Anda di halaman 1dari 8

BAB 1

5. JENIS-JENIS CAIRAN PENGGANTI

A. Cairan Kristaloid

Cairan atau larutan kristaloid merupakan larutan yang cukup banyak tersedia pada pelayanan
kesehatan dan cukup sering digunakan pada klinis. Cairan kristaloid adalah larutan elektrolit dan
atau dekstrosa dengan air sebagai pelarutnya yang tidak mengandung molekul dengan partikel
berukuran besar.

Beberapa kristaloid yang sering digunakan adalah cairan NaCi 0,9%, ringer laktat dan ringer
asetat. Cairan kristaloid ini cukup baik untuk terapi awal kekurangan cairan atau hipovolemia
karena lebih banyak tersedia, murah, mudah dipakai dan tidak menyebabkan reaksi alergi atau
anafilaksis.

Pada tabel 2-1 dapat dilihat jenis-jenis cairan kristaloid yang sering digunakan serta
perbandingan komposisi dan osmolaritas larutan tersebut.

Tabel 2-1. Perbandingan Komposisi Larutan Kristaloid Elektrolit

Nama Larutan Komposisi Elektrolit (mEq/L) Tekanan


Osmotik Total
Na+ K+ Cl– Ca+² HCO³–
(mOsm/L)

NaCl 0,9% 154 - 154 - - 308

Inget Laknat (RL) 130 4 109 3 28 273

Inget Asetat 130 4 109 3 28 273

Cairan NaCl 0,9% isotonis merupakan cairan yang baik untuk penatalaksanaan awal hipovolemia
yang disertai dengan kekurangan natrium dan klorida (hipovolemia, hiponatremia dan
hipokhloremia) atau gangguan keseimbangan asam-basa alkalosis metabolik. Sedangkan larutan
ringer laktat (RL) ataupun ringer asetat dapat diberikan dengan lebih aman daripada cairan NaCl
isotonis dan dalam jumlah besar kepada pasien dengan kondisi hipovolemia dengan asidosis
metabolik, kombustio ataupun sindroma syok, karena cairan ringer laktat merupakan cairan
isotonis yang paling mirip dengan cairan ekstraseluler tubuh.

Ringer asetat memiliki komposisi elektrolit utama yang sama dengan Ringer Laktat. Distribusi
cairan ini dalam tubuh juga sama dengan ringer laktat. Hal yang membedakannya adalah
tempat metabolisme akhir kompartemen cairan-cairan ini. Kompartemen laktat pada ringer
laktat dimetabolisme terutama di hepar dan sebagian kecil di ginjal. Laktat dimetabolisme akan
dikonversi menjadi bikarbonat oleh sel-sel hepar. Sedangkan asetat dimetabolisme terutama
pada hampir seluruh jaringan tubuh dengan otot. Oleh karena itu pemberian ringer asetat pada
terapi cairan intravena menjadi pilihan lebih baik pada gangguan fungsi hepar seperti sirosis dan
asidosis laktat karena tidak akan memperberat kerja sel-sel hepar.

Tabel 2-2 Distribusi Cairan Intervensi Setelah Pemberian Satu Jam

Cairan Persentase Distribusi

Plasma Inersisial Intrasel


(Intravaskuler)

NaCl 0,45 14% 57% 29%

NaCl 0,9% 20% 80% .

NaCl 1,8% 32% 128% -60%

Dekstrosa 5% (D5) 8,3% 33,3% 58,3%

Dekstran-40 10% 160% -26% -34%

Dekatkan-70 6% 130% -13% -17%

Albumin 5%r 100% . .

Ringer Laktat 20% 80% .

Meskipun cairan kristaloid lebih umum digunakan diakonia sebagai terapi cairan pengganti
tubuh, namun pemberian larutan kristaloid sebagai cairan tubuh yang hilang harus lebih banyak
dari jumlah cairan tubuh yang hilang tersebut. Meskipun cairan ternebut diberikan melalui jalur
parenteral (intravena) cairan tersebut tidaklah bertahan intravaskuler dalam waktu lama.
Sebagian besar cairan tersebut justru lebih banyak berpindah ke ruangan intersisial.
Perpindahan cairan kristaloid ini terjadi setelah setengah sampai satu jam dari waktu pemberian
cairan. Pemberian cairan kristaloid isotonis dan yang tidak mengandung glukosa tidak
mengalami perpindahan yang berarti ke dalam intraseluler, sehingga pemberian cairan kristaloid
tidak meningkatkan volume intraseluler. Pada tabel 2-2 dijelaskan perbandingan perpindahan
cairan pengganti dalam tubuh setelah pemberian satu jam.

