Anda di halaman 1dari 18

Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur

dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa


masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem
pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pengaturan Desa berasaskan:

1. rekognisi, yaitu pengakuan terhadap hak asal usul;


2. subsidiaritas, yaitu penetapan kewenangan berskala lokal dan pengambilan keputusan secara
lokal untuk kepentingan masyarakat Desa;
3. keberagaman, yaitu pengakuan dan penghormatan terhadap sistem nilai yang berlaku di
masyarakat Desa, tetapi dengan tetap mengindahkan sistem nilai bersama dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara;
4. kebersamaan, yaitu semangat untuk berperan aktif dan bekerja sama dengan prinsip saling
menghargai antara kelembagaan di tingkat Desa dan unsur masyarakat Desa dalam membangun
Desa;
5. kegotongroyongan, yaitu kebiasaan saling tolong-menolong untuk membangun Desa;
6. kekeluargaan, yaitu kebiasaan warga masyarakat Desa sebagai bagian dari satu kesatuan
keluarga besar masyarakat Desa;
7. musyawarah, yaitu proses pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan masyarakat
Desa melalui diskusi dengan berbagai pihak yang berkepentingan;
8. demokrasi, yaitu sistem pengorganisasian masyarakat Desa dalam suatu sistem pemerintahan
yang dilakukan oleh masyarakat Desa atau dengan persetujuan masyarakat Desa serta
keluhuran harkat dan martabat manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa diakui, ditata,
dan dijamin;
9. kemandirian, yaitu suatu proses yang dilakukan oleh Pemerintah Desa dan masyarakat Desa
untuk melakukan suatu kegiatan dalam rangka memenuhi kebutuhannya dengan kemampuan
sendiri;
10. partisipasi, yaitu turut berperan aktif dalam suatu kegiatan;
11. kesetaraan, yaitu kesamaan dalam kedudukan dan peran;
12. pemberdayaan, yaitu upaya meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat Desa
melalui penetapan kebijakan, program, dan kegiatan yang sesuai dengan esensi masalah dan
prioritas kebutuhan masyarakat Desa; dan
13. keberlanjutan, yaitu suatu proses yang dilakukan secara terkoordinasi, terintegrasi, dan
berkesinambungan dalam merencanakan dan melaksanakan program pembangunan Desa.

Pengaturan Desa bertujuan:

a. memberikan pengakuan dan penghormatan atas Desa yang sudah ada dengan keberagamannya
sebelum dan sesudah terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia;

b. memberikan kejelasan status dan kepastian hukum atas Desa dalam sistem ketatanegaraan Republik
Indonesia demi mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia;

c. melestarikan dan memajukan adat, tradisi, dan budaya masyarakat Desa;


d. mendorong prakarsa, gerakan, dan partisipasi masyarakat Desa untuk pengembangan potensi dan
Aset Desa guna kesejahteraan bersama;

e. membentuk Pemerintahan Desa yang profesional, efisien dan efektif, terbuka, serta bertanggung
jawab;

f. meningkatkan pelayanan publik bagi warga masyarakat Desa guna mempercepat perwujudan
kesejahteraan umum;

g. meningkatkan ketahanan sosial budaya masyarakat Desa guna mewujudkan masyarakat Desa yang
mampu memelihara kesatuan sosial sebagai bagian dari ketahanan nasional;

h. memajukan perekonomian masyarakat Desa serta mengatasi kesenjangan pembangunan nasional;


dan

i. memperkuat masyarakat Desa sebagai subjek pembangunan.

Desa terdiri atas Desa dan Desa Adat. Desa Adat adalah sebuah kesatuan masyarakat hukum adat yang
secara historis mempunyai batas wilayah dan identitas budaya yang terbentuk atas dasar teritorial yang
berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat Desa berdasarkan hak asal usul.

Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat melakukan
penataan Desa yang bertujuan:

a. mewujudkan efektivitas penyelenggaraan Pemerintahan Desa;

b. mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat Desa;

c. mempercepat peningkatan kualitas pelayanan publik;

d. meningkatkan kualitas tata kelola Pemerintahan Desa; dan

e. meningkatkan daya saing Desa.

Penataan meliputi:

a. pembentukan; merupakan tindakan mengadakan Desa baru di luar Desa yang ada, ditetapkan dengan
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dengan mempertimbangkan prakarsa masyarakat Desa, asal usul,
adat istiadat, kondisi sosial budaya masyarakat Desa, serta kemampuan dan potensi Desa.

b. penghapusan; Desa dapat dihapus karena bencana alam dan/atau kepentingan program nasional
yang strategis.

c. penggabungan; Dua Desa atau lebih yang berbatasan dapat digabung menjadi Desa baru berdasarkan
kesepakatan Desa yang bersangkutan dengan memperhatikan persyaratan yang ditentukan Undang-
Undang.

d. perubahan status; Desa dapat berubah status menjadi kelurahan berdasarkan prakarsa Pemerintah
Desa dan Badan Permusyawaratan Desa melalui Musyawarah Desa dengan memperhatikan saran dan
pendapat masyarakat Desa.

e. penetapan Desa.
Perangkat Desa terdiri atas:

a. sekretariat Desa;

b. pelaksana kewilayahan; dan

c. pelaksana teknis.

Perangkat desa bertugas membantu Kepala Desa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya.

Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban Desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala
sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban Desa.

Pendapatan Desa bersumber dari:

a. pendapatan asli Desa terdiri atas hasil usaha, hasil aset, swadaya dan partisipasi, gotong royong, dan
lain-lain pendapatan asli Desa;

b. alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;

c. bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah Kabupaten/Kota;

d. alokasi dana Desa yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota;

e. bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi dan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota;

f. hibah dan sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga; dan

g. lain-lain pendapatan Desa yang sah

Alokasi anggaran bersumber dari Belanja Pusat dengan mengefektifkan program yang berbasis Desa
secara merata dan berkeadilan. Bagian hasil pajak daerah dan retribusi daerah Kabupaten/Kota paling
sedikit 10% dari pajak dan retribusi daerah. Alokasi dana Desa paling sedikit 10% dari dana perimbangan
yang diterima Kabupaten/Kota dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah setelah dikurangi Dana
Alokasi Khusus. Dalam rangka pengelolaan Keuangan Desa, Kepala Desa melimpahkan sebagian
kewenangan kepada perangkat Desa yang ditunjuk

