Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

Akuntansi Sektor Publik


“Peraturan Pemerintah No. 71 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan dan
Laporan Operasional berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan”

Disusun Oleh :

1. Rifki Kurniawan 171210238


2. Arin Octaviani
3. Ivada
4. Sisi Aura
5. Ramzi

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
Institut Bisnis dan Informatika Kesatuan
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah berkaitan dengan “ Peraturan Pemerintah No. 71 dan
Laporan Operasional mengenai Standar Akuntansi Pemerintahan” ini tepat pada waktu yang telah
ditentukan, yang akan digunakan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Akuntansi Sek tor
Publik.
Tak lupa kami haturkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan
makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membutuhkannya.
Namun makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, segala kritik dan saran yang membangun
sangat kami harapkan untuk masa yang akan datang.

Bogor, 11 Desember 2019

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Akuntansi dikelompokan dalam beberapa konsentrasi keilmuan, Kusnadi, dkk (1999)
mengelompokan akuntansi menjadi 11 bidang, yaitu : Akuntansi Keuangan, Pemeriksaan, Akuntansi
Biaya, Akuntansi Manajemen, Akuntansi Perpajakan, Sistem Akuntansi, Akuntansi Anggaran,
Akuntansi Internasional, Akuntansi Non Profit, Akuntansi Sosial, Instruksi Akuntansi.
Berapapun banyaknya pembagian konsentrasi akuntansi, sebenarnya hanya bermuara pada 2
kelompok akuntansi, yaitu akuntansi komersial dan akuntansi pemerintahan. Sebagian orang
mengelompokkannya sebagai akuntansi sektor publik, tetapi untuk konsistensi bahasa dalam artikel
ini penulis hanya akan menyebutnya dengan istilah akuntansi pemerintahan.
Gagasan perlunya standar akuntansi pemerintahan sebenarnya sudah lama ada, namun baru
pada sebatas wacana. Seiring dengan berkembangnya akuntansi di sektor komersil yang dipelopori
dengan dikeluarkannya Standar Akuntansi Keuangan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (1994),
kebutuhan standar akuntansi pemerintahan kembali menguat. Oleh karena itu Badan Akuntansi
Keuangan Negara (BAKUN), Departemen Keuangan mulai mengembangkan standar akuntansi.
Setelah mengalami proses yang panjang, Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang telah
lama dinantikan oleh berbagai pihak telah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
2005 tanggal 13 Juni 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (PP SAP), yang kemudian PP
ini diganti dengan PP No. 71 tahun 2010. Dengan ditetapkannya PP SAP maka untuk pertama kali
Indonesia memiliki standar akuntansi pemerintahan.
Selain itu, penyusunan laporan keuangan pemerintah didasarkan ada peraturan perundang-
undangan yang berlaku sesuai dengan dengan Standar Akuntansi Pemerintah. Standar Akuntansi
Pemerintahan, yang selanjutnya disebut SAP, adalah prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan
dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan Pemerintah. Dalam menerapkan SAP, instansi
pemerintah menggunakan Sistem Akuntansi Pemerintahan. Sistem Akuntansi Pemerintahan adalah
rangkaian sistematik dari prosedur, penyelenggara, peralatan, dan elemen lain untuk mewujudkan
fungsi akuntansi sejak analisis transaksi sampai dengan pelaporan keuangan di lingkungan organisasi
pemerintah.
Laporan keuangan pemerintah disampaikan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah,
Kemeterian Negara/Lembaga dan Bendahara Umum Negara yaitu selaku entitas pelaporan serta unit
kerja pemerintah dibawahnya selaku entitas akuntansi. Entitas Pelaporan adalah unit pemerintahan
yang terdiri dari satu atau lebih entitas akuntansi yang berkewajiban menyampaikan laporan
pertanggungjawaban berupa laporan keuangan. Entitas Akuntansi adalah unit pemerintahan
Pengguna Anggaran yang berkewajiban menyelenggarakan akuntansi dan menyusun laporan
keuangan untuk digabungkan pada Entitas Pelaporan (PP Nomor 8 Tahun 2006). Didalam Peraturan
Pemerintah Nomor 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan disebutkan komponen-
komponen laporan keuangan yang terdiri dari laporan pelaksanaan anggaran (budgetary reports) dan
laporan finansial, sehingga seluruh komponen menjadi sebagai berkut :
a. Laporan Realisasi Anggaran.
b. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih.
c. Neraca.
d. Laporan Operasional.
e. Laporan Arus Kas.
f. Laporan Perubahan Ekuitas.
g. Catatan Atas Laporan Keuangan.
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk membahas dan mendiskusikan tentang “Peraturan
Pemerintah No. 71 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan dan Laporan Operasional Berdasarkan
Standar Akuntansi Pemerintahan”
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa itu Standar Akuntansi Pemerintahan?
2. Apa itu Laporan Operasional?
3. Bagaimana perbedaan Laporan Operasional dengan Laporan Realisasi Anggaran?
1.3. Tujuan
1. Agar kita mengetahui mengenai Standar Akuntansi Pemerintahan
2. Agar kita mengetahui Laporan Operasional berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan
3. Agar mengetahui bagaimana perbedaan antara Laporan Operasional dengan Laporan Realisasi
Anggaran

