Anda di halaman 1dari 13

SATUAN ACARA PENYULUHAN

( SAP )

Masalah : Sistem Gastrointestinal dan Gangguan Sistem Neurologi


Pokok Bahasan : Hiscprung dan SOL (Space Occupying Lesion)
Sasaran : Pasien dan Keluarga Pasien di Poli Anak Sehat Sakt RSUD
Abdul Wahab Sjahranie
Waktu : 30 menit
Tanggal : 05 Februari 2019
Tempat : Ruang Poli Anak Sehat Sakit RSUD Abdul ahab Sjahranie

I. Tujuan Intruksional Umum


Setelah dilakukan penyuluhan, diharapkan klien mampu mengetahui tentang penyakit
hicprung dan SOL (Space Occupying Lesion) pada anak.
II. Tujuan Intruksional Khusus
Setelah diberi penyuluhan selama 15 menit, diharapkan klien dapat :
1. Menyebutkan pengertian hicprung dan SOL (Space Occupying Lesion)
2. Menyebutkan penyebab hicprung dan SOL (Space Occupying Lesion)
3. Menyebutkan tanda dan gejala hicprung dan SOL (Space Occupying Lesion)
4. Menyebutkan penmeriksaan diagnosatik hicprung dan SOL (Space Occupying Lesion)
5. Menyebutkan penatalaksanaan hicprung dan SOL (Space Occupying Lesion)

III. Materi Penyuluhan


1. Pengertian hicprung dan SOL (Space Occupying Lesion)
2. Penyebab hicprung dan SOL (Space Occupying Lesion)
3. Tanda dan gejala hicprung dan SOL (Space Occupying Lesion)
4. Pemeriksaan diagnotik hicprung dan SOL (Space Occupying Lesion)
5. Penatalaksanaan hicprung dan SOL (Space Occupying Lesion)

IV. Kegiatan Pembelajaran


a. Metode :
1. Ceramah
2. Diskusi

1
b. Langkah – langkah kegiatan :
NO TAHAP WAKTU KEGIATAN
PENYULUH PESERTA
1 Pembukaan 5 menit a. Memberikan salam a. Peserta menjawab
b. Memperkenalkan diri salam
c. Menyampaikan tujuan b. Peserta
d. Kontrak waktu mendengarkan
c. Peserta
mendengarkan
d. Peserta menyetujui
2 Pelaksanaan 20 menit a. Menjelaskan isi materi. a. Peserta
b. Mengevaluasi secara mendengarkan
verbal pada peserta dengan seksama.
penkes. b. Peserta menjawab
c. Membagi leaflet beberapa pertanyaan
yang di lontarkan
perawat.
c. Peserta menerima
leaflet
3 Penutup 5 menit a. Menyimpulkan hasil a. Peserta
kegiatan. memperhatikan.
b.Mengakhiri kegiatan b. Peserta menjawab
dengan mengucapkan salam
salam

V. Media
a. Brosur
b. LCD
c. PPT

VI. Pengorganisasian
Pembimbing Klinik : Elfrida, Amd. Kep

2
Pembimbing Pendidikan : Ns. Siti Mukarommah, M.Kep., Sp.Kom

Penyaji : Dwi Ayu Ramadani


Moderator : Amir Ma’ruf

Observer : Evalina Prastika Putri, Maria Kristina


Fasilitator : Irayani Ingan, Bella Novela Sari, Sulistiawati, Widya Asharia,
Ahmad Fuadi