BLU adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada
masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari
keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. PPK-
BLU adalah Pola pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk
menerapkan praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka
memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
ASAS BLU
1. BLU beroperasi sebagai unit kerja kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah untuk
tujuan pemberian layanan umum yang pengelolaannya berdasarkan kewenangan yang
didelegasikan oleh instansi induk yang bersangkutan.
2. BLU merupakan bagian perangkat pencapaian tujuan kementerian negara/ lembaga/
pemerintah daerah dan karenanya status hukum BLU tidak terpisah dari kementerian
negara/lembaga/pemerintah daerah sebagai instansi induk.
3. Menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota bertanggung jawab atas pelaksanaan
kebijakan penyelenggaraan pelayanan umum yang didelegasikannya kepada BLU dari segi
manfaat layanan yang dihasilkan.
4. Pejabat yang ditunjuk mengelola BLU bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan pemberian
layanan umum yang didelegasikan kepadanya oleh menteri/pimpinan
lembaga/gubernur/bupati/ walikota.
5. BLU menyelenggarakan kegiatannya tanpa mengutamakan pencarian keuntungan.
6. Rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja BLU disusun dan disajikan
sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan
dan kinerja kementerian negara/lembaga/SKPD/pemerintah daerah.
7. BLU mengelola penyelenggaraan layanan umum sejalan dengan praktek bisnis yang sehat.
PENGELOLAAN KEUANGAN
1. PENDAPATAN/BELANJA Pendapatan BLU terdiri dari:
1. Penerimaan anggaran dari APBN
2. Pendapatan operasional BLU (meliputi hasil penjualan barang/jasa, hibah, dan hasil kerja
sama dengan pihak lain)
Dalam hal terjadi kekurangan anggaran Rupiah Murni, dapat mengajukan tambahan anggaran
kepada Menkeu melalui Menteri/Pimpinan lembaga.
2. Pengelolaan Kas
1. merencanakan penerimaan dan pengeluaran kas
2. melakukan pemungutan pendapatan atau tagihan
3. menyimpan kas dan mengelola rekening bank
4. melakukan pembayaran
5. mendapatkan sumber dana untuk menutup defisit jangka pendek
6. memanfaatkan surplus kas jangka pendek untuk memperoleh pendapatan tambahan.
3. Pengelolaan Piutang dan Utang
BLU dapat memberikan piutang sehubungan dengan penyerahan barang, jasa, dan/atau
transaksi lainnya yang berhubungan langsung atau tidak langsung dengan kegiatan BLU. (Ps. 17
BLU dapat memiliki utang sehubungan dengan kegiatan operasional dan/atau perikatan
peminjaman dengan pihak lain. (Ps. 18)
4. Investasi
BLU tidak dapat melakukan investasi jangka panjang, kecuali atas persetujuan Menteri
Keuangan/gubernur/bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
5. Pengelolaan Barang
Pengadaan barang/jasa oleh BLU dilakukan berdasarkan prinsip efisiensi dan ekonomis, sesuai
dengan praktek bisnis yang sehat.
6. Penyelesaian Kerugian
Setiap kerugian negara/daerah pada BLU yang disebabkan oleh tindakan melanggar hukum atau
kelalaian seseorang diselesaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
mengenai penyelesaian kerugian negara/daerah.
AKUNTANSI, PELAPORAN, DAN PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN
BLU menyelenggarakan akuntansi sesuai dengan SAK yang diterbitkan asosiasi profesi akuntan
Indonesia. Jika tidak ada stndar akuntansi, dapat menerapkan standar akuntasi industri yang spesifik
setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan.
Laporan keuangan terdiri dari LRA, Neraca, LAK, dan CaLK disertai laporan kinerja
SURPLUS/DEFISIT
Surplus anggaran dapat digunakan untuk tahun anggaran berikutnya. Surplus dapat disetor sebagian/
seluruhnya ke Kas Negara/ Kas Daerah atas perintah MenKeu/ Kepala Daerah dengan
mempertimbangkan likuiditas BLU Defisit anggaran dapat diajukan pembiayaannya dalam tahun
anggaran berikutnya kepada MenKeu/ Kepala Daerah melalui menteri/ pimpinan lembaga/ kepala SKPD
Berdasarkan PP No. 23 Tahun 2005, BLU perlu menetapkan suatu pedoman akuntansi yang akan
digunakan sebagai pedoman pengembangan standar akuntansi / sistem akuntansi BLU. Pedoman
akuntansi BLU bertujuan:
- Menjadi acuan dalam pengembangan standar akuntansi BLU di bidang industry spesifik,
khususnya dalam hal belum terdapat standar akuntansi keuangan yang diterbitkan oleh asosiasi
profesi Indonesia yang dapat diterapkan oleh BLU.
- Menjadi acuan dalam pengembangan dan penerapan system akuntansi keuangan BLU sesuai
dengan jenis industrinya.
Sistem akuntansi BLU adalah serangkaian prosedur manual maupun yang terkomputerisasi mulai dari
proses pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran dan pelaporan keuangan BLU. Setiap transaksi
keuangan BLU harus diakuntansikan dan dokumen pendukungnya dikelola secara tertib.
Sistem Akuntansi BLU terdiri dari:
a. sistem akuntansi keuangan, yang menghasilkan Laporan Keuangan pokok untuk keperluan
akuntabilitas, manajemen, dan transparansi;
b. sistem akuntansi aset tetap, yang menghasilkan laporan aset tetap untuk keperluan manajemen aset
tetap; dan
c. sistem akuntansi biaya, yang menghasilkan informasi biaya satuan (unit cost) per unit layanan,
pertanggungjawaban kinerja ataupun informasi lain untuk kepentingan manajerial.
Laporan keuangan pokok disusun sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang ditetapkan
oleh asosiasi profesi akuntansi Indonesia /standar akuntansi industri spesifik dan Standar Akuntansi
Pemerintahan (SAP). Laporan keuangan sesuai dengan SAK digunakan untuk kepentingan pelaporan
kepada pengguna umum laporan keuangan BLU dalam hal ini adalah stakeholders, yaitu pihak-pihak
yang berhubungan dan memiliki kepentingan dengan BLU. Sedangkan laporan keuangan yang sesuai
dengan SAP digunakan untuk kepentingan konsolidasi laporan keuangan BLU dengan laporan keuangan
kementerian negara/lembaga.
Laporan Keuangan adalah bentuk pertanggungjawaban pengelolaan keuangan negara/daerah selama
suatu periode.
Kinerja adalah keluaran/hasil dari kegiatan/program yang hendak atau telah dicapai sehubungan dengan
penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas terukur.
Laporan Kinerja adalah ikhtisar yang menjelaskan secara ringkas dan lengkap tentang capaian Kinerja
yang disusun berdasarkan rencana kerja yang ditetapkan dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD.
Laporan Realisasi Anggaran adalah laporan yang menggambarkan realisasi pendapatan, belanja, dan
pembiayaan selama suatu periode
Dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD, setiap Entitas Pelaporan wajib menyusun
dan menyajikan: a. Laporan Keuangan; dan b. Laporan Kinerja.

