Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada tahun 1888 (herald hirschprung hidup pada tahun 1830-1916), ahli
penyakit anak asal Denmark melaporkan dua kasus bayi meninggal dengan
perut kembung oleh kolon yang sangat melebar dan penuh massa feses,
penyakit ini kemudian dinamakan dengan Hirschsprung. Penyakit ini disebut
juga dengan megakolon kongenitum dan merupakan kelainan yang sering
ditemukan sebagai salah satu penyebab obstruksi usus pada neonates. pada
penyakit Hirschsprung tidak ditemukan pleksus mienterik atau pleksus di
lapisan otot dinding usus (plexus myentericus = Auerbach), akibatnya bagian
usus yang terkena tidak dapat mengembang.
Setiap anak yang mengalami konstipasi sejak lahir, tanpa
mempertimbangkan usia, dapat menderita penyakit Hirschprung. Penyakit ini
timbul pada neonates baik sebagai obstruksi usus besar atau timbul kemudian
sebagai konstipasi kronik. Penyakit ini sebagaian besar ditemukan pada bayi
cukup bulan dan merupakan kelainan bawaan tunggal.Kelainan ini jarang
sekali ditemukan pada anak premature atau disertai dengan kelainan bawaan
lain (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1996). Behrman (1996)
menyebutkan bahwa penyakit Hirschsprung mungkin dibarengi dengan cacat
bawaan lain, termasuk Sindrom Down, Sindrom Laurence-Moon-barbe-
Bieldi, sindrom Wardenbrug, dan kelainan kardiovaskuler.
Insiden penyakit Hirschsprung di Indonesia tidak diketahui secara pasti
tertapi berkisar antara satu diantara 5000 kelahiran hidup. Dengan jumlah
penduduk Indonesia 220 juta dan tingkat kelahiran 35 permil, maka
diprediksikan setiap tahun akan lahir 1540 bayi dengan penyakit
hirschsprung.
Laki-laki lebih banyak diserang dibandingkan perempuan dengan
perbandingan 4:1. Biasanya, penyakit Hirschsprung terjadi pada bayi aterm
dengan berat lahir 3kg dan jarang pada bayi prematur. Penyakit ini mungkin

1
disertai dengan cacat bawaan dan termasuk sindrom down, sindrom
waardenburg serta kelainan kardiovaskuler.
Penyakit ini ditemukan tanda dan gejala yaitu adanya kegagalan
mengeluarkan mekonium dalam waktu 24-48 jam setelah lahir, muntah
berwarna hijau dan konstipasi. faktor penyebab penyakit Hirschsprung
diduga dapat terjadi karena faktor genetik dan faktor lingkungan. Oleh karena
itu, penyakit Hirschsprung sudah dapat dideteksi melalui pemeriksaan yang
dilakukan seperti pemeriksaan radiologi, barium, enema, rectal biopsi,
rectum, manometri anorektal dan melalui penatalaksanaan dan teraupetik
yaitu dengan pembedahan dan colostomi. Melalui makalah ini akan
membahas lebih jauh mengenai penyakit Hirschsprung serta asuhan
keperawatan pasien Hirschsprung
B. Rumusan Masalah
Ruang lingkup dalam pembahasan tugas ini adalah Bagaimana
Asuhan Keperawatan Penyakit Hirschsprung.
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mendapatkan gambaran yang nyata dalam melaksanakan
asuhan keperawatan pada klien By. A dengan Hirschsprung melalui
pendekatan proses keperawatan.
2. Tujuan Khusus
a. Agar dapat melakukan pengkajian secara komperhensif pada klien
By. A dengan Hirschsprung.
b. Agar dapat menentukan dan mengidentifikasi masalah serta
menentukan diagnosa keperawatan baik aktual, resiko, potensial,
sejahtera dan sindrom yang akan muncul pada By. A dengan
Hirschsprung
c. Agar dapat merumuskan perencanaan asuhan keperawatan pada klien
By. A dengan Hirschsprung

2
D. Manfaat
a. Agar pembaca mengetahui pola asuhan keperawatan pada klien By. A
dengan Hirschsprung
b. Bagi penulis untuk menambah wawasan tentang pola asuhan keperawatan
pada klien By. A dengan Hirschsprung
c. Dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan serta tambahan
pengalaman yang sangat berharga dalam penerapan asuhan keperawatan
pada pasien klien By. A dengan Hirschsprung