Job Description

1. Moderator : Mengarahkan jalannya acara

2. Penyaji : Menyampaikan materi penyuluhan dan menjawab pertanyaan

3. Fasilitator : Membantu mengarahkan peserta untuk bergerak secara aktif dalam


diskusi

4. Observer : Mengamati dan mencatat proses jalannya penyuluhan, mengevaluasi


jalannya penyuluhan

VII. Seting Tempat

Keterangan:
: presenter : fasilitator

: moderator : observer

: audiens : meja

VIII. Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
a. SAP sudah siap satu hari sebelum dilaksanakan kegiatan
b. Alat dan tempat siap
c. Sudah dibentuk struktur organisasi atau pembagian peran
d. Perencanaan pendidikan kesehatan yang sesuai dan tepat
e. Penyuluh dan peserta siap
2. Evaluasi Proses
a. Alat dan tempat dapat untuk digunakan sesuai rencana
3
b. Peserta mau atau bersedia untuk mengikuti kegiatan yang telah direncanakan
3. Evaluasi Hasil
a. 75% peserta dapat menyebutkan pengertian hicprung dan space occupying lesion
b. 75% peserta dapat menyebutkan minimal 3 penyebab terjadinya hicprung dan space
occupying lesion
c. 75% peserta dapat menyebutkan minimal 3 tanda dan gejala hicprung dan space
occupying lesion
d. 75% peserta dapat menyebutkan minimal 2 pemeriksaan diagnostik hicprung dan
space occupying lesion
e. 75% peserta dapat menyebutkan minimal 2 dari penatalaksanaan hicprung dan space
occupying lesion
f. Penyuluh dapat melaksanakan tugas sesuai peran.

4
LAMPIRAN

MATERI PENYULUHAN

A. Konsep Hisprung
1. Latar Belakang
Penyakit hisprung merupakan suatu kelainan bawaan yang menyebabkan gangguan
pergerakan usus yang dimulai dari spingter ani internal ke arah proksimal dengan
panjang yang bervariasi dan termasuk anus sampai rektum. Penyakit hisprung adalah
penyebab obstruksi usus bagian bawah yang dapat muncul pada semua usia akan tetapi
yang paling sering pada neonatus. Penyakit hisprung juga dikatakan sebagai suatu
kelainan kongenital dimana tidak terdapatnya sel ganglion parasimpatis dari pleksus
auerbach di kolon, keadaan abnormal tersebutlah yang dapat menimbulkan tidak adanya
peristaltik dan evakuasi usus secara spontan, spingter rektum tidak dapat berelaksasi,
tidak mampu mencegah keluarnya feses secara spontan, kemudian dapat menyebabkan
isi usus terdorong ke bagian segmen yang tidak adalion dan akhirnya feses dapat
terkumpul pada bagian tersebut sehingga dapat menyebabkan dilatasi usus proksimal.
Pasien dengan penyakit hisprung pertama kali dilaporkan oleh Frederick
Ruysch pada tahun 1691, tetapi yang baru mempublikasikan adalah Harald Hirschsprung
yang mendeskripsikan megakolon kongenital pada tahun 1863. Namun patofisiologi
terjadinya penyakit ini tidak diketahui secara jelas. Hingga tahun 1938, dimana Robertson
dan Kernohan menyatakan bahwa megakolon yang dijumpai pada kelainan ini
disebabkan oleh gangguan peristaltik dibagian distal usus defisiensi ganglion.
Penyakit hisprung terjadi pada 1/5000 kelahiran hidup. Insidensi hisprung di
Indonesia tidak diketahui secara pasti, tetapi berkisar 1 diantara 5000 kelahiran hidup.
Dengan jumlah penduduk Indonesia 200 juta dan tingkay kelahiran 35 permil, maka
diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit hisprung.
Insidens keseluruhan dari penyakit hisprung 1: 5000 kelahiran hidup, laki-laki lebih
banyak diserang dibandingkan perempuan ( 4: 1 ). Biasanya, penyakit hisprung terjadi
pada bayi aterm dan jarang pada bayi prematur. Penyakit ini mungkin disertai dengan
cacat bawaan dan termasuk sindrom down, sindrom waardenburg serta kelainan
kardiovaskuler. Selain pada anak, penyakit ini ditemukan tanda dan gejala yaitu adanya
kegagalan mengeluarkan mekonium dalam waktu 24-48 jam setelah lahir, muntah
berwarna hijau dan konstipasi faktor penyebab penyakit hisprung diduga dapat terjadi
karena faktor genetik dan faktor lingkungan. Oleh karena itu, penyakit hisprung sudah

5
dapat dideteksi melalui pemeriksaan yang dilakukan seperti pemeriksaan radiologi,
barium, enema, rectal biopsi, rectum, manometri anorektal dan melalui penatalaksanaan
dan teraupetik yaitu dengan pembedahan dan colostomi.

