Disusun Oleh :
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
Institut Bisnis dan Informatika Kesatuan
2019
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah berkaitan dengan “ Peraturan Pemerintah No. 71 dan
Laporan Operasional mengenai Standar Akuntansi Pemerintahan” ini tepat pada waktu yang telah
ditentukan, yang akan digunakan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Akuntansi Sek tor
Publik.
Tak lupa kami haturkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan
makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membutuhkannya.
Namun makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, segala kritik dan saran yang membangun
sangat kami harapkan untuk masa yang akan datang.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Akuntansi dikelompokan dalam beberapa konsentrasi keilmuan, Kusnadi, dkk (1999)
mengelompokan akuntansi menjadi 11 bidang, yaitu : Akuntansi Keuangan, Pemeriksaan, Akuntansi
Biaya, Akuntansi Manajemen, Akuntansi Perpajakan, Sistem Akuntansi, Akuntansi Anggaran,
Akuntansi Internasional, Akuntansi Non Profit, Akuntansi Sosial, Instruksi Akuntansi.
Berapapun banyaknya pembagian konsentrasi akuntansi, sebenarnya hanya bermuara pada 2
kelompok akuntansi, yaitu akuntansi komersial dan akuntansi pemerintahan. Sebagian orang
mengelompokkannya sebagai akuntansi sektor publik, tetapi untuk konsistensi bahasa dalam artikel
ini penulis hanya akan menyebutnya dengan istilah akuntansi pemerintahan.
Gagasan perlunya standar akuntansi pemerintahan sebenarnya sudah lama ada, namun baru
pada sebatas wacana. Seiring dengan berkembangnya akuntansi di sektor komersil yang dipelopori
dengan dikeluarkannya Standar Akuntansi Keuangan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (1994),
kebutuhan standar akuntansi pemerintahan kembali menguat. Oleh karena itu Badan Akuntansi
Keuangan Negara (BAKUN), Departemen Keuangan mulai mengembangkan standar akuntansi.
Setelah mengalami proses yang panjang, Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang telah
lama dinantikan oleh berbagai pihak telah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
2005 tanggal 13 Juni 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (PP SAP), yang kemudian PP
ini diganti dengan PP No. 71 tahun 2010. Dengan ditetapkannya PP SAP maka untuk pertama kali
Indonesia memiliki standar akuntansi pemerintahan.
Selain itu, penyusunan laporan keuangan pemerintah didasarkan ada peraturan perundang-
undangan yang berlaku sesuai dengan dengan Standar Akuntansi Pemerintah. Standar Akuntansi
Pemerintahan, yang selanjutnya disebut SAP, adalah prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan
dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan Pemerintah. Dalam menerapkan SAP, instansi
pemerintah menggunakan Sistem Akuntansi Pemerintahan. Sistem Akuntansi Pemerintahan adalah
rangkaian sistematik dari prosedur, penyelenggara, peralatan, dan elemen lain untuk mewujudkan
fungsi akuntansi sejak analisis transaksi sampai dengan pelaporan keuangan di lingkungan organisasi
pemerintah.
Laporan keuangan pemerintah disampaikan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah,
Kemeterian Negara/Lembaga dan Bendahara Umum Negara yaitu selaku entitas pelaporan serta unit
kerja pemerintah dibawahnya selaku entitas akuntansi. Entitas Pelaporan adalah unit pemerintahan
yang terdiri dari satu atau lebih entitas akuntansi yang berkewajiban menyampaikan laporan
pertanggungjawaban berupa laporan keuangan. Entitas Akuntansi adalah unit pemerintahan
Pengguna Anggaran yang berkewajiban menyelenggarakan akuntansi dan menyusun laporan
keuangan untuk digabungkan pada Entitas Pelaporan (PP Nomor 8 Tahun 2006). Didalam Peraturan
Pemerintah Nomor 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan disebutkan komponen-
komponen laporan keuangan yang terdiri dari laporan pelaksanaan anggaran (budgetary reports) dan
laporan finansial, sehingga seluruh komponen menjadi sebagai berkut :
a. Laporan Realisasi Anggaran.
b. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih.
c. Neraca.
d. Laporan Operasional.
e. Laporan Arus Kas.
f. Laporan Perubahan Ekuitas.
g. Catatan Atas Laporan Keuangan.
