Oleh :
Roudhotul Jannah 1520511022
BAB I
PENDAHULUAN
Sejarah tak ubahnya kacamata masa lalu yang menjadi pijakan dan langkah setiap insan
di masa mendatang. Hal ini berlaku pula bagi kita para mahasiswa UIN Sunan Kalijaga untuk
tidak hanya sekedar paham sains dan tehnologi, namun juga paham akan sejarah kebudayaan
dan peradaban di masa lalu untuk menganalisa dan mengambil ibrah dari setiap peristiwa
yang pernah terjadi, baik kisah-kisah yang menceritakan tokoh yang baik maupun tokoh yang
buruk. Sebagaimana kisah yang termuat dalam al-Qur’an. Kisah-kisah itu bagaikan harta
karun yang menyimpan banyak misteri untuk dipecahkan. Misteri yang dimaksud adalah
perincian kisah yang tidak diterangkan al-Qur’an tentang kisah orang-orang terdahulu yang
berkaitan dengan ketentuan masa, tempat, pelakunya, ataupun kejadian secara detail. 1
Jika terdapat penolakan oleh orang-orang musyrik dengan ungkapan bahwa kisah-kisah
al-Qur’an hanya berisi kebohongan. Maka pernyatan ini salah melainkan kisah itu
mengandung banyak pelajaran bagi orang-orang yang berakal dan beriman. Sebagaimana
difirmankan dalam Al-Qur’an QS. Yûsuf [] ayat 111, yang berbunyi:
ل
كن ديثثا ي يففت للرىل ولل ل ك
ح كن ل ما ل
كا ل ب ل عفبلرةة لل يووكلي ٱفلأفلب ل ب ب
صهك فم ك ص كن كفي قل ل قفد ل
كا ل لل ل
ة لل ل
قققفومم دى وللرفح ل
مقق ث شققفيمء ولهيقق ث
ل ل ل ك يقق ل صققي لن ي لققد لفيهك ولت لفف ك ديقل ٱل ل ك
ذي ب ف لي ل ص ك تل ف
١١١ ن ي فيؤ ك
مينو ل
111. Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang
yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi
membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai
petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman
1. Sebagai pembuktian ihwal kewahyuan al-qur’an dan kebenaran misi nabi Muhammad
saw.
2. Pertolongan Allah terhadap para nabi dan orang-orang yang beriman
3. Memberi berita gembira kepada orang beriman dan peringatan kepada yang kufur.
4. Memberikan penjelasan akan rahmat dan nikmat Ilahi yang telah dicurahkan atas para
Nabi dan orang-orang yang beriman.2
Adapun ayat-ayat yang berorientasi pada historis menurut Abdullah Saeed memiliki
beberapa karakter umum, meliputi:
Demikianlah sedikit gambaran mengenai isi makalah ini yang tim penulis buat dengan
metode literatur kaji pustaka terhadap buku-buku yang berhubungan dengan tema makalah
yang kami buat.
3 Abdullah Saeed, Paradigma, Prinsip, dan Metode Penafsiran Kontekstualis atas Al-Qur’an terj. Lien
Iffah Naf’atul Fina dan Ari Henri (Yogyakarta: Lembaga Ladang Kata, 2015), hlm. 186-187.
3
BAB II
PEMBAHASAN
PERADABAN FIR’AUN
Sejarah adalah kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa yang lampau
(peristiwa penting yang benar-benar terjadi).4 Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas,
sejarah adalah gambaran masa lalu tentang aktivitas kehidupan manusia sebagai makhluk
sosial yang disusun berdasarkan fakta dan interpretasi terhadap objek peristiwa masa
lampau.5 Dari sisi epistimologis sejarah yang dalam bahasa arabnya disebut tarikh,
mengandung arti ketentuan masa atau waktu. Ada pula sebagian orang yang mengajukan
pendapat bahwa sejarah sepadan dengan kata syajarah yang berarti pohon (kehidupan),
riwayat, atau kisah, tarikh, ataupun dalam dunia barat
disebut histoire (Prancis), historie (Belanda), history (Inggris),6 kata ini berasal dari bahasa
Yunani Istoria yang artinya ilmu.
Sedangkan secara terminologi sejarah diartikan sebagai sejumlah keadaan dan peristiwa
yang terjadi dimasa lampau dan yang benar-benar terjadi pada individu dan masyarakat.
