Anda di halaman 1dari 37

TUGAS KASUS PHARMACEUTICAL CARE 2

METODE ANALISIS: SOAP


KASUS 3

Kelompok 3:

1. Lucia Ventyningrum 148114124


2. Meilina Rikatetri 148114125
3. Defika Taqilala 148114126
4. I Putu Purwa Yoga 148114127
5. Debie Rambu Moha 148114129
6. Angelina Astrid 148114130
7. Martin Vincentsius 148114131
8. Christine Nugraheni 148114132
9. Maria Maretta Esananda 148114134

FSM C 2014

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
2017
PRESENTASI KASUS III
1. Data Pasien
Nama : Ny. N
Umur : 45 tahun
TB/BB : 150 cm/ 50kg
2. Keluhan Utama
Penurunan kesadaran + 12 jam SMRS
Mual dan badan terasa lemas
3. Riwayat Penyakit Sekarang:
+ 2 minggu pasien sering tidur terutama pada pagi dan sore
+ 1 hari sebelum masuk RS bicara mulai kacau, kadang nyambung, kadang hanya
meracau
Mual dan muntah, isi seperti yang dimakan dan diminum
+ 12 jam sebelum masuk RS pasien tidak bisa diajak berkomunikasi, pasien gelisah
4. Riwayat Penyakit Dahulu: Pada tahun 2012 pernah kejadian seperti ini dinyatakan
sirosis
5. Riwayat Penyakit Dalam Keluarga: Ibu sakit kuning
6. Riwayat Pekerjaan, Sosial, Ekonomi, Kejiwaan, dan Kebiasaan: Ibu rumah
tangga, memiliki 2 anak, minum jamu jarang
7. Data Pemeriksaan
Pemeriksaan Fisik

Kondisi Px 27/4 28/4 29/4 30/4 1/5 2/5

Kontak - Inadekuat Inadekuat - - -


KU Somnolen
TD 130/80 107/61 126/80 117/73 123/71 132/78
N 88/menit 84 90 83 93 116
RR 36x/menit 20 10-18 22 26

T 38,1 37,8 37 36,7


Di HCU
Kondisi Px Nilai Normal 26/4 27/4 28/4 29/4 30/4 1/5
APTT 31-47 detik 53,9↑ 62,5↑ 66,2↑ 66,4↑ 83,8↑ 92↑
Kolinesterase 5320-12920
Bilirubin Total <1 mg/dL 5,38↑
Bilirubin Direk <0,3 mg/dL 3,28↑
Bilirubin Indirek 0,1-0,7 mg/dL 2,1↑
d-Dimer Kuantitatif 0-300 ng/mL 7400↑ 18500↑ 4800↑ 3700↑
Hb 12-15 g/dL 8,9↓ 10,3↓ 8,6↓ 8,5↓
Hematokrit 36-46 % 26,9↓ 31,5↓ 25,9↓ 25.7↓
Eritrosit 3,8-4,8 x106/uL 2,4↓ 2,74↓ 2,34↓ 2,3↓
Leukosit 5-10.1000/uL 17,19↑
Trombosit 150-400 75↓ 96↓ 56↓ 49↓
x103/mm3
MCV/VER 80-95 fL 112,1↑ 115↑ 110,7↑ 111,7↑
MCH/VER 27-31 pg 37,1↑ 37,6↑ 36,8↑ 37↑
Eosinofil 1-4 % 0,6↓ 0,5↓
Basofil 0,5-1 % 0,2↓ 0,2↓ 0,2↓ 0,1↓
Neutrofil 55-70 % 76,9↑ 79,3↑ 71,6↑
Monosit 2-8 % 10,6↑ 12↑ 13,4↑ 19,5↑
Limfosit 20-40 % 11,7↓ 8↓ 13,5↓ 15,6↓
Laju Endap Darah 0-20 detik 40↑ 45↑
Kadar Fibrinogen 136-384 mg/dL 94,1↓ 77,6↓ 120,8↓ 107,2↓
PT 9,8-12,6 detik 17,9↑ 23,5↑ 28↑ 27,2↑
SGPT <34 U/L 34↑
SGOT <27 U/L 67↑ 41↑
Protein total 6,4-8,7 g/dL
Albumin 3,4-4,8 mg/dL 2,75↓ 2,76↓ 1,83↓
Globulin 1,8-3,9 g/dL
Albumin-Globulin ratio >= 1
pH 7,35-7,45 7,485↑
Standard HCO3 22-24 mmol/L 24,7↑ 26,9↑
p CO2 35-45 mmHg 30,2↓
p O2 75-100 mmHg 50,2↓ 156,9↑
O2 saturation 95-98 % 88↓
HCO3 21-25 mmol/L 26,2↑
Total CO2 21-27 mEq/L 27,3↑
Base Excess -2,5-2,5 2,7↑
Ca Darah 8,4-10,2 mEq/L 7,3↓ 7,2↓
O2 Saturation 95-98 % 99,7↑
Prokalsitonin <0,1 ng/mL 1,41↑
PT-INR 9,8-12,6 21,2↑ 25,3↑
Ureum Darah <50 mg/dL 54↑
Kreatinin 0,6-1,2 mg/dL 0,5↓