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk membahas dan mendiskusikan tentang “Peraturan
Pemerintah No. 71 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan dan Laporan Operasional Berdasarkan
Standar Akuntansi Pemerintahan”
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa itu Standar Akuntansi Pemerintahan?
2. Apa itu Laporan Operasional?
3. Bagaimana perbedaan Laporan Operasional dengan Laporan Realisasi Anggaran?
1.3. Tujuan
1. Agar kita mengetahui mengenai Standar Akuntansi Pemerintahan
2. Agar kita mengetahui Laporan Operasional berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan
3. Agar mengetahui bagaimana perbedaan antara Laporan Operasional dengan Laporan Realisasi
Anggaran
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Standar Akuntansi Pemerintah (SAP)
Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) adalah prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam
menyusun dan menyajikan Laporan Keuangan Pemerintah yang terdiri atas Laporan Keuangan
Pemerintah Pusat (LKPP) dan Laporan Keuangan Permerintah Daerah (LKPD). Laporan keuangan pokok
menurut SAP adalah:
1. Laporan Realisasi Anggaran;
2. Neraca;
3. Laporan Arus Kas;
4. Catatan Atas Laporan Keuangan.
Laporan keuangan Pemerintah untuk tujuan umum juga mempunyai kemampuan prediktif dan
prospektif dalam hal memprediksi besarnya sumber daya yang dibutuhkan untuk operasi berkelanjutan,
sumber daya yang dihasilkan dari operasi yang berkelanjutan serta resiko dan ketidakpastian yang terkait.
Pengguna laporan keuangan pemerintah adalah:
1. Masyarakat.
2. Para wakil rakyat, lembaga pemeriksa dan lembaga pengawas.
3. Pihak yang memberi atau berperan dalam proses donasi, investasi, dan pinjaman.
4. Pemerintah.
SAP memiliki dua basis Penerapan yaitu :
1. SAP Berbasis Kas
Basis Akuntansi yang digunakan dengan laporan keuangan pemerintah adalah basis kas untuk
pengakuan pendapatan, belanja dan pembiayaan dalam Laporan Realisasi Anggaran dan basis akrual
untuk pengakuan asset, kewajiban dan ekuitas dalam Neraca.
Basis kas untuk Laporan Realisasi Anggaran berarti bahwa pendapatan diakui pada saat kas di terima
di Rekening Kas Umum Negara / Daerah atau oleh entitas pelaporan dan belanja diakui pada saat kas
dikeluarkan dari Rekening Kas Umum Negara / Daerah atau entitas pelaporan (PP No.71 tahun 2010).
1. SAP Berbasis Kas Menuju Akrual
Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP) menyusun SAP berbasis akrual yang mecakup
PSAP berbasis kas untuk pelaporan pelaksanaan anggaran (budgetary reports), sebagaimana di
cantumkan pada PSAP 2, dan PSAP berbasis akrual untuk pelaporan financial, yang pada PSAP 12
mempasilitasi pencatatan, pendapatan, dan beban dengan basis akrual.
Penerapan SAP Berbasis Akrual dilaksanakan secara bertahap dari penerapan SAP Berbasis Kas
Menuju Akrual menjadi penerapan SAP Berbasis Akrual. SAP Berbasis Kas Menuju Akrual yaitu SAP
yang mengakui pendapatan, belanja, dan pembiayaan berbasis kas, serta mengakui aset, utang, dan
ekuitas dana berbasis akrual. Ketentuan lebih lanjut mengenai penerapan SAP Berbasis Akrual secara
bertahap pada pemerintah pusat diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. Ketentuan lebih lanjut
mengenai penerapan SAP Berbasis Akrual secara bertahap pada pemerintah daerah diatur dengan
Peraturan Menteri Dalam Negeri.
Perbedaan mendasar SAP berbasis kas menuju akrual dengan SAP berbasis akrual terletak pada
PSAP 12 menganai laporan operasional. Entitas melaporkan secara transparan besarnya sumber daya
ekonomi yang didapatkan, dan besarnya beban yang di tanggung untuk menjalankan kegiatan
pemerintahan. Surplus / deficit operasional merupakan penambah atau pengurang ekuitas/ kekayaan
bersih entitas pemerintahan bersangkutan ( PP NO 71 Tahun 2010).