Dalam pengertian lain, sejarah adalah catatan berbagai peristiwa yang terjadi pada masa
lampau (event in the past).7 Menurut Sidi Gazalba, sejarah adalah gambaran masa lalu
tentang manusia dan sekitarnya sebagai makluk social, yang disusun secara ilmiah dan
lengkap, meliputi urutan fakta masa tersebut dengan tafsiran dan penjelasan yang memberi
pengertiandan kepahaman tentang apa yang telah berlalu.8 Sedangkan Menurut Ibn Khaldun,
sejarah ialah menunjuk kepada peristiwa-peristiwa istimewa atau penting pada waktu atau ras
tertentu.9Dengan demikian sejarah berarti gambaran masa lalu tentang aktivitas kehidupan
manusia sebagai makhluk sosial yang disusun berdasarkan fakta dan interpretasi terhadap
4 Definisi ini lebih menekankan pada materi peristiwa tanpa mengaitkan dengan aspek yang lainnya
Poerwadarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1992), hlm. 887.
5 Sidi Gazalba, Azas Kebudayaan Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1978), hlm. 2
6 William H. Frederick dan Soeri Soeroto, Pemahaman Sejarah Indonesia, Sebelum dan Sesudah
Revolusi (Jakarta: LP3ES, 1982), hlm. 23.
obyek peristiwa masa lampau, yang kemudian itu disebut sejarah kebudayaan. 10Adapun inti
pokok dari persoalan sejarah pada dasarnya selalu berhubungan dengan pengalaman-
pengalaman penting yang menyangkut perkembangan keseluruhan keadaan masyarakat.
Untuk itu sejarah bukanlah peristiwa-peristiwa itu sendiri melainkan tafsiran-tafsiran dari
peristiwa, dan pengertian mengenai hubungan-hubungan nyata dan tidak nyata yang menjadi
seluruh bagian serta memberikan dinamisme dalam waktu dan tempat tertentu.11
Adapun peradaban adalah terjemahan dari kata Arab al-Hadarah atau tamaddana, yang
dua makna, yaitu “perbuatan membuka bandar atau kota” dan “perbuatan memperhalus budi
pekerti”.12 Kata Arab ini sering juga diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan
kebudayaan. Padahal “Kebudayaan” dalam bahasa Arab adalah al-Tsaqafah, yang berarti
pendidikan dan pengajaran, dan kebudayaannya ini sendiri berasal dari bahasa Sansekerta
“budhayah”, yang artinya akal atau budhi. 13 Di Indonesia, sebagaimana juga di Arab dan
Barat, masih banyak orang yang mensinonimkan dua kata “kebudayaan” dan “peradaban”.
Kebudayaan adalah bentuk ungkapan tentang semangat mendalam suatu masyarakat.
Sedangkan manifestasi-manifestasi kemajuan mekanis dan teknologis lebih berkaitan dengan
peradaban. Kalau kebudayaan lebih banyak direfleksikan dalam seni, sastra, religi dan moral,
maka peradaban terrefleksi dalam politik, ekonomi, dan teknologi. Menurut Koentjaraningrat,
kebudayaan paling tidak mempunyai tiga wujud, yaitu:
1. Wujud Ideal, yaitu wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks ide-ide, gagasan, nilai-
nilai, norma-norma, peraturan-peraturan dan lain-lain.
2. Wujud Kelakuan, yaitu wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan
berpola dari manusia dalam masyarakat.
3. Wujud Benda, yaitu wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya. Sedangkan
istilah peradaban biasanya dipakai untuk bagian-bagian dan unsur-unsur dari
kebudayaan yang halus dan indah.14
11 Sayyid Quthub, Konsepsi Sejarah dalam Islam terjemahan Tarikhuna fi dzou’il al Islam, penerj.
Nabhan Husein (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya , 1992, cet II), hlm. 40-55.
14 Azyumardi. 2002. Pendidikan Islam.PT Logos Wacana Ilmu: Jakarta. Hal. 30, juga bisa di baca
Susmihara, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 31.
5
Peradaban Mesir tumbuh dan berkembang di sekitar aliran sungai Nil yang
membentang sepanjang 6.671 km. orang-orang Mesir diperkirakan telah menempati wilayah
tersebut sejak 6000 tahun SM. Di tempat yang subur lah nenek moyang bangsa Mesir
membangun daerah-daerah pemukiman dan memanfaatkan daerah-daerah yang subur
tersebut sebagai lahan pertanian. Kesuburan tersebut telah menciptakan kemakmuran
penduduk. Selain itu, Mesir secara geografis memiliki perlindungan alam berupa gurun.
Gurun Nubia dan Gurun Sahara menjadikan Mesir terlindungi dari serangan bangsa asing.
Bangsa Mesir mengenal tiga
musim:Akhet (banjir), Peret (tanam), Shemu (panen).
