Makalah Penyakit Turunan Diabetes Melitus Pada Manusia
Makalah Penyakit Turunan Diabetes Melitus Pada Manusia
Puji syukur Alhamdulillah saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
banyak nikmatnya kepada penulis sehingga atas berkat dan rahmat serta karunia-Nyalah penulis
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Penyakit Turunan Diabetes Melitus pada
Manusia ini sesuai dengan waktu yang direncanakan.
Terima kasih juga disampaikan kepada guru pembimbing Biologi yang telah memberikan
kesempatan bagi saya untuk mengerjakan tugas ini, sehingga saya menjadi lebih mengerti dan
memahami tentang Penyakit Turunan Diabetes Melitus pada Manusia. Tak lupa saya juga
mengucapkan terima kasih yang sebesar -besarnya kepada seluruh pihak yang baik secara
langsung maupun tidak langsung telah membantu dalam upaya penyelesaian makalah ini baik
mendukung secara moril maupun materil.
Ibarat pepatah “Tak ada gading yang tak retak”, maka begitu pulalah dengan halnya
makalah ini, walaupun penyusun telah berusaha semaksimal mungkin, akan tetapi penulis
menyadari bahwa masih banyak terdapat kesalahan, kekurangan, dan kekhilafan dalam
penyusunan makalah ini. Untuk itu, saran dan kritik tetap saya harapkan demi perbaikan makalah
ini kedepan. Akhir kata, saya berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Terima
Kasih.
1
DAFTAR ISI
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes melitus merupakan suatu penyakit gangguan metabolik kronik yang ditandai
dengan hiperglikemik, disebabkan oleh tidak diproduksinya insulin karena efek pada sel-sel beta
pankreas atau tidak efektifnya kerja insulin di jaringan dan merupakan suatu penyakit menahun
yang disebabkan oleh faktor-faktor bawaan/keturunan, dimana faktor genetik dan gaya hidup
berpengaruh bersama-sama pada timbulnya penyakit ini (DepKes, 2008). .
Pasien Diabetes di Indonesia mengalami kenaikan dari 8,4 juta pada tahun 2000 hingga
21,3 juta pada tahun 2030, menurut prediksi World Health Organization (WHO). Selain itu,
berdasarkan data International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2002, Indonesia
menempati urutan keempat dengan jumlah pengidap diabetes terbesar di dunia setelah India,
Cina, dan Amerika Serikat. Pada tahun 2025 diperkirakan pengidap Diabetes meningkat menjadi
12,4 juta jiwa dari total penduduk dengan pengidap diabetes pada tahun 1995 terdapat 4,5 juta
dari prevalensi 8,6% dari total penduduk.
Prevalensi dari seluruh kasus DM sebagian besar adalah pasien DM tipe II. Hal ini dapat
dibuktikan dengan persentase penderita Diabetes melitus tipe II mencapai 90-95% dari
keseluruhan populasi penderita Diabetes serta umumnya berusia di atas 45 tahun, tetapi akhir-
akhir ini penderita DM tipe II di kalangan remaja dan anak-anak populasinya meningkat. Hal ini
kemungkinan disebabkan oleh perubahan pola hidup masyarakat
Walaupun Diabetes mellitus merupakan penyakit kronik yang tidak menyebabkan
kematian secara langsung, tetapi dapat berakibat fatal bila pengelolaannya tidak tepat.
Pengelolaan DM memerlukan penanganan secara multidisiplin yang mencakup terapi non-obat
dan terapi obat.
B. Tujuan
1) Tujuan Umum
Masyarakat di sekitar bias tahu bahawa pentingnya menjaga kesehatan dari
berbagai macam penyakit, terutama penyakit Diabetes Melitus, mulai dari
pencegahannya, tipe – tipe Diabetes Melitus, dan cara mengatasi penyakit ini.
2) Tujuan Khusus
Siswa/siswi bisa mengetahui mekanisme terjadinya Penyakit Diabetes Melitus,
virus – virus yang menyebabkan penyakit Diabetes Melitus (DM) terjadi, dan lain – lain.