2. Pengertian Hiscprung
Penyakit Hisprung disebut juga kongenital aganglionik megakolon. Penyakit ini
merupakan keadaan usus besar (kolon) yang tidak mempunyai persarafan (aganglionik).
Jadi, karena ada bagian dari usus besar (mulai dari anus kearah atas) yang tidak
mempunyai persarafan (ganglion), maka terjadi “kelumpuhan” usus besar dalam
menjalanakan fungsinya sehingga usus menjadi membesar (megakolon). Panjang usus
besar yang terkena berbeda-beda untuk setiap individu.
Penyakit Hirschsprung adalah gangguan pada usus besar yang menyebabkan feses
atau tinja terjebak di dalam usus. Penyakit bawaan lahir yang tergolong langka
ini bisa mengakibatkan bayi tidak buang air besar (BAB) sejak dilahirkan. Penyakit
Hirschsprung terjadi karena kelainan saraf yang mengontrol pergerakan usus besar. Hal
ini menyebabkan usus besar tidak dapat mendorong feses keluar, sehingga menumpuk
di usus besar dan bayi tidak bisa BAB.

3. Penyebab Hicprung
Penyakit Hirschsprung terjadi ketika saraf di usus besar tidak terbentuk dengan
sempurna. Saraf ini berfungsi untuk mengontrol pergerakan usus besar. Oleh karena itu,
jika saraf usus besar tidak terbentuk dengan sempurna, usus besar tidak dapat
mendorong feses keluar. Akibatnya, feses akan menumpuk di usus besar. Penyakit

6
hirschsprung disebabkan aganglionosis meissner dan aurbach dalam lapisan dinding
usus, mulai dari spingter ani internus kea rah proximal, 70% terbatas didaerah
rektosigmoid, 10% sampai seluruh pylorus. Di duga terjadi karena faktor genetic.
Sering terjadi pada anak dengan down syndrome, kegagalan sel neural pada masa
embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan
submukosa dinding plexus. Sekitar 12% dari kasus penyakit Hirschsprung terjadi
sebagai bagian dari sindrom yang disebabkan oleh kelainan kromosom. Faktor – faktor
resiko penyakit Hisprung adalah :
a. Faktor Bayi (Usia)
Bayi dengan umur 0 – 28 hari merupakan kelompok umur yang paling rentan
terkena penyakit Hirschsprung karena penyakit Hirschsprung merupakan salah
satu penyebab paling umum obstruksi usus neonatal (bayi berumur 0 – 28 hari).
b. Sindrom Down
Sekitar 12% dari kasus penyakit Hirschsprung terjadi sebagai bagian dari
sindrom yang disebabkan oleh kelainan kromosom. Kelainan kromosom yang
paling umum beresiko menyebabkan terjadinya penyakit Hirshsprung adalah
Sindrom Down. 2-10% dari individu dengan penyakit Hirschsprung merupakan
penderita sindrom Down. Sindrom Down adalah kelainan kromosom di mana ada
tambahan salinan kromoso. Hal ini terkait dengan karakteristik fitur wajah, cacat
jantung bawaan, dan keterlambatan perkembangan anak.

4. Tanda-dan gejala hicprung


Bayi baru lahir tidak dapat mengeluarkan Meconium dalam 24 – 28 jam pertama
setelah lahir. Tampak malas mengkonsumsi cairan, muntah bercampur dengan
cairan empedu dan distensi abdomen. Gejala penyakit hishsprung adalah obstruksi usus
letak rendah, bayi dengan penyakit ini dapat menunjukkan gejala klinis sebagai betikut
(Olisa, 2012) :
Umumnya, tanda yang paling jelas adalah gagalnya bayi untuk buang air besar
dalam 48 jam setelah persalinan. Tanda-tanda dan gejala pada bayi yang baru lahir
meliputi :
a. Perut bengkak
b. Tidak ada pengeluaran mekonium (keterlambatan > 24 jam)
c. Muntah, termasuk memuntahkan zat berwarna hijau atau cokelat (meconium)
d. Susah BAB / sembelit, yang dapat menyebabkan bayi rewel
e. Menyusui berkurang
7
f. Tidak bisa buang gas (flatus)

Pada anak-anak, tanda-tanda dan gejala dapat meliputi :


a. Mudah merasa lelah
b. Perut kembung dan kelihatan buncit
c. Sembelit yang terjadi dalam jangka panjang (kronis)
d. Kehilangan nafsu makan
e. Berat badan tidak bertambah
f. Tumbuh kembang terganggu
g. Kehilangan nafsu makan