Pimpinan rakyat Mesir dikenal dengan sebutan Fir’aun. Fir'aun (Arab: فرعونFirʻawn;
bahasa Ibrani: ֹעה
ְפפרַּר ע, paroh; bahasa Inggris: Pharaoh) adalah gelar yang dalam diskusi dunia
modern digunakan untuk seluruh penguasa Mesir kuno dari semua periode. Dahulu, gelar ini
mulai digunakan untuk penguasa yang merupakan pemimpin keagamaan dan politik kesatuan
Mesir kuno, hanya selama Kerajaan Baru, secara spesifik, selama pertengahan dinasti
kedelapanbelas. Untuk penyederhanaan, terdapat kesepakatan umum di antara penulis
modern untuk menggunakan istilah ini untuk merujuk penguasa Mesir semua periode. Firaun
juga mengaku sebagai Tuhan.15 Ketika wafat, Firaun dimakamkan bersama harta bendanya di
makam berhias tulisan hieroglif, jenazahnya diawetkan dengan ramuan khusus, minyak dan
garam, kemudian dibungkus dengan kain kedap udara yang diikat. Karena Firaun dianggap
sebagai wakil bangsa Mesir dihadapan para dewa, kedamaiannya di dalam kehidupan di alam
baka merupakan harapan semua anggota masyarakat.
Asal mula gelar Firaun terjadi pada masa awal-awal perkembangan masyarakat lembah
Sungai Nil yang sangat subur yang bercorak pertanian. Untuk pengairan, masyarakat mesir
kuno pada awalnya mengandalkan musim banjir dan kemudian dilengkapi dengan irigasi
teknis pada masa-masa berikutnya. Karena tanah dan batas-batas tanah sangat penting dalam
struktur masyarakat mesir kuno saat itu, maka diangkatlah tokoh masyarakat yang dihormati
untuk mengatur batas-batas tanah dan segala hal yang menyangkut tata kehidupan
masyarakat. Tetua masyarakat itu diberi gelar pharao (firaun) yang karena berkembangnya
sistem kemasyarakatan dan negara, Pharao ini diangkat menjadi raja yang pada masa itu
sebagai pemimpin negara dan pemimpin keagamaan.
15 M. Yahya Harun, Sejarah Fir’aun dalam Al-Qur’an (Yogyakarta: Bina Usaha, 1985), hlm. 1.
7
memiliki firaun dan lambang mahkota sendiri sendiri. Raja Menes dari Thebes akhirnya
menyatukan kedua daerah menjadi satu kesatuan kekuasaan. Mahkota yang digunakan adalah
mahkota rangkap.
Raja Menes dikenal sebagai Fir’aun Mesir pertama yang menyatukan seluruh Mesir
Kuno untuk pertama kalinya dalam sejarah dalam sebuah negara kesatuan, kurang lebih pada
alaf ke-3 SM. Kenyataannya, istilah “fir’aun” semula merujuk kepada istana raja Mesir,
namun perlahan-lahan menjadi gelar dari raja-raja Mesir. Begitulah sebabnya raja yang
memerintah Mesir kuno mulai disebut ”fir’aun”. Sebagai pemilik, pengatur dan penguasa dari
keseluruhan negara dan wilayah-wilayahnya, para Fir’aun ini dianggap sebagai pengejawan-
tahan dari dewa terbesar dalam kepercayaan Mesir Kuno yang politeistik dan menyimpang.
Administrasi tanah rakyat Mesir, pembagian, penda-patan mereka, singkatnya, seluruh
pertanian, jasa, dan produksi dalam batas-batas wilayah negara dikelola atas nama Fir’aun.
Namun, pada masyarakat yang “beradab” ini pula berlaku “pemerintahan Fir’aun”,
suatu sistem kekafiran yang paling jelas dan lugas disebutkan dalam Al Quran. Absolutisme
dalam rezim tersebut melengkapi pemerintahan fir’aun dengan kekuasaan yang
memungkinkannya melakukan apa pun yang ia inginkan. Raja Mesir “Fir’aun” dipandang
sebagai makhluk suci yang memegang kekuasaan besar dan mencukupi semua kebutuhan
rakyatnya, sehingga ia dipandang sebagai tuhan. Akhirnya, para Fir’aun percaya bahwa
mereka memang tuhan. Mereka penuh kesombongan, mengesampingkan kebenaran, dan
menghina Tuhan. Dan pada akhirnya, peradaban mereka yang maju, tatanan sosial politik,
bahkan militer mereka yang kuat tidak bisa menyelamatkan mereka dari kehancuran.