2. SAP berbasis Akrual
SAP Berbasis Akrual, yaitu SAP yang mengakui pendapatan, beban, aset, utang, dan ekuitas dalam
pelaporan finansial berbasis akrual, serta mengakui pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam
pelaporan pelaksanaan anggaran berdasarkan basis yang ditetapkan dalam APBN/APBD.
Basis Akrual untuk neraca berarti bahwa asset, kewajiban dan ekuitas dana diakui dan di catat pada
saat terjadinya transaksi, atau pada saat kejadian atau kondisi lingkungan berpengaruh pada keuangan
pemerintah, tanpa memperhatikan saat kas atau setara kas di terima atau di bayar (PP No.71 tahun 2010).
SAP berbasis akrual di terapkan dalam lingkungan pemerintah yaitu pemerintah pusat, pemerintah
daerah dan satuan organisasi di lingkungan pemerintah pusat/ daerah, jika menurut peraturan perundang –
undangan satuan organisasi dimaksud wajib menyajikan laporan keuangan (PP No.71 Tahun 2010).
SAP Berbasis Akrual tersebut dinyatakan dalam bentuk PSAP dan dilengkapi dengan Kerangka
Konseptual Akuntansi Pemerintah. PSAP dan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan dalam
rangka SAP Berbasis Akrual dimaksud tercantum dalam Lampiran I Peraturan Pemerintah nomor 71
Tahun 2010.
Penyusunan SAP Berbasis Akrual dilakukan oleh KSAP melalui proses baku penyusunan (due
process). Proses baku penyusunan SAP tersebut merupakan pertanggungjawaban profesional KSAP yang
secara lengkap terdapat dalam Lampiran III Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010.
Penerapan SAP Berbasis Akrual secara bertahap dilakukan dengan memperhatikan urutan persiapan
dan ruang lingkup laporan. SAP Berbasis Kas Menuju Akrual dinyatakan dalam bentuk PSAP dan
dilengkapi dengan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan. PSAP dan Kerangka Konseptual
Akuntansi Pemerintahan dalam rangka SAP Berbasis Kas Menuju Akrual tercantum dalam Lampiran II
Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010.
2.1.1. Ruang Lingkup Akuntansi Pemerintahan
Akuntansi pemerintahan tidak hanya berisi tentang penjelasan yang diberikan pemerintah
nasional tetapi diberikan juga oleh PBB ( Perserikatan Bangsa-Bangsa ) (A Manual Government
Accounting) yang dapat diringkas sebagai berikut (dalam Bachtiar Arif dkk, 2002:9):
1) Dapat memenuhi persyaratan Undang-Undang Dasar, Undang-Undang dan Peraturan lain.
Akuntansi Pemerintah dirancang untuk memenuhi persyaratan-persyaratan yang ditentukan oleh
Undang-Undang Dasar, UU dan Peraturan lain. Apabila terdapat dua yaitu untuk kepentingan
efisiensi dan ekonomis di satu sisi, sedangkan di sisi lain hal tersebut bertentangan dengan Undang-
Undang Dasar, UU atau Peraturan lainnya, maka akuntansi tersebut harus disesuaikan
denganUndang-Undang Dasar, Undang-Undang dan Peraturan lainnya.
2) Dikaitkan dengan klasifikasi anggaran.
Sistem Akuntansi Pemerintahan harus dikembangkan sesuaidengan klasifikasi anggaran yang
telah disetujui pemerintah danlembaga legeslatif. Fungsi anggaran dan akuntansi harus
salingmelengkapi didalam pengelolaan keuangan negara serta harusdiintegrsikan.
3) Perkiraan-perkiraan harus diselenggarakan.
Sistem Akuntansi Pemerintah harus mengembangkan perkiraan-perkiraan untuk mencatat
transksi-transaksi yang terjadi. Perkiraan-perkiraan yang dibuat harus dapat menunjukkan
akuntabilitas keuangan negara yang andal dari sisi obyek dan tujuan penggunaan dana serta pejabat
atau organisasi yang mengelolanya.
4) Memudahkan pemeriksaan oleh aparatur pemerintah.
Sistem Akuntansi Pemerintah yang dikembangkan harus memungkinkan aparat pemeriksaan
untuk melakukan tugasnya.
5) Sistem akuntansi harus terus dikembangkan.
Dengan adanya perubahan lingkungan dan sifat transaksi, sistem Akuntansi Pemerintah harus
terus disesuaikan dan dikembangkan sehingga tercapai efisiensi, efektivitas dan relevansi.