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Penyakit Hirschsprung atau Mega Kolon adalah kelainan bawaan
penyebab gangguan pasase usus tersering pada neonatus, dan kebanyakan
terjadi pada bayi aterm dengan berat lahir 3 Kg, lebih banyak laki – laki dari
pada perempuan. (Arief Mansjoeer : 2000 ).
Hirschsprung atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanya sel –
sel ganglion dalam rectum atau bagian rektosigmoid Colon. Dan ketidak
adaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak
adanya evakuasi usus spontan (Betz, Cecily & Sowden : 2002).
Penyakit Hirscprung (megacolon anganglionik congenital) adalah
anomali congenital yang mengakibatkan obstruksi mekanik karena
ketidakadekuatan motilitas sebagian dari usus. ( Wong, 2003 )
Penyakit hirschprung adalah suatu kelainan tidak adanya sel ganglion
parasimpatis pada usus, dapat dari kolon sampai usus halus (
Ngastiyah,2005:219)
Jadi megakolon atau hirschprung adalah kelainan tidak adanya sel
ganglion dalam rectum atau bagian rektosigmoid, namun pada intinya sama
yaitu penyakit yang disebabkan oleh obstruksi mekanis yang disebabkan oleh
tidak adekuatnya motilitas pada usus sehingga tidak ada evakuasi usus
spontan dan tidak mampunya spinkter rectum berelaksasi.
Pada tahun 1886, Harold Hirchprung pertama kali mendeskripsikan
penyakit hirscprung sebagai penyebab dari konstripasi pada awal masa bayi.
Penyakit hirscprung terjadi pada sekitar 1 per 5.000 kelahiran hidup. Penyakit
hirschsprung sekitar 4 kali lebih sering terjadi pada laki-laki daripada
perempuan. Hampir semua anak dengan penyakit hirschsprung didiagnosis
selama 2 tahun pertama kehidupan. Sekitar satu setengah anak-anak terkena
penyakit ini didiagnosis sebelum mereka berumur 1 tahun.

4
B. Etiologi
Penyebab dari Hirschprung yang sebenarnya belum diketahui, tetapi
Hirschsprung atau Mega Colon diduga terjadi karena :
1. Faktor genetik dan lingkungan, sering terjadi pada anak dengan Down
syndrom.
2. Kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal
eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus.
3. Aganglionis parasimpatis yang disebabkan oleh lesi primer, sehingga
terdapat ketidakseimbangan autonomik.
4. Keturunan karena penyakit ini merupakan penyakit bawaan sejak lahir.
5. Faktor lingkungan
6. Tidak adanya sel-sel ganglion dalam rectum atau bagian rektosigmoid
kolon.
7. Ketidakmampuan sfingter rectum berelaksasi
8. Tidak adanya sel ganglion parasimpatis dan plexus aurbach di colon,
sehingga terjadi hipertrofi dan distensi yang berlebih pada kolon yang
lebih proksimal.
9. Adanya kegagalan sel-sel “Neural Crest” embrional yang bermigrasi ke
dalam dinding usus atau kegagalan felsksu mesenterikus dan sub mukosa
untuk berkembang kea rah kraniokaudal di dalam dinding usus.
10. Tidak diketahui secara pasti kemungkinan ada faktor familial.
C. Manifestasi Klinis
1. Tanda dan gejalah pada neonatus meliputi:
a. Kegagalan mengeluarkan mekonium dalam tempo 24 hingga 48 jam
karena usus tidak mampu mendorong isinya ke arah distal.
b. Muntah dengan muntahan yang mengandung feses atau empedu
sebagai akibat obstruksi intestinal.
c. Distensi abdomen yang terjadi sekunder karena retensi isi usus dan
obstruksi usus.
d. Iritabilitas (anak menjadi rewel) akibat distensi abdomen yang
ditimbulkan.

5
e. Kesulitan menyusu dan kegagalan tumbuh kembang yang
berhubungan dengan retensi isi usus dan distensi abdomen.
f. Dehidrasi yang berhubungan dengan kesulitan menyusu dan
ketidakmampuan mengonsumsi cukup cairan.
g. Diare overflow yang terjadi sekunder karena peningkatan sekresi air
kedalam usus disertai obstruksi usus.
2. Tanda dan gejalah pada anak-anak meliputi:
a. Konstipasi persisten akibat penurunan motilitas gastrointerstinal (GI)
b. Distensi abdomen akibat retensi feses.
c. Massa feses yang bisa di raba akibat retensi feses.
d. Ekstremitas yang lisut( pada kasus-kasus berat) yang terjadi sekunder
karena gangguan motilitas intestinal dan pengaruhnya pada nutrisi
serta asupan makanan.
e. Kehilangan jaringan subkutan (pada kasus-kasus berat) yang terjadi
sekunder karena malnutrisi.
f. Abdomen yang besar dan menonjol akibat retensi feses dan
perubahan homeostatis cairan serta elektrolit yang ditimbulkan.
g. buang air besar tidak teratur, sekali dalam beberapa hari dan biasanya
sulit untuk defekasi
3. Tanda dan gejalah pada dewasa ( yang lebih jarang ditemukan dan
prevalen pada laki-laki) meliputi:
a. Distensi abdomen akibat penurunan motilitas usus dan konstipasi.
b. Konstipasi intermitan yang kronis dan merupakan keadaan sekunder
karena gangguan motilitas usus. (Kowalak, Welsh, & Mayer, 2014)
D. Patofisiologi
Dalam keadaan normal, bahan makanan yang dicerna dapat berjalan di
sepanjang usus karena adanya kontraksi rtmis dari oto-otot yang melapisi usu
(kontraksi Ritmis ini disebutkan gerakan peristaltik). Kontraksi otot-otot
tersebut dirangsang oleh sekumpulan saraf yang disebut gangglion, yang
terletak dibawah lapisan otot. Pada penyakit Hirschcprung, ganglion/pleksus
yang memerintahkan gerakan peristaltik tidak ada, biasanya hanya