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Standar Akuntansi Pemerintah (SAP)
Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) adalah prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam
menyusun dan menyajikan Laporan Keuangan Pemerintah yang terdiri atas Laporan Keuangan
Pemerintah Pusat (LKPP) dan Laporan Keuangan Permerintah Daerah (LKPD). Laporan keuangan pokok
menurut SAP adalah:
1. Laporan Realisasi Anggaran;
2. Neraca;
3. Laporan Arus Kas;
4. Catatan Atas Laporan Keuangan.
Laporan keuangan Pemerintah untuk tujuan umum juga mempunyai kemampuan prediktif dan
prospektif dalam hal memprediksi besarnya sumber daya yang dibutuhkan untuk operasi berkelanjutan,
sumber daya yang dihasilkan dari operasi yang berkelanjutan serta resiko dan ketidakpastian yang terkait.
Pengguna laporan keuangan pemerintah adalah:
1. Masyarakat.
2. Para wakil rakyat, lembaga pemeriksa dan lembaga pengawas.
3. Pihak yang memberi atau berperan dalam proses donasi, investasi, dan pinjaman.
4. Pemerintah.
SAP memiliki dua basis Penerapan yaitu :
1. SAP Berbasis Kas
Basis Akuntansi yang digunakan dengan laporan keuangan pemerintah adalah basis kas untuk
pengakuan pendapatan, belanja dan pembiayaan dalam Laporan Realisasi Anggaran dan basis akrual
untuk pengakuan asset, kewajiban dan ekuitas dalam Neraca.
Basis kas untuk Laporan Realisasi Anggaran berarti bahwa pendapatan diakui pada saat kas di terima
di Rekening Kas Umum Negara / Daerah atau oleh entitas pelaporan dan belanja diakui pada saat kas
dikeluarkan dari Rekening Kas Umum Negara / Daerah atau entitas pelaporan (PP No.71 tahun 2010).
1. SAP Berbasis Kas Menuju Akrual
Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP) menyusun SAP berbasis akrual yang mecakup
PSAP berbasis kas untuk pelaporan pelaksanaan anggaran (budgetary reports), sebagaimana di
cantumkan pada PSAP 2, dan PSAP berbasis akrual untuk pelaporan financial, yang pada PSAP 12
mempasilitasi pencatatan, pendapatan, dan beban dengan basis akrual.
Penerapan SAP Berbasis Akrual dilaksanakan secara bertahap dari penerapan SAP Berbasis Kas
Menuju Akrual menjadi penerapan SAP Berbasis Akrual. SAP Berbasis Kas Menuju Akrual yaitu SAP
yang mengakui pendapatan, belanja, dan pembiayaan berbasis kas, serta mengakui aset, utang, dan
ekuitas dana berbasis akrual. Ketentuan lebih lanjut mengenai penerapan SAP Berbasis Akrual secara
bertahap pada pemerintah pusat diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. Ketentuan lebih lanjut
mengenai penerapan SAP Berbasis Akrual secara bertahap pada pemerintah daerah diatur dengan
Peraturan Menteri Dalam Negeri.
Perbedaan mendasar SAP berbasis kas menuju akrual dengan SAP berbasis akrual terletak pada
PSAP 12 menganai laporan operasional. Entitas melaporkan secara transparan besarnya sumber daya
ekonomi yang didapatkan, dan besarnya beban yang di tanggung untuk menjalankan kegiatan
pemerintahan. Surplus / deficit operasional merupakan penambah atau pengurang ekuitas/ kekayaan
bersih entitas pemerintahan bersangkutan ( PP NO 71 Tahun 2010).
2. SAP berbasis Akrual
SAP Berbasis Akrual, yaitu SAP yang mengakui pendapatan, beban, aset, utang, dan ekuitas dalam
pelaporan finansial berbasis akrual, serta mengakui pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam
pelaporan pelaksanaan anggaran berdasarkan basis yang ditetapkan dalam APBN/APBD.
Basis Akrual untuk neraca berarti bahwa asset, kewajiban dan ekuitas dana diakui dan di catat pada
saat terjadinya transaksi, atau pada saat kejadian atau kondisi lingkungan berpengaruh pada keuangan
pemerintah, tanpa memperhatikan saat kas atau setara kas di terima atau di bayar (PP No.71 tahun 2010).
SAP berbasis akrual di terapkan dalam lingkungan pemerintah yaitu pemerintah pusat, pemerintah
daerah dan satuan organisasi di lingkungan pemerintah pusat/ daerah, jika menurut peraturan perundang –
undangan satuan organisasi dimaksud wajib menyajikan laporan keuangan (PP No.71 Tahun 2010).
SAP Berbasis Akrual tersebut dinyatakan dalam bentuk PSAP dan dilengkapi dengan Kerangka
Konseptual Akuntansi Pemerintah. PSAP dan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan dalam
rangka SAP Berbasis Akrual dimaksud tercantum dalam Lampiran I Peraturan Pemerintah nomor 71
Tahun 2010.
Penyusunan SAP Berbasis Akrual dilakukan oleh KSAP melalui proses baku penyusunan (due
process). Proses baku penyusunan SAP tersebut merupakan pertanggungjawaban profesional KSAP yang
secara lengkap terdapat dalam Lampiran III Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010.
Penerapan SAP Berbasis Akrual secara bertahap dilakukan dengan memperhatikan urutan persiapan
dan ruang lingkup laporan. SAP Berbasis Kas Menuju Akrual dinyatakan dalam bentuk PSAP dan
dilengkapi dengan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan. PSAP dan Kerangka Konseptual
Akuntansi Pemerintahan dalam rangka SAP Berbasis Kas Menuju Akrual tercantum dalam Lampiran II
Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010.
2.1.1. Ruang Lingkup Akuntansi Pemerintahan
Akuntansi pemerintahan tidak hanya berisi tentang penjelasan yang diberikan pemerintah
nasional tetapi diberikan juga oleh PBB ( Perserikatan Bangsa-Bangsa ) (A Manual Government
Accounting) yang dapat diringkas sebagai berikut (dalam Bachtiar Arif dkk, 2002:9):
1) Dapat memenuhi persyaratan Undang-Undang Dasar, Undang-Undang dan Peraturan lain.
Akuntansi Pemerintah dirancang untuk memenuhi persyaratan-persyaratan yang ditentukan oleh
Undang-Undang Dasar, UU dan Peraturan lain. Apabila terdapat dua yaitu untuk kepentingan
efisiensi dan ekonomis di satu sisi, sedangkan di sisi lain hal tersebut bertentangan dengan Undang-
Undang Dasar, UU atau Peraturan lainnya, maka akuntansi tersebut harus disesuaikan
denganUndang-Undang Dasar, Undang-Undang dan Peraturan lainnya.
2) Dikaitkan dengan klasifikasi anggaran.
Sistem Akuntansi Pemerintahan harus dikembangkan sesuaidengan klasifikasi anggaran yang
telah disetujui pemerintah danlembaga legeslatif. Fungsi anggaran dan akuntansi harus
salingmelengkapi didalam pengelolaan keuangan negara serta harusdiintegrsikan.
3) Perkiraan-perkiraan harus diselenggarakan.
Sistem Akuntansi Pemerintah harus mengembangkan perkiraan-perkiraan untuk mencatat
transksi-transaksi yang terjadi. Perkiraan-perkiraan yang dibuat harus dapat menunjukkan
akuntabilitas keuangan negara yang andal dari sisi obyek dan tujuan penggunaan dana serta pejabat
atau organisasi yang mengelolanya.
4) Memudahkan pemeriksaan oleh aparatur pemerintah.
Sistem Akuntansi Pemerintah yang dikembangkan harus memungkinkan aparat pemeriksaan
untuk melakukan tugasnya.
5) Sistem akuntansi harus terus dikembangkan.
Dengan adanya perubahan lingkungan dan sifat transaksi, sistem Akuntansi Pemerintah harus
terus disesuaikan dan dikembangkan sehingga tercapai efisiensi, efektivitas dan relevansi.
6) Perkiraan-perkiraan yang harus dikembangkan secara efektif.
Sistem Akuntansi Pemerintah harus mengembangkan perkiraan-perkiraan secara efektif
sehubungan dengan sifat dan perubahanlingkungan sehingga dapat mengungkapkan hasil ekonomi
dankeuangan dari pelaksanaan suatu program.
7) Sistem harus dapat melayani kebutuhan dasar informasi keuangan guna pengembangan rencana
dan program.
Sistem Akuntansi Pemerintah harus dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan para pengguna
informasi keuangan yaitu, pemerintah, rakyat (lembaga legeslatif), lembaga donor, Bank Dunia, dan
lain sebagainya.
8) Pengadaan suatu perkiraan
Perkiraan-perkiran yang dibuat harus memungkinkan analisis ekonomi atas data keuangan dan
mereklasifikasi transaksi-transaksi pemerintah baik pusat maupun daerah dalam rangka
pengembangan perkiraan-perkiraan nasional.

