Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Demam merupakan kondisi terjadinya kenaikan suhu tubuh hingga
>37,5oC. Ikatan Dokter Anak Indonesia menetapkan suhu tubuh normal untuk
anak berkisar antara 36,5oC sampai 37,5oC (Setiawati,2009). Pada demam
tinggi dapat terjadi alkalosis respiratorik, asidosis metabolik, kerusakan hati,
kelainan EKG, dan berkurangnya aliran darah otak. Dampak lain yang dapat
ditimbulkan jika demam tidak ditangani maka akan dapat menyebabkan
kerusakan otak, hiperpireksia yang akan menyebabkan syok, epilepsi,
retardasi mental atau ketidakmampuan belajar (Ganong, 2002).
Penanganan terhadap demam dapat dilakukan dengan tindakan
fakmakologis, tindakan non farmakologis maupun kombinasi keduanya.
Tindakan farmakologis yaitu memberikan obat antipiretik (Kania,2007).
Tindakan non farmakologis yaitu tindakan tambahan dalam menurunkan
panas yang dilakukan setelah pemberian obat antipiretik (Kania, 2007).
Kompres adalah salah satu tindakan non farmakologis untuk menurunkan
suhu tubuh bila anak mengalami demam. Ada beberapa macam kompres yang
bisa diberikan untuk menurunkan suhu tubuh yaitu water tepid sponge dan
kompres air hangat (Dewi, 2016).
Pemberian Tepid Sponge bisa dilakukan dengan menyeka air hangat ke
seluruh tubuh klien. Efek memberi Tepid Sponge adalah sebagai berikut:
membuat vasodilatasi pembuluh darah, pori-pori kulit, pengurangan
kekentalan darah, membaik metabolisme, dan merangsang impuls melalui
reseptor kulit yang dikirim ke hipotalamus posterior untuk mengurangi tubuh
suhu. Pemberian Tepid Sponge dapat mengurangi 1,4 ◦C dalam 20 menit.
Menjalani perawatan di rumah sakit (hospitalisasi) tentu saja dapat
menimbulkan stress pada anak. Hospitalisasi merupakan suatu alasan yang
terencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit,
menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah.
Selama proses tersebut, anak dan orang tua dapat mengalami berbagai

1
kejadian yang menurut berbagai penelitian ditunjukkan dengan pengalaman
yang sangat traumatik dan penuh dengan stress (Supartini, 2004). Hal ini
disebabkan karena adanya faktor perpisahan dengan orang terdekat,
kehilangan kontrol, injuri fisik dan nyeri yang menimbulkan stress pada anak.
Penanggulangan stress hospitalisasi pada anak dapat menggunakan beberapa
teknik, antara lain terapi bermain.
Berbagai intervensi dapat dilakukan oleh perawat dan orang tua untuk
mengatasi kecemasan dan ketakutan pada anak, seperti menciptakan suasana
yang menyenangkan, memberikan dukungan, dan memberikan penjelasan.
Penelitian oleh Ramdaniati & Setiawan menjelaskan bahwa permainan itu
dapat mengurangi rasa takut pada anak-anak.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan dari latar belakang diatas maka muncul pertanyaan yaitu
“Bagaimanakah penerapan terapi water tepid sponge dan terapi bermain dalam
menurunkan demam serta kecemasan anak yang menjalani hopitalisasi?”

1.3 Tujuan
Tujuan umum
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah menggambarkan penerapan
terapi water tepid sponge dan Terapi bermain pada anak yang menjalani
hospitalisasi.

1.4 Manfaat
Hasil pembuatan makalah ini diharapkan dapat memberi manfaat untuk
Bagi mahasiswa Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Kaltim
Menambah pengetahuan dan menambah literatur bagi mahasiswa jurusan
keperawatan manfaat terapi water tepid sponge dan terapi bermain pada anak.