6
sepanjangn beberapa sentimeter. Segmen usus yang tidak memiliki gerakan
peristaltik tidak dapat mendorong bahan-bahan yang dicerna sehingga terjadi
penyumbatan.
Dengan kondisi tidak adanya ganglion, maka akan memberikan
manifastasi gangguan atau tidak adanya peristaltis sehingga akan terjadinya
tidak adanya evakuasi usus spontan. Selain itu, sfingter rektum tidak dapat
berelaksasi secara optimal, kondisi ini dapat mencegah keluarnya fases secara
normal. Isi usus kemudian terdorong ke segmenaganglionik dan terjadi
akumulasi di daerah tersebut sehingga memberikan manifestasi dalatasi usus
pada bagian proksimal.
E. Pathway

7
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Biopsi isap, yakni mengambil mukosa submukosa dengan alat penghisap
dan mencari sel ganglion pada daerah submukosa.

2. Biopsi oto rectum, yakni pengambilan lapisan otot rectum, dilakukan di


bawah narkos,. Pemeriksaan ini bersifat traumatic.

3. Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin dari hasil biopsy asap. Pada


penyakit ini khas terdapat peningkatan aktifitas enzim asetilkolin enterase.

4. Pemeriksaan aktivitas norepinefrin dari jaringan biopsy usus (Ngastiyah,


1997)
5. Foto abdomen dan Enema Barium untuk mengetahui adanya penyumbatan
pada kolon.

8
Enema Barium Foto Abdomen
G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medis dan bedah
Bila diagnosis sudah ditegakkan, pengobatan alternative adalah
operasi berupa pengangkatan segmen usus aganglion, diikuti dengan
pengembalian kontinuitas usus. Tetapi bila belum dapat dilakukan operasi
biasanya merupakan tindakan sementara dipasang pipa rectum, dengan
atau tanpa dilakukan pembiasaan dengan air garam fisiologis secara
teratur.
Penatalaksaan operasi adalah untuk memperbaiki portion aganglionik
di usus besar untuk membebaskan dari obstruksi dan mengembalikan
motilitas usus besar sehingga normal dan juga fungsi spinkter ani internal.
Ada dua tahapan dalam penata laksanaan medis yaitu :
a. Temporari ostomy dibuat proksimal terhadap segmen aganglionik
untuk melepaskan obstruksi dan secara normal melemah dan
terdilatasinya usus besar untuk mengembalikan ukuran normalnya.
b. Pembedahan koreksi diselesaikan atau dilakukan lagi biasanya saat
berat anak mencapai sekitar 9 Kg ( 20 pounds ) atau sekitar 3 bulan
setelah operasi pertama ( Betz Cecily & Sowden 2002 : 98 )
Ada beberapa prosedur pembedahan yang dilakukan seperti Swenson,
Duhamel, Boley & Soave. Prosedur Soave adalah salah satu prosedur yang
paling sering dilakukan terdiri dari penarikan usus besar yang normal
bagian akhir dimana mukosa aganglionik telah diubah ( Darmawan K
2004 : 37 ) \

9
2. Penatalaksanaan perawat
Perhatikan perawatan tergantung pada umur anak dan tipe
pelaksanaanya bila ketidakmampuan terdiagnosa selama periode neonatal,
perhatikan utama antara lain :
a. Membantu orang tua untuk mengetahui adanya kelainan kongenital
pada anak secara dini
b. Membantu perkembangan ikatan antara orang tua dan anak
c. Mempersiapkan orang tua akan adanya intervensi medis ( pembedahan
)Mendampingi orang tua pada perawatan colostomy setelah rencana
pulang (FKUI, 2000:1135 )
3. Penatalaksanaan Pengobatan
Untuk mencegah terjadinya komplikasi akibat penyumbatan usus,
segera dilakukan kolostomi sementara. Kolostomi adalah pembuatan
lubang pada dinding perut yang disambungkan dengan ujung usus besar.
Pengangkatan bagian usus yang terkena dan penyambungan kembali usus
besar biasanya dilakukan pada saat anak berusia 6 bulan atau lebih. Jika
terjadi perforasi (perlubangan usus) atau enterokolitis, diberikan antibiotik.
H. Komplikasi
Secara garis besarnya, komplikasi pasca tindakan bedah penyakit hisprung
dapat digolongkan atas :
1. Kebocoran anastomose
Kebocoran anastomose pasca operasi dapat disebabkan oleh ketegangan
yang berlebihan pada garis anastomose, vaskularisasi yang inadekuat
pada kedua tepi sayatan ujung usus, infeksi dan abses sekitar anastomose
serta trauma colok dubur businasi pasca operasi yang dikerjakan terlalu
dini dan tidak hati-hati. Manifestasi klinis yang terljadi akibat kebocoran
anastomose ini beragam, mulai dari abses rongga pelvic, abses intra
abdomen, peritonisis, sepsis dan kematian.
2. Stenosis
Stenosis yang terjadi pasca operasi tarik terobos dapat disebabkan oleh
gangguan penyembuhan luka daerah anastomose, serta prosedur bedah