Sebagian besar perekonomian diatur secara ketat dari pusat. Bangsa Mesir
kuno belum mengenal uang koin hingga periode akhir sehingga mereka
menggunakan uang barter berupa sekarung beras dan beberapa deben (satuan berat
yang setara dengan 91 gram) tembaga atau perak sebagai deminatornya.
Awalnya koin digunakan sebagai nilai standar dari logam mulia dibanding
sebagai uang yang sebenarnya; baru beberapa abad kemudian koin mulai digunakan
sebagai standar perdagangan.
Selama 3500 tahun, seniman mengikuti bentuk artisktik dan ikonografi yang
dikembangkan pada masa Kerajaan Lama. Aliran-aliran ini memiliki prinsip-prinsip
ketat yang harus diikuti, mengakibatkan bentuk aliran ini tidak mudah berubah dan
terpengaruh aliran lain. Seniman Mesir Kuno dapatmenggunaka batu dan kayu
sebagi bahan dasar untuk memahat. Cat didapatkan dari mineral seperti bijih besi
(merah dan kuning), bijih perunggu (biru dan hijau), jelaga dan arang (hitam), dan
batu kapur (putih). Fir’aun menggunakan relief untuk mencatat kemenangan di
pertempuran, dekrit kerajaan, atau peristiwa religius. Di masa Kerjaan pertengahan,
model kayu atau tanah liat yang menggambarkan kehidupan sehari-hari menjadi
populer utnuk ditambahkan di makam. Sebagai usuaha menduplikasi aktivitas hidup
di kehidupan setelah kematian, model ini diberi bentuk buruh, rumah, perahu,
bahkan formasi militer.
Peralatan militer yang digunakan pada masa itu adlaah panah tombak, dan
perisai berbahan dasar kerangka kayu dan kulit binatang. Pada masa Kerajaan Baru,
angkatan perang mulai menggunakan kereta perang yang awalnya diperkenalkan
oleh penyerang dari Hyksos. Senjata dan baju zirah terus berkembang setelah
penggunaan perunggu: perisai di buat dari kayu padat dengan gesper perunggu,
ujung tombak di buat dari perunggu, dan Kopesh (berasaldari tentara Asiatik) mulai
digunakan.
Bangsa Mesir kuno telah mampu mengembangkan sebuah material klilap yang
dikenal sebagai tembikar glasir bening, yang dianggap sebagai bahan artifisial yang
cukup berharga. Tembikar glasir bening adalah keramik yang terbuat dari silika,
sedikit kapur dan soda, serta bahan pewarna, biasanya tembaga.
Karya asritektur Mesir Kuno yang paling terkenal antara lain: piramida Giza
dan kuil di thebes. Proyek pembangunan dikelola dan didanai oleh pemerintah utnuk
tujuan religius, sebagai bentuk peringatan, maupun untuk menunjukan kekuasaan
Fir’aun. Bangsa Mesir Kuno mampu membangun striktur batu dengan peralatan
sederhana namun efektif, dengan tingkat akurasi dan presisi yang tinggi.
Kuil-kuil tertua yang tersisa, seperti yang terletak di Gaza, terdiri dari ruang
tunggal tertutupdengan lembaran atap yang didukung oleh pilar. Pada Kerajaan
Baru, arsitek menambahkan Pilon, halaman terbuka, dan ruangan hypostyle; gaya ini
bertahan hingga periode Yunani-Romawi. Arsitektur makam tertua yang berhasil
ditemukan adalah mastaba, stuktur persegi panjang dengan atap datar yang terbuat
dari batu dan bata. Struktur ini biasanya di bangun untuk menutupi ruang bawah
tanah untuk menyimpan mayat.
untuk tabib terletak di Per Ankh atau institusi “Rumah Kehidupan”, yang paling
terkenal terletak di Per-Bastet semasa Kerajaan Baru dan di Abydos serta Sais di
periode akhir.
Bahasa Mesir Kuno baru dapat dibaca di abad modern setelah ditemukannya
sebuah prasasti perjanjian yang disebut dengan Btau Rosetta. Bati ini ditulis dengan
bahasa Yunani Kuno, bahasa hieroglif, dan demotik. Berikut para ahli membagi
bahasa Mesir ke dalam enam tahap:
Sekitar 3000 SM agama resmi yang diakui Fir’aun sebagai Dewa anak-
Inkarnasi dari dewa-anak.itu todak perlu, maka untuk mencari kehendak atau
mandatdari Dewa matahari, perlu mandat yang diekspresikan melalui Dewa/Fir’aun.
Keadilan tidak didasarkan pada kode hukum, tetapi pada keputusan Fir’aun sendiri,
dibuat sesuai dengan adat.
