A. Latar Belakang
B. Pertimbangan Hukum
Penangkapan dan pengiriman burung Cenderawasih secara besar-
besaran jelas merusak lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam UU
No. 4 Tahun 1982;
Apabila burung Cenderawasih yang dilindungi diambil satu ekor saja,
maka peluang burung tersebut untuk berkembang biak menjadi terhenti,
padahal jenis burung tersebut daya pennagkarannya untuk berkembang
biak kecil sekali dalam satu tahun;
Pengambilan dan Pengiriman burung-burung Cenderawasih secara besar-
besaran secara langsung merusak lingkungan hidup karena, menghalang-
halangi pengembangbiakan burung tersebut ditempat habitatnya, sehingga
hubungannya dengan sumber daya alam hayati yang ada, habitat
ketenteraman akan rusak dan besar sekali kemungkinannya burung-burung
tersebut akan berpindah tempat atau setidak-tidaknya pengaruhnya
terhadap pengembangbiakan burung tersebut besar sekali;
Pengambilan burung-burung Cenderawasih secara besar-besaran secara
tidak langsung juga merusak lingkungan hidup, karena memberi kesan yang
negatif terhadap masyarakat disekitarnya yang baik secara moril/materiil
menderita kerugian;
Dalam pengertian lingkungan hidup dipulau Waigeo, termasuk masyarakat
di sekitarnya dengan permasalahan yang memengaruhi lingkungannya.
Tindakan mengambil burung dan sarang burung, atau burung Cenderawasih
tanpa sarangnya secara besar-besaran merusak lingkungan hidup, karena
mengakibatkan perubahan yang langsung terhadap sifat fisik hayati
lingkungan, sebagaimana dimaksudkan dalam ketentuan Pasal 1 angka 8
UU Nomor 4 Tahun 1982.
Menurut jaksa, unsur-unsur pasal 22 ayat (1) UULH adalah
a. Barang siapa;
b. Dengan sengaja;
c. Melakukan perbuatan;
d. Yang menyebabkan rusaknya lingkungan hidup; atau
e. Tercemarnya lingkungan hidup;
f. Yang diatur dalam undang-undang ini; atau
g. Undang-undang lain.
Setelah membahas unsur-unsur perbuatan pidana dalam kasus
burung Cenderawasih tersebut dan mengemukakan bebebrapa alat bukti
yang sah, dikuatkan dengan adanya petunjuk serta barang-barang bukti yang
diajukan di muka persidangan, Jaksa Penuntut Umum berkeyakinan
terdakwa telah melakukan perbuatan “ sengaja membujuk seseoramg
melakukan perbuatan.
a. Barang siapa;
b. Dengan sengaja;
c. Melakukan perbuatan;
g. Undang-undang lain.
D. Pertimbangan Hakim
Penerapan Pasal 22 ayat (1) jo. Pasal 1 angaka 8 uu Nomor 4 Tahun
1982 jo. Pasal 55 ayat (1) Majelis Hakim dalam perkara ini, yang mana
dalam amar putusan Majelis Hakim menerapkan dan menggunakan Pasal
22 ayat (1) jo. Pasal 1 angka 8 Nomor 4 tahun 1982 jo. Pasal 55 ayat (1)
Dilihat dalam pertimbangan majelis hakim dan tuntutan jaksa memang
benar unsur-unsur yang termuat memenuhi syarat suatu tindak pidana
perdagangan illegal satwa liar, sehingga harus melihat berdasarkan
kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan. Sehingga apa yang telah
tertuang didalam Peraturan Perundang-undangan yang berlaku, tujuan
hukum dapat tercapai. Tujuan hukum adalah akhir dari rangkaian
pemeriksaan atas suatu perkara hukum. Dimana menjadi suatu tolak ukur
terhadap penegakan hukum, apakah tujuan hukum dapat memberikan
kepastian, kemanfaatan bagi pelaku tindak pidana ataupun korban
sebagaimana yang tertuang dalam peraturan hukum yang berlaku.
Disamping itu peningkatan kualitas para penegak hukum dimata masyarakat
dan para pihak yang berperkara juga dinilai berdasarkan ketepatan dalam
memutus perkara sebagai wujud.
E. Putusan Hakim
Terdakwa dijatuhi pidana penjara 4 (empat) tahun 6 (bulan) dan
denda 20 juta rupiah, yaitu berdasarkan ancaman pidana terbaru dalam Pasal
22 UULH mengenai perbuatan yang menyebabkan rusaknya lingkungan
hidup. Menurut Pasal 12 UULH, ketentuan tentang Sumber Daya Alam
Hayati dan Ekosistemnya yang ditetapkan dengan unang-undang. Dewasa
ini undang-undang dimaksud adalah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990
tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya sebagai
undang-undang baru yang mencabut berlakunya: Ordonansi Perburuan
(Jachtordonantie 1931 Stb. 1931 No. 133), Ordonansi Perlindungan
Binatang-Binatang Liar (Dierenbeschermings Ordonantie 1931 No. 134),
Ordonansi Perburuan Jawa dan Madura (Jachtordonantie Java en Madoera
1940 Stb. 1939 No. 733), dan Ordonansi Perlindungan Alam
(Natuurbescherming Ordonantie 1941 Stb. 1941 No.167).
F. Analisis terhadap pertimbangan dan putusan Hakim
G. Kesimpulan
H. Rekomendasi
I. Daftar Pustaka