3
C. Rumusan Masalah
BAB II
PEMBAHASAN
Pada tahun 1552 sebelum masehi, di Mesir dikenal penyakit yang ditandai dengan sering
kencing dan dalam jumlah yang banyak ( yang disebut : Poliurial ), dan penurunan berat badan
yang cepat tanpa disertai rasa nyeri. Kemudian pada tahun 400 sebelum masehi, penulis India
sushratha menamakan penyakit tersebut : penyakit kencing madu ( honey urine disease ).
Akhirnya, Aretaeus pada tahun 200 sebelum masehi adalah orang yang pertama kali
memberi nama : Diabetes, berarti “mengalir terus”, dan Mellitus berarti “manis”. Disebut
Diabetes, karena selalu minum dan dalam jumlah banyak ( Polidipsia ), yang kemudian
“mengalir” terus berupa air seni ( urine ); disebut Mellitus karena air seni penderita ini
mengandung gula ( manis ).
Pada dasarnya, Diabetes Mellitus (DM) atau penyakit kencing manis disebabkan hormon
INSULIN penderita tidak mencukupi, atau tidak dapat bekerja normal, sedangkan hormon
insulin tersebut mempunyai peranan utama untuk mengatur kadar glukosa ( = gula ) didalam
darah sekitar 60 – 120 mg/dl waktu puasa dan di bawah 200 mg/dl pada dua jam sesudah makan.
Sejak ditemukan hormon insulin pada tahun 1921 oleh Banting dan Best di Kanada, maka angka
kematian dan keguguran ibu-ibu diabetes yang hamil makin berkurang. Akhirnya pada tahun
1954 Franke dan Fuchs mencoba tablet OAD ( Obat Anti Diabetes ) pada manusia, yang
akhirnya temuan OAD ini berkembang pesat dengan berbagai jenis dan indikasi penggunaanya.
Diabetes Melitus merupakan suatu penyakit gangguan metabolik kronik yang ditandai
dengan hiperglikemik, disebabkan oleh tidak diproduksinya insulin karena efek pada sel-sel beta
pankreas atau tidak efektifnya kerja insulin di jaringan dan merupakan suatu penyakit menahun
yang disebabkan oleh faktor-faktor bawaan/keturunan. Dimana faktor genetik dan lingkungan
berpengaruh bersama-sama pada timbulnya penyakit ini.
4
Insulin merupakan hormon metabolik utama. Insulin diperlukan untuk:
Kriteria yang digunakan untuk diagnosis laboratorium diabetes mellitus adalah sebagai
berikut:
1) Konsentrasi glukosa plasma vena puasa (semalam) 126 mg/dL atau lebih dari satu
kali pemeriksaan
2) Gejala klinis diabetes dan kadar glukosa sewaktu 200 mg/dL atau lebih
3) Setelah ingesti 75 g glukosa, konsentrasi glukosa plasma vena 2 jam 200 mg/dL
atau lebih.
Diabetes melitus secara umum terjadi karena adanya proses patogenesis. Ini bersamaan
dengan rusaknya autoimun pada sel beta di pankreas yang menyebabkan berkurangnya produksi
insulin hingga menjadi abnormal yang menghasilkan resistensi terhadap kerja insulin. Dasar dari
ketidaknormalan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein pada penderita diabetes merupakan
akibat dari berkurangnya kerja insulin pada jaringan. Berkurangnya hasil kerja insulin adalah
dari tidak cukupnya sekresi insulin dan atau kurangnya respon jaringan terhadap insulin dalam
jalur kompleks kerja hormon. Penurunan sekresi insulin dan resistensi kerja insulin sering terjadi
pada pasien yang sama, dan itu menjadi tidak jelas apa kelainannya, jika hanya salah satu saja,
penyebabnya adalah hiperglikemia.
Gejala hiperglikemia meliputi poluria, polidipsia, penurunan berat badan, kadang dengan
polipagia, dan penglihatan kabur. Melambatnya pertumbuhan dan kerentanan terhadap infeksi
tertentu juga dapat menyertai penderita hiperglikemia kronik. Bahayanya, ancaman hidup dari
akibat diabetes adalah hiperglikemia dengan ketoasidosis atau sindrom hiperosmolar nonketotik.