SAKIP adalah Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintahan, dimana sistem ini merupakan integrasi
dari sistem perencanaan, sistem penganggaran dan sistem pelaporan kinerja, yang selaras dengan
pelaksanaan sistem akuntabilitas keuangan. Dalam hal ini, setiap organisasi diwajibkan mencatat dan
melaporkan setiap penggunaan keuangan negara serta kesesuaiannya dengan ketentuan yang berlaku
Sedangkan LAKIP adalah Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintahan. LAKIP merupakan produk
akhir SAKIP yang menggambarkan kinerja yang dicapai oleh suatu instansi pemerintah atas pelaksanaan
program dan kegiatan yang dibiayai APBN/APBD. Penyusunan LAKIP berdasarkan siklus anggraan yang
berjalan 1 tahun. Dalam pembuatan LAKIP suatu instansi pemerintah harus dapat menentukan besaraAn
kinerja yang dihasilkan secara kuantitatif yaitu besaran dalam satuan jumlah atau persentase. Manfaat
dari LAKIP bisa dijadikan bahan evaluasi terhadap instansi pemerintah yang bersangkutan selama 1
tahun anggaran.
Cikal bakal lahirnya SAKIP LAKIP adalah berasal dari Inpres No.7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas
Instansi Pemerintah dimana didalamnya disebutkan Mewajibkan setiap Instansi Pemerintah sebagai
unsur penyelenggara Pemerintahan untuk mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas pokok,
dipandang perlu adanya pelaporan akuntabilitas kinerja instansi Pemerintah.
Dengan adanya sistem SAKIP dan LAKIP bergeser dari pemahaman "Berapa besar dana yang telah dan
akan dihabiskan" menjadi "Berapa besar kinerja yang dihasiulkan dan kinerja tambahan yang diperlukan,
agar tujuan yang telah ditetapkan dalah akhir periode bisa tercapai".
Pemahaman SAKIP & Penyusunan LAKIP
Bagi seorang pimpinan atau kepala daerah, SAKIP akan berguna untuk bisa mengukur setiap
pembangunan atau kinerja yang dilakukan masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Selain
itu, sistem ini bisa juga dijadikan sebagai tolak ukur untuk mempertanggungjawabkan anggaran yang
telah digunakan untuk pembangunan daerah.
Sampai dengan saat ini (31/3/2015) penilaian SAKIP untuk kabupaten/kota di Indonesia tidak ada
satupun yang nilainya dapat A. Dari 500 kabupaten/kota, hanya ada 11 kabupaten/kota yang nilainya B.
Sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (SAKIP) merupakan penerapan manajemen kinerja pada
sektor publik yang sejalan dan konsisten dengan penerapan reformasi birokrasi, yang berorientasi pada
pencapaian outcomes dan upaya untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.
Dalam penilaian LAKIP, materi yang dievaluasi meliputi 5 komponen. Komponen pertama adalah
perencanaan kinerja, terdiri dari renstra, rencana kinerja tahunan, dan penetapan kinerja dengan bobot
35. Komponen kedua, yakni pengukuran kinerja, yang meliputi pemenuhan pengukuran, kualitas
pengukuran, dan implementasi pengukuran dengan bobot 20.
Pelaporan kinerja yang merupakan komponen ketiga, terdiri dari pemenuhan laporan, penyajian
informasi kinerja, serta pemanfaatan informasi kinerja, diberi bobot 15. Sedangkan evaluasi kinerja yang
terdiri dari pemenuhan evaluasi, kualitas evaluasi, dan pemanfaatan hasil evaluasi, diberi bobot 10.
Untuk pencapaian kinerja, bobotnya 20, terdiri dari kinerja yang dilaporkan (output dan outcome), dan
kinerja lainnya.
Nilai tertinggi dari evaluasi LAKIP adalah AA (memuaskan), dengan skor 85 – 100, sedangkan A (sangat
baik) skornya 75 -85, CC (cukup baik) dengan skor 50 – 65, C (agak kurang) dengan skor 30 – 50, dan nilai
D (kurang) dengan skor 0 – 30.
Bagan Hubungan LAKIP dengan Laporan Keuangan

Kewajiban penyusunan LAKIP dibebankan kepada setiap instansi pemerintahan, yaitu:


- Kementerian / Lembaga Negara
- Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota
- Unit Organisasi Eselon I pada Kementerian / Lembaga Negara
- SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah)
LAKIP selambat lambatnya disampaikan tanggal 15 Maret tahun anggaran berikutnya.
PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA
Untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara seperti yang
diamanatkan dalam Undang-undang No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-
undang No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara perlu dilakukan pemeriksaan oleh satu badan
pemeriksa keuangan yang bebas dan mandiri, sebagaimana telah ditetapkan dalam Pasal 23 E Undang-
undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
Pemeriksaan merupakan proses identifikasi masalah, analisis dan evaluasi yang dilakukan secara
independen, objektif, dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan untuk menilai kebenaran,
kecermatan, kredibilitas dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
negara.
Dalam mengajukan BLUD instansi harus menyiapkan dokumen dan surat , salah satu surat yang dibuat
adalah surat pernyataan beersedia untuk diaudit, surat ini dibuat agar instansi yang sudah menjadi BLUD
melakukan pengelolaan dengan penuh tanggung jawab saat melaksanakan pengelolaan
keuangan secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, dan
transparan.
Standar pemeriksaan untuk melakukan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara
yang meliputi standar umum, standar pelaksanaan pemeriksaan, standar pelaporan yang wajib
dipedomani oleh BPK dan/atau pemeriksa
Ada 3 (tiga) lingkup pemeriksaan BPK:
1. Pemeriksaan keuangan: Adalah pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah pusat dan
pemerintah daerah untuk memberikan pernyataan opini tentang tingkat kewajaran informasi
yang disajikan.
2. Pemeriksaan kinerja Adalah pemeriksaan atas aspek ekonomi dan efisiensi serta efektivitas
3. Pemeriksaan dengan tujuan tertentu Adalah pemeriksaan yang tidak termasuk dalam
pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja.
Pemeriksaan dilaksanakan berdasarkan standar pemeriksaan yang disusun oleh BPK setelah
berkonsultasi dengan Pemerintah.
Pada saat pelaksanaan pemeriksaan BPK bebas dan mandiri dalam menentukan objek perusahaan,
perencanaan dan pelaksanaan pemeriksaan, penentuan waktu dan metode pemeriksaan serta
penyusunan dan penyajian laporan pemeriksaan, merencanaan pemeriksaan dengan memperhatikan
permintaan, saran dan pendapat lembaga perwakilan dan dapat mempertimbangkan informasi dari
pemerintah, bank sentral dan masyarakat.
Hasil Pemeriksaan dan Tindak Lanjut berupa Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) disusun pemeriksa setelah
pemeriksaan selesai dilakukan, pemeriksaan keuangan akan menghasilkan oprin, pemeriksaan kinerja
akan menghasilkan temuan, kesimpulan dan rekomendasi, Pemeriksaan dengan tujuan tertentu akan
menghasilkan kesimpulan, Laporan Hasil Pemeriksaan BPK disampaikan kepada DPR/DPR/DPRD sesuai
dengan kewenangannya ditindaklanjuti antara lain dengan membahas bersama pihak terkait, Laporan
Hasil Pemeriksaan BPK juga disampaikan kepada pemerintah, BPK menyusun ikhtisar hasil pemeriksaan
pemester yang disampaikan ke lembaga perwakilan dan Presiden/Gubernur/Bupati/Walikota, Laporan
hasil pemeriksaan yang telah disampaikan kepada lembaga perwakilan, dinyatakan terbuka untuk
umum, Pemerintah menidaklanjuti rekomendasi BPK, BPK mamantau dan menginformasikan hasil
pamantauan atas tindak lanjut rekomendasi kepada DPR/DPRD.
SPKN
Standart Pemeriksaan Akuntan Publik (SPAP) adalah Standart Profesional yang diterbitkan Institut
Akuntan Publik Indonesia (IAPI) yang digunakan oleh Akuntan Publik dalam melakukan pemeriksaan atas
Entitas swasta (diluar Keuangan Negara), Standart ini merupakan standart profesional yang digunakan
untuk memperoleh mutu tertinggi dalam pemeriksaan sesuai standart profesional yang telah
ditetapkan. sedangkan;
Standart Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) adalah: Standart Profesional yang diterbitkan Badan
Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia yang digunakan oleh Akuntan dalam melakukan pemeriksaan
atas Entitas Pemerintah yang mengelola keuangan negara, Standart ini merupakan standart profesional
yang digunakan untuk memperoleh mutu tertinggi dalam pemeriksaan sesuai standart profesional yang
telah ditetapkan.
Dengan demikian kedua Standart Profesional tersebut digunakan akuntan publik dalam melakukan
pemeriksaan, Jika sedang mengaudit entitas swasta (non keuangan negara) maka standart profesional
yang digunakan menggunakan standart SPAP, sedangkan jika dapat proyek memeriksa entitas
pemerintah maka standart yang digunakan dalam pemeriksaan menggunakan Standart profesional
SPKN.
Kedua standart tersebut sangat bermanfaat dan digunakan untuk memperoleh mutu tertinggi dalam
melaksanakan audit.
Dalam pelaksananaan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara diperlukan suatu
standar. Standar pemeriksaan keuangan negara adalah amanat dari UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dan UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang
Badan Pemeriksa Keuangan. Standar Pemeriksaan diperlukan untuk menjaga kredibilitas serta
profesionalitas dalam pelaksanaan maupun pelaporan pemeriksaan baik pemeriksaan keuangan, kinerja,
serta pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Standar Pemeriksaan Keuangan Negara ditetapkan dengan
Peraturan BPK Nomor 1 Tahun 2007 yang berlaku sejak 7 Maret 2007.
SPKN ini berlaku untuk semua pemeriksaan yang dilaksanakan terhadap entitas, program, kegiatan serta
fungsi yang berkaitan dengan pelaksanaan pengelolaan dan tanggung jawab Keuangan Negara sesuai
dengan peraturan perundang-undangan. SPKN berlaku bagi BPK atau akuntan publik serta pihak lain
yang diberi amanat untuk melakukan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara
untuk dan atas nama BPK. SPKN juga dapat menjadi acuan bagi aparat pengawasan internal pemerintah
maupun pihak lain dalam penyusunan standar pengawasan sesuai kedudukan, tugas, dan fungsinya.
PENDAHULUAN STANDAR PEMERIKSAAN
Standar Pemeriksaan Keuangan Negara memuat persyaratan profesional pemeriksa, mutu pelaksanaan