8. Diagnosis: HE (Hepatic Ensepalopathy) dan Pneumonia


9. Data Penggunaan Obat
Nama obat Dosis Rute 27/4 28/4 29/4 30/4 1/5 2/5 3/5

Aminofusin hepar 500 mL 21mL/jam IV V V V V V

Calcii gluconas inj 100mg/mL 1x1ampul IV V V V V V V V

Calcium carbonat 500 mg 3x3 cap IV V V V V V V V

Ceftazidime powder, 1 g 3x1 g IV V V V V V V V

Comafusin Hepar 500 mL 1x1bag IV V V V V

Hepa-Merz inj 5mg/10mL 1x4 amp IV V V V V V V V

Heparin Na (5000 U/mL) 5000 U/12jam IV V V V

Lactulax (3,335g/5mL) 4x 1 C PO V V V V V V V

Lesichol-600 3x1cap PO V V V V V V V
Metoclorpamid inj 10 mg/2mL 3x1amp IV V V

Metronidazole inf, 3x1bag IV V V V V V V V


500mg/100mL
Midazolam inj 15 mg/3mL 2x1amp IV V

Morphine inj 10 mg/mL 2x1amp IV V

Norepinephrine inj (4mg/4mL) 3x1amp IV V V V


Omeprazole 1x40 mg IV V V V V V V V

Propanolol tab 10 mg 2x1 tab PO V V V

Sistenol 4x1 tab PO V V V V V V V

Sucralfat 500 mg/5 mL 4x1C PO V V V V V V V

Tranfusi fresh frozen plasma V

Tigecycline 50mg/5mL Awal 100 mg, IV V V


selanjutnya 50 mg
tiap 12 jam
Ventolin Nebule 2,5 mg/2,5 mL Tiap 4 jam inhalasi V V V V V V V

Vitamin K3 inj (10 mg/mL) 3x1amp IV V V V V V V V


10. Analisis SOAP
Problem Medik SO Terapi Analisis
Hepatic Subjektif: Lactulax PO, Laktulax mengandung laktulosa bekerja mengurai amonia (NH3)
Ensepalopati Keluhan utama yaitu 3,335g/5 mL menjadi ion amonia (NH4+) sehingga NH4+ tidak dapat kembali
penurunan kesadaran ±12 lagi ke pembuluh darah dan dapat disekresikan melalui feses
4x1 C (15 ml)
jam SMRS; (Medscape, 2017).
selama 1 minggu
+ 2 minggu pasien sering Laktulosa direkomendasikan digunakan untuk mencegah
(tgl. 27/4 – 3/5)
tidur terutama pada pagi reccurent episodes dari HE setelah initial episode pada pasien
dan sore; sirosis hati (GRADE II-1, A, 1) (Vilstrup et al., 2014).
+ 1 hari sebelum masuk
RS bicara mulai kacau, Dosis laxtulax terlalu rendah. Untuk severe HE 30 mL tiap 2-4
kadang nyambung, kadang jam (Carey and Shaker, 2014).
hanya meracau;
+ 12 jam sebelum masuk
Metronidazole inf, Metronidazole kurang tepat digunakan sebagai terapi Hepatic
RS pasien tidak bisa
500mg/100mL Encephalopathy.
diajak berkomunikasi,
pasien gelisah 3x1 bag Metronidazole tidak mendapatkan persetujuan FDA sebagai
RPD: Pada tahun 2012 selama 1 minggu agen terapi HE (not FDA approved) (Kandiah and Kumar, 2016)
pernah kejadian seperti ini (tgl. 27/4 – 3/5) oleh karena efek samping yang ditimbulkan yaitu risiko resisten
dinyatakan sirosis.
terhadap Clostidium difficile colitis (Kandiah and Kumar, 2016),
Riwayat Penyakit Dalam
neurotoxicity, nefrotoxicity dan ototoxicity (Ferenci, 2017;
Keluarga: Ibu sakit kuning
Vilstrup et al., 2014).