Dewa dan Dewi Mesir diwakili baik sebagai hewan lengkap atau berbentuk
manusia dan semi manusia. Horus adalah Dewa wilayah Delta, diwakili dengan
tubuh manusia dengan kepala Elang. Dewi Hathor berkepala wanita, bertubuh sapi.
Anubis, menampilkan tubuh pria dan ibis. Dewi Sekhmet di bedakan oleh tubuh
betina dan kepala singa betina.tueris berkepala buaya, bertubuh kuda nil, berkaki
singa, dan berlengan manusia.dewa-dewi yang lain muncul dengan tubuh biantang
lengkap dalam bentuk buaya, kucing, katak, belut, kuda nil, dan sebagainya.
Ritual yang berkembang pada saat itu disebut sebagai ritual Ozres yang
meyakini bahwa manusia baik raja atau rakyat biasanya akan dimintai
pertanggungjawaban atas perbuatannya selama hidup di dunia. Adapun yang
memiliki wewenang untuk menjatuhkan putusan adlaah Ozres yang di bantu oleh
Dewa kebijaksanaan dan Ilmu yang bernama Taut, Onbez (Dewa pengubur mayat
sekaligus penunjuk jalan di akhirat), Horez (anak Ozres), Ma’at (Dewa kebenaran
dan keadilan) serta 42 hakim lainnya.
Al-Qur’an juga menyebut tentang penguasa Mesir “Fir’aun” dalam beberapa ayat di
beberapa surat yang ada, yang jumlahnya kurang lebih hampir 70 an lebih ayat yang
menceritakan tentang Fir’aun, sebagaiamana berikut perincian ayat-ayat yang terkandung
tentang cerita Fir’aun, yaitu: Al-Baqarah: 49,50 ; Ali-Imron: 11, Al-A'raf: 103, 104, 109, 113,
123, 127, 130, 137, 141; Al-Anfal: 52, 54; Yunus: 75, 79, 83, 88, 90; Hud: 97; Ibrahim: 6; Al-
Isra': 101, 102; Taahaa: 24, 43, 60, 78, 79; Al-Mu'minun: 46; Ash-Syu'ara': 11, 16, 23, 41, 44,
53; An-Naml: 12; Qashash: 3, 4, 6, 8, 9, 32, 38; Al-Ankabut: 39; Shaad: 12; Ghafir: 24, 26,
28, 29, 36, 37, 45, 46; al-Haqqah: Azh-Zhukhruf: 46, 51; Adh-Dhukhan: 17, 31; Qaaf: 13;
Adh-Dhariyat: 38; Al-Qamar: 41; At-Tahrim: 11; Al-Haaqqah: 9; Al-Muzammil: 15, 16; An-
Nazi'at: 17; Al- Buruuj: 18; Al-Fajr: 10.17
Kesuluruhan ayat tersebut tidak lain menceritakan karakter yang dimiliki oleh Fir’aun,
baik terhadap kaum Israel maupun kepada Nabi Musa dan saudaranya Nabi Harun. Sekaligus
diceritakan tentang beberapa kejadian luar biasa yang dihadapi Musa saat melawan
keangkuhan dan kekejaman Fir’aun, yang mana Nabi Musa mengeluarkan mukjizat-mukjizat
yang diberikan Allah SWT. kepadanya untuk melawan Fir’aun. Sebagian ayat lain juga
menceritahan keangkuhan Fir’aun yang mendeklarasikan bahwa dia adalah tuhan bagi
masyarakat Mesir, dia memaksa rakyatnya untuk mempercayai itu sekaligus memberikan
hukuman bagi yang mengingkarinya. Beberapa ayat yang lain menceritakan kejadian Fir’aun
yang ditenggelamkan di lautan beserta balatentaranya saat mengejar Nabi Musa dan bala
17 Afareez Abd Razak al-Hafiz, Misteri Fir’aun (Jakarta: Zaytuna, 2012), hlm. 8.
12
tentaranya. Namun yang menjadi titik pembeda adalah pada ayat yang mengisahkan ramalan
jasad Fir’aun yang akan diselamatkan dari kerusakan dengan maksud sebagai pelajaran bagi
umat sesudahnya.18 Kisah Fir’aun yang ada dalam al-Qur’an ini, beberapakali terjadi
pengulangan kejadian yang sama namun berbeda cara penyampaiannya, misalnya kisah
Fir’aun dalam QS. Al-A'raf ayat 103, 104, 109, 113, 123, 127, 130, 137, 141 dengan QS.