pemeriksaan, dan persyaratan laporan pemeriksaan yang profesional. Pelaksanaan pemeriksaan yang
didasarkan pada Standar Pemeriksaan akan meningkatkan kredibilitas informasi yang dilaporkan atau
diperoleh dari entitas yang diperiksa melalui pengumpulan dan pengujian bukti secara obyektif. Apabila
pemeriksa melaksanakan pemeriksaan dengan cara ini dan melaporkan hasilnya sesuai dengan Standar
Pemeriksaan maka hasil pemeriksaan tersebut akan dapat mendukung peningkatan mutu pengelolaan
dan tanggung jawab keuangan negara serta pengambilan keputusan Penyelenggara Negara.
Pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara juga merupakan salah satu unsur
penting dalam rangka terciptanya akuntabilitas publik. Tujuan SPKN adalah untuk menjadi ukuran mutu
bagi para pemeriksa dan organisasi pemeriksa dalam melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan negara. Pemeriksaan Pengeloaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara
dalam rangka mewujudkan akuntabilitas publik adalah bagian dari reformasi bidang keuangan negara
yang dimulai sejak tahun 2003. Pengertian pengelolaan dan tanggung jawab Keuangan Negara
mencakup akuntabilitas yang harus diterapkan semua entitas oleh pihak yang melakukan pengelolaan
dan tanggung jawab keuangan negara. Akuntabilitas diperlukan untuk dapat mengetahui pelaksanaan
program yang dibiayai dengan keuangan negara, tingkat kepatuhannya terhadap ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, serta untuk mengetahui tingkat kehematan, efisiensi, dan efektivitas
dari program tersebut.
Setiap pemeriksaan dimulai dengan penetapan tujuan dan penentuan jenis pemeriksaan yang akan
dilaksanakan serta standar yang harus diikuti oleh pemeriksa. Jenis pemeriksaan yang diuraikan dalam
SPKN meliputi: pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu.
Pemeriksaan keuangan adalah pemeriksaan atas laporan keuangan. Pemeriksaan keuangan tersebut
bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai (reasonable assurance) apakah laporan
keuangan telah disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material sesuai dengan prinsip akuntansi
yang berlaku umum di Indonesia atau basis akuntansi komprehensif selain prinsip akuntansi yang
berlaku umum di Indonesia. Pemeriksaan kinerja adalah pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara
yang terdiri atas pemeriksaan aspek ekonomi dan efisiensi serta pemeriksaan aspek efektivitas. Contoh
tujuan pemeriksaan atas hasil dan efektivitas program serta pemeriksaan atas ekonomi dan efisiensi
adalah penilaian atas:
a. Sejauh mana tujuan peraturan perundang-undangan dan organisasi dapat dicapai;
b. Kemungkinan alternatif lain yang dapat meningkatkan kinerja program atau menghilangkan faktor-
faktor yang menghambat efektivitas program;
c. Perbandingan antara biaya dan manfaat atau efektivitas biaya suatu program;
d. Sejauh mana suatu program mencapai hasil yang diharapkan atau menimbulkan dampak yang tidak
diharapkan;
e. Sejauh mana program berduplikasi, bertumpang tindih, atau bertentangan dengan program lain yang
sejenis;
f. Sejauh mana entitas yang diperiksa telah mengikuti ketentuan pengadaan yang sehat;
g. Validitas dan keandalan ukuran-ukuran hasil dan efektivitas program, atau ekonomi dan efisiensi;
h. Keandalan, validitas, dan relevansi informasi keuangan yang berkaitan dengan kinerja suatu program.
Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu bertujuan untuk memberikan simpulan atas suatu hal yang
diperiksa. Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu dapat bersifat: eksaminasi (examination), reviu
(review), atau prosedur yang disepakati (agreed-upon procedures).
Dalam pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, setiap manajemen entitas yang berkaitan
dengan keuangan negara memiliki tanggung jawab sesuai kedudukan, fungsi, dan tugasnya. Manajemen
entitas yang diperiksa bertanggung jawab untuk:
a. Mengelola keuangan negara secara tertib, ekonomis, efisien, efektif, transparan, dan bertanggung
jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan, sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
b. Menyusun dan menyelenggarakan pengendalian intern yang efektif gunamenjamin: (1)pencapaian
tujuan sebagaimana mestinya, (2)keselamatan/keamanan kekayaan yang dikelola,(3) kepatuhan
terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, (4) perolehan dan pemeliharaan data/informasi
yang handal, dan pengungkapan data/informasi secara wajar.
c. Menyusun dan menyampaikan laporan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara secara
tepat waktu;
d. Menindaklanjuti rekomendasi BPK, serta menciptakan dan memelihara suatu proses untuk memantau
status tindak lanjut atas rekomendasi dimaksud.
Pemeriksa juga memiliki tanggung jawab secara profesi dalam melaksanakan dan melaporkan hasil
pemeriksaan sebagaimana diatur dalam SPKN. Pemeriksa harus memenuhi beberapa tanggung jawab
sebagai berikut:
a. Pemeriksa secara profesional bertanggung jawab merencanakan dan melaksanakan pemeriksaan
untuk memenuhi tujuan pemeriksaan;
b. Pemeriksa harus mengambil keputusan yang konsisten dengan kepentingan publik dalam melakukan
pemeriksaan;
c. Untuk mempertahankan dan memperluas kepercayaan publik, pemeriksa harus melaksanakan seluruh
tanggung jawab profesionalnya dengan derajat integritas yang tertinggi;
d. Pelayanan dan kepercayaan publik harus lebih diutamakan di atas kepentingan pribadi;
e. Pemeriksa harus obyektif dan bebas dari benturan kepentingan (conflict of interest) dalam
menjalankan tanggung jawab profesionalnya.;
f. Pemeriksa bertanggung jawab untuk menggunakan pertimbangan profesional dalam menetapkan
lingkup dan metodologi, menentukan pengujian dan prosedur yang akan dilaksanakan, melaksanakan
pemeriksaan, dan melaporkan hasilnya;
g. Pemeriksa bertanggung jawab untuk membantu manajemen dan para pengguna laporan hasil
pemeriksaan lainnya untuk memahami tanggung jawab pemeriksa berdasarkan Standar Pemeriksaan
dan cakupan pemeriksaan yang ditentukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Organisasi pemeriksa juga memiliki tanggung jawab untuk meyakinkan bahwa:
a. Independensi dan obyektivitas dipertahankan dalam seluruh tahap pemeriksaan;
b. Pertimbangan profesional (professional judgment) digunakan dalam perencanaan dan pelaksanaan
pemeriksaan dan pelaporan hasil pemeriksaan;