6) Perkiraan-perkiraan yang harus dikembangkan secara efektif.
Sistem Akuntansi Pemerintah harus mengembangkan perkiraan-perkiraan secara efektif
sehubungan dengan sifat dan perubahanlingkungan sehingga dapat mengungkapkan hasil ekonomi
dankeuangan dari pelaksanaan suatu program.
7) Sistem harus dapat melayani kebutuhan dasar informasi keuangan guna pengembangan rencana
dan program.
Sistem Akuntansi Pemerintah harus dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan para pengguna
informasi keuangan yaitu, pemerintah, rakyat (lembaga legeslatif), lembaga donor, Bank Dunia, dan
lain sebagainya.
8) Pengadaan suatu perkiraan
Perkiraan-perkiran yang dibuat harus memungkinkan analisis ekonomi atas data keuangan dan
mereklasifikasi transaksi-transaksi pemerintah baik pusat maupun daerah dalam rangka
pengembangan perkiraan-perkiraan nasional.
Neraca
(LRA)
Neraca
Bisa dibayangkan, saat ini terdapat 491 daerah provinsi dan kab/kota di seluruh Indonesia.
Dengan segala keragaman yang ada, tentu akan lebih sulit penerapannya dibanding di pusat. Sementara
itu, beberapa hal yang harus disiapkan terkait dengan penerapan SAP berbasis akrual di daerah, yakni
ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM) dan Struktur Organisasi Tata Kerja (SOTK) dari Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD) dan Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD). Ketika SAP berbasis akrual
diterapkan secara penuh maka fungsi akuntansi dari masing-masing PPKD dan SKPD harus muncul –
siapa mengerjakan apa.
Kondisi yang perlu diperhatikan sebelum SAP berbasis akrual diterapkan pada 2015 adalah
terkait dengan LKPD 2012 yang diaudit BPK, dimana baru sekitar 16 provinsi dan 115 kab/kota yang
mendapatkan opini WTP, dengan sistem akuntansi yang diterapkan saat ini. Tentu patut diantisipasi,
jangan sampai tak satupun LKPD dari 539 daerah provinsi dan kab/kota di Indonesia tidak memperoleh
WTP setelah accrual basis diterapkan. Jelas, ini satu kemunduran terkait dengan akuntabilitas pengelolaan
keuangan daerah. Tentu kita memahami, setiap daerah memiliki pemahaman yang sangat beragam terkait
dengan sistem yang akan diterapkan.
Penggunaan sistem aplikasi juga harus digalakkan, termasuk di dalamnya ketika terdapat sistem
yang berbeda, bagaimana mengkonsolidasinya, sehingga bisa compatible antara satu sistem dengan
sistem lainnya. Sementara itu, bagi daerah yang terlambat menyampaikan LKPD 2012, Kementerian
Keuangan sudah mengingatkan bagi daerah yang terlambat menyampaikan LKPD 2012 dan LRA
semester 1-2013 akan dilakukan penundaan transfer DAU. Ini gambaran kondisi saat ini yang tentu harus
dicermati dan ditangani sehingga penerapan SAP berbasis akrual ditahun 2015 tidak akan menemui
kendala. Terkait dengan kesiapan Kemendagri dalam konteks penerapan SAP berbasis akrual, saat ini
penyusunan pedoman penerapan SAP berbasis akrual oleh Kemendagri sudah dalam tahap finalisasi,
Diharapkan, akhir tahun 2013, pedoman tersebut sudah bisa diterima pemda. Untuk keberhasilan
penerapan SAP berbasis akrual, komunikasi Kemendagri dengan Kemenkeu juga terus dilakukan.
Demikian pula komunikasi dengan Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP) intensif dilakukan
agar penerapan SAP berbasis akrual di daerah bisa tepat waktu.
Yang menjadi landasan bagi daerah untuk penerapan SAP berbasis akrual di tingkat daerah yaitu
Peraturan Kepala Daerah tentang kebijakan akuntansi dan sistem akuntansi pemerintah daerah. Saat ini,
Kemendagri terus melakukan upaya-upaya capacity building baik di internal Kemendagri maupun di
Pemda. Kita berharap tahun 2014 dapat melakukan uji coba penerapan SAP berbasis akrual di beberapa
daerah. Dengan adanya program uji coba, kita bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan yang mungkin
muncul dari daerah. Kita juga mendorong daerah lain untuk melakukan uji coba penerapan SAP berbasis
akrual.