2.1.2. Tahap - tahap Penyiapan SAP


Tahap - tahap penyiapan SAP yaitu (Supriyanto:2005):
1. Identifikasi Topik untuk Dikembangkan Menjadi Standar
2. Pembentukan Kelompok Kerja (Pokja) di dalam Komite
3. Riset Terbatas oleh Kelompok Kerja
4. Penulisan draf SAP oleh Kelompok Kerja
5. Pembahasan Draf oleh Komite Kerja
6. Pengambilan Keputusan Draf untuk Dipublikasikan
7. Peluncuran Draf Publikasian SAP (Exposure Draft)
8. Dengar Pendapat Terbatas (Limited Hearing) dan Dengar Pendapat Publik (Public Hearings)
9. Pembahasan Tanggapan dan Masukan Terhadap Draf Publikasian
10. Finalisasi Standar
Sebelum dan setelah dilakukan publik hearing, Standar dibahas bersama dengan Tim Penelaah
Standar Akuntansi Pemerintahan BPK. Setelah dilakukan pembahasan berdasarkan masukan-masukan
KSAP melakukan finalisasi standar kemudian KSAP meminta pertimbangan kepada BPK melalui
Menteri Keuangan. Namun draf SAP ini belum diterima oleh BPK karena komite belum ditetapkan
dengan Keppres. Suhubungan dengan hal tersebut, melalui Keputusan Presiden, dibentuk Komite Standar
Akuntansi Pemerintahan. Komite ini segera bekerja untuk menyempurnakan kembali draf SAP yang
pernah diajukan kepada BPK agar dapat segera ditetapkan.
Draf SAP pun diajukan kembali kepada BPK dan mendapatkan pertimbangan dari BPK. BPK
meminta langsung kepada Presiden RI untuk segera Menetapkan Standar Akuntansi Pemerintahan dengan
Peraturan Pemerintah (PP). Proses penetapan PP SAP pun berjalan dengan Koordinasi antara Sekretariat
Negara, Departemen Keuangan, dan Departemen Hukum dan HAM, serta pihak terkait lainnya hingga
penandatanganan Peraturan Pemerintah.
2.1.3. Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan (KKAP) dan Kerangka Dasar Penyusunan
dan Penyajian Laporan Keuangan (KDP-LK).
Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan (KKAP) dan Kerangka Dasar Penyusunan dan
Penyajian Laporan Keuangan (KDP-LK).
KKAP dan KDPP-LK sama-sama menujukan pada 4 (empat) pihak yaitu: komite penyusun standar,
penyusun laporan keuangan, pemeriksa (auditor) dan para pemakainya. Ini agaknya memang suatu hal
yang tak bisa dihindari, sebab keempat pihak tersebut telah menjadi fixed sebagai pengguna standar
akuntansi.
Perbedaan baru mulai terlihat pada poin ruang lingkup. Sebab merupakan hal yang baru, cakupan
ruang lingkup yang dibahas dalam KKAP memang terkesan lebih banyak pertimbangan adaptasi.
Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan, kerangka ini merumuskan konsep yang mendasari
penyusunan dan penyajiaan laporan keuangan pemerintah pusat dan daerah. Sebagai acuan bagi :
1. Penyusunan Standar Akuntansi pemerintah (KSAP)
Tujuan KSAP adalah untuk meningkatkan transparasi dan akubilitas penyelenggaraan akuntansi
pemerintahan, melalui penyusunan dan pengembangan SAP.
2. Penyusun laporan keuangan
3. Pemeriksa
Adalah orang yang melakukan tugas pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara
untuk dan atas nama BPK(Badan Pemeriksa Keuangan).
4. Para pengguna laporan keuangan

Pada KKAP ruang lingkupnya meliputi:


1. Tujuan kerangka konseptual;
2. Lingkungan akuntansi pemerintahan;
3. Pengguna kebutuhan informasi para pengguna;
4. Entitas pelaporan;
5. Peranan dan tujuan pelaporan keuangan, serta dasar hukum;
6. Asumsi dasar, karakteristik kualitatif yang menentukan manfat informasi dalam laporan keuangan,
prinsip-prinsip, serta kendala informasi akuntansi; dan
7. Defenisi, pengakuan, dan pengukuran unsur-unsur yang membentuk laporan keuangan. (KKAP
Paragraf 4)
Sementara pada KDPP-LK, ruang lingkupnya meliputi:
1. tujuan laporan keuangan;
2. karakteristik kualitatif yang menentukan manfaat informasi dalam laporan keuangan;
3. defenisi, pengakuan dan pengukuran unsur-unsur yang membentuk laporan keuangan;
4. konsep modal serta pemeliharaan modal. (KDPP-LK, paragraf 05)
2.1.4. Proses Penyusunan SAP
Komite standar yang dibentuk Menteri Keuangan sampai dengan pertengahan tahun 2004
telah menghasilkan draf SAP yang terdiri dari kerangka konseptual dan 11 pernyataan standar,
semua kerangka tersebut disusun melalui Due Process.
Proses penyusunan (Due Process) yang digunakan adalah proses yang berlaku umum secara
internasional dengan penyesuaian terhadap kondisi yang ada di Indonesia. Penyesuaian dilakukan
antara lain karena pertimbangan kebutuhan yang mendesak dan kemampuan pengguna untuk
memahami dan melaksanakan standar yang ditetapkan. Tahap – tahap penyiapan SAP adalah sebagai
berikut:
a) Identifikasi Topik untuk dikembangkan menjadi standar.
b) Konsultasi topik kepada komite pengarah
c) Pembentukan kelompok kerja (Pokja) dalam KSAP.
d) Riset terbatas oleh kelompok kerja.
e) Penulisan draf SAP oleh kelompok kerja.
f) Pembahasan draf oleh komite kerja.
g) Pengambilan keputusan draf untuk dipublikasikan.
h) Peluncuran draf publikasian SAP (exposure draft).
i) Dengar pendapat terbatas (limited hearing) dan dengar pendapat publik (public hearings).
j) Pembahasan tanggapan dan masukan terhadap draf publikasian.
k) permintaan pertimbangan kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
l) pembahasan tanggapan BPK
m) Finalisasi standar.
n) pemberlakuan standar
o) sosialisai awal standar
Sebelum dan setelah dilakukan publik hearing, standar dibahas bersama dengan Tim
Penelaah Standar Akuntansi Pemerintahan BPK. Setelah dilakukan pembahasan berdasarkan
masukan – masukan KSAP melakukan finalisasi standar kemudian KSAP meminta pertimbangan
kepada BPK melalui Menteri Keuangan. Namun draf SAP ini belum diterima oleh BPK karena
komite belum ditetapkan dengan Keppres. Sehubungan dengan hal tersebut, melalui Keputusan
Presiden Nomor 84 Tahun 2004 dibentuk Komite Standar Akuntasi Pemerintahan. Komite ini segera
bekerja untuk kembali menyempurnakan draf SAP yang pernah diajukan kepada BPK agar pada
awal tahun 2005 dapat segera ditetapkan.
Draf SAP pun diajukan kembali kepada BPK pada bulan November 2004 dan mendapatkan
pertimbangan dari BPK pada bulan Januari 2005. BPK meminta langsung kepada Presiden RI untuk
segera menetapkan Standar Akuntasi Pemerintahan dengan Peraturan Pemerintah (PP). Proses
penetapan PP SAP pun berjalan dengan Koordinasi antara Sekretariat Negara, Departemen
Keuangan, dan Departemen Hukum dan HAM, serta pihak terkait lainnya hingga penandatanganan
peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan oleh Presiden
tanggal 13 Juni 2005.
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntasi Pemerintahan terdiri
dari:
1. PSAP 01: Penyajian Laporan Keuangan.
2. PSAP 02: Laporan Realisasi Anggaran.
3. PSAP 03: Laporan Arus Kas.
4. PSAP 04: Catatan Atas Laporan Keuangan.
5. PSAP 05: Akuntasi Persediaan.
6. PSAP 06: Akuntasi Investasi.
7. PSAP 07: Akuntansi Aset Tetap.
8. PSAP 08: Akuntansi Konstruksi Dalam Pengerjaan.
9. PSAP 09: Akuntansi Kewajiban.
10. PSAP 10: Koreksi Kesalahan, Perubahan Kebijakan Akuntansi, dan Peristiwa Luar
Biasa.
11. PSAP 11: Laporan Keuangan Konsolidasian.
PP No 71 Tahun 2010 (Basis Akrual)