c. Pemeriksaan dilakukan oleh personil yang mempunyai kompetensi profesional dan secara kolektif
mempunyai keahlian dan pengetahuan yang memadai, dan
d. Peer-review yang independen dilaksanakan secara periodik dan menghasilkan suatu pernyataan,
apakah sistem pengendalian mutu organisasi pemeriksa tersebut dirancang dan memberikan keyakinan
yang memadai sesuai dengan Standar Pemeriksaan.
PSP 01 : STANDAR UMUM
Standar umum memberikan kerangka dasar untuk dapat menerapkan standar pelaksanaan dan standar
pelaporan secara efektif yang dijelaskan pada pernyataan standar berikutnya. Dengan demikian, standar
umum ini harus diikuti oleh semua pemeriksa dan organisasi pemeriksa yang melakukan pemeriksaan
berdasarkan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara.
Beberapa standar umum yang termuat dalam PSP Nomor 01 sebagai berikut:
I. Pemeriksa secara kolektif harus memiliki kecakapan profesional yang memadai untuk melaksanakan
tugas pemeriksaan;
II. Dalam semua hal yang berkaitan dengan pekerjaan pemeriksaan, organisasi pemeriksa dan
pemeriksa, harus bebas dalam sikap mental dan penampilan dari gangguan pribadi, ekstern, dan
organisasi yang dapat mempengaruhi independensinya;
III. Dalam pelaksanaan pemeriksaan serta penyusunan laporan hasil pemeriksaan, pemeriksawajib
menggunakan kemahiran profesionalnya secara cermat dan seksama;
IV. Setiap organisasi pemeriksa yang melaksanakan pemeriksaan berdasarkan SPKN harus memiliki
sistem pengendalian mutu yang memadai, dan sistem pengendalian mutu tersebut harus direviu oleh
pihak lain yang kompeten (pengendalian mutu ekstern).
PSP 02 : STANDAR PELAKSANAAN PEMERIKSAAN KEUANGAN
Untuk pemeriksaan keuangan, SPKN memberlakukan tiga pernyataan standar pekerjaan lapangan SPAP
yang ditetapkan IAI, berikut ini:
a. Pekerjaan harus direncanakan dengan sebaik-baiknya dan jika digunakan tenaga asisten harus
disupervisi dengan semestinya;
b. Pemahaman yang memadai atas pengendalian intern harus diperoleh untuk merencanakan audit dan
menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang akan dilakukan;
c. Bukti audit yang kompeten harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, pengajuan pertanyaan, dan
konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit;
SPKN juga memberikan standar pelaksanaan tambahan sebagai berikut:
a. Pemeriksa harus mengkomunikasikan informasi yang berkaitan dengan sifat, saat, lingkup pengujian,
pelaporan yang direncanakan, dan tingkat keyakinan kepada manajemen entitas yang diperiksa dan atau
pihak yang meminta pemeriksaan;
b. Pemeriksa harus mempertimbangkan hasil pemeriksaan sebelumnyaserta tindak lanjut atas
rekomendasi yang signifikan dan berkaitan dengan tujuan pemeriksaan yang sedang dilaksanakan;
c. (1)Pemeriksa harus merancang pemeriksaan untuk memberikan keyakinan yang memadai guna
mendeteksi salah saji material yang disebabkan oleh ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berpengaruh langsung dan material terhadap penyajian laporan keuangan.
Jika informasi tertentu menjadi perhatian pemeriksa, diantaranya informasi tersebut memberikan bukti
yang berkaitan dengan penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berpengaruh material tetapi tidak langsung berpengaruh terhadap kewajaran penyajian laporan
keuangan, pemeriksa harus menerapkan prosedur pemeriksaan tambahan untuk memastikan bahwa
penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan telah atau akan terjadi;
(2) Pemeriksa harus waspada pada kemungkinan adanya situasi dan/atau peristiwa yang merupakan
indikasi kecurangan dan/atau ketidakpatutan dan apabila timbul indikasi tersebut serta berpengaruh
signifikan terhadap kewajaran penyajian laporan keuangan, pemeriksa harus menerapkan prosedur
pemeriksaan tambahan untuk memastikan bahwa kecurangan dan/atau
ketidakpatutan telah terjadi dan menentukan dampaknya terhadap kewajaran penyajian laporan
keuangan;
d. Pemeriksa harus merencanakan dan melaksanakan prosedur pemeriksaan untuk mengembangkan
unsur-unsur temuan pemeriksaan;
e. Pemeriksa harus mempersiapkan dan memelihara dokumentasi pemeriksaan dalam bentuk kertas
kerja pemeriksaan. Dokumentasi pemeriksaan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan,
danpelaporan pemeriksaan harus berisi informasi yang cukup untuk memungkinkan pemeriksa yang
berpengalaman, tetapi tidak mempunyai hubungan dengan pemeriksaan tersebut dapat memastikan
bahwa dokumentasi pemeriksaan tersebut dapat menjadibukti yang mendukung pertimbangan dan
simpulan pemeriksa. Dokumentasi pemeriksaan harus mendukung opini, temuan,simpulan dan
rekomendasi pemeriksaan.
PSP 03 : STANDAR PELAPORAN PEMERIKSAAN KEUANGAN
Untuk pemeriksaan keuangan, SPKN memberlakukan empat standar pelaporan SPAP yang ditetapkan IAI
berikut ini:
a. Laporan audit harus menyatakan apakah laporan keuangan disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi
yang berlaku umum di Indonesia atau prinsip akuntansi yang lain yang berlaku secara komprehensif
(PSAP).
b. Laporan auditor harus menunjukkan, jika ada, ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam
penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi
tersebut dalam periode sebelumnya;
c. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain
dalam laporan audit;
d. Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara
keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat
secara keseluruhan tidak dapat diberikan maka alasannya harus Standar Pelaporan Pemeriksaan
Keuangan dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, laporan auditor
harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada, dan
tingkat tanggung jawab yang dipikul auditor.
SPKN juga memberikan standar pelaporan tambahan sebagai berikut:
a. Laporan hasil pemeriksaan harus menyatakan bahwa pemeriksaan dilakukan sesuai dengan SPKN;
b. Laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan harus mengungkapkan bahwa pemeriksa telah
melakukan pengujian atas kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berpengaruh langsung dan material terhadap penyajian laporan keuangan;
c. Laporan atas pengendalian intern harus mengungkapkan kelemahan dalam pengendalian intern atas
pelaporan keuangan yang dianggap sebagai kondisi yang dapat dilaporkan;
d. Laporan hasil pemeriksaan yang memuat adanya kelemahan dalam pengendalian intern, kecurangan,
penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan, dan ketidakpatutan, harus dilengkapi
tanggapan dari pimpinan atau pejabat yang bertanggung jawab pada entitas yang diperiksa mengenai
temuan dan rekomendasi serta tindakan koreksi yang direncanakan;
e. Informasi rahasia yang dilarang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan untuk diungkapkan
kepada umum tidak diungkapkan dalam laporan hasil pemeriksaan. Namun laporan hasil pemeriksaan
harus mengungkapkan sifat informasi yang tidak dilaporkan tersebut dan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang menyebabkan tidak dilaporkannya informasi tersebut;
f. Laporan hasil pemeriksaan diserahkan kepada lembaga perwakilan, entitas yang diperiksa, pihak yang
mempunyai kewenangan untuk mengatur entitas yang diperiksa, pihak yang bertanggung jawab untuk
melakukan tindak lanjut hasil pemeriksaan, dan kepada pihak lain yang diberi wewenang untuk
menerima laporan hasil pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
PSP 04 : STANDAR PELAKSANAAN PEMERIKSAAN KINERJA
Untuk pelaksanaan pemeriksaan kinerja, SPKN memberikan beberapa standar sebagai berikut:
a. Pekerjaan harus direncanakan secara memadai;
b. Staf harus disupervisi dengan baik;
c. Bukti yang cukup, kompeten, dan relevan harus diperoleh untuk menjadi dasar yang memadai bagi
temuan dan rekomendasi pemeriksa;
d. Pemeriksa harus mempersiapkan dan memelihara dokumen pemeriksaan dalam bentuk kertas kerja
pemeriksaan. Dokumen pemeriksaan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan
pemeriksaan harus berisi informasi yang cukup untuk memungkinkan pemeriksa yang berpengalaman
tetapi tidak mempunyai hubungan dengan pemeriksaan tersebut dapat memastikan bahwa dokumen
pemeriksaan tersebut dapat menjadi bukti yang mendukung temuan, simpulan, dan rekomendasi
pemeriksa.
PSP 05 : STANDAR PELAPORAN PEMERIKSAAN KINERJA
Untuk pelaporan pemeriksaan kinerja, SPKN memberikan beberapa standar sebagai berikut:
a. Pemeriksa harus membuat laporan hasil pemeriksaan untuk mengkomunikasikan setiap hasil
pemeriksaan;
b. Laporan hasil pemeriksaan harus mencakup:
i. pernyataan bahwa pemeriksaan dilakukan sesuai dengan SPKN ,
ii. tujuan, lingkup, dan metodologi pemeriksaan ,
iii. hasil pemeriksaan berupa temuan pemeriksaan, simpulan, dan rekomendasi ,
iv. tanggapan pejabat yang bertanggung jawab atas hasil pemeriksaan,
v. pelaporan informasi rahasia apabila ada ,
vi. Pernyataan bahwa Pemeriksaan Dilakukan Sesuai dengan SPKN;
c. Laporan hasil pemeriksaan harus tepat waktu, lengkap, akurat, obyektif, meyakinkan, serta jelas, dan
seringkas mungkin;
d. Laporan hasil pemeriksaan diserahkan kepada lembaga perwakilan, entitas yang diperiksa, pihak yang
mempunyai kewenangan untuk mengatur entitas yang diperiksa, pihak yang bertanggung jawab untuk
melakukan tindak lanjut hasil pemeriksaan, dan kepada pihak lain yang diberi wewenang untuk
menerima laporan hasil pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
PSP 06 : STANDAR PELAKSANAAN PEMERIKSAAN DENGAN TUJUAN TERTENTU
Untuk pemeriksaan dengan tujuan tertentu, SPKN memberlakukan dua pernyataan standar pekerjaan
lapangan perikatan/penugasan atestasi SPAP yang ditetapkan IAI berikut ini:
a. Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan
semestinya;
b. Bukti yang cukup harus diperoleh untuk memberikan dasar rasional bagi simpulan yang dinyatakan
dalam laporan.
SPKN juga memberi standar pelaksanaan tambahan sebagai berikut:
a. Pemeriksa harus mengkomunikasikan informasi yang berkaitan dengan sifat, saat, dan lingkup
pengujian serta pelaporan yang direncanakan atas hal yang akan dilakukan pemeriksaan, kepada
manajemen entitas yang diperiksa dan atau pihak yang meminta pemeriksaan;
b. Pemeriksa harus mempertimbangkan hasil pemeriksaan sebelumnya serta tindak lanjut atas
rekomendasi yang signifikan dan berkaitan dengan hal yang diperiksa;
c. Dalam merencanakan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu dalam bentuk eksaminasi dan merancang
prosedur untuk mencapai tujuan pemeriksaan, pemeriksa harus memperoleh pemahaman yang
memadai tentang pengendalian intern yang sifatnya material terhadap hal yang diperiksa;
d. (1)Dalam merencanakan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu dalam bentuk eksaminasi, pemeriksa
harus merancang pemeriksaan dengan tujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai guna
mendeteksi kecurangan dan penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan yang dapat
berdampak material terhadap hal yang diperiksa.
(2)Dalam merencanakan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu dalam bentuk reviu atau prosedur yang
disepakati, pemeriksa harus waspada terhadap situasi atau peristiwa yang mungkin merupakan indikasi
kecurangan dan penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan. Apabila ditemukan
indikasikecurangan dan/atau penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan yang secara
material mempengaruhi hal yang diperiksa, pemeriksa harus menerapkan prosedur tambahan untuk
memastikan bahwa kecurangan dan/atau penyimpangan tersebut telah terjadi dan menentukan
dampaknya terhadap halyang diperiksa.
(3)Pemeriksa harus waspada terhadap situasi dan/atau peristiwa yang mungkin merupakan indikasi
kecurangan dan/atau ketidakpatutan, dan apabila ditemukan indikasi tersebut serta berpengaruh
signifikan terhadap pemeriksaan, pemeriksa harus menerapkan prosedur tambahan untuk memastikan
bahwa kecurangan dan/atau ketidakpatutan tersebut telah terjadi dan menentukan dampaknya
terhadap hasil pemeriksaan;
e. Pemeriksa harus mempersiapkan dan memelihara dokumentasi pemeriksaan dalam bentuk kertas
kerja pemeriksaan. Dokumentasi pemeriksaan yang terkait dengan perencanaan, pelaksanaan, dan
pelaporan pemeriksaan harus berisi informasi yang cukup untuk memungkinkan pemeriksa yang
berpengalaman tetapi tidak mempunyai hubungan dengan pemeriksaan tersebut dapat memastikan
bahwa dokumentasi pemeriksaan tersebut dapat menjadi bukti yang mendukung pertimbangan dan
simpulan pemeriksa.
PSP 07 : STANDAR PELAPORAN PEMERIKSAAN DENGAN TUJUAN TERTENTU
Untuk pemeriksaan dengan tujuan tertentu, SPKN memberlakukan empat pernyataan standar pelaporan
perikatan/penugasan atestasi dalam SPAP yang ditetapkan IAI sebagai berikut:
a. Laporan harus menyebutkan asersi yang dilaporkan dan menyatakan sifat perikatan atestasi yang