Objektif :
Pasien sirosis hati dengan HE sebaiknya diberikan rifaximin
Diagnosis: Hepatic
(FDA approved) sebagai tambahan terapi bersama laktulosa
Encephalopathy
untuk mencegah HE reccurence (after second episode)*
Data Pemeriksaan fisik
(GRADE I, A, 1) (Vilstrup et al., 2014).
menunjukkan : *initial episode dengan laktulosa.
- KU (27/4) : Somnolen Bila terjadi recurrent episodic HE yang kedua, dapat
- Kontak (28/4;29/4) : ditambahkan rifaximin sebagai terapi tambahan bersama
Inadekuat laktulosa karena kombinasi ini akan menurunkan frekuansi
reccurent HE dan hosipitalisasi (Leise et al., 2014).

Dosis rifaximin:
550 mg PO setiap 12 jam (Kandiah and Kumar, 2016;
Medscape, 2017).

Vitamin K3 inj 10 Malnutrisi dan defisiensi vitamin K biasanya terjadi pada pasien
mg/ml yang sudah agak tua dengan gangguan hati (liver) dan
konsentrasi albumin yang rendah. Selain itu, defisiensi vitamin
3x1 ampul K dapat disebabkan karena penggunaan antikoagulasi (Williams,
selama 1 minggu 2017) Pemakaian antibiotik juga sangat mengurangi jumlah
(tgl. 27/4 – 3/5) vitamin K dalam tinja, yang terutama merupakan hasil sintesis
bakteri usus.

Jika PT meningkat berkepanjangan, pasien dapat diberikan


vitamin K 10 mg iv setiap hari untuk memperbaiki fungsi
hemostatis (Roshal, 2013). Vitamin K bekerja dengan cara
sintesis faktor pembekuan darah di hepar. Tanpa vitamin K,
proses koagulasi darah dapat rusak/lemah dan dapat
menyebabkan bleeding yang tak terkontrol. Kadar vitamin K
yang rendah juga dapat melemahkan tulang dan memicu
kalsifikasi arteri dan jaringan lunak lain. Setelah pemberian
vitamin K dengan dosis yang tepat (10 mg/hari iv), PT malah
mengalami peningkatan setiap harinya.
Hepa-Merz inj IV, Pemberian Hepa-Merz inj sudah tepat untuk pasien ini.
5mg/10ml Hepa-Merz inj mengandung L-ornithine-L-aspartate. L-
ornithine-L-aspartate bekerja dengan mekanisme mengurangi
1x4 amp amonia serum dengan memperbaiki fluks sintetase glutamin
selama 1 minggu yang terganggu dan sistem enzim siklus urea, menyediakan
(tgl. 27/4 – 3/5) substrat untuk sintesis ureagenesis dan glutamin yang berguna
dalam detoksifikasi amonia (Bai et al., 2013; Ahmad et al.,
2008).

Comafusin Hepar 500 Comafusin Hepar mengandung BCAA (Branched Chain Amino
mL (infus) Acids) 50%, xylitol, vitamin dan elektrolit. Comafusin Hepar
merupakan cairan nutrisi yang mengandung BCAAuntuk
1x1 bag memperbaiki ketidakseimbangan asam amino pada pasien
(tgl. 27/4-30/4) (Plauth et al., 2009). Pemberian BCAA akan merangsang sintesi
protein hati, sehingga secara signifikan meningkatkan status gizi
dan meningkatkan kualitas hidup pasien. BCAA memiliki efef
detoksifikasi amonia pada darah dan otot, memperbaiki
ketidakseimbangan plasma asam amino dan mengurangi influks
asam amino aromatik pada otak (Afridi et al., 2014).
Peningkatan amonia darah didetoksifikasi baik di hati maupun di
otot. Pada otot, BCAA dikatabolisasi ke glutamat, yang
menggabungkan amonia dalam proses penengahan sintesis
glutamin, menyebabkan penurunan kadar amonia darah
(Kawaguchi, 2013).