2
1.5 Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Konsep Dasar Suhu Tubuh
2.2 Water Tepid Sponge
2.3 Terapi Bermain

BAB III PEMBAHASAN


3.1 Water Tepid Sponge
3.2 Terapi Bermain

BAB IV PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Suhu Tubuh

1. Pengertian
Suhu tubuh adalah keseimbangan antara produksi panas oleh tubuh
dan pelepasan panas dalam tubuh manusia (Brooker,2008)

2. Ada 2 jenis suhu tubuh :


Menurut (Brooker, 2008) suhu tubuh pada manusia di bagi menjadi
2 jenis yaitu sebagai berikut :
1. Core temperature (suhu inti)
Suhu pada jaringan dalam dari tubuh, seperti kranium, thorax ,
rongga abdomen dan rongga pelvis.
2. Surface temperature
Suhu pada kulit, jaringan subcutan, dan lemak, suhu ini bebeda,
naik turunnya tergantung respon terhadap lingkungan.
3. Suhu Tubuh Normal
Menurut (Ganong, 2012), suhu tubuh pada manusia, nilai normal
tradisional untuk suhu tubuh oral adalah 37oC (98,6 F), tetapi pada
sebuah penelitian kasar terhadap orang-orang muda normal, suhu oral
pagi hari rata-rata adalah 36,7oC dengan simpang baku 0,2oC. Dengan
demikian, 95% orang dewasa muda diperkirakan memiliki suhu oral
pagi hari sebesar 36,3 – 37,1oC. Berbagai bagian tubuh memiliki suhu
yang berlainan, dan besar perbedaan suhu antara bagian-bagian tubuh
dengan suhu lingkungan bervariasi. Ekstremitas umumnya lebih dingin
daripada bagian tubuh lainnya. Suhu rectum dipertahankan secara ketat
pada 32oC. Suhu rectum dapat mencerminkan suhu pusat tubuh (core
temperature) dan paling sedikit dipengaruhi oleh perubahan suhu
lingkungan. Suhu oral pada keadaan normal 0,5oC lebih rendah
daripada suhu rectum.

4
4. Gangguan pengaturan suhu tubuh
Brooker (2008) berpendapat bahwa gangguan pengaturan suhu
tubuh manusia adalah sebagai berikut :
1. Hipertermia
Peningkatan suhu tubuh inti akibat kehilangan mekanisme
termoregulasi. Terdapat disfungsi hipotalamus, kondisi ini
disebabkan oleh masalah sistem saraf pusat (SSP) dan tidak
berespon terhadap terapi anti piretik, suhu >40oC menyebabkan
kerusakan saraf, koagulasi dan konveksi.
2. Hipotermia
Suhu inti yang berkurang dari 35oC, hampir semua proses
metabolisme dapat di pengaruhi oleh hipotermia, derajat hipotermia
diklasifikasikan sebagai berikut : Ringan (suhu tubuh 32-35oC)
Sedang (suhu tubuh 28-31,9oC) Berat (suhu tubuh 20-27oC).
5. Faktor yang mempengaruhi suhu tubuh
Asmadi (2014) mengemukakan ada beberapa faktor yang
mempengaruhi suhu tubuh, antara lain :
1. Umur
Pada bayi sangat dipengaruhi oleh suhu lingkungan dan harus
dihindari dari perubahan yang ekstrim. Suhu anak-anak berlangsung
lebih labil dari pada dewasa sampai masa puber. Beberapa orang
tua, terutama umur lebih 75 tahun, berisiko mengalami hipotermi
(kurang 36oC. Ada beberapa alasan seperti kemunduran pusat
panas, diit tidak adekuat, kehilangan lemak subkutan, penurunan
aktivitas dan efisiensi thermoregulasi yang menurun. Orang tua
uang sensitif pada suhu lingkungan seharusnya menurunnya kontrol
thermoregulasi.
2. Diurnal Variation
Suhu tubuh biasanya berubah sepanjang hari, variasi sebesar 1oC,
anatar pagi dan sore.

