Lap Akhir Biotek Tipus Kultur Anther Dan Embrio Rescue

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 5

2.4. KULTUR ANTHER.

Anther merupakan kelapa sari yang mengandung serbuk sari (polen),

sehingga kultur anther berarti teknik kultur jaringan yang mengikutsertakan polen

didalam pengkulturan. Kultur anther merupakan salah satu metode perbanyakan

tanaman dengan teknik in-vitro yang bertujuan untuk mendapatkan tanaman

haploid (tanaman yang memiliki jumlah kromosom yang sama dengan kromosom

gamet, tergolong dua kategori yaitu monoploid adalah tanaman dengan jumlah

kromosom setengah dari spesies diploid dan polihaploid adalah tanaman dengan

jumlah kromosom setengah dari spesies polipoidi) yang unggul untuk

menghasilkan kultivar-kultivar baru atau hibrida F1. Kultur anther merupakan

salah satu teknik dasar penerapan bioteknologi untuk pemuliaan tanaman. Dari

kultur anther akan didapatkan tanaman haploid. Pembentukan tanaman haploid

melalui pembentukan kalus atau androgenesis langsung. Manfaat tanaman haploid

dalam pemuliaan tanaman adalah apabila digandakan kromosomnya dengan

kolkhisin atau melalui fusi protoplas akan diperoleh tanaman 100% homozigot

(Wijayani, 1994).

Kegunaan kultur anther antara lain mampu menghasilkan tanamn

monohaploid yang dapat digunakan untuk pemuliaan tanaman selanjutnya dan

dapat menghilangkan sifat resesif, serta dari monohaploid dapat dihasilkan

derivate yang dihaploid (diploid) silangan tanaman monohaploid dan untuk

membuat tanaman homozigot , toleran terhadap garam tinggi di tanah dan kondisi

kekeringan dan tanaman cepat berbunga. Tanaman haploid dapat dikembangkan

dengan menggunakan teknik kultur invitro anther dan pollen. Anther diperoleh

dari tunas bunga dan dapat dikulturkan pada medium padat atau cair sehingga
terjadi embriogenesis. Selain itu pollen juga dapat diambil secara aseptik dan

dikulturkan pada medium cair. Proses perbanyakan tanaman haploid dengan

menggunakan gametofit jantan semacam ini diesebut sebagai androgenesis..

Androgenesis langsung adalah proses pembentukan plantlet haploid dengan

menggunakan kultur anther, sedangkan pada androgenesis tidak langsung adalah

plantlet terbentuk melalui pembentukan kallus yang kemudian mengalami

regenerasi menjadi plantlet (Yuwono, 2008).

Kelebihana dari kultur anther adalah mampu mempersingkat waktu dalam

memperoleh sifat homozigositas, sedangkan kelemahannya adalah berpeluang

memunculkan sifat resesif unggul yang pada kondisi normal tidak akan muncul

karena tertutup oleh sifat dominan, kecilnya persentase regenerasi, albino, tidak

semua genotif responsif terhadap kultur anther.Faktor – faktor yang menentukan

hasil akhir kultur anther adalah kondisi pertumbuhan tanaman donor seperti

temperatur, fotoperiodisasi dan intensitas cahaya, umur tanaman donor (tunas

yang digunakan berasal dari pembungaan awal), dan tingkat perkembangan pollen

paling baik pollen digunakan pada tringkat pembelahan mitosis pertama

(Hendaryono, 2004).

Untuk menghasilkan haploid terbaik, kondisi optimum yang harus

diperhatikan untuk setiap kultur atau spesies yaitu, tahap perkembangan

mikrospora, komposisi media, pra perlakuan anther, sumber, kondisi, dan umur

tanaman dimana anther diambil. Media yang biasa digunakan untuk kultur

jaringan adalah media MS yang mana media ini mengandung jumlah hara

organik yang layak untuk memenuhi kebutuhan banyak jenis sel tanaman.
Medium ini sudah digunakan banyak orang karena karena medium ini cocok

untuk berbagai tanaman (Nasir, 2002).

Produksi kalus dan embrio somatik dari kultur anther dan pollen telah

berhasil dilakukan pada berbagai spesies. Yang menarik disini adalah produksi

embrio haploid yaitu embrio yang hanya memiliki satu sel dari pasangan

kromosom normal. Ini dihasilkan dari jaringan gametofitik pada anther. Jumlah

kromosom dapat digandakan kembali dengan pemberian bahan kimia seperti

cholcicine dan tanaman yang dihasilkan akan memiliki pasangan-pasangan

kromosom identik (Zulkarnain, 2000).