Aminofusin hepar IV, Pemberian Aminofusin hepar IV sudah tepat.


500 ml Aminofusin hepar merupakan nutrisi parenteral yang
diindikasikan untuk pasien gangguan hati kronik (seperti sirosis
21ml/jam hati dekomposisi, hepatitis kronik, kanker hati) yang bertujuan
(tgl. 28/4-29/4 dan untuk membantu mempertahankan kesadaran.
1/5-3/5)
Mekanisme (Farmakologi) obat : BCAA (valine, leucine,
isoleucine) memiliki efek hepatoprotektor dan meningkatkan
regenerasi sel hati dan LOLA (L-ornithine-L-aspartate) bekerja
pada siklus urea untuk meningkatkan produksi urea dari amonia
(BPOM, 2015).

(PPHI, 2014)
Sehingga obat yang diberikan sudah tepat indikasi.

Dosis : 21 ml/jam
Literatur : 0,7-1 g/kgBB/hari dengan kecepatan infus 45 tetes per
menit (Kalbe Medical, 2015).

Lesichol-600 PO, Penggunaan Lesichol sudah tepat pada pasien ini.


3x1 cap Lesichol mengandung lechitin murni, vitamin B1, vitamin B2,
Selama 1 minggu vitamin B6, Vitamin B12, asam nikotinat, dan vitamin E, pada
(tgl. 27/4 – 3/5) dasarnya merupakan multivitamin sebagai terapi penunjang
pasien ganggun fungsi hati.
Lesichol merupakan obat yang memiliki sifat hepatoprotektor
atau pelindung hati (Hikmah, 2014).

Subjektif: - Calcii gluconas inj Pemberian Calcii gluconas inj sudah tepat.
Objektif: (IV), Kalsium glukonas merupakan obat yang berfungsi untuk
Ca dalam darah : 100 mg/mL mencegah atau mengobati kadar kalsium darah yang rendah.
26/4 → 7,3 mEq/L (↓↓)
27/4 → 7,2 mEq/L (↓↓) 1x1 amp Pasien HE mengalami penurunan kadar kalsium yang
selama 1 minggu disebabkan oleh meningkatnya permeabilitas sawar darah otak
Prokalsitonin : (tgl 27/4-3/5) untuk ammonia pada pasien sirosis menyebabkan toksisitas
27/4 → 1,41 ng/mL ammonia terhadap astrosit otak yang berfungsi melakukan
(↑↑) metabolisme ammonia melalui kerja enzim sintetase glutamin.
Amonia secara langsung juga merangsang stress oksidatif dan
nitrosatif pada astrosit melalui peningkatan kalsium intraselular
yang menyebabkan disfungsi mitokondria (PPHI, 2014).

(Perazzo et al., 2012).


Sehingga pemberian kalsium secara injeksi sudah tepat.

Dosis : 1x1 amp


selama 1 minggu
(tgl 27/4-3/5)
Literatur:
Pada kasus hipokalsemia, diberikan 1-2 gram secara intravena
selama 2 jam (Medscape, 2017)

Subjektif : Sukralfat oral 500 Sukralfat bekerja sebagai pelindung mukosa pada lambung
Penurunan kesadaran ±12 mg/5 mL dengan membentuk kompleks ulcer-adherent. Pemberian
jam SMRS; Mual dan Sukralfat bertujuan sebagai agen profilaksis terjadinya resiko
muntah, isi seperti yang Dosis: 4 x 1 C (15 ml) bleeding ulcer akibat HE yang diderita dan heparin yang di
dimakan dan diminum, Selama 1 minggu konsumsi.
(tgl.27/4 - 3/5)
Objektif :
Data Pemeriksaan fisik=
- KU (27/4) : Somnolen
- Kontak (28/4;29/4) :
(Koda, 2009).
Inadekuat
Data lab=

(Wright, Chattree, and Jalan, 2011).


