Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

GIZI BURUK
1. Defenisi
Menurut Depkes (2002), status gizi merupakan tanda-tanda penampilan
seseorang akibat keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran zat gizi yang
berasal dari pangan yang dikonsumsi pada suatu saat berdasarkan pada kategori dan
indikator yang digunakan.
Gizi buruk adalah keadaan kekurangan energi dan protein tingkat berat akibat
kurang mengkonsumsi makanan yang bergizi dan atau menderita sakit dalam waktu
lama. Itu ditandai dengan status gizi sangat kurus (menurut BB terhadap TB) dan
atau hasil pemeriksaan klinis menunjukkan gejala marasmus, kwashiorkor atau
marasmik kwashiorkor (Supriyatno Edi, 2012).
Dalam menetukan klasifikasi status gizi harus ada ukuran baku yang sering
disebut reference. Baku antropometri yang sering digunakan di Indonesia adalah
World Health Organization – National Centre for Health Statistic (WHO-NCHS).
Berdasarkan baku WHO - NCHS status gizi dibagi menjadi empat :
1. Gizi lebih untuk over weight, termasuk kegemukan dan obesitas.
2. Gizi baik untuk well nourished.
3. Gizi kurang untuk under weight yang mencakup mild dan moderat, PCM (Protein
Calori Malnutrition)/ disebut juga Protien Energi Malnutrisi ( PEM ) atau (MEP)
Malnutrisi Energi dan Protein.
4. Gizi buruk untuk severe PCM, termasuk marasmus, marasmik-kwasiorkor dan
kwashiorkor :
a. Marasmus yaitu keadaan kurang kalori.
b. Kwarshiorkor ialah defisiensi protein yang disertai defisiensi nutrien lainnya
yang biasa dijumpai pada bayi masa disapih dan anak prasekolah (balita).
c. Marasmus kwashiorkor yaitu keadaan peralihan antara marasmus dan
kwashiorkor.
Klasifikasi MEP ditetapkan dengan patokan perban dingan berat badan terhadap
umur anak sebagai berikut:
1) Berat badan 60-80% standar tanpa edema : gizi kurang (MEP ringan).
2) Berat badan 60-80% standar dengan edema : kwashiorkor (MEP berat).
3) Berat badan <60% standar tanpa edema : marasmus (MEP berat).
4) Berat badan <60% standar dengan edema : marasmik kwashiorkor (MEP
berat).
2. Etiologi
Banyak faktor yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi buruk.
Menurut UNICEF ada dua penyebab langsung terjadinya gizi buruk, yaitu :
a. Kurangnya asupan gizi dari makanan. Hal ini disebabkan terbatasnya
jumlah makanan yang dikonsumsi atau makanannya tidak memenuhi unsur gizi
yang dibutuhkan karena alasan sosial dan ekonomi yaitu kemiskinan.
b. Akibat terjadinya penyakit yang mengakibatkan infeksi. Hal ini disebabkan oleh
rusaknya beberapa fungsi organ tubuh sehingga tidak bisa menyerap zat-
zat makanan secara baik.
Faktor lain yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi buruk yaitu:
a. Faktor ketersediaan pangan yang bergizi dan terjangkau oleh masyarakat
b. Perilaku dan budaya dalam pengolahan pangan dan pengasuhan asuh anak
c. Pengelolaan yang buruk dan perawatan kesehatan yang tidak memadai.
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), ada 3 faktor penyebab gizi buruk
pada balita, yaitu:
a. Keluarga miskin
b. Ketidaktahuan orang tua atas pemberian gizi yang baik bagi anak
c. Faktor penyakit bawaan pada anak, seperti: jantung, TBC, HIV/AIDS, saluran
pernapasan dan diare.
3. Tanda dan Gejala
a. Secara umum anak tampak sembab, letargik, cengeng, dan mudah terangsang.
Pada tahap lanjut anak menjadi apatik, sopor atau koma.
b. Gejala terpenting adalah pertumbuhan yang terhambat, berat dan tinggi badan
lebih rendah dibandingkan dengan BB baku. Penurunana BB ini tidak mencolok
atau mungkin tersamar bila dijumpai edema anasarka.
c. Sebagian besar kasus menunjukkan adanya edema, baik derajat ringan maupun
berat. Edema ini muncul dini, pertama kali terjadi pada alat dalam, kemudian
muka, lengan, tungkai, rongga tubuh, dan pada stadium lanjut mungkin edema
anasarka.
d. Jaringan otot mengecil dengan tonusnya yang menurun, jaringan subkutan tipis
dan lembek.
e. Kelainan gastrointestinal yang mencolok adalah anoreksia dan diare. Diare
terdapat pada sebagian besar penderita, yang selain infeksi penyebabnya
mungkin karena gangguan fungsi hati, pankreas, atau usus (atrofi). Intoleransi
laktosa juga bisa terjadi.
f. Rambut berwarna pirang, berstruktur kasar dan kaku, serta mudah dicabut. Pada
taho lanjut, terlihat lebih kusam, jarang, kering, halus, dan berwarna pucat atau
putih, juga dikenal signo de bandero.
4. Patofisiologi
Pada defisiensi protein murni tidak terjadi katabolisme jaringan yang sangat
berlebih, karena persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah kalori dalam dietnya.
Kelainan yang mencolok adalah gangguan metabolik dan perubahan sel yang
menyebabkan edema dan perlemakan hati. Karena kekurangan protein dalam diet,
akan terjadi kekurangan berbagai asam amino esensial dalam serum yang diperlukan
untuk sintesis dan metabolisme. Selama diet mengandung cukup karbohidrat, maka
produksi insulin akan meningkat dan sebagian asam amino dalam serum yang
jumlahnya sudah kurang tersebut akan disalurkan ke jaringan otot. Makin
berkurangnya asam amino dalam serum ini akan menyebabkan kurangnya produksi
albumin hepar, yang berakibat timbulnya edema. Perlemakan hati terjadi karena
gangguan pembentukan beta-lipoprotein, sehingga transport lemak dari hati ke depot
terganggu, dengan akibat terjadinya penimbunan lemak di hati.
5. Komplikasi
a. Hipotermi
Penyebab Hipotermi : tidak/kurang/jarang diberi makan
b. Hipoglikemi
Penyebab Hipoglikemi : tidak dapat/kurang/jarang dapat makan
c. Infeksi
d. Diare dan Dehidrasi
e. Syok
6. Pathway