Komplikasi jangka panjang dari diabetes meliputi retinopati dengan potensi hilangnya
penglihatan; nefropati yang menyebabkan gagal ginjal; neuropati perifer dengan risiko ulkus
kaki, amputasi, dan sendi Charcot, dan neuropati otonom yang menyebabkan gejala
gastrointestinal, Genitourinari, kardiovaskuler dan disfungsi seksual. Glikasi protein jaringan dan
makromolekul lainnya serta kelebihan produksi senyawa poliol dari glukosa adalah salah satu
mekanisme berpikir untuk menghasilkan kerusakan jaringan dari hiperglikemia kronis. Pasien
dengan diabetes memiliki peningkatan komplikasi atherosklerosis, pembuluh darah perifer, dan
penyakit serebrovaskular. Hipertensi, kelainan metabolisme lipoprotein, dan penyakit
periodontal sering ditemukan pada penderita diabetes. Dampak emosional dan sosial diabetes
dan tuntutan terapi dapat menyebabkan disfungsi psikososial yang signifikan pada pasien dan
keluarganya.
5
D. Klasifikasi Penyakit Diabetes Melitus
6
menunjukkan peningkatan konsentrasi glukosa darah dan hemoglobin terglikasi, biasanya
berhubungan dengan dislipidemia. Sekresi insulin residual berarti bahwa seseorang dengan
diabetes tipe II tidak mengalami ketoasidosis diabetic, walaupun pasien tersebut dapat datang
dengan kegawatan yaitu dengan koma hiperosmolar non-ketotik (hyperosmolar non-ketotik
coma, HONK) yang di induksi oleh hiperglikemia berkepanjangan serta dehidrasi dan
hipernatremia. Pasien ini membutuhkan tatalaksana yang ketat dengan penggantian caiaran dan
dan insulin dosis kecil untuk mengembalikan status euvolemia dan euglikemia sebelum
menjalankan perubahan pola makan dan terapi hipoglikemik oral.
Diabetes melitus tipe II merupakan penyakit yang jumlahnya semakin naik sehubungan
dengan peningkatan obesitas pada populasi. Penyebab Diabetes Melitus tipe II adalah Gangguan
toleransi glukosa merupakan kondisi penting dengan resiko tinggi menjadi DM tipe II dan
memiliki resiko penyakit makrovaskuler lebih tinggi di bandingkan populasi normal.
Pathogenesis diabetes tipe II jauh lebih sedikit diketahui meskipun tipe ini merupakan
yang tersering di temukan. Pada tipe ini, faktor genetik berperan lebih penting di banding dengan
pada diabetes tipe 1A. penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa diabetes tipe II tampaknya
terjadi akibat sejumlah defek genetik, masing-masing memberi konstribusi pada resiko dan
masing-masing juga di pengaruhi oleh lingkungan.
Dua defek metabolic yang menandai Diabetes melitus tipe II adalah gangguan sekresi
insulin pada sel beta dan ketidakmampuan jaringan perifer berespon terhadap insulin (resistensi
insulin).
7
3) Diabetes Melitus tipe III
Diabetes melitus gestasional adalah keadaan intoleransi karbohidrat yang memiliki
awitan atau pertama kali ditemukan pada kehamilan.
a. Semua ibu hamil dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan untuk melihat adanya
diabetes melitus gestasional, namun waktu dan jenis pemeriksaannya bergantung
pada faktor risiko yang dimiliki ibu.
b. Faktor risiko diabetes melitus gestasional meliputi: obesitas, adanya riwayat diabetes
melitus gestasional sebelumya, glukosuria, adanya riwayat keluarga dengan diabetes,
abortus berulang, adanya riwayat melahirkan dengan cacat bawaan atau bayi >4000
gram, dan adanya riwayat preeklampsia.
c. Pasien dengan faktor risiko tersebut perlu diperiksa lebih lanjut sesuai standar
diagnosis diabetes melitus di kunjungan antenatal pertama. Diagnosis diabetes
melitus ditegakkan bila kadar glukosa darah sewaktu >200 mg/dl (disertai gejala
klasik hiperglikemia) ATAU kadar glukosa darah puasa >126 mg/dl ATAU kadar
glukosa 2 jam setelah TTGO >200 mg/dl ATAU kadar HbA1C >6,5%. Hasil yang
lebih rendah perlu dikonfirmasi dengan melakukan pemeriksaan TTGO di usia
kehamilan antara 24-28 minggu.
d. Pemeriksaan konfirmasi dan pemeriksaan untuk ibu hamil tanpa faktor risiko
dilakukan pada usia kehamilan 24-28 minggu, dengan cara sebagai berikut:
1. Minta ibu untuk makan makanan yang cukup karbohidrat selama 3 hari,
kemudian berpuasa selama 8-12 jam sebelum dilakukan pemeriksaan.