Tahun 2015, SAP berbasis akrual di seluruh daerah provinsi dan kab/kota akan diselenggarakan.
Dengan harapan, financial statistic di daerah sudah bisa compatible dengan Laporan Keuangan
Pemerintah Pusat (LKPP), yang pada gilirannya Indonesia punya satu kesatuan pengelolaan keuangan
negara. Untuk itu, kesiapan pemda perlu diperketat, kita mencoba memfasilitasi dari aspek elembagaan
(SOTK) bahwa core tatalaksana di dalam penerapan SAP berbasis akrual adalah LO. Pendapatan dan
belanja sudah harus diakui pada waktu terjadinya transaksi, bukan waktu terjadinya arus kas
masuk/keluar. Pekerjaaan ini tidak terlalu sulit, hanya perlu komitmen dari para pemangku kepentingan.
Dengan adanya SOTK SKPD dan PPKD di setiap daerah, SAP berbasis akrual diharapkan sudah masuk
dalam sistem tatalaksana.
Keberadaan SDM baik dalam konteks akuntansi maupun teknologi informasi perlu ditingkatkan.
Demikian pula kompetensi personil perlu ditingkatkan. Dalam hal ini, para pengambil keputusan di
daerah (kepala daerah) seharusnya sudah sangat aware akan komitmennya untuk menerapkan fully
accrual basis pada tahun 2015. Teknisnya bisa dilakukan oleh staf, tapi staf tentu perlu keteladanan dari
pimpinan (kepala daerah). Sementara itu, terkait dengan kelengkapan teknologi informasi, pemda bisa
melakukan upgrading dari sistem yang telah ada agar kecepatan bisa maksimal. Ini salah satu agenda
Kemendagri untuk mewujudkan penerapan SAP berbasis akrual pada tahun 2015.(Sumber artikel:
Keuda-Kemendagri, 2014).
1. Mengenai besarnya beban yang harus ditanggung oleh pemerintah untuk menjalankan pelayanan;
2. Mengenai operasi keuangan secara menyeluruh yang berguna dalam mengevaluasi kinerja
pemerintah dalam hal efisiensi, efektivitas, dan kehematan perolehan dan penggunaan sumber
daya ekonomi;
3. Yang berguna dalam memprediksi pendapatan-LO yang akan diterima untuk mendanai kegiatan
pemerintah pusat dan daerah dalam periode mendatang dengan cara menyajikan laporan secara
komparatif;
4. Mengenai penurunan ekuitas (bila defisit operasional), dan peningkatan ekuitas (bila surplus
operasional).
Laporan Operasional disusun untuk melengkapi pelaporan dari siklus akuntansi berbasis
akrual (full accrual accounting cycle) sehingga penyusunan Laporan Operasional, Laporan
Perubahan Ekuitas, dan Neraca mempunyai keterkaitan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Dalam hubungannya dengan laporan operasional, kegiatan operasional suatu entitas pelaporan
dapat dianalisis menurut klasifikasi ekonomi atau klasifikasi fungsi/program untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Laporan operasional yang dianalisis menurut suatu klasifikasi ekonomi,
beban-beban dikelompokkan menurut klasifikasi ekonomi (sebagai contoh beban
penyusutan/amortisasi, beban alat tulis kantor, beban transportasi, dan beban gaji dan tunjangan
pegawai), dan tidak direalokasikan pada berbagai fungsi dalam suatu entitas pelaporan.
Metode ini sederhana untuk diaplikasikan dalam kebanyakan entitas kecil karena tidak
memerlukan alokasi beban operasional pada berbagai fungsi. Namun jika laporan operasional yang
dianalisis menurut klasifikasi fungsi, beban-beban dikelompokkan menurut program atau yang
dimaksudkannya. Penyajian laporan ini memberikan informasi yang lebih relevan bagi pemakai
dibandingkan dengan laporan menurut klasifikasi ekonomi, walau dalam hal ini pengalokasian beban
ke setiap fungsi adakalanya bersifat arbitrer dan atas dasar pertimbangan tertentu.