 Laporan Realisasi Anggaran (LRA)

 Neraca

 Laporan Arus Kas

 Catatan atas Laporan keuangan

 Laporan Realisasi Anggaran

 (LRA)

 Laporan Perubahan Saldo

 Anggaran Lebih (LSAL)

 Neraca

 Laporan Arus kas

 Laporan Operasional (LO)

 Laporan Perubahan Ekuitas

2.1.5. Isu-isu yang Terkait dalam SAP


Pada tahun 2015, seluruh instansi pemerintah baik yang ada di pusat maupun di daerah harus
sudah menerapkan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) berbasis akrual (accrual basis). “Setelah aturan
SAP berbasis akrual ditandatangani maka pemerintah pusat dan daerah harus sudah menerapkan SAP per
1 Januari 2015,” kata Dirjen Keuangan Daerah, Yuswandi A. Temenggung, saat menjadi pembicara
dalam acara Rakernas Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Tahun 2013, di Jakarta. Dasar
hukum penerapan SAP berbasis akrual adalah PP No. 71/2010 tentang SAP, sebagai amanat dari UU No.
17/2003 tentang Keuangan Negara. UU No.17/2013 mengamanatkan instansi pemerintah baik dipusat
maupun di daerah diminta untuk menerapkan SAP berbasis akrual. Sedangkan dalam PP No. 71/2010
disebutkan SAP berbasis akrual dilaksanakan empat tahun setelah tahun 2010, yang artinya dilaksanakan
pada 2015. Penerapan accrual basis di daerah akan cukup kompleks.

Bisa dibayangkan, saat ini terdapat 491 daerah provinsi dan kab/kota di seluruh Indonesia.
Dengan segala keragaman yang ada, tentu akan lebih sulit penerapannya dibanding di pusat. Sementara
itu, beberapa hal yang harus disiapkan terkait dengan penerapan SAP berbasis akrual di daerah, yakni
ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM) dan Struktur Organisasi Tata Kerja (SOTK) dari Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD) dan Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD). Ketika SAP berbasis akrual
diterapkan secara penuh maka fungsi akuntansi dari masing-masing PPKD dan SKPD harus muncul –
siapa mengerjakan apa.

Kondisi yang perlu diperhatikan sebelum SAP berbasis akrual diterapkan pada 2015 adalah
terkait dengan LKPD 2012 yang diaudit BPK, dimana baru sekitar 16 provinsi dan 115 kab/kota yang
mendapatkan opini WTP, dengan sistem akuntansi yang diterapkan saat ini. Tentu patut diantisipasi,
jangan sampai tak satupun LKPD dari 539 daerah provinsi dan kab/kota di Indonesia tidak memperoleh
WTP setelah accrual basis diterapkan. Jelas, ini satu kemunduran terkait dengan akuntabilitas pengelolaan
keuangan daerah. Tentu kita memahami, setiap daerah memiliki pemahaman yang sangat beragam terkait
dengan sistem yang akan diterapkan.

Penggunaan sistem aplikasi juga harus digalakkan, termasuk di dalamnya ketika terdapat sistem
yang berbeda, bagaimana mengkonsolidasinya, sehingga bisa compatible antara satu sistem dengan
sistem lainnya. Sementara itu, bagi daerah yang terlambat menyampaikan LKPD 2012, Kementerian
Keuangan sudah mengingatkan bagi daerah yang terlambat menyampaikan LKPD 2012 dan LRA
semester 1-2013 akan dilakukan penundaan transfer DAU. Ini gambaran kondisi saat ini yang tentu harus
dicermati dan ditangani sehingga penerapan SAP berbasis akrual ditahun 2015 tidak akan menemui
kendala. Terkait dengan kesiapan Kemendagri dalam konteks penerapan SAP berbasis akrual, saat ini
penyusunan pedoman penerapan SAP berbasis akrual oleh Kemendagri sudah dalam tahap finalisasi,
Diharapkan, akhir tahun 2013, pedoman tersebut sudah bisa diterima pemda. Untuk keberhasilan
penerapan SAP berbasis akrual, komunikasi Kemendagri dengan Kemenkeu juga terus dilakukan.
Demikian pula komunikasi dengan Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP) intensif dilakukan
agar penerapan SAP berbasis akrual di daerah bisa tepat waktu.

Yang menjadi landasan bagi daerah untuk penerapan SAP berbasis akrual di tingkat daerah yaitu
Peraturan Kepala Daerah tentang kebijakan akuntansi dan sistem akuntansi pemerintah daerah. Saat ini,
Kemendagri terus melakukan upaya-upaya capacity building baik di internal Kemendagri maupun di
Pemda. Kita berharap tahun 2014 dapat melakukan uji coba penerapan SAP berbasis akrual di beberapa
daerah. Dengan adanya program uji coba, kita bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan yang mungkin
muncul dari daerah. Kita juga mendorong daerah lain untuk melakukan uji coba penerapan SAP berbasis
akrual.