Yunus ayat 75, 79, 83, 88, 90, kedua surat tersebut mengisahkan Nabi Musa tatkala
menghadapi kesombongan Fir’aun yang kemudian Musa disuruh Allah unutk menunjukkan
kemu’jizatannya, dengan tongkatnya berubah menjadi ular yang besar yang mengalahkan
sihir-sihir anak buah Fir’aun, yang kemudian beberapa dari mereka justru beriman kepada
Allah dan mengikuti Nabi Musa.
Salah satu bentuk gaya bahasa (uslub) al-Qur`an adalah dengan cerita dan kisah-kisah
umat terdahulu. Cerita dan kisah dalam al-Qur`an merupakan cerita dan kisah yang paling
benar dan paling bermanfaat bagi umat manusia untuk mendapatkan ibrah dan pelajaran.
Allah SWT. berfirman:
ن ن ل ن ن ك ن ـن لك ن ن ن ن ن ل ك ن ك ص ننل ن ن ل ن ن ل ن ن
ص َلبنماَ َألونحلينُاَ َلإللينك َنهـذا َالقلرْآن َنولإن َكنُت َلمن َقلبللله َ للنن َالغاَلفلليِن
نحن َنقص َعليك َأحسن َالقص ل
Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al Quran
ini kepadamu, dan sesungguhnya kamu sebelum (Kami mewahyukan)nya adalah termasuk
orang-orang yang belum mengetahui. (QS. Yusuf [12]: 3).
Banyak sekali hikmah dari cerita dan kisah yang terdapat dalam al-Qur`an, di antaranya
adalah:
1) Sebagai bahan untuk dipikirkan dan dijadikan sebagai pelajaran:
لن ن ن ن ذ نن ذ ن
ص َلنعلكهلم َنيتفككرْون ص َالقص ذـذلنك َنمنثكل َاللنقلوُم َاذلذينن َنكذذكبوُا َبآِنياَتننُاَْۚ َنفاَلق ك
ص
ل ل ل ل ل ل
Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami.
Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir. (QS. al-
A’raaf {7]: 178).
2) Untuk meneguhkan hati Nabi SAW. dan menghiburkan orang-orang beriman.
ل ل ن نة ل ـ ل كن كن ك ن نكل ذك ص ن
ص َنعللينك َلملن َأننباَلء َال صْركسلل َنماَ َنثلببت َلبله َفؤاندنكْۚ َنونجاَنءنك َلفيِ َنهـلذله َالنحصق َنونملوُلعظة َنولذك نْرـى َلللكمؤلملنُيِنوكل َنق
18 Maurice Bucaille, Fir’aun dalam Bibel dan Al-Qur’an Menafsirkan Kisah Historis Fir’aun Dalam
Kitab Suci Berdasarkan Tenemuan Arkeologi (Bnadung: Mizan Pustaka, 2007), hlm. 175-247.
13
Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang
dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu
kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman. (QS.
Hud [12]: 120).
3) Sebagai bukti bagi kebenaran risalah kenabian Muhammad SAW. karena tidak ada
yang mengetahui keadaan umat-umat terdahulu kecuali Allah SWT.
ذ ذ ن ن ذ ن ن ك ن ك نن ل ك ن ك ذ
أللم َنيألتكلم َننبأ َاللذينن َلمن َقلبللكلم َقلوُلم َنوُدح َنونعاَدد َنوثكموُندْۛ َنواللذينن َلمن َنبلعلدلهلمْۛ َل َنيلعلكمكهلم َلإل َاللـكه
Belumkah sampai kepadamu berita orang-orang sebelum kamu (yaitu) kaum Nuh,
‘Ad, Tsamud dan orang-orang sesudah mereka. Tidak ada yang mengetahui mereka
selain Allah. (QS. Ibrahim [14]: 9).
Memang cerita tentang Nabi Musa dan Fir’aun banyak sekali disebut dan diulang-ulang
dalam al-Qur`an. Cerita tentang Musa dan Fir’aun ini merupakan cerita yang paling banyak
disebutkan dalam al-Qur`an setelah cerita tentang permulaan penciptaan makhluk.
Adapun di antara hikmah banyaknya cerita tentang Nabi Musa dan Fir’aun yang
disebutkan dalam al-Qur`an adalah untuk menunjukkan bahwa di antara tujuan utama
diturunkannya al-Qur`an adalah untuk memerangi sifat tughyan (melampaui batas) yang ada
dalam diri manusia, menjelaskan kejiwaan dan pemikiran orang-orang yang melampau batas
itu.