10
yang dipergunakan. Stenosis sirkuler biasanya disebabkan komplikasi
prosedur Swenson atau Rehbein, stenosis posterior berbentuk oval akibat
prosedur Duhamel sedangkan bila stenosis memanjang biasanya akibat
prosedur Soave. Manifestasi dapat berupa kecipirit, distensi abdomen,
enterokolitis hingga vistula perianal.
3. Enterokolitis
Merupakan komplikasi yang paling berbahaya dan dapat mengakibatkan
kematian. Tindakan yang dapat dilakukan dengan penderita dengan
tanda-tanda enterokolitis adalah segera melakukan resusitasi cairan dan
elektrolit, pemasangan pipa rectal untuk decompresi, melakukan wash out
dengan cairan fisiologis 2-3 kali perhari serta pemberian antibiotic yang
tepat.
4. Gangguan fungsi spingter

11
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Pengkajian
Pada pengkajian kasus ini, penulis melakukan pengkajian klien By.
A dengan diagnosa medis Hisprung Disease yang dirawat di Ruang
Perinatologi (11) IRNA IV RSUD dr. Saiful Anwar Malang, tanggal MRS
09 Mei 2014, tanggal pengkajian 19Mei 2014. Dalam tinjauan kasus ini,
penulis akan menguraikan tentang Asuhan Keperawatan yang dilakukan
terhadap klien By. A dengan diagnosa medis Hisprung Disease.
a. Biodata
1). Identitas Klien
Nama : By. A
No.Registrasi : 1175670
Umur : 13 hari
Jenis kelamin : Laki - laki
Alamat : Gondanglegi RT 42 RW 04 Gondanglegi
Malang
Tgl Lahir : 06 Mei 2014
Diagnosa Medis : Hisprung Disease
2). Identitas Penanggung Jawab
Identitas Ayah
Nama : Tn. S
Umur : 36 tahun
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Kuli bangunan
Agama : Islam
Alamat : RT 42 RW 04 Gondanglegi Malang
Identitas Ibu
Nama : Ny. S
Umur : 31 tahun

12
Pendidikan : SLTP
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Alamat : RT 42 RW 04 Gondanglegi Malang
b. Riwayat Kesehatan
1) KeluhanUtama
Tidak dapat buang air besar sejak lahir
2) Riwayat penyakit sekarang
Klien tidak dapat buang air besar sejak lahir dengan
konsistensi cair,muntah saat minum, kentut hanya sekali, tidak
pernah kecing ,perut membesar dan hipotermi. Bayi dibawa ke
RSUD Kepanjen dan dirujuk ke RSU dr.SAiful Anwar Malang
pada tanggal 09-05-2014. Dan dirawat diruang perinatology.
Tanggal 13 Mei 2014 Bayi dinyatakan menderita hisprung disease.
Dan pada tanggal 15 Mei 2014 bayi sudah dapat buang air besar.
3) Riwayat Kehamilan
a) Pemeriksaann rutin :
ANC ke bidan puskesmas rutin setiap bulan
b) Penyakit yang di derita selam hamil :
Pilek
c) Keluhan saat hamil :
Hanya pada trimester I : Pusing dan mual
d) Imunisasi :
Tidak pernah
e) Obat / vitamin yang dikonsumsi :
Tablet Fe dan Komix
f) Riwayat minum jamu : Tidak pernah
g) Riwayat dipijat : Tidak pernah
h) Masalah : Ketuban Merembes
4) Riwayat Persalinan
Cara persalina : Normal/spontan

13
Tempat : Polindes
Penolong : Bidan
Usia Gestasi : 37-38 minggu
Kondisisi Ketuban : Warna Jernih
Letak : Bujur
BB/PB/LK/LD : 3600 gram/55cm/39cm/32cm
5) Riwayat Post Natal
Pernafasan : Bayi langsung menangis spontan tanpa alat bantu
Skor APGAR : 9
Trauma Lahir : Tidak ada
6) Riwayat Kehamilan dan Persalinan yang lalu
N Tahu Tipe Penolo Jenis BB Keadaa Mas
o n Persalina ng Kelam Lahir n Bayi alah
n in Waktu
Lahir
1. 2009 Spontan Bidan L 3300 Aterm Tida
Birthing gr k
Ada
2. 2014 Spontan Bidan L 3600 Aterm Tida
Birthing gr k
Ada
7) Riwayat Keluarga
Tidak Ada keluarga yang memiliki riwayat penyakit menurun
maupun menular.
Genogram:
c. Status generalis
1) Keadaan umum : sedang
2) Postur : Normal
3) Kesadaran : composmentis
4) Berat Badan : 3300 gram
5) Panjang Badan : 53 cm
6) Lingkar Kaki : 35 cm
7) Lingkar Dada : 32 cm
8) Tanda-tanda Vital :