Tahun 2015, SAP berbasis akrual di seluruh daerah provinsi dan kab/kota akan diselenggarakan.
Dengan harapan, financial statistic di daerah sudah bisa compatible dengan Laporan Keuangan
Pemerintah Pusat (LKPP), yang pada gilirannya Indonesia punya satu kesatuan pengelolaan keuangan
negara. Untuk itu, kesiapan pemda perlu diperketat, kita mencoba memfasilitasi dari aspek elembagaan
(SOTK) bahwa core tatalaksana di dalam penerapan SAP berbasis akrual adalah LO. Pendapatan dan
belanja sudah harus diakui pada waktu terjadinya transaksi, bukan waktu terjadinya arus kas
masuk/keluar. Pekerjaaan ini tidak terlalu sulit, hanya perlu komitmen dari para pemangku kepentingan.
Dengan adanya SOTK SKPD dan PPKD di setiap daerah, SAP berbasis akrual diharapkan sudah masuk
dalam sistem tatalaksana.

Keberadaan SDM baik dalam konteks akuntansi maupun teknologi informasi perlu ditingkatkan.
Demikian pula kompetensi personil perlu ditingkatkan. Dalam hal ini, para pengambil keputusan di
daerah (kepala daerah) seharusnya sudah sangat aware akan komitmennya untuk menerapkan fully
accrual basis pada tahun 2015. Teknisnya bisa dilakukan oleh staf, tapi staf tentu perlu keteladanan dari
pimpinan (kepala daerah). Sementara itu, terkait dengan kelengkapan teknologi informasi, pemda bisa
melakukan upgrading dari sistem yang telah ada agar kecepatan bisa maksimal. Ini salah satu agenda
Kemendagri untuk mewujudkan penerapan SAP berbasis akrual pada tahun 2015.(Sumber artikel:
Keuda-Kemendagri, 2014).

2.2. Laporan Operasional


Laporan Operasional merupakan salah satu bagian dari laporan keuangan pemerintah pusat/daerah
yang bertujan untuk menyajikan rangkuman dari penggunaan sumber daya yang terjadi pada periode
operasional pemerintah. Informasi-informasi tersebut tercerminkan dalam pendapatan-LO, beban dan
surplus/defisit operasional. Selain itu, dalam penyajiannya juga disandingkan dengan laporan periode
sebelumnya. Aturan tentang laporan operasional ini termaktub dalam Pernyataan Standar Akuntansi
Pemerintah nomor 12.

Laporan Operasional (LO) menyediakan informasi mengenai seluruh kegiatan operasional


keuangan entitas pelaporan yang tercerminkan dalam pendapatan-LO, beban, dan surplus/defisit
operasional dari suatu entitas pelaporan yang penyajiannya disandingkan dengan periode sebelumnya.

Pengguna laporan membutuhkan Laporan Operasional dalam mengevaluasi pendapatan-LO dan


beban untuk menjalankan suatu unit atau seluruh entitas pemerintahan. Berkaitan dengan kebutuhan
pengguna tersebut, Laporan Operasional menyediakan informasi sebagai berikut:

1. Mengenai besarnya beban yang harus ditanggung oleh pemerintah untuk menjalankan pelayanan;

2. Mengenai operasi keuangan secara menyeluruh yang berguna dalam mengevaluasi kinerja
pemerintah dalam hal efisiensi, efektivitas, dan kehematan perolehan dan penggunaan sumber
daya ekonomi;

3. Yang berguna dalam memprediksi pendapatan-LO yang akan diterima untuk mendanai kegiatan
pemerintah pusat dan daerah dalam periode mendatang dengan cara menyajikan laporan secara
komparatif;

4. Mengenai penurunan ekuitas (bila defisit operasional), dan peningkatan ekuitas (bila surplus
operasional).

Laporan Operasional disusun untuk melengkapi pelaporan dari siklus akuntansi berbasis
akrual (full accrual accounting cycle) sehingga penyusunan Laporan Operasional, Laporan
Perubahan Ekuitas, dan Neraca mempunyai keterkaitan yang dapat dipertanggungjawabkan.

Dalam hubungannya dengan laporan operasional, kegiatan operasional suatu entitas pelaporan
dapat dianalisis menurut klasifikasi ekonomi atau klasifikasi fungsi/program untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Laporan operasional yang dianalisis menurut suatu klasifikasi ekonomi,
beban-beban dikelompokkan menurut klasifikasi ekonomi (sebagai contoh beban
penyusutan/amortisasi, beban alat tulis kantor, beban transportasi, dan beban gaji dan tunjangan
pegawai), dan tidak direalokasikan pada berbagai fungsi dalam suatu entitas pelaporan.

Metode ini sederhana untuk diaplikasikan dalam kebanyakan entitas kecil karena tidak
memerlukan alokasi beban operasional pada berbagai fungsi. Namun jika laporan operasional yang
dianalisis menurut klasifikasi fungsi, beban-beban dikelompokkan menurut program atau yang
dimaksudkannya. Penyajian laporan ini memberikan informasi yang lebih relevan bagi pemakai
dibandingkan dengan laporan menurut klasifikasi ekonomi, walau dalam hal ini pengalokasian beban
ke setiap fungsi adakalanya bersifat arbitrer dan atas dasar pertimbangan tertentu.

Dalam memilih penggunaan kedua metode klasifikasi beban tersebut tergantung pada faktor
historis dan peraturan perundang-undangan, serta hakikat organisasi. Kedua metode ini dapat
memberikan indikasi beban yang mungkin berbeda dengan output entitas pelaporan bersangkutan,
baik langsung maupun tidak langsung. Karena penerapan masing-masing metode pada entitas yang
berbeda mempunyai kelebihan tersendiri, maka SAP memperbolehkan entitas pelaporan memilih
salah satu metode yang dipandang dapat menyajikan unsur operasi secara layak pada entitas
tersebut.

Entitas pelaporan yang mengelompokkan beban menurut klasifikasi fungsi juga harus
mengungkapkan tambahan informasi beban menurut klasifikasi ekonomi, antara lain meliputi beban
penyusutan/amortisasi, beban gaji dan tunjangan pegawai, dan beban bunga pinjaman.

Sama halnya dengan LRA, struktur Laporan Operasional Pemerintah Pusat, Pemerintah
Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota memiliki perbedaan. Perbedaan struktur tersebut juga
diakibatkan karena perbedaan sumber pendapatan pada pemerintah pusat, Pemerintah Provinsi dan
Pemerintah Kabupaten/Kota. Namun, yang membedakan antara LRA dengan LO diantaranya adalah
sebagai berikut:

Pengelompokan pada LRA terdiri dari pendapatan, belanja, transfer dan pembiayaan,
sedangkan pengelompokan pada LO terdiri dari pendapatan dan beban dari kegiatan operasional,
surplus/defisit dari kegiatan non operasional dan pos-pos luar biasa.

LRA menyajikan pendapatan dan belanja yang berbasis kas, sedangkan LO menyajikan
pendapatan dan beban yang berbasis akrual.