bersangkutan;
b. Laporan harus menyatakan simpulan praktisi mengenai apakah asersi disajikan sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan atau kriteria yang dinyatakan dipakai sebagai alat pengukur;
c. Laporan harus menyatakan semua keberatan praktisi yang signifikan tentang perikatan dan penyajian
asersi;
d. Laporan suatu perikatan untuk mengevaluasi suatu asersi yang disusun berdasarkan kriteria yang
disepakati atau berdasarkan suatu perikatan untuk melaksanakan prosedur yang disepakati harus berisi
suatu pernyataan tentang keterbatasan pemakaian laporan hanya oleh pihak-pihak yang menyepakati
kriteria atau prosedur tersebut.
SPKN juga memberikan standar pelaporan tambahan sebagai berikut:
a. Laporan hasil pemeriksaan harus menyatakan bahwa pemeriksaan dilakukan sesuai dengan SPKN;
b. Laporan Hasil Pemeriksaan dengan tujuan tertentu harus mengungkapkan:
i. kelemahan pengendalian internal yang berkaitan dengan hal yang diperiksa,
ii. kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangantermasuk pengungkapan atas
penyimpangan administrasi, pelanggaran atas perikatan perdata, maupun penyimpangan yang
mengandung unsur tindak pidana yang terkait dengan hal yang diperiksa,
iii. ketidakpatutan yang material terhadap hal yang diperiksa;
c. Laporan hasil pemeriksaan yang memuat adanya kelemahan dalam pengendalian intern, kecurangan,
penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan, dan ketidakpatutan, harus dilengkapi
tanggapan dari pimpinan atau pejabat yang bertanggung jawab pada entitas yang diperiksa mengenai
temuan dan simpulan serta tindakan koreksi yang direncanakan;
d. Informasi rahasia yang dilarang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan untuk diungkapkan
kepada umum tidak diungkapkan dalam laporan hasil pemeriksaan. Namun laporan hasil pemeriksaan
harus mengungkapkan sifat informasi yang tidak dilaporkan tersebut dan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang menyebabkan tidak dilaporkannya informasi tersebut;
e. Laporan hasil pemeriksaan diserahkan kepada lembaga perwakilan, entitas yang diperiksa, pihak yang
mempunyai kewenangan untuk mengatur entitas yang diperiksa, pihak yang bertanggung jawab untuk
melakukan tindak lanjut hasil pemeriksaan, dan kepada pihak lain yang diberi wewenang untuk
menerima laporan hasil pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Dalam pelaksananaan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara
diperlukan suatu standar. Standar pemeriksaan keuangan negara adalah amanat dari UU Nomor 15
Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dan UU Nomor 15
Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan. Standar Pemeriksaan diperlukan untuk menjaga
kredibilitas serta profesionalitas dalam pelaksanaan maupun pelaporan pemeriksaan baik pemeriksaan
keuangan, kinerja, serta pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Standar Pemeriksaan Keuangan Negara
ditetapkan dengan Peraturan BPK Nomor 1 Tahun 2007 yang berlaku sejak 7 Maret 2007.
SPKN ini berlaku untuk semua pemeriksaan yang dilaksanakan terhadap entitas, program,kegiatan serta
fungsi yang berkaitan dengan pelaksanaan pengelolaan dan tanggung jawab Keuangan Negara sesuai
dengan peraturan perundang-undangan. SPKN berlaku bagi BPK atau akuntan publik serta pihak lain
yang diberi amanat untuk melakukan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara
untuk dan atas nama BPK. SPKN juga dapat menjadi acuan bagi aparat pengawasan internal pemerintah
maupun pihak lain dalam penyusunan standar pengawasan sesuai kedudukan, tugas, dan fungsinya.
Perbedaan SPKN dan SPAP
a. Ruang Lingkup
SPKN: Berlaku bagi pemeriksa BPKataupun kantor akuntan public yang melakukan kegiatan
pemeriksaanpengelolaan keuangan negara
APAP: Berlaku bagi seluruh akuntan publik dalam melakukan kegiatan pelayanan jasa di
sector swasta
b. Kegiatan yang diatur
SPKN: Pemeriksaan keuangan, Pemeriksaan Kinerja, Pemeriksaan dengan tujuantertentu-
SPAP: Auditing, Atestasi, Akuntansi dan review, Konsultasi.
Dalam hal ini SPAP memiliki pengaturan lingkup bidang yanglebih luas daripada SPKN
c. Pengendalian Mutu –
SPKN: Hanya sedikit disinggung dalam standar umum
SPAP: diatur secara khusus dalam suatu kumpulan standar tersendiri
d. Standar pelaksanaan
SPKN:
1. adanya perencanaan dan supervise
2. pemahaman atas SPI
3. perolehan bukti yang kompeten
4. pengkomunikasian infomasioleh pemeriksa
5. pertimbangan hasil pemeriksaan sebelumnya
6. merancang pemeriksaan untuk mendeteksi adanya penyimpangan,
kecurangandan ketidakpatutan
7. pengembangan temuan
8. pendokumentasian proses pemeriksaan
SPAP: Pada standar auditing dalam SPAP standar pelaksanaan meliputi :
1. adanya perencanaan dan supervise
2. Pemahaman atas SPI
3. Perolehan bukti yangkompeten
SPKN mengadopsi standar pelaksanaan yang terdapat pada standar auditing SPAP dengan
memberikan beberapa tambahan
e. Standar Pelaporan
SPKN:
1. Pengungkapan prinsipakuntansi yang digunakan
2. Pengungkapan ataspenerapan prnsip akuntansiyang digunakan
3. Pengungkapan informatifatas laporan yang diperiksa harus memadai
SPAP: Pada standar auditing SPAP standar pelaporannya adalah:
1. Pengungkapan prinsipakuntansi yang digunakan
2. Pengungkapan atas penerapan prnsip akuntansi yang digunakan
3. Pengungkapan informatif
Kendala Penerapan SPKNDalam penerapannya ada beberapa kendala yang ditemui oleh penulis, antara
lain:
1. Pelaksanaan peer review yang diatur dalam standar umum belum direncanakan secarakonsisten
dan hasilnya tidak dipublikasikan secara luas
2. Akuntan publik yang melakukan pemeriksaan atas nama BPK akan mengalami kesulitankarena
adanya dua standar yang mengikat
3. Penetapan kriteria pelaksanaan pemeriksaan kinerja ditetapkan oleh pemeriksa pada saat
menjelang proses pemeriksaan bisa mengakibatkan pemeriksaan menjadi tidak obyektif karena
bisa terjadi ketidak singkronan dengan sasaran kinerja yang ditetapkan oleh obyek pemeriksaan
4. Standar pelaporan informasi rahasia belum didukung dengan sanksi yang tegas terhadap pihak
yang bertanggung jawab atas pembocoran infomasi tersebut. Contoh terbaru adalah kebocoran
hasil temuan audit investigasi atas kasus bank century tidak jelas proses pencarian pihak
yg bertanggungjawab atas kebocoran informasi tersebut.

Anda mungkin juga menyukai