Dosis yang diberikan kurang tepat karena resiko dapat
mengurangi absorpsi dari obat lain, sehingga sarankan ke dokter
untuk memberikan sucralfat 1g setiap 6 jam (3x1).

(Koda, 2009).
Literatur:
Profilaksis tukak akibat stres (suspensi), 1 g 6 kali sehari
(maksimal 8 g sehari) 1 jam sebelum makan dan sebelum tidur
malam (BPOM, 2015).

Transfusi Fresh Frozen Mekanisme FFP:


Plasma (FFP) (pada Mengandung protein plasma dan faktor pembekuan untuk
tanggal 28/4). mendukung hemostasis, mengobati atau mencegah pendarahan
atau untuk mengobati kekurangan protein lainnya yang tidak
dapat diganti dengan konsentrat protein tertentu (Medscape,
2017)

Pasien mengalami penurunan nilai Trombosit dan Fibrinogen


serta kenaikan APTT, LED, PT, PT-INR yang berisiko
mengkibatkan pendarahan sehingga diberikan FFP pada tanggal
28/4 (hari kedua).

Pemberian FFP ini digunakan sebagai agen preventif bleeding


pada pasien dengan kerusakan hati serta perpanjangan PT

(The British Society for Haematology, 2004).


FFP dapat diberikan pada pasien dengan PT> 1.5s kontrol dan
platelet < 50.000 mm-3

(Vaja, 2009).
Namun beberapa evidence mengatakan bahwa FFP kurang
efektif bila diberikan pada pasien dengan nilai PT lebih panjang
4s dibandingkan kontrol.

(The British Society for Haematology, 2004).


FFP lebih efektif dianjurkan untuk diberikan bila benar-benar
terjadi bleeding dibandingan sebagai preventing bleeding. Dosis
atau banyaknya pemberian FFP tergantung pada kondisi pasien
dari hasil tes koagulasi.

(The British Society for Haematology, 2004).

Penggunaan FFP sebagai agen profilaksis untuk memperbaiki


keadaan coagulopathy pada pasien sirosis hati tidak disarankan
karena tidak menurunkan secara signifikan resiko bleeding:
FFP lebih efektif dianjurkan untuk diberikan bila benar-benar
terjadi bleeding dibandingan sebagai profilaksis bleeding. Dosis
atau banyaknya pemberian FFP tergantung pada kondisi pasien
dari hasil tes koagulasi.

(The British Society for Haematology, 2004).

Rekomendasikan dokter melakukan analisis TEG


(thromboelastogram). TEG akan mengkarakterisasi koagulopati
terbaik pada pasien, sehingga dapat menargetkan pemberian
yang tepat dan meminimalkan transfusi yang dapat
menyebabkan volume, biaya, dan risiko komplikasi yang tidak
perlu. TEG mengukur waktu pembentukan fibrin awal, laju
pembentukan gumpalan, kualitas/ kekuatan gumpalan, dan lisis
dari gumpalan.
(Patton and Gish, 2012)
Rekomendasikn pada dokter untuk melakukan transfusi
trombosit pada tanggal (1/5) serta pemberian intensif Vitamin K:

(Pratidina dan Puspita, 2001).

(The British Society for Haematology, 2004).

Literatur:
FFP: 10-20 mL/kg of body weight will increase factor levels by
20-30% (Medscape, 2017).

Subjektif: Sistenol Penggunaan Sistenol pada pasien bertujuan untuk mengatasi


Penurunan kesadaran + 12 demam serta nyeri yang dialami pasien sirosis hati dengan
jam SMRS Dosis: 4x1 tab PO komplikasi HE dan pneumonia ini sudah tepat. Hal ini dapat
selama 1 minggu dilihat dari nilai SGPT dan SGOT pasien yang tinggi
Objektif: (tgl.27/4 - 3/5) menandakan adanya kerusakan pada hati sehingga jika hanya
Demam diberikan acetaminophen tunggal maka akan berisiko terjadi
27/4  T: 38o toksisitas acetaminophen.
28/4T:-
29/4T: 37,8o
30/4T: -
1/5 T: 37o
2/5 T: 36,7o

(Chandok and Watt, 2010).