Pemahaman distribusi cairan intravena tersebut sangat penting pada praktek klinis untuk
menenhakan jenis cairan yang tepat diberikan pada pasien sesual dengan jenis gangguan
kekurangan cairan yang
terjadi. Pengetahuan
ini juga penting untuk
menentukan perkiraan
kebutuhan cairannya.

Pada tabel 22 dapat dilihat


bahwa pemberian
koloid albumin 5% akan
bertahan semuanya
pada plasma, edangkan
NaC isotonis 0,9% hanya bertahan 20% saja di intravaskuler setelah pemberian satu jam. Lain
halnya juga dengan Nad hipertonis 1S bertahan didalam vaskuler sebanyak 32% dan sisanya ke
jaringan intenisial, namun dijaringan intersisial ia juga menarik cairan intraseluler ke intersisial
sebanyak 60% dari total cairan yang diberikan sehingga cairan ini tidak baik untuk dehidrasi
seluler dan kehilangan cairan insensibel. Berdasarkan farmakokinetik cairan tersebut dalam
tubuh setelah diberikan dalam satu jam, jika seseorang yang mengalami perdarahan
mendapatkan cairan infus intravena NaCl0,9% atau RL. sebanyak 1000 ml (2 kolf), hanya 20%
(200 ml) saja yang efektif sebagai pengganti cairan plasma atau intravaskuler. Sedangkan 800 ml
lainnya akan mengisi ruangan intersisial.

Sebaliknya cairan dektrose 5% dan NaC10,45% terdistribusi sebagian ke intersisial dan intrasel.
Jika seseorang mendapatkan infuse inravena dekstrose 5% sebanyak 1000 ml, maka setelah satu
jam hanya 83 ml yang bertahan di intravaskuler, 333 ml lainnya akan mengisi rungan intersisial
dan 583 ml akan masuk ke intra sel. Sehingga cairan ini baik digunakan kehilangan cairan
insensible tetapi tidak efektif sebagai pengganti cairan gangguan hipovolumia akibat
perdarahan.

Dengan memperhatikan distribusi semua jernis cairan kristaloid, pada hipovolemia berat perlu
diwaspadai adanya udem jaringan intersisial akibat pemberiannya yang berlebihan, meskipun
kekurangan cairan atau volume intravaskuler belum terpenuhi.

Pemberian cairan kristaloid sebagai cairan pengganti adalah lebih besar dari volume cairan
plasma yang hilang Untuk menentukan jumlah kebutuhan cairan yang akan diberikan dapat
menggunakan persaman 2-1.
Pv = Volume Plasma

Vs = Volume Distribusi di Intravaskuler

Misalnya seorang lelaki dewasa mengalami pendarahan akut sebanyak 400 NL, dengan berat
badan sebelumnya 600 kg. Jika diberikan NaCl 0,9% kebutuhan cairannya adalah :

- Volume plasma (Pv) pada lelaki dewasa adalah 5% dari komposisi tubuh atau dari berat badan
- 5% x 60 -3 Kg atau setara dengan 3 liter cairan (3000 ml).

- Volume distribusi (Vd) NaCI 0,9% pada intravaskuler adalah 20%, Vd-20% x 60 - 12Kg atau
setara dengan 12 liter (12.000 ml). Kebutuhan cairan NaCl - 400/ (3000/12000) = 400 /0,25 =
1600 ml.

B. Cairan Koloid

Koloid merupakan cairan pengganti yang mempurnyai molekul-molekul besar, sehingga sangat
sulit berpindah ke ekstravaskuler melalui dinding apuler dan dapat bertahan lama di dalam
plasma. Rata-rata waktu paruh Koloid adalah 3 hingga 6 jam, vang artinya setelah 3 atau 6 jam
sebanyak 50% cairan koloid tersebut masih tetap berada di intravaskuler sehingga sangat Daik
sebagai pengganti cairan pada hipovolemia. Secara umum koloid digunakan sebagai cairan
pengganti atau resusitasi pada syok hipovolemia hemoragik berat sebelum tersedia transfusi,
dan terapi cairan pada gangguan klinis yang disertai kekurangan protein plasma (hipovolemia)
seperti luka bakar. Beberapa koloid yang sering digunakan adalah albumin, dekstran, gelofusin
dan hemasel (haemaccel).