Akibat dari perbedaan basis akuntansi yang digunakan, Pada LRA, pembelian aset tetap
dikategorikan sebagai belanja modal atau pengurang pendapatan, sedangkan pada LO, pembelian
aset tetap tidak diakui sebagai pengurang pendapatan.

Pada PSAP 12 Kegiatan operasional merupakan kegiatan yang secara langsung mempengaruhi
aliran kas masuk dan keluar dari organisasi yang akan menentukan besarnya keuntungan bersih
Dalam konteks pemerintahan, dimana instansi pemerintahan merupakan lembaga yang tidak mencari
keuntungan, maka kegiatan operasional pemerintah dapat didefinisikan kegiatan utama dari suatu
instansi pemerintahan yang secara langsung mempengaruhi aliran kas masuk dan keluar yang akan
menentukan besarnya sisa anggaran lebih/kurang. Kegiatan operasional ini dalam standar akuntansi
berbasis akrual yang mulai diterapkan harus dilaporkan akuntabilitasnya melalui Laporan
Operasional.

Laporan Operasional merupakan laporan yang disusun untuk melengkapi pelaporan dan siklus
akuntansi berbasis akrual sehingga penyusunan Laporan operasional, Laporan perubahan ekuitas dan
Neraca mempunyai keterkaitan yang dapat dipertanggungjawabkan, Laporan Operasional diatur
dalam PSAP Nomor 12. Sebelum disahkannya PP No.71 Tahun 2010, Laporan Operasional
merupakan laporan yang bersifat optional dengan nama Laporan Kinerja Keuangan. Yang kemudian
setelah PP No.71 Tahun 2010 disahkan, Laporan Operasional diwajibkan untuk dilaporkan dalam
Laporan Keuangan instansi pemerintah dan diberikan kerangka tersendiri dalam penyusunannya.
Periode penyajian Laporan Operasional paling tidak dilaksanakan satu kali dalam satu tahun, dalam
kasus Laporan Operasional tahunan disajikan dengan suatu periode yang lebih pendek dari
satu tahun, entitas harus mengungkapkan informasi sebagai berikut:

1) Alasan penggunaan periode pelaporan tidak satu tahun;


2) Fakta bahwa jumlah-jumlah komparatif dalam Laporan Operasional dan catatan-catatan
terkait tidak dapat diperbandingkan.

Laporan Operasional merupakan syarat penerapan pelaporan keuangan pemerintah yang


berbasis akrual untuk menjembatani pencatatan atas pendapatan dan beban finansial yang tidak dapat
diketahui apabila menggunakan basis kas. Laporan Operasional merupakan pengembangan dari
Laporan Realisasi Anggaran - yang kebetulan anggarannya tidak dipersyaratkan berbasis akrual
menurut perundangan – sehingga, dengan demikian cakupan tambahan dari Laporan Operasional
adalah materi pendapatan dan belanja yang non kas (Widjajarso). Masih menurut Widjajarso,
perubahan terminologi harus dilakukan pada Laporan Operasional dan Laporan Perubahan Ekuitas,
yaitu terminologi beban atau biaya menggantikan terminologi belanja. Konsep dan fitur yang ada di
laporan operasional adalah sebagai berikut :

 Surplus/defisit akrual yang menambah/ mengurangi ekuitas.


 Pendapatan dan belanja (beban atau biaya) akrual.
 Pemisahan laporan pertanggungjawaban anggaran dan laporan finansial.
 Ada pemisahan kegiatan non operasional dan pos luar biasa.
 Pendapatan LO dan beban dalam bentuk barang/jasa harus dilaporkan berdasarkan nilai wajarnya
pada tanggal transaksi dan diungkap dalam CaLK (Catatan atas Laporan Keuangan).
 Transaksi pendapatan dan beban dalam bentuk barang/jasa antara lain hibah dalam wujud barang,
barang rampasan, dan jasa konsultasi.
 Pembiayaan tidak diperhitungkan dalam perhitungan surplus/defisit LO karena transaksi
pembiayaan tidak terkait dengan operasi pada periode pelaporan.

Menurut SAP Nomor 12, tujuan dan manfaat Laporan Operasi adalah memberikan
informasi tentang kegiatan operasional keuangan yang tercerminkan dalam, (i) pendapatan-LO,
(ii)beban, dan (iii) surplus/defisit operasional dari suatu entitas pelaporan yang penyajiannya
disandingkan dengan periode sebelumnya. Informasi yang dapat diberikan oleh basis akrual dengan
adanya LO antara lain :
 Biaya : besarnya beban yang harus ditanggung oleh pemerintah dalam menyediakan pelayanan
 Kinerja : operasi keuangan secara menyeluruh yang berguna dalam mengevaluasi kinerja
pemerintah dalam hal efisiensi, efektivitas, dan kehematan perolehan dan penggunaan sumber
daya ekonomi
 Estimasi : memprediksi pendapatan LO yang akan diterima untuk mendanai kegiatan pemerintah
dalam periode mendatang dengan menyajikan laporan secara komoaratif
 Ekuitas : peningkatan ekuitas (bila surplus operasional) dan penurunan ekuitas (bila defisit
operasional).
Laporan Operasional disusun untuk melengkapi pelaporan dari siklus akuntansi berbasis
akrual sehingga penyusunan Laporan Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, dan Neraca
mempunyai keterkaitan yang dapat dipertanggungjawabkan. Laporan Operasional menyajikan
informasi beban akrual, sehingga pemisahan dan klasifikasi beban baik yang berbasis kas ataupun
non-kas dapat tersaji secara lengkap. Dari informasi yang ada kemudian dapat ditelaah untuk
dilakukan perhitungan biaya, yang kemudian dapat digunakan untuk menghitung cost per
program/kegiatan pelayanan. Kinerja merupakan keluaran/hasil dari kegiatan/program yang hendak
atau telah dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran (beban/cost), dengan kuantitas dan
kualitas terukur.
Dengan basis akrual yang dikomparasi dengan LO tahun sebelumnya, LO memberikan
informasi untuk memprediksi pendapatan LO yang akan diterima untuk mendanai kegiatan
pemerintah dalam periode mendatang. Dalam basis kas estimasi akan sulit untuk dilakukan karena
tidak ada pengakuan sebelum kas diterima. Dari LO dapat dilihat informasi mengenai selisih antara
pendapatan-LO dan beban selama satu periode pelaporan, setelah diperhitungkan surplus/ defisit dari
kegiatan non operasional dan pos luar biasa. Sehingga dapat dilihat surplus/defisit LO pada periode
bersangkutan, dampak kumulatif perubahan kebijakan/kesalahan mendasar dan nilai dari ekuitas
akhir.
Tujuan Laporan Operasional
Dalam PSAP, disebutkan bahwa: “Tujuan pelaporan operasi adalah memberikan informasi
tentang kegiatan operasional keuangan yang tercerminkan dalam pendapatan-LO, beban, dan
surplus/defisit operasional dari suatu entitas pelaporan.”