5. Pemeriksaan Diagnostik hiscprung


a. Foto Rontgen
Foto Rontgen dilakukan untuk melihat kondisi usus besar lebih jelas. Sebelumnya,
zat pewarna khusus berbahan barium akan dimasukkan ke dalam usus melalui
selang yang masuk dari dubur.
b. Tes mengukur kekuatan otot usus
Pada prosedur ini, dokter akan menggunakan alat khusus berupa balon dan sensor
tekanan untuk memeriksa fungsi usus.
c. Biopsi
Dokter akan mengambil sampel jaringan usus besar, yang selanjutnya akan
diperiksa di bawah mikroskop.

6. Penatalaksanaan Medis hicprung


a. Prosedur penarikan usus (pull-through surgery)
Pada prosedur ini, dokter akan membuang bagian dalam dari usus besar yang
tidak bersaraf, kemudian menarik dan menyambungkan usus yang sehat langsung
ke dubur atau anus.
b. Prosedur ostomy
Prosedur ini dilakukan dalam 2 tahap. Tahap pertama adalah pemotongan
bagian usus pasien yang bermasalah. Setelah pemotongan usus, dokter akan
mengarahkan usus yang sehat ke lubang baru (stoma) yang dibuat di perut. Lubang
tersebut menjadi pengganti anus untuk membuang feses. Selanjutnya, dokter akan
memasangkan kantong khusus ke stoma. Kantong tersebut akan menampung feses.
Bila sudah penuh, isi kantong dapat dibuang. Setelah kondisi pasien stabil dan usus
8
besar sudah mulai pulih, tahap kedua prosedur ostomi dapat dilakukan. Tahap
kedua ini dilakukan untuk menutup lubang di perut dan menyambungkan usus yang
sehat ke dubur atau anus.

B. Konsep Space Occupying Lesion (SOL)


1. Definisi
Space-Occupying Lesions pada otak umumnya berhubungan dengan malignansi
namun keadaan patologi lain meliputi abses otak atau hematom. Adanya SOL dalam
otak akan memberikan gambaran seperti tumor, yang meliputi gejala umum yang
berhubungan dengan peningkatan tekanan intracranial, perubahan tingkah laku, false
localizing sign serta kelainan tergantung pada lokasi tumor (true localizing sign). Tumor
juga dapat menyebabkan infiltrasi dan kerusakan pada struktur organ yang penting
seperti terjadinya obstruksi pada aliran LCS yang menyebabkan hidrosefalus atau
menginduksi angiogenesis dan edem otak.
SOL (Space Occupying Lesion) merupakan generalisasi masalah mengenai
adanya luka pada ruang intracranial (ruang otak) khususnya yang mengenai otak.
Terdapat beberapa penyebab yang dapat menimbulkan lesi pada otak seperti kontusio
serebri, hematoma, infark, abses otak dan tumor pada intracranial (Smeltzer & Bare,
2016). Tumor otak adalah lesi oleh karena ada desakan ruang baik jinak / ganas yang
tumbuh di otak, meningen dan tengkorak. Tumor otak merupakan salah satu tumor
susunan saraf pusat, baik ganas maupun tidak. Tumor ganas disusunan saraf pusat
adalah semua proses neoplastik yang terdapat dalam intracranial atau dalam kanalis
spinalis, yang mempunyai sebagian atau seluruh sifat-sifat proses ganas spesifik seperti
yang berasal dari sel-selsaraf di meaningen otak, termasuk juga tumor yang berasal dari
sel penunjang (Neuroglia), sel epitel pembuluh darah dan selaput otak. (Fransisca, 2017:
84). Kranium merupakan tempat yang kaku dengan volume yang terfiksasi maka lesi-
lesi ini akan meningkatkan tekanan intracranial. Suatu lesi yang meluas pertama kali
dengan cara mengeluarkan cairan serebrospinal dari rongga cranium. Akhirnya vena
mengalami kompresi, dangan gangguan sirkulasi darah otak dan cairan serebrospinal
mulai timbul dan tekanan intracranial mulai naik. Kongesti venosa menimbulkan
peningkatan produksi dan penurunan absorpsi cairan serebrospinal dan meningkatkan
volume dan terjadi kembali hal-hal seperti diatas.

