Keberadaan dan ketersebaran kosakata yang berupa istilah itu juga tidak lepas dari peran
media massa. Istilah dapat tersebar luas dan dikenali oleh masyarakat melalui media massa. Sebagai
contoh, istilah yang digunakan dalam bidang informatika yang kemajuannya amat cepat dapat
dengan mudah dan dikenali serta digunakan oleh masyarakat melalui media massa.
Kata downloaddan upload misalnya, begitu cepat tersebar dengan istilah berbahasa Indonesia
menjadi unduh (download) dan unggah (upload), begitu pula dengan penemuan dalam bidang yang
lain, seperti bidang perdagangan menggunakan istilah lisensiyang berarti (surat) izin untuk
mengangkut barang dagangan, usaha. Dalam bidang pendidikan, misalnya, dikenal kata
pembentukan watak atau pembentukan karakter yang merupakan padanan dari kata character
building. Kosakata tersebut tersebar dan diterima oleh masyarakat karena adanya media massa
sebagai pemberi informasi yang dapat dikatakan selalu terbarui.
PENUTUP
Kosakata atau istilah baru tidak akan dikenal oleh masyarakat pemakai bahasa apabila tidak
tersebar dan tidak dimanfaatkan oleh pemakai bahasa. Ketersebaran dan keberterimaan sebuah
kosakata baru itu banyak ditentukan dan dipengaruhi oleh seberapa besar kosakata tersebut muncul
dan digunakan sebagai kosakata yang produktif oleh masyarakat pemakai bahasa. Masyarakat
pemakai bahasa dapat mengenal kosakata itu melalui media massa, baik cetak maupun elektronik.
Dalam hal itu, media massa berperan sebagai penyebar kosakata baru yang muncul sebagai
perkembangan bahasa.
DAFTAR RUJUKAN
Asmadi, TD. 2008. Merintis Bahasa Jurnalistik Baku untuk Mencerdaskan Bangsa. Makalah dalam
Konggres IX Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional.
Rivers, William L, dkk. 2008. Media Massa dan Masyarakat Modern (Ed. Haris Munandar dan Dudy
Priatna). Jakarta: Kencana
Sucipto, Toto, dkk. 1998. Peranan Media Massa Lokal bagi Pembinaan dan Pengembangan Kebudayaan
Daerah. Bandung: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
Tashadi, dkk. 1993. Dampak Masuknya Media Komunikasi terhadap Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat
Pedesaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan Kedudayaan
Thomas, Linda dan Shan Wareing. 2007. Bahasa, Masyarakat dan Kekuasaan(Ed. Prof. Dr. Abdul Syukur
Ibrahim). Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Wright, Charles R. 1998. Sosiologi Komunikasi Massa (Ed. Drs. Jalaluddin Rakhmat, M.Sc). Bandung:
Remadja Karya.