Islam sebagai risalah Allah SWT. yang terakhir kepada umat manusia datang untuk
membebaskan manusia dari segala bentuk kesyirikan, menjadikan sesembahan selain Allah
SWT. Islam menjelaskan bahwa manusia adalah makhluk yang mulia, namun jika ia tidak
mendapatkan petunjuk dan mengira bahwa dia itu mampu sendiri melakukan apapun yang ia
kehendaki, tidak butuh pertolongan Penciptanya maka ia akan melampaui batas. Ketika
seorang manusia karena pengaruh hawa nafsunya dan bisikan setan menganggap bahwa ia
mampu melakukan segalanya dengan kekuatan dan kecerdasannya sendiri maka ia akan
melampaui batas dan menindas manusia lainnya.
Islam memerangi segala bentuk tughyan itu baik dari individu maupun suatu
masyarakat. Allah SWT. berfirman:
ذذ ن ل ك ل ذ ن ل ك ك ن
صوُن
ذ ن ذ ذ ص
ض َكيلضلوُنك َنعن َنسلبيلل َاللـلهْۚ َلإن َنيتلبكعوُن َلإل َالظن َولإن َهم َلإل َيخ ْر نوإن َكتلطلع َنألكنثنرْ َنمن َفيِ َا ل نل ل
ْ
ر
ل ل ل
Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya
mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti
persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah). (QS. al-
An’am [6]: 116).
14
Dan contoh yang paling nyata dari sikap dan perilaku orang yang melampuai batas itu
ada dalam diri Fir’aun. Fir’aun adalah contoh sempurna bagi setiap orang yang sombong dan
angkuh di muka bumi ini. Bagaimana dia menganggap bahwa ialah pemilik Mesir beserta
penduduk dan sungai-sungainya.
ن ن نن ك ن ن ن ن ـ ل ن ل كن ن ل ن ن ن ن ل ن ن ل ن ك ل ك ل ـ ل ن ن
صنرْ َنونهـلذله َاللننهاَكرْ َتلجلرْي َلمن َتلحلتيِْۖ َأفل َتلبلصكرْونوناَدى َلف ْرعوُ َلفيِ َقوُلمله َقاَل َياَ َقوُلم َأليس َلليِ َملك َلم
Dan Fir’aun berseru kepada kaumnya (seraya) berkata: “Hai kaumku, bukankah
kerajaan Mesir ini kepunyaanku dan (bukankah) sungai-sungai ini mengalir di bawahku;
maka apakah kamu tidak melihat(nya)? (QS. al-Zukhruf [43]: 51).
Seorang yang melampaui batas menganggap bahwa dia lebih baik dari yang lain
sehingga orang lain harus tunduk kepadanya, bahkan sampai menganggap dirinya sebagai
Tuhan yang harus disembah.
ن ن نن ك ل ن ن
ْفقاَنل َأناَ َ نْرصبككم َاللعلـى
(Seraya) berkata: “Akulah tuhanmu yang paling tinggi”. (QS. al-Naazi’aat {79]: 24).
Dan penerimaan bangsa Mesir pada masa itu terhadap Fir’aun sebagai tuhan mereka
yang harus disembah tidak terlepas dari ketidakpercayaan mereka terhadap yang ghaib dan
hanya percaya kepada materi yang bisa mereka inderai. Fir’aun yang sebenarnya menyadari
kemampuan dirinya khuwatir terhadap Musa dengan dakwahnya akan merusak kekuasaan
dan menyadarkan rakyatnya akan kedudukan dia dan mereka, maka ia menghasut rakyatnya
untuk tidak mendengarkan Musa, dengan dalih bahwa Musa ingin merusak sistem dan cara
hidup mereka dan menghancurkan negara mereka.
لن
ض َالفنساَند ن ن ن ل ن ل ك ن ك ن ل ك ل ك ن ـ ن ل ن ل ك نذ ك ب ن ن ك ن ك ن ب ن ن ك ل ن ل ن ك ل ن ل نل
وقاَل َلف ْرعوُن َذرْولنيِ َأقتل َموُسسى َوليدع َ ْربهْۖ َلإ لنيِ َأخاَف َأن َيب لدل َلدينُكم َأو َأن َيظله ْر َلفيِ َالْر ل
Dan berkata Fir’aun (kepada pembesar-pembesarnya): “Biarkanlah aku membunuh
Musa dan hendaklah ia memohon kepada Tuhannya, karena sesungguhnya aku khawatir dia
akan menukar agamamu atau menimbulkan kerusakan di muka bumi”. (QS. Ghafir [40]: 26).
Di sinilah Allah SWT. memperlihatkan bahwa jiwa para diktator itu sebenarnya kosong
dan kalah di dalamnya sehingga mereka menutup-nutupinya dengan melakukan penindasan.