5
3. Latihan
Kerja keras atau latihan berat dapat meningkatkan suhu tubuh
setinggi 38,3oC sampai 40oC, diukur melalui rectal.
4. Hormon
Perempuan biasanya mengalami peningkatan hormon lebih banyak
daripada laki-laki. Pada perempuan, sekresi progesteron pada saat
ovulasi menaikkan suhu tubuh berkisar 0,3oC sampai 0,6oC diatas
suhu tubuh basal.
5. Stress
Rangsangan pada sistem saraf sympatik dapat meningkatkan
produksi epinefrin dan norepinefrin. Dengan demikian akan
meningkatkan aktifitas metabolisme dan produksi panas.
6. Lingkungan
Perbedaan suhu lingkungan dapat mempengaruhi sistem pengaturan
suhu seseorang. Jika suhu diukur didalam kamar yang sangat panas
dan suhu tubuh tidak dapat diubah oleh konveksi atau radiasi, suhu
akan tinggi.

2.2 Water Tepid Sponge

1. Pengertian
Water tepid sponge adalah sebuah teknik kompres hangat yang
menggabungkan teknik kompres blok pada pembuluh darah besar
superfisial dengan teknik seka (Alves, 2013).

2. Tujuan Water Tepid Sponge


Water tepid sponge bertujuan untuk membuat pembuluh darah tepi
melebar dan mengalami vasodilatasi sehingga pori – pori akan
membuka dan mempermudah pengeluaran panas sehingga membuat
suhu tubuh menjadi turun (Hartini, 2012).
3. Manfaat Water Tepid sponge
Menurunkan suhu tubuh, memberikan rasa nyaman, mengurangi
nyeri dan ansietas (Sodikin, 2012). Selain itu, Tepid Sponge membuat

6
vasodilatasi pembuluh darah, pori-pori, kulit, mengurangi viskositas
darah, meningkatkan metabolisme, dan merangsang dorongan melalui
reseptor kulit yang dikirim ke hipotalamus posterior berkurang suhu
tubuh melalui teknik penguapan yaitu, untuk memudahkan perpindahan
suhu tubuh.

Gambar 1.1

2.3 Terapi Bermain


1. Pengertian
Bermain merupakan kegiatan menyenangkan yang dilakukan
dengan tujuan bersenang-senang, yang memungkinkan seorang anak
dapat melepaskan rasa frustasi (Santrock, 2007). Menurut Wong, 2009,
bermain merupakan kegiatan anak-anak, yang dilakukan berdasarkan
keinginannya sendiri untuk mengatasi kesulitan, stress dan tantangan
yang ditemui serta berkomunikasi untuk mencapai kepuasan dalam
berhubungan dengan orang lain.
Terapi bermain merupakan terapi yang diberikan dan digunakan
anak untuk menghadapi ketakutan, kecemasan dan mengenal
lingkungan, belajar mengenai perawatan dan prosedur yang dilakukan
serta staf rumah sakit yang ada. Hal ini sejalan dengan Asosiasi Terapi
Bermain, 2008, dalam Homeyer, 2008, terapi bermain didefinisikan
sebagai penggunaan sistemastis model teoritis untuk membangun
proses antar pribadi untuk membantu seseorang mencegah atau
mengatasi kesulitan psikososial serta mencapai pertumbuhan dan
perkembangan yang optimal.

7
Berdasarkan paparan diatas, dapat disimpulkan bahwa terapi
bermain merupakan salah satu aspek penting dari kehidupan anak dan
salah satu alat paling efektif untuk mengatasi stress anak ketika dirawat
di rumah sakit. Karena hospitalisasi menimbulkan krisis dalam
kehidupan anak dan sering disertai stress berlebihan, maka anak-anak
perlu bermain untuk mengeluarkan rasa takut dan cemas yang mereka
alami sebagai alat koping dalam menghadapi stress.
2. Tujuan Terapi Bermain
Adapun tujuan terapi bermain di rumah sakit adalah agar dapat
melanjutkan fase tumbuh kembang secara optimal, mengembangkan
kretivitas anak sehingga anak dapat beradaptasi lebih efektif terhadap
stress. Selain itu, tujuan terapi bermain adalah untuk menciptakan
suasana aman bagi anak-anak untuk mengekspresikan diri mereka,
memahami bagaimana sesuatu dapat terjadi, mempelajari aturan sosial
dan mengatasi masalah mereka serta memberian kesempatan bagi
anak-anak untuk berekspresi dan mencoba sesuatu yang baru. Menurut
Santrock (2007), terapi bermain dapat membantu anak menguasai
kecemasan dan konflik. Karena ketegangan mengendor dalam
permainan, anak dapat menghadapi masalah kehidupan,
memungkinkan anak menyalurkan kelebihan energi fisik dan
melepaskan emosi yang tertahan.