Sediaan cairan albumin sebagai cairan pengganti sangat efektif dalam mengembalikan volume
plasma. Pemberian albumin akan bertahan di intravaskuler dengan waktu paruh selama lebih-
kurang 16 jam, sehingga dapat memperbaiki hemodinamik dan bertahan dalam waktu yang
relatif lama. Cairan albumin yang tersedia adalah dalam bentuk cairan 5, 20, atau 25% yang
dilarutkan dalam larutan garam isotonic.
Dekstran adalah koloid sintetik yang merupakan cairan koloid polimer glukosa dengan
campurannya glukosa 5% dan NaCI 0,9%. Dekstran tersedia dalam beberapa macam sediaan
seperti dekstran 70 (6%) dan den dekstran-40 (10%). Secara ekonomis dekstran lebih
menguntungkan dibandingkan albumin karena ia dapat dibuat dengan mudah dan dengan biaya
produksinya maka harga dipasaran juga lebih murah dari albumin. Tetapi kemungkinan
terjadinya reaksi penolakan tubuh terhadap dekstran lebih tinggi

Gelofusin merupakan cairan gelatine suksinilat 4% dan mempunyai waktu paruh gelatine adalah
2 sampai 4 jam. Hemasel (haemaccel) merupakan cairan poligelin 3,5% yang merupakan cairan
koloid sintetik dari gelatin yang dicampurkan dengan larutan elektrolit. Waktu hemasel cukup
lama yakni sekitar 6 jam.

Meskipun secara teroritis koloid sangat baik sebagi pengganti cairan tubuh pada perdarahan
atau hipovolemia lainnya namun pada penggunaan klinis sangat perlu dipertimbangkan
berbagai faktor lain. Pemberian koloid dapat memberikan efek samping seperti penolakan oleh
tubuh atau reaksi alergi karena koloid mempunyai senyawa protein (peptide) atau polisakarida
yang tentu bersifat alergenik. Selain itu pertimbangan ekonomis juga sangat menentukan
karena harganya yang jauh lebih mahal dari cairan kristaloid.

Selain dari itu karena koloid bersifat hiperonkotik ia dapat memperberat gangguan ginjal yang
terjadi atau bahkan dapat menginduksi terjadinya gagal ginjal akut (acute renal failure: ARF)
yang disebut sebagai gagal ginjal akut hiperonkotik (hyperoncotic ARF). Induksi terhadap
terjadinya ARF ini terjadi melalui peningkatan tekanan osmotik koloid plasma yang tidak
terkompensasi oleh fungsi ginjal dengan tidak terjadinya filtrasi. Oleh karena itu pada pasien
yang mengalami hipovolemia atau dehidrasi yang hanya mendapatkan koloid hiperonkotik
dalam jumlah besar tanpa disertai dengan pemberian kristaloid sangat beresiko untuk
mengalami gagal ginjal akut hiperonkotik.

Pada Tabel 2-3 dapat dilihat perbandingan keunggulan dan kekurangan cairan kristaloid dan
koloid.

Faktor Cairan Kristaloid Cairan Koloid

Efek dan Perbaikan - Efek volume vaskular lebih - Peningkatan volume


Hemodinamik Intravaskuler/ plasma tanpa
lemah
disertai ekspansi volume
- Efek volume vaskular lebih intersisial
singkat, karena banyak dan
- Masa kerja atau
cepat berpindah ke ruang
peningkatan volume
intersisial
Intravaskuler lebih bertahan
lama

Efek Oksigenasi Perbaikan oksigenasi rendah Membantu perbaikan


oksigenasi jaringan lebih baik

Efek Samping Relatif tidak ada efek samping : - Efek Alergenik :

- Bebas reaksi penolakan tubuh/ Kemungkinan reaksi


anafilaksis anafilaksis

- Tidak menimbulkan reaksi - Kemungkinan terjadinya


koagulopati reaksi koagulopati/
pembekuan
- Tidak mengandung gagal ginjal
akut -Dapat melindungi gagal
ginjal akut

Penyimpanan Mudah dan dapat disimpan di Penyimpanan perlu suhu


suhu kamar tertentu

Ekonomis Harga murah Harga relatif mahal

Tempat Mendapatkan Lebih banyak tersedia, hampir Lebih sulit didapatkan


setiap apotik

C. Dasar Pemberian Cairan Intravena

Pemberian cairan infus intravena (parenteral) merupakan pemberian cairan dan elektrolit
kepada pasien untuk memenuhi kebutuhan cairan rumatannya karena tidak dapat
mendapatkan masukan secara oral atau untuk memberikan cairan pengganti secara cepat akibat
kehilangan cairan. Pemberian cairan intravena sering sekali merupakan tindakan pada kondisi
gawat-darurat yang sangat menentukan keselamatan hidup pasien (life saving), seperti pada
perdarahan hebat, diare berat dan luka bakar.