Dengan demikian, pelaporan operasional berfungsi untuk melihat sejauh mana dan untuk apa
pemerintah menggunakan anggarannya. Laporan Operasional disusun sepenuhnya berdasarkan basis
akrual, berbeda dengan Laporan Realisasi Anggaran yang menggunakan basis kas.

Ruang Lingkup Laporan Operasional


Semua entitas pelaporan dan entitas akuntansi wajib untuk membuat laporan Operasional, baik itu
pemerintah daerah maupun pemerintah pusat. Dikecualikan dari peraturan ini adalah BUMN/BUMD
karena BUMN/BUMD tersebut menggunakan Laporan Keuangan entitas bisnis seperti biasa sehingga
tidak wajib membuat Laporan Operasional.

Manfaat Laporan Operasional


Laporan Operasional dibutuhkan untuk mengevaluasi Pendapatan-LO dan beban dalam menjalankan
suatu entitas pemerintahan. Dalam laporan ini terdapat informasi:

1. Beban yang harus ditanggung pemerintah untuk menjalankan pelayanan. Dengan informasi
tersebut, diharapkan pemerintah bisa menyiapkan anggaran serta mengestimasi kebutuhan
keuangannya dengan lebih akurat lagi di masa depan.
2. Cerminan dari kinerja pemerintah dalam hal efisiensi dan efektivitas perolehan serta penggunaan
sumber daya ekonomi
3. Dapat menjadi rujukan bagi perencanaan pendanaan pemerintah daerah dan pusat pada periode
mendatang dengan cara menyajikan laporan secara komparatif
4. Dapat menunjukkan informasi penurunan ekuitas (saat defisit operasional) atau peningkatan
ekuitas (saat surplus operasional)
5. Laporan Operasional disusun untuk melengkapi pelaporan dari siklus akuntansi berbasis akrual
(full accrual accounting cycle).
Periode Pelaporan
Laporan Operasional disajikan minimal sekali dalam setahun, kecuali jika terdapat kejadian luar
biasa yang membuat tanggal penyajian laporan operasional menjadi lebih pendek daripada satu tahun,
maka entitas harus mengungkapkan:

1. Alasan penggunaan periode pelaporan tidak satu tahun


2. Fakta bahwa jumlah-jumlah komparatif dalam Laporan Operasional dan catatan-catatan terkait
tidak dapat dibandingkan.

2.2.1. Struktur dan Isi Laporan Operasional


Laporan Operasional menyajikan struktur laporan yang mencakup pos-pos sebagai berikut:
 Pendapatan-LO (Kegiatan Operasional) : Merupakan Hak pemerintah yang diakui sebagai
penambah ekuitas dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan dan tidak perlu dibayar
kembali.
 Beban : Merupakan penurunan manfaat ekonomi/potensi jasa dalam periode pelaporan yang
menurunkan ekuitas berupa pengeluaran/ konsumsi aset atau
timbulnya kewajiban
 Surplus/Defisit dari operasi
 Kegiatan non operasional : Kegiatan yang sifatnya tidak rutin, termasuk surplus/defisit dari
penjualan aset non lancar dan penyelesaian kewajiban jangka panjang
 Surplus/Defisit sebelum Pos Luar Biasa
 Pos Luar Biasa : Merupakan pendapatan/beban yang bukan merupakan operasi biasa dimana
tidak diharapkan sering/rutin terjadi dan di luar kendali/pengaruh entitas. Sifat dan jumlah
diungkap dalam CaLK.
 Surplus/Defisit-LO : adalah penjumlahan selisih lebih/kurang antara surplus/defisit kegiatan
operasional, kegiatan non operasional, dan kejadian luar biasa yang pada akhir periode
pelaporan dipindahkan ke Laporan Perubahan Ekuitas.
Laporan Operasional dijelaskan lebih lanjut dalam Catatan atas Laporan Keuangan yang
memuat hal-hal yang berhubungan dengan aktivitas keuangan selama satu tahun seperti
kebijakan fiskal dan moneter, serta daftar-daftar yang merinci lebih lanjut angka-angka yang
dianggap perlu untuk dijelaskan.
1. Akuntansi Pendapatan-LO
 Pengakuan : Pendapatan-LO diakui pada saat timbulnya hak atas pendapatan atau
pendapatan direalisasi, yaitu adanya aliran masuk sumber daya ekonomi.
 Klasifikasi : Pendapatan diklasifikasikan menurut sumber dan jenis pendapatan,
dilaksanakan berdasarkan azas bruto.
 Azas Bruto : Dalam hal besaran pengurang bersifat variabel terhadap pendapatan-LO
dan tidak dapat diestimasikan terlebih dahulu maka azas bruto dikecualikan.
 Koreksi dan Pengembalian : Pengembalian yang sifatnya normal dan berulang
(recurring) pada periode penerimaan maupun pada periode sebelumnya dibukukan
sebagai pengurang pendapatan. Tidak berulang (non-recurring) yang terjadi pada
periode penerimaan pendapatan dibukukan sebagai pengurang pendapatan pada
periode yang sama. Berulang yang terjadi pada periode sebelumnya dibukukan
sebagai pengurang ekuitas pada periode ditemukannya koreksi dan pengembalian
tersebut.
 Pengungkapan : Rincian lebih lanjut sumber pendapatan disajikan dalam CaLK.