9
2. Penyebab
Penyebab yang paling umum adalah adanya cedera pada kepala, akibat pukulan
atau benturan yang mengenai kepala. Pada bayi atau anak-anak, kondisi ini seringkali
terjadi karena jatuh dari tempat tidur hingga mengakibatkan luka pada kepala, karena
kecelakaan, atau bisa juga karena tindak kekerasan pada anak. Salah satu penyebab
umum lainnya pada anak adalah kondisi bawaan berupa hidrosefalus kongenital. Selain
itu, kondisi ini dapat disebabkan oleh peningkatan tekanan pada cairan serebrospinal,
yaitu cairan yang mengelilingi otak dan sumsum tulang belakang. Peningkatan tekanan
intrakanial juga dapat terjadi karena jaringan otak membengkak akibat luka atau
penyakit. Penyakit seperti tumor, stroke, kejang, infeksi, meningitis, hidrosefalus.
Gejala terjadinya spesifik sesuai dengan gangguan daerah otak yang terkena.
Menyebutkan tanda-tanda yang ditunjukkan lokal, seperti pada ketidaknormalan sensori
dan motorik. Perubahan pengelihatan dan kejang karena fungsi dari bagian-bagian
berbeda-beda dan otak. Lokasi tumor dapat ditentukan pada bagiannya dengan
mengidentifikasi fungsi yang dipengaruhi oleh adanya tumor.
a. Tumor lobus frontal
Sering menyebabkan gangguan kepribadian, perubahan status emosional dan
tingkah laku dan disintegrasi perilaku mental. Pasien sering menjadi ekstrim yang
tidak teratur dan kurang merawat diri dan menggunakan bahasa cabul.
b. Tumor cerebellum (atur sikap badan / aktifitas otak dan keseimbangan)
Mengatakan pusing, ataksia (kehilangan keseimbangan / berjalan yang
sempoyongan dengan kencenderungan jatuh, otot tidak terkoordinasi dan nigtatius
(gerakan mata berirama tidak sengaja) biasanya menunjukkan gerak horizontal.
c. Tumor korteks motoric
Menimbulkan manifestasi gerakan seperti epilepsy, kejang jarksonian dimana
kejang terletak pada satu sisi.
d. Tumor lobus frontal
Sering menyebabkan gangguan kepribadian, perubahan status emosional dan
tingkah laku dan distulegrasi perilaku mental. Pasien sering menjadi ekstrim yang
tidak teratur dan kurang merawat diri dan menggunakan bahasa cabul.
e. Tumor intra cranial
Dapat menghasilkan gangguan kepribadian, konfusi, gangguan fungsi bicara dan
gangguan gaya berjalan, terutama pada pasien lansia. Tipe tumor yang paling
sering adalah meningioma, glioblastana (tumor otak yang sangat maligna) dan
metastase serebral dari bagian luar.
10
3. Tanda Dan Gejala
a. Tanda dan gejala peningkatan TIK :
1. Sakit kepala
2. Muntah
3. Perubahan status mental, meliputi gangguan konsentrasi, cepat lupa, perubahan
kepribadian.
4. Gangguan keseimbangan.

b. Gejala terlokalisasi ( spesifik sesuai dengan dareh otak yang terkena ) :


1. Tumor korteks motorik ; gerakan seperti kejang kejang yang terletak pada
satu sisi tubuh ( kejang jacksonian )
2. Tumor lobus oksipital ; hemianopsia homonimus kontralateral (hilang
penglihatan pada setengah lapang pandang, pada sisi yang berlawanan dengan
tumor) dan halusinasi penglihatan.
3. Tumor serebelum ; pusing, ataksia, gaya berjalan sempoyongan dengan
kecenderungan jatuh kesisi yang lesi, otot otot tidak terkoordinasi dan
nistagmus ( gerakan mata berirama dan tidak disengaja )
4. Tumor lobus frontal ; gangguan kepribadia, perubahan status emosional dan
tingkah laku, disintegrasi perilaku mental, pasien sering menjadi ekstrim yang
tidak teratur dan kurang merawat diri
5. Tumor sudut serebelopontin ; tinitus dan kelihatan vertigo, tuli (gangguan
saraf kedelapan), kesemutan dan rasa gatal pada wajah dan lidah (saraf
kelima), kelemahan atau paralisis (saraf kranial keketujuh), abnormalitas
fungsi motorik.
6. Tumor intrakranial bisa menimbulkan gangguan kepribadian, konfusi,
gangguan bicara dan gangguan gaya berjalan terutam pada lansia.