2. Periksa kadar glukosa darah puasa dari darah vena di pagi hari, kemudian
diikuti pemberian beban glukosa 75 gram dalam 200 ml air, dan pemeriksaan
kadar glukosa darah 1 jam lalu 2 jam kemudian.
3. Diagnosis diabetes melitus gestasional ditegakkan apabila ditemukan.
1.Kadar gula darah puasa > 92 mg/dl, ATAU
2.Kadar gula darah setelah 1 jam > 180 mg/dl, ATAU
3.Kadar gula darah setelah 2 jam > 153 mg/dl
1. Gejala Diabetes
Gejala merupakan hal-hal yang dirasakan dan dikeluhkan penderita, sedangkan tanda-
tanda berarti keadaan yang dapat dilihat pada pemeriksaan badan.
8
haus sehingga orang ingin selalu minum yang dingin, manis, dan segar dalam
jumlah yang banyak.
b) Nafsu makan meningkat (polifagi) dan merasa kurang tenaga
insulin yang bermasalah maka pemasukan gula ke dalam sel-sel tubuh kurang
sehingga enenrgi yang di bentuk juga berkurang. Inilah sebabnya orang merasa
kurang tenaga sehingga ingin meningkatkan asupan makanan.
2. Komplikasi Diabetes
Morbiditas yang berkaitan dengan kedua tipe Diabetes kronis terjadi akibat
komplikasi seperti mikropati (pembuluh darah), retinopati (retina), nefropati (ginjal),
neuropati (saraf), dan percepatan aterosklerosis (arteri). Komplikasi jangka panjang
yang terjadi pada penderita diabetes sebagian besar diakibatkan oleh gangguan
metabolisme terutama hiperglikemia.
Komplikasi jangka panjang pada Diabetes melitus termasuk retinopati yang
berpotensi menghilangkan penglihatan, nefropati yang menyebabkan gagal ginjal,
neuropati perifer dengan resiko borok pada kaki, charcot joint, dan neuropati otonom
yang menyebabkan gejala gangguan pada saluran pencernaan, saluran urogenital, dan
jantung dan gangguan seksual.
1. Tujuan pengobatan
. Tujuan utama pengobatan Diabetes Melitus adalah secara konsisten
menormalkan kadar glukosa yang minimum.
The American Diabetes (ADA) merekomendasikan beberapa parameter yang
dapat digunakan untuk menilai keberhasilan penatalaksanaan Diabetes.
9
Tekanan darah <130/80 mmHg
10
Insulin masa kerja
panjang (long-acting 4-6 14-20 24-36
insulin)
Keterangan : untuk tujuan terapi, dosis insulin di nyatakan dalam unit internasional (UI). Satu UI
merupakan jumlah yang diperlukan untuk menurunkan kadar gula darah kelinci sebanyak 45
mg%. sediaan homogeny Human Insulin mengandung 25-30 UI/mg.
2) Terapi Obat Hipoglikemik Oral
Obat-obat hipoglikemik oral terutama ditujukan untuk membanntu penanganan
pasien DM Tipe II. Pemilihan obat hipoglikemik oral yang tepat sangat menentukan
keberhasilan terapi diabetes. Bergantung pada tingkat keparahan penyakit dan kondisi
pasien.
a. Penggolongan Obat Hipoglikemi Oral
Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat-obat hipoglikemik oral dapat dibagi menjadi 3
golongan,yaitu:
1. Obat-obat yang meningkatkan sekresi insulin, meliputi obat hipoglikemik oral
golongan sulfonilurea dan glinida (meglitinida dan turunan fenilalanin).