Dalam memilih penggunaan kedua metode klasifikasi beban tersebut tergantung pada faktor
historis dan peraturan perundang-undangan, serta hakikat organisasi. Kedua metode ini dapat
memberikan indikasi beban yang mungkin berbeda dengan output entitas pelaporan bersangkutan,
baik langsung maupun tidak langsung. Karena penerapan masing-masing metode pada entitas yang
berbeda mempunyai kelebihan tersendiri, maka SAP memperbolehkan entitas pelaporan memilih
salah satu metode yang dipandang dapat menyajikan unsur operasi secara layak pada entitas
tersebut.
Entitas pelaporan yang mengelompokkan beban menurut klasifikasi fungsi juga harus
mengungkapkan tambahan informasi beban menurut klasifikasi ekonomi, antara lain meliputi beban
penyusutan/amortisasi, beban gaji dan tunjangan pegawai, dan beban bunga pinjaman.
Sama halnya dengan LRA, struktur Laporan Operasional Pemerintah Pusat, Pemerintah
Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota memiliki perbedaan. Perbedaan struktur tersebut juga
diakibatkan karena perbedaan sumber pendapatan pada pemerintah pusat, Pemerintah Provinsi dan
Pemerintah Kabupaten/Kota. Namun, yang membedakan antara LRA dengan LO diantaranya adalah
sebagai berikut:
Pengelompokan pada LRA terdiri dari pendapatan, belanja, transfer dan pembiayaan,
sedangkan pengelompokan pada LO terdiri dari pendapatan dan beban dari kegiatan operasional,
surplus/defisit dari kegiatan non operasional dan pos-pos luar biasa.
LRA menyajikan pendapatan dan belanja yang berbasis kas, sedangkan LO menyajikan
pendapatan dan beban yang berbasis akrual.
Akibat dari perbedaan basis akuntansi yang digunakan, Pada LRA, pembelian aset tetap
dikategorikan sebagai belanja modal atau pengurang pendapatan, sedangkan pada LO, pembelian
aset tetap tidak diakui sebagai pengurang pendapatan.
Pada PSAP 12 Kegiatan operasional merupakan kegiatan yang secara langsung mempengaruhi
aliran kas masuk dan keluar dari organisasi yang akan menentukan besarnya keuntungan bersih
Dalam konteks pemerintahan, dimana instansi pemerintahan merupakan lembaga yang tidak mencari
keuntungan, maka kegiatan operasional pemerintah dapat didefinisikan kegiatan utama dari suatu
instansi pemerintahan yang secara langsung mempengaruhi aliran kas masuk dan keluar yang akan
menentukan besarnya sisa anggaran lebih/kurang. Kegiatan operasional ini dalam standar akuntansi
berbasis akrual yang mulai diterapkan harus dilaporkan akuntabilitasnya melalui Laporan
Operasional.
Laporan Operasional merupakan laporan yang disusun untuk melengkapi pelaporan dan siklus
akuntansi berbasis akrual sehingga penyusunan Laporan operasional, Laporan perubahan ekuitas dan
Neraca mempunyai keterkaitan yang dapat dipertanggungjawabkan, Laporan Operasional diatur
dalam PSAP Nomor 12. Sebelum disahkannya PP No.71 Tahun 2010, Laporan Operasional
merupakan laporan yang bersifat optional dengan nama Laporan Kinerja Keuangan. Yang kemudian
setelah PP No.71 Tahun 2010 disahkan, Laporan Operasional diwajibkan untuk dilaporkan dalam
Laporan Keuangan instansi pemerintah dan diberikan kerangka tersendiri dalam penyusunannya.
Periode penyajian Laporan Operasional paling tidak dilaksanakan satu kali dalam satu tahun, dalam
kasus Laporan Operasional tahunan disajikan dengan suatu periode yang lebih pendek dari
satu tahun, entitas harus mengungkapkan informasi sebagai berikut:
Menurut SAP Nomor 12, tujuan dan manfaat Laporan Operasi adalah memberikan
informasi tentang kegiatan operasional keuangan yang tercerminkan dalam, (i) pendapatan-LO,
(ii)beban, dan (iii) surplus/defisit operasional dari suatu entitas pelaporan yang penyajiannya
disandingkan dengan periode sebelumnya. Informasi yang dapat diberikan oleh basis akrual dengan
adanya LO antara lain :
Biaya : besarnya beban yang harus ditanggung oleh pemerintah dalam menyediakan pelayanan
Kinerja : operasi keuangan secara menyeluruh yang berguna dalam mengevaluasi kinerja
pemerintah dalam hal efisiensi, efektivitas, dan kehematan perolehan dan penggunaan sumber
daya ekonomi
Estimasi : memprediksi pendapatan LO yang akan diterima untuk mendanai kegiatan pemerintah
dalam periode mendatang dengan menyajikan laporan secara komoaratif
Ekuitas : peningkatan ekuitas (bila surplus operasional) dan penurunan ekuitas (bila defisit
operasional).