Sosial ekonomi rendah Malabsorbsi, Kegagalan melakukan


infeksi anoresksia sintesis protein dan kalori

Intake kurang dari kebutuhan

Defisiensi protein dan kalori Kurang pengetahun

Hilangnya lemak di Daya tahan tubuh Asam amino esensial


bantalan kulit menurun menurun dan produksi
albumin

Keadaan umum
Turgor kulit menurun lemah Atrofi / pengecilan otot
dan keriput

Resiko infeksi
Kerusakan integritas Keterlambatan
kulit pertumbuhan/
Resiko infeksi saluran perkembangan
pencernaan

Anoreksia, diare

Nutrisi kurang dari


kebutuhan
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium: kadar gula darah, darah tepi lengkap, feses lengkap,
elektrolit serum, protein serum (albumin, globulin), feritin. Pada pemeriksaan
laboratorium, anemia selalu ditemukan terutama jenis normositik normokrom
karena adanya gangguan sistem eritropoesis akibat hipoplasia kronis sumsum
tulang di samping karena asupan zat besi yang kurang dalam makanan,
kerusakan hati dan gangguan absorbsi. Selain itu dapat ditemukan kadar
albumin serum yang menurun.
b. Pemeriksaan radiologi (dada, AP dan lateral) juga perlu dilakukan untuk
menemukan adanya kelainan pada paru.
c. EKG
8. Pencegahan Gizi Buruk
Pencegahan Malnutrisi antara lain: mempertahankan status gizi anak seoptimal
mungkin, menurunkan resiko timbulnya penyakit infeksi dan memperbaiki diit anak
malnutrisi, meminimalkan akibat penyakit infeksi pada anak, merehabilitasi anak-
anak yang menderita KEP fase dini (malnutrisi ringan). Operasional dari
kebijaksanaan pencegahan Malnutrisi tersebut antara lain:
a. Program promosi ASI
b. Program peningkatan kualitas makanan dengan bahan-bahan lokal. Ibu hamil
dan ibu menyusui diharapkan untuk meningkatkan kebutuhan zat-zat gizinya
antara lain dengan : pemberian tablet besi, pemberian dan perbaikan makanan
ibu hamil, program peningkatan makanan keluarga, misalnya: penyuluhan
tentang proses pemasakan daging yang direbus tidak terlalu lama, sebab akan
menurunkan lemak serta vitamin yang larut dalam lemak (vitamin A, D, E, K).
c. Program imunisasi, perbaikan sanitasi lingkungan.
d. Deteksi dini dan pengobatan semua penyakit infeksi serta program oral dan
internal pada dehidrasi karena diare
e. Meningkatkan hasil produksi pertanian
f. Penyediaan makanan formula yg mengandung tinggi protein dan tinggi energi
untuk anak-anak yang disapih
g. Memperbaiki infrastruktur pemasaran
h. Subsidi harga bahan makanan
i. Pemberian makanan suplementer
j. Pendidikan gizi
k. Pendidikan dan pemeliharaan kesehatan
9. Penatalaksanaan
a. Mencegah dan mengatasi hipoglikemia : berikan dekstrose 10% baik
intravena maupun oral.
b. Mencegah dan mengatasi hipotermia : pertahankan suhu tubuh.
c. Mencegah dan mengatasi dehidrasi : berikan resomal
d. Memperbaiki gangguan elektrolit : berikan mineral mix
e. Mengobati infeksi : dengan atau tanpa demam berikan
antibiotik.
a) Tanpa komplikasi : kotrimoksasol
b) Dengan komplikasi : gentamisin + ampisilin diikuti
amoksisilin oral.
f. Memperbaiki kekurangan zat gizi mikro
a) AGB : berikan tablet besi setelah 2 minggu (setelah fase stabilisasi)
b) KVA : Tidak ada gejala (hari ke-1 : 1 kapsul)
ada gejala : hari ke 1,2 dan 15 @ 1 kapsul sesuai dosis usia.
Setiap hari diberikan multivitamin dan asam folat.
g. Memberikan makanan untuk stabilisasi dan transisi.
stabilisasi : F 75 : mencegah hipoglikemia
resomal : mencegah dehidrasi
transisi : bertahap dari F 75 – F 100.
h. Memberikan makanan untuk tumbuh kejar.
a) Energi : 150-220 kkal/kg BB