Dan untuk dapat melakukan itu ia memerlukan sekolompok kecil orang untuk melakukan
segala apa yang dikehendakinya. Seorang diktator menginginkan kestabilan dan
keberlansungan kekuasaannya dengan melakukan kezaliman, sedangkan para pembantu yang
berada di sekelilingnya ingin mengumpulkan harta kekayaan dengan mematuhi diktator
tersebut, karena itu kita sering melihat seorang diktator membiarkan orang-orang di
sekelilingnya untuk memakan harta rakyatnya secara batil.
15
Dan seorang diktator juga selalu hidup dalam ketakutan akan kehilangan kekuasaan dan
segala kesenangan yang dinikmatinya sehingga mereka selalu hidup penuh kecurigaan tidak
percaya kepada siapapun bahka kepada orang yang paling dekat kepadanya. Hal itulah yang
dilakukan Fir’aun dengan membunuh setiap anak laki-laki yang lahir dalam Bani Israil
karena adanya ramalan bahwa akan lahir dari kalangan Bani Israel seorang anak laki-laki
yang akan menghancurkan kekuasaannya.
Kezaliman itu semakin bertambah ketika rakyat hanya menerima saja ketika haknya
untuk hidup mulia dan terhormat diinjak-injak oleh penguasa. Hal itu terjadi bisa jadi karena
rakyat itu tertipu oleh janji-janji penguasa atau takut kepada penguasa zalim tersebut,
ketakutan yang sebenarnya hanya ilusi karena tidak mungkin seseorang bisa berbuat zalim di
tengah masyarakat yang menyadari kekuatannya.
Al-Qur`an ingin mengapuskan sifat dan perbuatan melampaui batas itu, baik dari diri
para penguasa maupun rakyat banyak yang menerima kezaliman itu dan menganggapnya
seakan-akan itu adalah sesuatu yang biasa. Inilah salah satu pesan dari banyaknya cerita
tentang Nabi Musa AS. yang melakukan perlawanan terhadap Fir’aun, penguasa zalim yang
melampuai batas
16
BAB III
PENUTUP
Sejarah merupakan gambaran masa lalu tentang aktivitas kehidupan manusia sebagai
makhluk sosial yang disusun berdasarkan fakta dan interpretasi terhadap obyek peristiwa
masa lampau, yang kemudian itu disebut sejarah kebudayaan. Adapun inti pokok dari
persoalan sejarah pada dasarnya selalu berhubungan dengan pengalaman-pengalaman penting
yang menyangkut perkembangan keseluruhan keadaan masyarakat.
1. Wujud Ideal
2. Wujud Kelakuan
3. Wujud Benda
Fir’aun adalah penguasa Mesir semua periode. Firaun juga mengaku sebagai Tuhan.
Mereka penuh kesombongan, mengesampingkan kebenaran, dan menghina Tuhan. Dan pada
akhirnya, peradaban mereka yang maju, tatanan sosial politik, bahkan militer mereka yang
kuat tidak bisa menyelamatkan mereka dari kehancuran.
Al-Qur’an juga menyebut tentang penguasa Mesir “Fir’aun” dalam beberapa ayat di
beberapa surat yang ada, yang jumlahnya kurang lebih hampir 70 an lebih ayat yang
menceritakan tentang Fir’aun. Kesuluruhan ayat tersebut tidak lain menceritakan karakter
yang dimiliki oleh Fir’aun, baik terhadap kaum Israel maupun kepada Nabi Musa dan
saudaranya Nabi Harun. Sekaligus diceritakan tentang beberapa kejadian luar biasa yang
dihadapi Musa saat melawan keangkuhan dan kekejaman Fir’aun,
17
Adapun hikmah dari cerita dan kisah yang terdapat dalam al-Qur`an, di antaranya
adalah:
DAFTAR PUSTAKA
Bucaille, Maurice. Fir’aun dalam Bibel dan Al-Qur’an Menafsirkan Kisah Historis
Fir’aun Dalam Kitab Suci Berdasarkan Tenemuan Arkeologi. Bandung: Mizan
Pustaka, 2007.
Hafiz, Afareez Abd Razak al-. Misteri Fir’aun. Jakarta: Zaytuna, 2012.
Harun, M. Yahya. Sejarah Fir’aun dalam Al-Qur’an. Yogyakarta: Bina Usaha, 1985.
Saeed, Abdullah. Paradigma, Prinsip, dan Metode Penafsiran Kontekstualis atas Al-
Qur’an terj. Lien Iffah Naf’atul Fina dan Ari Henri. Yogyakarta: Lembaga
Ladang Kata, 2015.