Laporan Operasional disusun untuk melengkapi pelaporan dari siklus akuntansi berbasis
akrual sehingga penyusunan Laporan Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, dan Neraca
mempunyai keterkaitan yang dapat dipertanggungjawabkan. Laporan Operasional menyajikan
informasi beban akrual, sehingga pemisahan dan klasifikasi beban baik yang berbasis kas ataupun
non-kas dapat tersaji secara lengkap. Dari informasi yang ada kemudian dapat ditelaah untuk
dilakukan perhitungan biaya, yang kemudian dapat digunakan untuk menghitung cost per
program/kegiatan pelayanan. Kinerja merupakan keluaran/hasil dari kegiatan/program yang hendak
atau telah dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran (beban/cost), dengan kuantitas dan
kualitas terukur.
Dengan basis akrual yang dikomparasi dengan LO tahun sebelumnya, LO memberikan
informasi untuk memprediksi pendapatan LO yang akan diterima untuk mendanai kegiatan
pemerintah dalam periode mendatang. Dalam basis kas estimasi akan sulit untuk dilakukan karena
tidak ada pengakuan sebelum kas diterima. Dari LO dapat dilihat informasi mengenai selisih antara
pendapatan-LO dan beban selama satu periode pelaporan, setelah diperhitungkan surplus/ defisit dari
kegiatan non operasional dan pos luar biasa. Sehingga dapat dilihat surplus/defisit LO pada periode
bersangkutan, dampak kumulatif perubahan kebijakan/kesalahan mendasar dan nilai dari ekuitas
akhir.
Tujuan Laporan Operasional
Dalam PSAP, disebutkan bahwa: “Tujuan pelaporan operasi adalah memberikan informasi
tentang kegiatan operasional keuangan yang tercerminkan dalam pendapatan-LO, beban, dan
surplus/defisit operasional dari suatu entitas pelaporan.”
Dengan demikian, pelaporan operasional berfungsi untuk melihat sejauh mana dan untuk apa
pemerintah menggunakan anggarannya. Laporan Operasional disusun sepenuhnya berdasarkan basis
akrual, berbeda dengan Laporan Realisasi Anggaran yang menggunakan basis kas.
1. Beban yang harus ditanggung pemerintah untuk menjalankan pelayanan. Dengan informasi
tersebut, diharapkan pemerintah bisa menyiapkan anggaran serta mengestimasi kebutuhan
keuangannya dengan lebih akurat lagi di masa depan.
2. Cerminan dari kinerja pemerintah dalam hal efisiensi dan efektivitas perolehan serta penggunaan
sumber daya ekonomi
3. Dapat menjadi rujukan bagi perencanaan pendanaan pemerintah daerah dan pusat pada periode
mendatang dengan cara menyajikan laporan secara komparatif
4. Dapat menunjukkan informasi penurunan ekuitas (saat defisit operasional) atau peningkatan
ekuitas (saat surplus operasional)
5. Laporan Operasional disusun untuk melengkapi pelaporan dari siklus akuntansi berbasis akrual
(full accrual accounting cycle).
Periode Pelaporan
Laporan Operasional disajikan minimal sekali dalam setahun, kecuali jika terdapat kejadian luar
biasa yang membuat tanggal penyajian laporan operasional menjadi lebih pendek daripada satu tahun,
maka entitas harus mengungkapkan:
2. Akuntansi Beban
Pengakuan : Beban diakui pada saat timbulnya kewajiban, terjadinya konsumsi aset atau
terjadinya penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa.
Klasifikasi : Beban diklasifikasikan menurut klasifikasi ekonomi yang mengelompokkan
berdasarkan jenis beban.
Penyusutan : Penyusutan/amortisasi dapat dilakukan dengan berbagai metode yang
dapat dikelompokkan menjadi: (a) Metode garis lurus (straight line method); (b) Metode
saldo menurun ganda (double declining balance method); (c) Metode unit produksi (unit
of production method).
