Lihatlah !
Negrimu kian menangis
Betapa perih hati menyaksikan semua ini
Lihatlah !
Negrimu tengah berduka
Kemanakah perginya hati nurani?
Coba kau dengar jerit tangis disana !
Sehelai nyawa seolah tak berharga
Tidaklah hati bisa merasakannya
Getirnya harapan yang terurai…terjatuh
Menambah sederet luka bagi bangsa
Seorang bocah yang berkelana tanpa arah
Hanya menengadah
Dikala langit memangku purnama
Mengadukan secercah harap
Menguntainya dalam iringan tasbih
Diatas sajadah panjang
Dalam setiap sujud malam
Dalam kisah kutuliskan sebuah puisi
Tersurat seakan tersirat
Dalam renung yang kian berat
Tak apa, jika kataku tidak akurat
Hanya sekedar rintihan dari hati yang telah berkarat
Musnah…
Suara alam menakutkan
Suara hati menyedihkan
Suara mulut menjengkelkan
Lelah dengan ronta-ronta dunia
Yang merindu dengan penuntun bangsa
Duniaku membisik butuh payung teduh
Ya… bocah itu
Lalu…
Apa yang terjadi jika dunia tak kuasa pada dirinya?
Bagaimana jika dunia tanpa penggerak pencerdasan?
Mungkin, seperti gelap malam
Yang hanya ditemani bulan tanpa bintang
Tanpa rasi yang membentuk gugusan-gugusan indah
Mampu temani jiwa-jiwa sepi
Meski tanpa keindahan sempurna
Wahai negriku…
Kemari…
Ulurkan kasih !
Wujudkan harap !
Buktikan angan !
Bahwa si bocah tak akan terlelap kembali dalam igau pendidikan
Inginku mengayunkan langkah tanpa beban
Menimbang rasa
Dan tak mengutarakan semua catatan dipustaka jiwa
Tidak berarti telah berdusta
Tegakkan muka tatap kedepan
Lihatlah pelangi jingga !
Sang penuntun bangsa bebas melukis fatamorgana
Seturut warna kesukaanya
Tak perlu mendakwa
Tentukan saja garis-garis bersama
Bersatu walau berbeda
Membuka mimpi seorang bocah
Menjadi jendela cakrawala