14
Nadi : 120x/menit
Pernapasan : 40 x/menit
Suhu : 36,2 oC
d. Pemeriksaan sistematis
1) Kepala dan Rambut
Kebersihan : Cukup
Bentuk Kepala : Normal, Simetris
Keadaan Rambut : Hitam, Lurus, Berketombe
Fontanela Anterior : lunak
Sutura Sagitalis : Tepat
Distribusi Rambut : Merata
2) Mata
Kebersihan : Bersih
Pandangan : Baik, belum terfokus
Sklera : Tidak Icterus
Konjungtiva : Anemis
Sekret : Tidak Ada
Pupil : Normal, Reflek cahaya baik, Bereaksi bila ada
cahaya
3) Hidung
Pernapasan cuping hidung : Tidak ada
Struktur : Normal
Kelainan lain : Tidak ada
Sekresi : Tidak ada
4) Telinga
Kebersihan : Bersih
Sekresi : Tidak ada
Struktur : Normal, simetris
5) Muluit dan Tenggorokan
Kandidiasis : Tidak ada
Stomatitis : Tidak ada

15
Mukosa Bibir : Kering
Kelainan Bibir dan Rongga Mulut : Tidak ada
Problem menelan : Tidak ada
6) Leher
Kelenjar Tiroid : Tidak ada pembesaran
Arteri Karotis : Teraba berdenyut teratur dan kuat
Trachea : Berada di garis tengah
7) Dada atau Thorak (Jantung dan Paru)
Bentuk dada Simetris, barrel chest. Pergerakan dinding dada
:Simetris, tidak terdapat tarikan intercostal. Tarikan dinding dada
Normal, tidak terdapat retraksi. Suara pernafasan Sonor, tidak ada
wheezing dan ronchi. Abnormalitas suara nafas Tidak ada. Inspeksi
: Ictus cordis tidak tampak. Perkusi : Pekak. Palpasi : Ict cordis
palpable midclavicula line sinistra. Kelainan jantung bawaan
Tidak ada. Auskultasi : Suara jantung I, suara jantung II ; tunggal,
kuat, regular, gallop -, murmur
8) Ekstremitas Atas dan bawah
Tonus otot : Cukup
Refleks menggenggam : Baik
Warna : Kuku pucat, ekstremitas pucat.
Trauma, deformitas : Tidak ada
Kelainan : Tidak ada
9) Abdomen
Bentuk : destended abdomen
Bising Usus : Normal, 5 x/men
Benjolan : Tidak ada
Turgor : > 3 detik
Hepar, lien : Tidak teraba
Distensi : Ya, terdapat nyeri tekan.
10) Kelamin dan Anus
Kebersihan : Bersih

16
Anus : Normal, hemorrhoid (-)
Kelainan : Tidak ada
Keadaan kelamin luar : Normal, tidak ada lesi, tidak ada
benjolan abnormal
11) Integumen
Warna kulit : Kuning kecoklatan
Kelembapan : Kering
Lesi : Tidak ada
Warna Kuku : Pucat
Kelainan : Tidak ada
e. Refleks Primitif
1) Rooting Refleks (Refleks mencari)
Baik. Bayi merespon ketika pipi dibelai / disentuh bagian pinggir
mulutnya dan mencari sumber rangsangan tersebut.
2) Sucking Refleks (Refleks menghisap)
Bayi merespon ketika disusui ibunya atau diberi susu melalui botol.
Namun daya hisap masih lemah.
3) Palmar grasp (Refleks menggenggam)
Baik. Jarinya menutup saat telapak tangannya disentuh dan
menggenggam cukup kuat.
4) Tonic neck (Refleks leher)
5) Baik. Peningkatan tonus otot pada lengan dan tungkai ketika bayi
menoleh ke satu sisi.
6) Refleks Moro / Kejut
7) Baik. Bayi merespon secara tiba – tiba suara atau gerakan yang
mengejutkan baginya.
8) Reflek Babinski
Cukup baik. Gerakan jari-jari mencengkram saat bagian bawah kaki
diusap.
f. Riwayat Imunisasi
Bayi belum mendapatkan imunisasi.