Gambar 1.2
3. Manfaat Terapi Bermain
Menurut Adriana (2013) menyatakan bahwa aktivitas bermain
yang dilakukan di rumah sakit memberikan manfaat:
1) Membuang energi ekstra.
2) Mengoptimalkan pertumbuhan sseluruh bagian tubuh.

8
3) Aktivitas yang dilakukan dapat meningkatkan nafsu makan anak.
4) Anak belajar mengontrol diri.
5) Meningkatkan daya kreativitas.
6) Cara untuk mengatasi kemarahan, kecemasan, kedukaan dan iri hati.
7) Kesempatan untuk belajar bergaul dengan anak lainnya.
8) Kesempatan untuk belajar mengikuti aturan
9) Dapat mengembangkan kemampuan intelektualnya.

9
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Water Tepid Sponge


Setelah menemukan pasien yang mengalami hipertermia, maka
selanjunya adalah menyusun rencana tindakan keperawatan untuk
menanggulangi masalah – masalah keperawatan yang dihadapi oleh kedua
subjek yang sesuai dengan prioritas masalah yang dialami. Rencana
tindakan keperawatan pada kedua subjek dengan diagnosa hipertermia
adalah monitor suhu 4-6 jam. Monitor warna dan suhu kulit. Monitor
penurunan kesadaran. Lakukan water tepid sponge pada daerah axila,
lipat paha, dan temporal. Tingkatkan sirkulasi udara. Kolaborasi dengan
dokter dalam pemberian obat. Semua intervensi ini dilakukan untuk
mengurangi suhu tubuh yang dialami oleh kedua subjek. Secara mendetail
perencanaan keperawatan yang disiapkan untuk subjek I dan subjek II
berbeda. Pada subjek I perencanaan keperawatan untuk menurunkan suhu
tubuh anak yaitu dilakukan pemberian water tepid sponge, sedangkan
pada subjek II untuk menurunkan suhu tubuh hanya dilakukan pemberian
obat antipiretik saja tidak diberi water tepid sponge. Tetapi tujuan yang
ditetapkan adalah sama yaitu untuk menurunkan suhu tubuh pada kedua
subjek.
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori menurut Suprapti (2008),
water tepid sponge efektif dalam mengurangi suhu tubuh pada anak
dengan hipertermia dan juga membantu dalam mengurangi rasa sakit dan
ketidaknyamanan. Hal ini juga diungkapkan Bartlomeus (2012) bahwa
ada pengaruh penurunan suhu tubuh anak yang mengalami febris atau
demam setelah dilakukan water tepid sponge,dengan hasil p value 0,003.

3.2 Terapi Bermain


Penanggulangan stres hospitalisasi pada anak dapat menggunakan
beberapa tehnik. Irawati (2006) berpendapat bahwa permainan yang
terapeutik adalah aktivitas yang sehat dan diperlukan untuk kelangsungan