2. Sentisiser insulin (obat-obat yang dapat meningkatkan sensitifitas sel terhadap
insulin), meliputi obat-obat hipoglikemik golongan biguanida dan tiazolidindion,
yang dapat membantu tubuh untuk memanfaatkan insulin secara lebih efektif.
3. Inhibitor katabolisme karbohidrat, antara lain inhibitor α-glukosidase yang bekerja
menghambat absorpsi glukosa dan umum digunakan untuk mengendalikan
hiperglikemia Post-prandial (post-meal hyperglycemia). Disebut juga “starch-
blocker”.
a) Golongan sulfonylurea
Obat-obat golongan ini bekerja merangsang sekresi insulin di pangkreas, oleh
karena itu hanya efektif apabila sel-sel β langerhans pancreas masih dapat
berproduksi. Contoh senyawa dari golongan ini adalah gliburida/glibenklamid,
glipzida, glikazida, glimepirida, glikuidon.
b) Golongan meglitinida dan turunan fenilamin
Obat-obat hipoglikemik oral golongan glinida ini merupakan obat hipoglikemik
generasi baru yang cara kerjanya mirip dengan golongan sulfonylurea. Kedua
golongan senyawa hipoglikemik oral ini bekerja meningkatkan sintesis dan
sekresi insulin oleh kelenjar pankreas. Umumnya senyawa obat hipoglikemik
golongan meglitinida dan turunan fenilamin ini dipakai dalam bentuk kombinasi
dengan obat-obat antidiabetik lainnya.
c) Golongan biguanida
Obat hipoglikemik oral golongan biguanida bekerja langsung pada hati (hepar),
menurunkan produksi kerja glukosa hati. Senyawa-senyawa golongan biguanida
tidak merangsang sekresi insulin, dan hampir tidak pernah menyebabkan
11
hipoglikemia. Contoh obat golongan biguanida yang di pakai sebagai obat
hipoglikemik oral adalah metformin.
d) Golongan tiazolidindion (TZD)
Senyawa golngan tiazolidindion bekerja meningkatkan kepekaan tubuh terhadap
insulin dengan jalan berikatan terhadap PPARγ (peroxisome proliferator
activated receptor-gamma) di otot, jaringan lemak, dan hati untuk menurunkan
resistensi insulin. Senyawa-senyawa TZD juga menurunkan kecepatan
glikoneogenesis. Obat-obat yang biasanya digunakan untuk golongan TZD
adalah Rosiglitazon dan Pioglitazon.
e) Golongan inhibitor α-glukosidase
Senyawa-senyawa inhibitor α-glukosidase bekerja menghambat enzim alfa-
glukosidase yang terdapat pada dinding usus halus. Inhibisi kerja enzim ini
secara efektif dapat mengurangi pencernaan karbohidrat kompleks dan
absorpsinya, sehingga dapat mengurangi peningkatan kadar glukosa post
prandial pada penderita diabetes. Obat-obat inhibitor α-glukosidase dapat
diberikan sebagai obat tunggal atau dalam bentuk kombinasi dengan obat
hipoglikemik lainnya. Obat ini umumnya di berikan dengan dosis awal 50 mg
dan di naikkan secara bertahap hingga 150-600 mg/hari. Dan dianjurkan untuk
memberikannya bersama suapan pertama setiap kali makan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Diabetes melitus merupakan suatu penyakit gangguan metabolik kronik yang ditandai
dengan hiperglikemik, disebabkan oleh tidak diproduksinya insulin karena efek pada sel-sel beta
pankreas atau tidak efektifnya kerja insulin di jaringan dan merupakan suatu penyakit menahun
yang disebabkan oleh faktor-faktor bawaan/keturunan, dimana faktor genetik dan gaya hidup
berpengaruh bersama-sama pada timbulnya penyakit ini.
Farmasis memiliki peran yang sangat penting dalam keberhasilan penatalaksanaan
diabetes. Memberikan pelayanan kefarmasian secara paripurna melalui berbagai kegiatan yang
mendukung terapi diabetes yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien, antara lain
dengan melakukan monitoring dan mengevaluasi keberhasilan terapi, memberikan rekomendasi
terapi, memberikan pendidikan dan konseling dan bekerja sama erat dengan pasien dalam
penatalaksanaan diabetes sehari-hari, merupakan salah satu tugas profesi kefarmasian.
12