17
g. Pemenuhan Kebutuhan Dasar
1) Oksigen
Kebutuhan Oksigen : O2 ruangan
2) Cairan
a) Kebutuhan cairan dalam 24 jam :

Tgl 19 : Diet OGT ASI/SF 8x65-70cc

Tgl 20 : IVFD CN 10% + CaGluc 10% 3cc + KCl 7,4% 3cc

Diet OGT ASI/SF 8 x 65-70 cc

Tgl 21 : IVFD CN 10% + CaGluc 10% 3cc + KCl 7,4% 3cc

Diet OGT ASI/SF 8 x 65-70 cc

b) Jenis cairan yang diberikan :

Infuse CN 10%, CaGluc 10%, KCl 7,4%, ASI, dan SF

Cara/rute pemberian : Per oral (OGT) dan melalui infus

Output : ± 400 cc

Intake : tgl 19 :, SF 8 x 65-70 cc

tgl 20 :IVFD, 8 x 65-70 cc

tgl 21 : IVFD, 8 x 65-70 cc

3) Nutrisi
Bentuk atau jenis nutrisi yang diberikan : Cair (ASI dan SF)
Cara pemberian : per oral (OGT)
Frekuensi : tgl 19 : 8 x 65-70 cc
tgl 20 : 8 x 65-70cc
tgl 21 : 8 x 65-70 cc

18
4) Eliminasi Urine
Volume urine : ± 300 cc @ pampers
Warna : Kuning jernih
Frekuensi : ± 3-4 x/hari
Cara BAK : Spontan
Kelainan pemenuhan BAK : Tidak ada
5) Eliminasi Alvi
Volume feses : ± 100 cc @ pampers
Warna : Kuning
Frekuensi : 1-2 x/hari
Konsistensi : Cair
Darah / lendir : Tidak ada
6) Pola Istirahat
Jumlah jam tidur dalam 24 jam : ± 16-18 jam
Kualitas tidur : Sering terbangun dan rewel
h. Pemeriksaan Penunjang
Hasil Laboratorium Patologi Klinik
Tanggal 20 Mei 2014
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan Dewasa Normal
HEMATOLOGI
Hemoglobin (HGB) 15,60 g/dL 11, 4 – 15, 1
Eritrosit (RBC) 4,33 4,0 – 5, 0
Leukosit (WBC) 17,70 103 ML 4,7 – 11, 3
Hematokrit 45,00 % 38 – 42
Trombosit (PLT) 30,6 103 ML 142 – 424
MCV 93,20 fL 80 – 93
MCH 32,30 Pg 27 – 31
MCHC 34,70 g/dL 32 – 36
RDW 16,20 % 11,4 – 14, 5
DDW 19,0 fL 9–3
MPV 12,9 fL 7,2 – 11,1
P – LCR 45,6 % 15,0 – 25, 0
PCT 0,39 % 0,150 – 0,400
Hitung jenis
 Eusinofil 0,2 % 0–4

19
 Basofil 0,3 % 0 -1

 Neutrofil Stabil 0,0 %

 Neutrofil 45,8 % 51 – 67

 Limfosit 33,1 % 25 – 33

 Monosit 20,6 % 2-5

 Lain-lain -

Evaluasi Hapusan
Darah
Eritrosit normokrom
Anisositosis
Leukosit Kesan jumlah meningkat
Trombosit Kesan jumlah dan morfologi normal

2. Analisa Data
Nama Pasien : By. A
Umur : 13 Hari
No. Registrasi : 11175670
NO Data Etiologi Masalah
1 DS : - Kegagalan sel Hambatan rasa
DO :
neural pada masa nyaman
 Keadaan umum cukup
 Pasien rewel embrio
 wajah grimace
 Pasien sering menangis
 Bising usus 5x/menit
 Distensi abdomen (+) Sel geglion colon
 TTV
Nadi :120x/menit tidak ada atau
Suhu :36,20C sedikit
RR : 50x/menit

Control kontraksi
dan rileksasi
peristaltik
abnormal

20
Peristaltik
menurun

Akumulasi benda
padat , gas dan
cair

Obstruksi di
kolon

Obstruksi di
kolon

DistensiAbdomen

Nyeri

Hambatan rasa
nayaman

2 DS : - Tidak adanya Resiko


DO : kekurangan
segmen
 Keadaan umum cukup volume cairan
 Kulit klian berwarna aganglionic
kuning

21
 Mukosa bibir kering
 Klian muntah saat minum Peristaltik
 aganglionik sepanjang
segmen rectosigmoid Abnormal
 Hasil lab leukosit 44,35
103/µL
 TTV obtruksi parsial
Suhu :36,20C
Nadi :120x/menit
RR :50x/menit refruks pasial

muntah

resiko kekurangan
volume cairan

DS : - Imatur fungsi, Hipotermi


DO :
3 lemak coklat
-Keadaan umum cukup
-demam (-) sedikit, kulit tipis
-Pasien rewel
-Pasien sering menangis
-akral dingin Jaringan lemak
-TTV
subkutan tipis
Suhu :36,20C
Nadi :120x/menit
RR :50x/menit
Meningkatnya
kehilangan panas

Ketidakefektifan
termogulasi:
hipotermi

3. Diagnosa
a. Hambatan rasa nyaman b.d distensi andomen
b. Hipotermi b.d jaringan lemak subkutan tipis sehingga meningkatnya
keilangan panas