b) Protein : 3-4 gr/kg BB/hr
c) BB < 7 kg : makanan bayi
d) BB > 7 kg : makanan anak.
i. Stimulasi sensorik dan dukungan emosional pada anak gizi buruk.
j. Tindak lanjut dirumah dinyatakan sembuh apabila gejala klinis sudah tidak ada
dan 80% BB/U normal atau 90% BB/TB.
Sarankan:
Membawa kembali untuk kontrol secara teratur:
a) Bulan I : 1x seminggu
b) Bulan II : 1 x /2 minggu
c) Bulan III – VI : 1x/bulan suntikan /imunisasi dasar dan ulangan (Booster)
Vitamin A dosis tinggi setiap 6 bulan (Dosis sesuai umur)
10. Diagnosa Keperawatan
1) Nutrisi kurang dari kebuituhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi
tidak adekuat
2) Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan asupan
kalori dan protein yang tidak adekuat
3) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan nutrisi, dehidrasi
4) Resiko infeksi berhubungan dengan malnutrisi
5) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang kondisi,
prognosi dan kebutuhan nutrisi
11. Intervensi Keperawatan
1) Nutrisi kurang dari kebuituhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi
tidak adekuat.
Tujuan: nutrisi klien terpenuhi dalam 2 minggu
Kriteria hasil :
 Klien tidak muntah lagi.
 Nafsu makan kembali normal
 Edema Berkurang /Hilang
 BB sesuai dengan umur (berat badan ideal 10 kg tanpa edema)
Intervensi:
a) Jelaskan kepada keluarga tentang penyebab malnutrisi, kebutuhan nutrisi
pemulihan, susunan menu dan pengolahan makanan sehat seimbang,
tunjukkan contoh jenis sumber makanan ekonomis sesuai status sosial
ekonomi klien.
Rasional: Meningkatkan pemahaman keluarga tentang penyebab dan
kebutuhan nutrisi untuk pemulihan klien sehingga dapat meneruskan
upaya terapi dietik yang telah diberikan selama hospitalisasi.
b) Tunjukkan cara pemberian makanan per sonde, beri kesempatan keluarga
untuk melakukannya sendiri.
Rasional: Meningkatkan partisipasi keluarga dalam pemenuhan
kebutuhan nutrisi klien, mempertegas peran keluarga dalam upaya
pemulihan status nutrisi klien.
c) Laksanakan pemberian roborans sesuai program terapi.
Rasional: Roborans meningkatkan nafsu makan, proses absorbsi dan
memenuhi defisit yang menyertai keadaan malnutrisi.
d) Timbang berat badan, ukur lingkar lengan atas dan tebal lipatan kulit
setiap pagi.
Rasional: Menilai perkembangan masalah klien.
2) Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan asupan
kalori dan protein yang tidak adekuat.
Tujuan : Klien akan mencapai pertumbuhan dan perkembangan sesuai
standar usia.
Kriteria Hasil:
 Pertumbuhan fisik (ukuran antropometrik) sesuai standar usia.
 Perkembangan motorik, bahasa dan personal/sosial sesuai standar usia.
Intervensi:
a) Ajarkan kepada orang tua tentang standar pertumbuhan fisik dan tugas-
tugas perkembangan sesuai usia anak.
Rasional: Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang keterlambatan
pertumbuhan dan perkembangan anak.
b) Lakukan pemberian makanan/ minuman sesuai program terapi diet
pemulihan.
Rasional: Diet khusus untuk pemulihan malnutrisi diprogramkan secara
bertahap sesuai dengan kebutuhan anak dan kemampuan toleransi sistem
pencernaan.
c) Lakukan pengukuran antropo-metrik secara berkala.
Rasional: Menilai perkembangan masalah klien.
d) Lakukan stimulasi tingkat perkembangan sesuai dengan usia klien.
Rasional: Stimulasi diperlukan untuk mengejar keterlambatan
perkembangan anak dalam aspek motorik, bahasa dan personal/sosial.
e) Lakukan rujukan ke lembaga pendukung stimulasi pertumbuhan dan
perkembangan (Puskesmas/Posyandu)
Rasional: Mempertahankan kesinambungan program stimulasi