2. Akuntansi Beban
 Pengakuan : Beban diakui pada saat timbulnya kewajiban, terjadinya konsumsi aset atau
terjadinya penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa.
 Klasifikasi : Beban diklasifikasikan menurut klasifikasi ekonomi yang mengelompokkan
berdasarkan jenis beban.
 Penyusutan : Penyusutan/amortisasi dapat dilakukan dengan berbagai metode yang
dapat dikelompokkan menjadi: (a) Metode garis lurus (straight line method); (b) Metode
saldo menurun ganda (double declining balance method); (c) Metode unit produksi (unit
of production method).
 Transfer : Beban Transfer adalah beban berupa pengeluaran uang atau kewajiban
untuk mengeluarkan uang dari entitas pelaporan kepada suatu entitas pelaporan lain
yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan.
 Koreksi : Koreksi atas beban, termasuk penerimaan kembali beban, yang terjadi
pada periode beban dibukukan sebagai pengurang beban pada periode yang sama.
Apabila diterima pada periode berikutnya, koreksi atas beban dibukukan dalam
pendapatan lain-lain. Dalam hal mengakibatkan penambahan beban dilakukan
dengan pembetulan pada akun ekuitas.
 Pengungkapan : Beban berdasarkan klasifikasi organisasi dan klasifikasi lain yang
dipersyaratkan menurut ketentuan perundangan disajikan dalam CaLK.
3. Surplus/Defisit dari Kegiatan Operasional
 Surplus dari kegiatan operasional adalah selisih lebih antara pendapatan dan beban
selama satu periode pelaporan.
 Defisit dari kegiatan operasional adalah selisih kurang antara pendapatan dan beban
selama satu periode pelaporan.
 Selisih lebih/kurang antara pendapatan dan beban selama satu periode pelaporan dicatat
dalam pos Surplus/Defisit dari Kegiatan Operasional.
4. Surplus/Defisit dari Kegiatan Non Operasional
 Pendapatan dan beban yang sifatnya tidak rutin perlu dikelompokkan tersendiri
dalam kegiatan non operasional.
 Selisih lebih/kurang antara surplus/defisit dari kegiatan operasional dan
surplus/defisit dari kegiatan non operasional merupakan surplus/defisit sebelum pos
luar biasa.
5. Pos Luar Biasa
 Penyajian : Pos Luar Biasa disajikan terpisah dari pos-pos lainnya dalam Laporan
Operasional dan disajikan sesudah Surplus/Defisit sebelum Pos Luar Biasa.
 Definisi : Merupakan kejadian yang tidak dapat diramalkan terjadi pada awal tahun
anggaran, yang tidak diharapkan terjadi berulang-ulang; dan diluar kendali entitas
pemerintah.
 Pengungkapan : Sifat dan jumlah rupiah kejadian luar biasa harus diungkapkan pula
dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
6. Surplus/Defisit-Lo
 Definisi : Surplus/Defisit-LO adalah penjumlahan selisih lebih/kurang antara
surplus/defisit kegiatan operasional, kegiatan non operasional, dan kejadian luar
biasa.
 Saldo Surplus/Defisit-LO pada akhir periode pelaporan dipindahkan ke Laporan
Perubahan Ekuitas.

Transaksi Pendapatan-Lo dan Beban Berbentuk Barang/Jasa


 Transaksi pendapatan-LO dan beban dalam bentuk barang/jasa harus
dilaporkan dengan cara menaksir nilai wajar barang/jasa pada tanggal transaksi.
Transaksi ini harus diungkapkan pada Catatan atas Laporan Keuangan sehingga dapat
memberikan semua informasi yang relevan mengenai bentuk dari pendapatan dan beban.
 Transaksi pendapatan dan beban dalam bentuk barang/jasa antara lain hibah dalam wujud
barang, barang rampasan, dan jasa konsultansi.

2.3. Perbandingan antara Laporan Operasional dengan Laporan Realisasi Anggaran


Kabupaten Atas Awan – SKPD Pelangi

Laporan Realisasi Anggaran

Untuk Periode Yang Berakhir 31 Januari 2015

AKUN REALISASI

PENDAPATAN
PendapatanPajak Hotel – LRA 100.000.000

PendapatanRetribusiParkir – LRA 15.000.000

Total Pendapatan 115.000.000


BELANJA
BelanjaGajiPokok 60.000.000
BelanjaTunjanganKeluarga 10.000.000

BelanjaTunjanganJabatan 20.000.000

BelanjaSewaGedung Kantor 60.000.000


Belanja ATK 3.000.000

Belanja Kendaraan 150.000.000

Belanja Konsumsi Makanan 1.000.000

Belanja Pemeliharaan Peralatan 4.000.000

Belanja Printer 2.000.000

Total Belanja (310.000.000)

Surplus (Defisit) - LRA (195.000.000)

KabupatenAtas Awan – SKPD Pelangi

Laporan Operasional

Untuk Periode Yang Berakhir 31 Januari 2015

AKUN JUMLAH
PENDAPATAN
Pendapatan Pajak Hotel – LO 145.000.000

Pendapatan Retribusi Parkir – LO 15.000.000

Total Pendapatan 160.000.000

BEBAN
Beban Gaji Pokok 60.000.000

Beban Tunjangan Keluarga 10.000.000

Beban Tunjangan Jabatan 20.000.000

Beban Sewa Gedung Kantor 2.500.000

Beban ATK 2.500.000

Beban Konsumsi Makanan 1.000.000


Beban Pemelihraan Peralatan 4.000.000

Beban Depresiasi 12.000.000


Total Beban (112.000.000)

Surplus (Defisit) - LO (48.000.000)


BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Strategi adaptasi yang dipakai oleh KSAP dalam menyusun SAP merupakan langkah tepat dalam
memperkenalkan akuntansi pemerintahan di Indonesia. Meski strategi itu akhirnya menimbulkan banyak
kerancuan dan memiliki fleksibilitas yang tinggi, namun SAP terbukti mampu menciptakan paradigma
baru dalam akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan negara.

Namun, membandingkan SAP dengan SAK hanya salah satu cara dalam rangka mengukur sejauh
mana standar tersebut bisa memenuhi tujuan awal disusunnya. Dengan catatan, pembandingan itu tentu
tidak bisa secara kaku, sebab sifat entitas pemakai keduanya berbeda.

Setelah membandingkan dengan SAK, dapat disimpulkan, SAP baru bisa menghasilkan laporan
keuangan yang memiliki tingkat keterbandingan (comparability) yang memadai bila masing-masing
entitas mempunyai pemahaman yang sama terhadap poin-poin SAP. Namun, hal itu sepertinya sulit
dicapai, karena strategi adaptasi yang diterapkan KSAP telah menyebabkan SAP memiliki tingkat
fleksibilitas yang tinggi. Artinya, keseragaman (uniformity)menjadi suatu hal yang perlu dipertimbangkan
dalam pengembangan standar tersebut di kemudian hari.

Laporan Operasional (LO) menyediakan informasi mengenai seluruh kegiatan operasional


keuangan entitas pelaporan yang tercerminkan dalam pendapatan-LO, beban, dan surplus/defisit
operasional dari suatu entitas pelaporan yang penyajiannya disandingkan dengan periode sebelumnya.
Laporan Operasional disusun untuk melengkapi pelaporan dari siklus akuntansi berbasis akrual
sehingga penyusunan Laporan Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, dan Neraca mempunyai
keterkaitan yang dapat dipertanggungjawabkan. Laporan Operasional menyajikan informasi beban akrual,
sehingga pemisahan dan klasifikasi beban baik yang berbasis kas ataupun non-kas dapat tersaji secara
lengkap.
Daftar Pustaka
 Lampiran I.13 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2010,
Pernyataan Nomor 12 tentang Laporan Operasional
 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2010 Tentang Standar
Akuntansi Pemerintahan
 Widjajarso, Bambang. Penerapan Basis Akrual Pada Akuntansi Pemerintah Indonesia:
Sebuah Kajian Pendahuluan. http://sutaryofe.staff.uns.ac.id/files/2011/10 /Akuntansi-
berbasis-akrual.pdf
 Pengertian dan Tujuan Akuntansi Pemerintahan ~ Laman Baca
Kita http://lamanbaca.blogspot.com/2011/10/pengertian-dan-tujuan-
akuntansi.html#ixzz27g3ZAaZb

Anda mungkin juga menyukai