22
c. Resiko kekurangan volume cairan b..d muntah
4. Intervensi Keperawatan
Rencana Keperawatan
No Diagnosa
Tujuan (Noc) Intervensi (Nic)
keperawatan
1 Hambatan rasa Setelah diberikan asuhan Nic label : manajemen nyeri
nyaman keperawatan 3x24 jam diharapkan Definisi:pengurangan atau
berhubungan dengan kriteria hasil : reduksi nyeri sampai pada
dengan gejala a. Noc Label: Status tingkat kenyamanan yang
terkait penyakit Kenyamanan: Fisik dapat diterima oleh pasien .
DS : - Definisi : Kenyamanan fisik yang Aktifitas :
DO : berkaitan dengan sensasi tubuh dan  Lakukan pengkajian nyeri
 Keadaan mekanisme homeostatis komprehensif yang
umum cukup Indikator Awal Target meliputi lokasi,
 Pasien rewel
Kontrol karakteristik, onset/durasi,
 wajah
grimace terhadap gejala frekuensi, kualitas,
 Pasien sering Kesejahteraan intensitas atau beratnya
menangis nyeri dan fajktor pencetus
fisik
 Bising usus
5x/menit Intake makanan  Observasi adanya
 Distensi Intake cairan petunjuk nonverbal
abdomen (+) Tingkat energi mengenai ketidak
 TTV
Suhu tubuh nyamanan terutama pada
Nadi
:120x/menit Kepatenan jalan mereka yang tidak dapat
Suhu : napas berkomunikasi secara
36,20C
Perasaan sulit efektif
RR :
50x/menit bernafas  Pastikan perawatan
Inkontinensi analgesik bagi pasien
urin pasien dilakukan dengan
Inkontinensi pemantauan yang ketat
usus  Evaluasi pengalama nyeri
di masa lalu yang meliputi

23
Muntah riwayat nyeri kronik
Kostipasi individu atau keluarga
atau nyeri yang
menyebabkan
disability/ketidakmampua
n/kecacatan dengan tepat
 Pertimbangkan tipe dan
sumber dan sumber nyeri
ketika memilih strategi
penurunan nyeri
 Gunakan tindakan
pengontrol nyeri sebelum
nyeri bertambah berat

2 Hipotermi b.d Setelah dilakukan tindakan Monitor TTV


jaringan lemak kepeerawatan selama 3 x 24 jam Definisi
subkutan tipis diharapkan hipotermia teratasi Pengumpulan dan analisis
sehingga dengan KH : data kardiovaskuler,
kahilangan TTV pernapasan, dan suhu tubuh
panas d.d : Definisi untuk menentukan dan
Tingkat suhu, denyut nadi, menceah komplikasi
DS : -
respirasi, dan tekanan darah  Monitor tekanan
DO : beradah dalam kisaran nomal darah, suhu dan
-Keadaan umum Data Awal Target status pernapasan
cukup
Suhu tubuh 3 5 Manajemen lingkungan
-demam (-) Denyut nadi 5 5 Definisi

-Pasien rewel radikal Manipulasi lingkungan


RR 4 5 pasien untuk kepentingan
-Pasien sering
menangis terapi, daya tarik sensorik
Termogulasi : bayu baru lahir dan kesejahteraan psikologis
-akral dingin

24
-TTV Definisi  Sesuaikan suhu

Suhu :36,20C Keseimbangan antara produksi lingkungan dengan


panas, mendapatkan panas, dan kebutuhan pasien
Nadi
:120x/menit kehilangan panas, selama 28 hari jika suhu tubih
pertama setelah dilahirkan berubah
RR :50x/menit
Data Awal Target Pemberian nutrisi total
Suhu tidak 3 5 parenteral
stabil Definisi
Hipotrmia 3 5 Pemberian nutrisi memalui
Kegelisahan 2 5 intravena serta pemantauan
respon pasien
 Pastikan insersi
intravena cukup
paten untuk
pemberian nutrisi
intravena (misalnya
pemasangan infus
sentral, pemasangan
infus diarea perifer
hanya disrankan
pada pasien
diresepkan untuk
mendaptkan nutrisi
total parenteral
kurang dari 2 mnngu
 Gunakan infus
sentral cairan yang
hyperosmolar atau
nutrisi berkalori
tinggi (seperti 10%

25
dokstrosa, 2% asam
amino dengan
penambhan standar)
 Yakinkan cairan
nutrisi total
parenteral yang
dimasukan bukan
melalui infus sentral
mempunyai
osmolaritas < 900
mOsm/L

3. Resiko Setelah dilakukan tindakan Monitor TTV


kekurangan keperawatan selama 3x24 jam Definisi
volume caiarn diharapkan resiko kekurang cairan Pengumpulan dan analisis
b.d munta d.d: dapat diatasi dengan KH : data kardiovaskuler,
Keparahan mual dan muntah pernapasan, dan suhu tubuh
DS : -
Definisi: untuk menentukan dan
DO : Keparahan dari tanda gejala mual, mencegah komplikasi
 Keadaan muntah-muntah dan muntah  Monitor tekanan
umum cukup Data Awal Target darah, suhu dan
 Kulit klian
Frekuensi mual 3 5 status pernapasan
berwarna
kuning Frekuensi 3 5 Manajemen nutrisi
 Mukosa bibir muntah Definisi :
kering
Status nutrisi : Asupan makanan Pengumpulan dan analisa
 Klian muntah
saat minum dan cairan data pasien yang berkaitan
 aganglionik Definisi dengan asupan nutrisi
sepanjang
Jumlah makanan dan cairan yang  Monitor turgor kulit
segmen
rectosigmoid