2.5. EMBRIO RESCUE

Embyo rescue merupakan salah satu cara untuk melindungi embrio yang

bermasalah dan embrio tersebut tidak dapat diselamatkan dan ditanam secara

aseptik dalam media buatan sehingga dapat berkecambah dan menghasilkan

tanaman utuh. Penyerbukan dan pembuahan dapat berhasil namun setelah

persilangan buatan seringkali dijumpai permasalahan antara lain buah yang

terbentuk gugur saat embrio belum matang, terbentuk buah dengan endosperm

yang kecil atau terbentuk buah dengan embrio yang kecil dan lemah. Kondisi

tersebut dapat menghambat program pemuliaan tanaman karena embrio muda,

embrio dengan endosperm kecil atau embrio kecil dan lemah seringkali tidak

dapat berkecambah secara normal dalam kondisi biasa(Sugito, 2004)

Untuk mengatasi hal tersebut di atas maka embrio tersebut dapat

diselamatkan dan ditanam secara aseptis dalam media buatan sehingga dapat

berkecambah dan menghasilkan tanaman utuh. Teknik untuk menanam embrio

muda ini dikenal dengan sebutan penyelamatan embrio (embryo rescue). Tujuan
mengkulturkan embrio muda ini adalah menanam embrio yang terdapat pada buah

muda sebelum buah tersebut gugur (mencegah kerusakan embrio akibat buah

gugur) sehingga teknik ini disebut sebagai Embryo Rescue (Penyelamatan

Embrio). Kondisi seperti ini biasanya sering dijumpai pada buah hasil persilangan,

dimana absisi buah kerap kali dijumpai setelah penyerbukan dan pembuahan.

Masalah yang dihadapi oleh embrio meliputi masalah eksternal yaitu, tidak

tersedianya cadangan makanan di lingkungannya, dan masalah internal yaitu,

masalah yang terdapat di dalam genetik embrio itu sendiri, yang memungkinkan

adanya penurunan terhadap individu baru. Masalah internal tersebut, dapat

disebabkan karena, polen tidak bisa berkecambah, polen mampu berkecambah

namun tabungnya tidak berkembang, polen berkecambah namun tidak mampu

berfertilisasi, terjadi fertilisasi namun embrio gagal (gugur), berkembang namun

perkembangannya tidak sehat. Untuk menanggulangi masalah ini maka dilakukan

fertilisasi dengan cara invitro bila ovary embryo tidak berkembang, atau dengan

menyelamatkan embryo yang telah terbentuk dari ovary atau buah yang masih

muda(Wetter,1991).

Teknik embryo rescue dilakukan untuk berbagai tujuan, antara lain

Mematahkan dormansi, Beberapa spesies tanaman memiliki masa dormansi yang

panjang,. Selain itu ada juga beberapa jenis tanaman yang bisa menghasilkan biji

namun tidak dapat dikecambahkan secara normal. Untuk memecahkan masalah

tersebut, maka biji tanaman ini dapat dikecambahkan secara invitro. Dormansi

fisik dapat dipatahkan dengan cara mengisolasi embrio dari biji lalu

mengecambahkannya. Memperpendek siklus pemuliaan tanaman, Produksi

tanaman haploid lewat penyelamatan embrio hasil persilangan antar jenis tertentu,
Salah satu cara yang dilakukan untuk memperoleh tanaman haploid adalah

silangan antar spesies tertentu. persilangan ini mengakibatkan embrio gugur (buah

gugur) sebelum buah tersebut dewasa. Hasil silangan ini (buah haploid) tidak akan

dapat diperoleh apabila buah muda tersebut tidak diselamatkan dengan cara

memanennya sebelum gugur lalu mengecambahkan embrio muda (teknik embryo

rescue) ini secara invitro. Mencegah gugurnya buah (embrio) pada buah,

Gugurnya buah sebelum buah tersebut dewasa sangat umum ditemukan pada

persilangan (Zulkarnain. 2009)..

Berbagai macam faktor dapat menyebabkan buah tersebut gugur sebelum

masak. Teknik embryo rescue umumnya dilakukan untuk menyelamatkan hasil

silangan ini dengan cara memanen buah muda hasil persilangan sebelum buah

gugur kemudian mengecambahkannya secara invitro. Mencegah kehilangan biji

setelah persilangan (interspesific),Persilangan antar varietas tanaman dalam satu

spesies seringkali menghasilkan buah dengan endosperm yang miskin atau embrio

lemah dan berukuran kecil. Biji-biji dengan kondisi demikian seringkali sulit

sekali atau tidak bisa dikecambahkan dalam kondisi normal(George and

Sherrington, 1984)

Anda mungkin juga menyukai