Oleh karena itulah, pengetahuan dasar tentang fisiologi keseimbangan cairan dan elekrolit serta
skil teknis pemasangan jalur intravena mutlak dimiliki oleh setiap dokter dan petugas medis
lainnya. Sebagai tindakan terapi pada kehilangan cairan, pemberian secara intravena merupakan
tindakan yang sangat efektif untuk meningkatkan volume intravaskuler karena melalui cara ini
cairan langsung masuk ke intravaskuler dan ikut dalam sirkulasi. Selain untuk pemberian cairan
dan elektrolit jalur intravena dapat juga sebagai cara untuk memasukkan obat dan nutrisi.
Pemasangan jalur intravena dapat dilakukan pada vena-vena perifer terutama di ektremitas
ataupun vena sentral. Pemasangan pada vena ekstremitas merupakan tindakan yang paling
sering dilakukan karena tindakannya pemasangannya lebih mudah dari pemasangan jalur
sentral. Sedangkan pemasangan jalur sentral merupakan kompetensi khusus spesliastik yang
hanya diuntukkan pada kasus-kasus tertentu pada perawatan di ICU (Intensive Care Unit), dan
pemantauan tekanan sentral. Selain dari itu dan alat (set) yang digunakan pada pemasangan
jalur vena perifer juga jauh lebih murah.

Pemasangan infus set intravena dilakukan dengan melakukan pungsi vena dengan jarum dan
teknik khusus melalui kulit dan memenuhi syarat aseptik dan antiseptik. Kemudian Infus set
dihubungkan dengan sediaan cairan yang akan diberikan yang dapat berupa botol plastik (kolf)
atau botol kaca sesuai dengan sediaan jenis cairan yang akan diberikan. Setelah itu barulah
dihitung tetesan cairan yang akan diberikan sesuai kebutuhannya.

Pada penggunaan klinis saat ini, terdapat 3 macam jenis infus set, yakni mikrodrip, makrodrip
dan transfusi set. Mikrodrip adalah infus set yang mempunyai ukuran standard tetesan mikro 60
tetes untuk 1 ml. Infus set mikro drip ini digunakan untuk bayi (usia <1 tahun) atau pada anak
dengan berat badan kurang dari 10Kg Makrodrip adalah infus set dengan tetesan makro (20
tetes untuk setiap 1 ml) dan digunakan pada dewasa dan anak diatas 1 tahun. Sedangkan
transfus set mempunyai tetesan sebanyak 15 ml untuk setiap 1 ml yang digunakan untuk
transfusi darah.

Berdasarkan infus set yang digunakn tersebut dapat dihitung kecepatan tetesan pemberian
cairan intravena yang dilakukan. Pengetahuan dan skill ini sangat penting dimiliki oleh setiap
dokter dan petugas medis yang bertanggung jawab agar kecepatan tetesan cairan yang
diberikan dapat memenuhi kebutuhan cairan pasien serta tidak terjadi kelebihan pemberian
cairan yang dapat menimbulkan efek samping.

Misalnya, seorang anak berusia 11 tahun dengan berat badan 30 Kg. mengalami deman dengan
suhu 39°C, anak tersebut mual-mual dan kadang muntah, tidak dapat makan dan minum
dengan baik, dan diperkirakan ia hanya sanggup memenuhi kebutuhan cairannya separoh dari
total kebutuhannya. Maka jumlah cairan dalam satu hari (24 Jam) dan kecepatan tetesan yang
diberikan adalah:

- Kebutuhan cairannya rumatan

= [(4 ml x 10) + (2 ml x 10) + (1 ml x 10)] / Jam - 40+20+10-70 ml/Jam - 70 ml x 24 -1.680 ml/


hari

- Jumlah kenaikan kebutuhan cairan adalah 24% (Pada suhu suhu 39 C, setiap kenaikan suhu 1°C
kebutuhan meningkat 10-12%) - 24% x 1.680 ml - 403 ml
- → Total kebutuhan cairan perhari - 1.680 + 403-2.083 ml

- Setengah cairan yang akan diberikan intravena - 1.041,5 ml (dibulatkan 1.040 ml)

- Cairan tersebut diberikan intravena dengan makrodrip, maka kecepatan tetesannya adalah:

= (1.040 ml x 20 tetes/ ml) / (24 Jam x 60 menit/Jam) (1.040x20)/ (24x60)

= 14,47 Tetes/Menit (Dibulatkan menjadi 15 tetes/menit)

- → Kecepatan tetesannya adalah 15 tetes/menit makrodrip.

Daftar Pustaka

Hardisman. (2015). Fisiologi dan Aspek Klinis Cairan Tubuh dan Elektrolit Disertai dengan Soal-
soal dan Pembahasan. Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Anda mungkin juga menyukai