26
 Hasil lab masuk kedlam tubuh lebih dari dan mibilitas
leukosit 44,35 suatu priode 24 jam  Identifikasi
103/µL
Data Awal Target abnormalitas kulit
 TTV
Asupan 4 5  Monitor adanya
0
Suhu :36,2 C
cairan oral mual dam muntah
Nadi Asupa cairan 4 5  Monitor adanya
:120x/menit
intravena warna pucat,
RR kemerahan, dan
:50x/menit
jaringan konjungtiva
yang kering
 Identifikasi
ketidaknormalan
dalam rongga
mulut(bibir kering,
mukosa kering)
Terapi intravena
Definisi :
Pemberian dan monitor
cairan intravena dan
pengobatan
 Verifikasi untuk
terapi IV
 Periksa tipe cairan,
jumlah, kadaluarsa,
karakteristik a\dari
cairan dan tingkat
merusak pada
container
 Lakukan 5 benar
prinsip

27
 Berikan cairan IV
sesuai yang
diresepkan dan
monitor untuk
hasilnya

28
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hirschsprung atau mega kolon adalah penyakit yang disebabkan oleh
tidak adekuatnya motilitas pada usus sehingga tidak ada evakuasi usus
spontan dan tidak mampunya spinkter rektum berelaksasi. Kelainan
Hirschsprung terjadi karena adanya permasalahan pada persarafan usus besar
paling bawah, mulai anus hingga usus di atasnya. Biasanya bayi akan bisa
BAB karena adanya tekanan dari makanan setelah daya tampung di usus
penuh. Tetapi pada hirschsprung ini tidak baik bagi usus bayi. Penumpukan
yang terjadi berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan akan
menimbulkan pembusukan yang lama kelamaan dapat menyebabkan adanya
radang usus hingga kanker usus.
Menurut beberapa teori penyebab penyakit ini belum diketahui, namun
ada juga beberapa teori menjelaskan penyebabnya. Maka, di karenakan
penyakit ini kebanyakan menyerang neonatus, pada saat ibu hamil harus
mengonsumsimakanan dan minuman yang mengandung nutrisi serta menjaga
kondisi ibu selama masa kehamilan.
Pemeriksaan dapat dilakukan dengan pemeriksaan radiologi dan
pemeriksaan foto abdomen tegak. Pengobatan dapat dilakukan dengan
pembedahan seperti kolostomi, biopsi otot rektum, dan barium enema.
Pencehan pada penyakit hisprung diutamakan pada pencegahan primer yaitu
lebih ditujukan kepada ibu pada masa kehamilan. ibu hamil yang
kandungannya menginjak usia tiga bulan disarankan berhati-hati terhadap
obat-obatab, makanan yang diawetkan dan alkohol yang dapat memberikan
pengaruh terhadap kelainan tersebut. Pada tahap helth promotion ini, sebagai
pencegahan tingkat pertama (primary prevention) adalah perlunya perhatian
terhadap pola konsumsi sejak dini terutama sejak masa awal kehamilan.
Meghindari konsumsi makanan yang bersifat karsinogenik, mengikuti

29
penyuluhan mengenai konsumsi gizi seimbang serta olah raga dan istirahat
yang cukup
B. Saran
Dengan terbentuknya makalah tentang hirschsprung dan asuhan
keperawatan ini diharapkan kepada para pembaca mampu untuk memahami
dan mempelajari materi ini dengan baik.

30
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, Gloria M dkk (ed). 2016. Nursing Interventions Clasification (NIC)


Edisi Ke-6.Yogyakarta :ELSEVIER.

Dermawan, Deden dkk. 2010. Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan.


Yogyakarta: Goysen Publishing

Hidayat A.Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta :


Salemba Medika

Kartono, Darmawan. 2004. Penyakit Hirschsprung. Jakarta : Sagung Seto

Sodikin. 2012.Keperawatan Anak;Gangguan Pencernaan. Jakarta : EGC.

Sodikin. 2011. Asuhan Keperawatan Anak: Gangguan Sistem Gastrointestinal &


Hepatobilier. Jakarta : Salemba Medika

Taylor, Cynthia. M dan Ralph, Sheila, Aparks. 2013. Diagnosa Keperawatan:


Dengan Rencana Asuhan Keeprawatan, Edisi 10. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.

Moorhead, Sue dkk (ed.). 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC) Edisi
Ke-5. Yogyakarta :ELSEVIER.

Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosis NANDA, Intervensi NIC,


Kriteria Hasil NOC. Ed. 9. Jakarta: EGC.

31
32

Anda mungkin juga menyukai