Transfer : Beban Transfer adalah beban berupa pengeluaran uang atau kewajiban
untuk mengeluarkan uang dari entitas pelaporan kepada suatu entitas pelaporan lain
yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan.
Koreksi : Koreksi atas beban, termasuk penerimaan kembali beban, yang terjadi
pada periode beban dibukukan sebagai pengurang beban pada periode yang sama.
Apabila diterima pada periode berikutnya, koreksi atas beban dibukukan dalam
pendapatan lain-lain. Dalam hal mengakibatkan penambahan beban dilakukan
dengan pembetulan pada akun ekuitas.
Pengungkapan : Beban berdasarkan klasifikasi organisasi dan klasifikasi lain yang
dipersyaratkan menurut ketentuan perundangan disajikan dalam CaLK.
3. Surplus/Defisit dari Kegiatan Operasional
Surplus dari kegiatan operasional adalah selisih lebih antara pendapatan dan beban
selama satu periode pelaporan.
Defisit dari kegiatan operasional adalah selisih kurang antara pendapatan dan beban
selama satu periode pelaporan.
Selisih lebih/kurang antara pendapatan dan beban selama satu periode pelaporan dicatat
dalam pos Surplus/Defisit dari Kegiatan Operasional.
4. Surplus/Defisit dari Kegiatan Non Operasional
Pendapatan dan beban yang sifatnya tidak rutin perlu dikelompokkan tersendiri
dalam kegiatan non operasional.
Selisih lebih/kurang antara surplus/defisit dari kegiatan operasional dan
surplus/defisit dari kegiatan non operasional merupakan surplus/defisit sebelum pos
luar biasa.
5. Pos Luar Biasa
Penyajian : Pos Luar Biasa disajikan terpisah dari pos-pos lainnya dalam Laporan
Operasional dan disajikan sesudah Surplus/Defisit sebelum Pos Luar Biasa.
Definisi : Merupakan kejadian yang tidak dapat diramalkan terjadi pada awal tahun
anggaran, yang tidak diharapkan terjadi berulang-ulang; dan diluar kendali entitas
pemerintah.
Pengungkapan : Sifat dan jumlah rupiah kejadian luar biasa harus diungkapkan pula
dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
6. Surplus/Defisit-Lo
Definisi : Surplus/Defisit-LO adalah penjumlahan selisih lebih/kurang antara
surplus/defisit kegiatan operasional, kegiatan non operasional, dan kejadian luar
biasa.
Saldo Surplus/Defisit-LO pada akhir periode pelaporan dipindahkan ke Laporan
Perubahan Ekuitas.
AKUN REALISASI
PENDAPATAN
PendapatanPajak Hotel – LRA 100.000.000
BelanjaTunjanganJabatan 20.000.000
Laporan Operasional
AKUN JUMLAH
PENDAPATAN
Pendapatan Pajak Hotel – LO 145.000.000
BEBAN
Beban Gaji Pokok 60.000.000
3.1. Kesimpulan
Strategi adaptasi yang dipakai oleh KSAP dalam menyusun SAP merupakan langkah tepat dalam
memperkenalkan akuntansi pemerintahan di Indonesia. Meski strategi itu akhirnya menimbulkan banyak
kerancuan dan memiliki fleksibilitas yang tinggi, namun SAP terbukti mampu menciptakan paradigma
baru dalam akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan negara.
Namun, membandingkan SAP dengan SAK hanya salah satu cara dalam rangka mengukur sejauh
mana standar tersebut bisa memenuhi tujuan awal disusunnya. Dengan catatan, pembandingan itu tentu
tidak bisa secara kaku, sebab sifat entitas pemakai keduanya berbeda.
Setelah membandingkan dengan SAK, dapat disimpulkan, SAP baru bisa menghasilkan laporan
keuangan yang memiliki tingkat keterbandingan (comparability) yang memadai bila masing-masing
entitas mempunyai pemahaman yang sama terhadap poin-poin SAP. Namun, hal itu sepertinya sulit
dicapai, karena strategi adaptasi yang diterapkan KSAP telah menyebabkan SAP memiliki tingkat
fleksibilitas yang tinggi. Artinya, keseragaman (uniformity)menjadi suatu hal yang perlu dipertimbangkan
dalam pengembangan standar tersebut di kemudian hari.