10
tumbuh kembang anak dan memungkinkan anak untuk dapat menggali dan
mengekspresikan perasaan dan pikiran.
Pada penelitian ini intervensi keperawatan yang diberikan kepada
kedua klien yaitu terapi bermain untuk mengatasi kecemasan. Hal ini
sesuai dengan pendapat Wong (2009) bahwa, terapi bermain merupakan
terapi yang diberikan kepada anak yang mengalami kecemasan, ketakutan
sehingga anak dapat mengenal lingkungan, mengekspreikan perasaannya
termasuk kecemasan, ketakutan, kegelishan dan belajar mengenal
perawatan dan prosedur yang dilakukan.
Terapi bermain puzzle yang dilakukan kepada An.L dan An.D
ditempat tidur klien masing-masing, karena pada kedua klien ini terpasang
nasal kanul, sehingga permainan dilakukan diatas tempat tidur agar terapi
oksigen tetap dapat dipenuhi. Terapi bermain juga dilakukan dalam durasi
waktu 10 menit-15 menit, hal ini untuk menghindari kelelahan pada klien
dan kedua klien didampingi oleh orangtua. Menurut Suriadi & Rita (2010)
bahwa prinsip bermain dirumah sakit yaitu tidak banyak mengelurkan
energi diberikan secara singkat, mempertimbangkan keamanan dan infeksi
silang, kelompok usia sebaya, permainan tidak bertentangan dengan
pengobatan, dan melibatkan orangtua atau keluarga. Saat diberikan
permainan puzzle kedua klien tampak antusias dalam bermain dan juga
didampingi orangtua. Selama permainan puzzle kedua klien dengan tekun
menyusun gambar dan selalu menanyakan gambar harus diletakkan
dibagian mana. An.L mampu menyelesaikan puzzle dalam waktu 9 menit,
sedangkan An.D mampu menyelesaikan puzzle dalam waktu 10-14 menit.
Kedua klien dalam menyusun puzzle dibantu oleh orangtua klien. Saat
permainan puzzle kedua klien tampak tenang dan kooperatif. Hasil
penelitian oleh Kaluas (2015) menyatakan bahwa bermain puzzle dapat
menurunkan kecemasan pada anak. Hal ini karena saat bermain puzzle
anak dituntut untuk sabar dan tekun dalam merangkainya. Lambat laun hal
ini akan berakibat pada mental anak sehingga anak terbiasa bersikap
tenang, tekun, dan sabar dalam menghadapi sesuatu.

11
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dapat disimpulkan bahwa adanya pengaruh Water Tepid Sponge
pada perubahan suhu tubuh anak. Petugas kesehatan diharapkan
memberikan water tepid sponge ini untuk anak di bawah 5 tahun yang
mengalami peningkatan suhu tubuh.
Terapi bermain menghasilkan perbedaan yang signifikan dalam
kecemasan antara sebelum dan sesudah tindakan dalam kelompok terapi.
Sehingga mahasiswa keperawatan dan perawat yang bekerja di unit anak-
anak dapat menggunakan terapi ini untuk megurangi kecemasan pada
anak- anak yang menjalani hospitalisasi. Jenis terapi sebaiknya diserahkan
kepada anak-anak untuk memilih permainan yang disukainya sehingga
anak-anak bisa mengekspresikan diri mereka sendiri.
B. SARAN
Ada beberapa saran yang ini penyusun sampaikan, diharapkan
saran ini bisa diterima dan dipertimbangkan sebaik-baiknya untuk
peningkatan kualitas asuhan keperawatan pada tahap selanjutnya. Hasil
makalah ini bisa digunakan sebagai referensi untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran bagi mahasiwa Poltekkes Kemenkes Kalimantan Timur
Prodi Sarjana Terapan Keperawatan pada intervensi pemberian water tepid
sponge untuk menurunkan suhu tubuh anak serta terapi bermain untuk
mengurangi kecemasan pada anak yang menjalani hospitalisasi.

12
DAFTAR PUSTAKA

Hendrawati, and Elvira, M. (2019). Effect of Tepid Sponge on changes in


body temperature in children under five who have fever in Dr. Achmad Mochtar
Bukittinggi Hospital. Enfermeria Clinic, 92-93.
Ramdaniati, S., Hermaningsih, S. and Muryati. (2016). Comparison Study
of Art Therapy and Play Therapy in Reducing Anxiety on Pre-School Children
Who Experience Hospitalization. Open Journal of Nursing, 6, 46-52.
Saputro, Heri dan Intan Fazrin. 2017. Anak Sakit Wajib Bermain di Rumah
Sakit. Pomorogo: Forum Ilmiah Kesehatan (FORIKES).
Suntari, Y., Astini, PSN. And Sugiani, N. (2019). Pengaturan Suhu Tubuh
dengan Metode Tepid Water Sponge dan Kompres Hangat pada Balita Demam.
Jurnal Kesehatan. Vol. 10. 10-16.

13

Anda mungkin juga menyukai