4. Pemeriksaan Penunjang
a. CT Scan : Memberi informasi spesifik mengenal jumlah, ukuran, kepadatan, jejas
tumor, dan meluasnya edema serebral sekunder serta memberi informasi tentang
sistem vaskuler.
b. MRI : Membantu dalam mendeteksijejas yang kecil dan tumor didalam batang otak
dan daerah hiposisis, dimana tulang menggangu dalam gambaran yang
menggunakan CT Scan

11
c. Biopsi stereotaktik : Dapat mendiagnosa kedudukan tumor yang dalam dan untuk
memberi dasar pengobatan seta informasi prognosi.
d. Angiografi : Memberi gambaran pembuluh darah serebal dan letak tumor
e. Elektroensefalografi (EEG) : Mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah
yang ditempati tumor dan dapat memungkinkan untuk mengevaluasi lobus
temporal pada waktu kejang (Doenges, 2017).

5. Penatalaksaan Medis
Tumor otak yang tidak terobati menunjukkan ke arah kematian, salah satu akibat
peningkatan TIK atau dari kerusakan otak yang disebabkan oleh tumor. Pasien dengan
kemungkinan tumor otak harus dievaluasi dan diobati dengan segera bila
memungkinkan sebelum kerusakan neurologis tidak dapat diubah. Tujuannya adalah
mengangkat dan memusnahkan semua tumor atau banyak kemungkinan tanpa
meningkatkan penurunan neurologik (paralisis, kebutaan) atau tercapainya gejala-gejala
dengan mengangkat sebagian (dekompresi).
a. Pembedahan (craniotomy)
Dilakukan untuk mengobati pasien meningioma, astrositoma kistik pada serebelum,
kista koloid pada ventrikel ke-3, tumor kongenital seperti demoid dan beberapa
granuloma. Untuk pasien dengan glioma maligna, pengangkatan tumor secara
menyeluruh dan pengobatan tidak mungkin, tetapi dapat melakukan tindakan yang
mencakup pengurangan TIK, mengangkat jaringan nefrotik dan mengangkat bagian
besar dari tumor yang secara teori meninggalkan sedikit sel yang tertinggal atau
menjadi resisten terhadap radiasi atau kemoterapi.
b. Kemoterapy
Terapi radiasi merupakan dasar pada pengobatan beberapa tumor otak, juga
menurunkan timbulnya kembali tumor yang tidak lengkap transplantasi sumsum
tulang autologi intravens digunakan pada beberapa pasien yang akan menerima
kemoterapi atau terapi radiasi karena keadaan ini penting sekali untuk menolong
pasien terhadap adanya keracunan sumsum tulang sebagai akibat dosis tinggi
radiasi.

12
DAFTAR PUSTAKA

Batticaca, F. (2017). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta: Salemba Medika.

Brunner & Suddarth (2016). Keperawatan Medical-Bedah Vol 2. Penerbit : Buku Kedokteran
EGC. Jakarta.

Doenges M.E, Moorhouse M.F & Geissler A.C (2017). Rencana Asuhan Keperawatan
Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasin Perawatan Pasien. Edisi 3.
Penerbit : Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

McPhee, S. J., & Ganong, W. F. (2016). Patofisiologi penyakit pengantar menuju kedokteran
klinis. Jakarta: EGC. Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2013). Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2. Alih bahasa H. Y. Kuncara,
Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Penerbit : Buku Kedokteran EGC.
Jakarta.

Price, S. A., & Wilson, L. M. (2018), Patofisiologi Konsep Klinis Proses _ Proses Penyakit,
Penerbit : Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Lee SL, Shekherdimian S, DuBois. 2009. Hirschsprung Disease. Cited from:


www.emedicine.medscape.com. Diakses pada 10 Oktober 2015.

Olisa, J. 2012. System Gastrointestinal tentang Konsep Penyakit Hisprung dan Asuhan
Keperawatan. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya Malang. Pdf

13

Anda mungkin juga menyukai