pertumbuhan dan perkembangan anak dengan memberdayakan sistem
pendukung yang ada.
3) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan nutrisi, dehidrasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan
integritas kulit klien kembali normal
Kriteria hasil :
 Gatal hilang/berkurang.
 Kulit kembali halus, kenyal dan utuh.
Intervensi :
a) Anjurkan pada keluarga tentang pentingnya merubah posisi sesering
mungkin.
b) Anjurkan keluarga lebih sering mengganti pakaian anak bila basah atau
kotor dan kulit anak tetap kering.
c) Kolaborasi dengan dokter untuk pengobatan lebih lanjut.
4) Resiko infeksi berhubungan dengan malnutrisi
Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan, diharapkan dapat
mengembalikan fungsi hati dan mencegah komplikasi.
Kriteria hasil:
 Pasien dapat menunjukkan status hidrasi yang kuat
 Nafsu makan meningkat
 Turgor kulit normal
 Bebas dari proses infeksi nosokomial selama di rumah sakit.
Intervensi:
a) Pantau terhadap tanda infeksi, misalnya ketidak stabilan suhu.
Rasional: pemantauan lebih dini bisa mengurangi risiko.
b) Identifikasi individu yang berisiko terhadap infeksi nosokomial.
Rasional: infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat dari proses
keperawatan di rumah sakit.
c) Kaji status nutrisi.
Rasional: nutrisi yang cukup bisa meningkatkan daya tahan tubuh.
d) Kurangi organisme yang masuk ke dalam individu dengan cuci tangan
menggunakan teknik aseptik.
Rasional: untuk menghindari risiko infeksi nosokomial.
e) Lindungi individu yang mengalami defisit imun dari infeksi. Batasi alat
invasif, dorong dan pertahankan masukan kalori dan protein dalam diit.
Rasional: untuk mempertahankan daya tahan tubuh.
f) Berikan pengetahuan kepada keluarga mengenai penyebab, risiko, dan
kekuatan penularan dari infeksi.
Rasional: Meningkatkan kemandirian pasien dan keluarga untuk mencegah
infeksi.
5) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang kondisi,
prognosi dan kebutuhan nutrisi.
Tujuan: Pengetahuan keluarga bertambah.
Kriteria hasil:
 Keluarga mengerti dan memahami isi penyuluhan.
 Dapat mengulangi isi penyuluhan.
 Mampu menerapkan isi penyuluhan di rumah sakit dan nanti sampai di
rumah.
Intervensi:
a) Tentukan tingkat pengetahuan dan kesiapan untuk belajar.
Jelaskan tentang: Nama penyakit anak, Penyebab penyakit, Akibat yang
ditimbulkan dan Pengobatan yang dilakukan.
b) Jelaskan tentang: Pengertian nutrisi dan pentingnya, Pola makan yang betul
untuk anak sesuai umurnya, dan Bahan makanan yang banyak mengandung
vitamin terutama banyak mengandung protein.
c) Beri kesempatan keluarga untuk mengulangi isi penyuluhan.
d) Anjurkan keluarga untuk membawa anak kontrol di poli gizi setelah pulang
dari rumah sakit.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. Kalori Tinggi Untuk Gizi Buruk. Diakses tanggal 3 Oktober 2016:
Republika Online.
Judith. 2014. Diagnose Keperawatan. Jakarta: EGC
Krisnansari, Diah. 2010. Malnutrisi dan Gizi Buruk. Mandala of Health Volume 1.
Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto
Santosa, Budi. 2015. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2015-2017. Jakarta:
Prima Medika
Nuratif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Cetakan 1. Yogyakarta :
Mediaction
Nuratif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Cetakan 1. Yogyakarta :
Mediaction
Ariani, Leadisti. “Laporan Pendahuluan Gizi Buruk”. 3 Oktober 2016
https://www.academia.edu/11014381/LP_GiziBuruk

Anda mungkin juga menyukai