Mekanisme sistenol sebagai antipiretik dan analgesik yang aman
untuk HE adalah:
Selain itu NAC dapat berperan sebagai terapi HE pada stage III-
IV:
(Wright, Chattree, and Jalan, 2011).
Dosis yang diberikan untuk pasien perlu dikaji ulang banyak
pemberiannya, karena menurut literatur sistenol seharusnya
hanya diberikan 3x1 (MIMS, 2015).

Kandungan:
Paracetamol 500 mg
N-acetylcysteine 200 mg

Literatur:
3x1 kaplet (MIMS, 2015).

Sirosis hati Subjektif: Heparin Na IV, Heparin Na diberikan untuk pasien sirosis untuk mencegah
RPD: Pada tahun 2012 (5000 U/mL dengan progresifitas penyakit hati (Leonardi et al., 2017).
pernah kejadian seperti ini dosis 5000 U/12 jam Pada pasien sirosis, terjadi hipokoagulasi dan terjadi peningkatan
dinyatakan sirosis. perdarahan, tetapi tidak menutup kemungkinan terjadinya VTE
Riwayat Penyakit Dalam (tgl. 27/4 – 29/4) (venous thromboembolism) sehingga sebagai pencegahan
Keluarga: Ibu sakit kuning diberikan Heparin Na sebagai agen antikoagulan (Khoury. T., et
al., 2016).
Objektif:
(tgl. 27/4) Dosis heparin inadekuat karena menurut Medscape (2017), dosis
Bilirubin Total: 5,38 ↑ heparin yaitu 20000-40000/U per 24 jam.
Bilirubin Direk: 3,28 ↑
Bilirubin Indirek: 2,1 ↑
SGPT: 34 ↑
SGOT: 67 ↑
Albumin: 2,75 ↓ (tgl. 26/4)
dan 2,76 ↓ (tgl. 27/4)
Calcium carbonat 500 Pemberian Calcium carbonat sudah tepat.
mg, IV Calsium carbonat merupakan suplemen makanan. Sirosis
menyiratkan risiko patah tulang (osteoporosis) dua kali lipat
3x3 cap lebih tinggi dari pada orang yang tidak memiliki sirosis. Jika
selama 1 minggu
melakukan transplantasi hati maka akan mengalami penurunan
(tgl. 27/4 – 3/5)
massa tulang karena menggunakan obat imunosupresan dan
osteoporosis satu-satunya komplikasi sirosis yang memburuk
setelah transplantasi hati. Kurangnya aktivitas fisik dan
malnutrisi pada pasien merupakan faktor risiko sirosis sehingga
terjadinya osteoporosis. Suplemen kalsium merupakan bagian
dari pengobatan osteoporosis dan paling banyak dikonsumsi
adalah kalsium karbonat (Santos and Romeiro, 2016).

Gastrointestinal Subjektif: Omeprazole IV Penggunaan omeprazole pada pasien sudah tepat.


bleeding RPD: Pada tahun 2012
pernah kejadian seperti ini 1x40 mg Pasien dengan sirosis terutama pada kondisi kronis (pasien
Selama 1 minggu didiagnosis sirosis sejak 2012) akan berisiko mengalami
dinyatakan sirosis.
(tgl. 27/4 – 3/5) beberapa komplikasi, salah satunya gastrointestinal bleeding dan
Riwayat Penyakit Dalam portal hypertension gastropathy.
Keluarga: Ibu sakit kuning
Menurut guideline CCHCS Care Guide: End Stage Liver
Objektif: Disease (2013), omeprazole digunakan untuk indikasi
Diagnosis: Hepatic gastrointestinal bleeding dan portal hypertension gastropathy.
Encephalopathy Selain itu, omeprazole juga digunakan sebagai terapi preventif
strees ulcer pada setting rawat inap.
Esophageal Subjektif: Propranolol tab 10mg Penggunaan propranolol pada pasien sudah tepat.
Varices dan RPD: Pada tahun 2012
Portal 2x1 tab Pasien dengan sirosis terutama pada kondisi kronis (pasien
hypertension pernah kejadian seperti ini (tgl. 27/4 – 29/4) didiagnosis sirosis sejak 2012) akan berisiko mengalami
dinyatakan sirosis. beberapa komplikasi, misal esophageal varices dan portal
Riwayat Penyakit Dalam hypertension.
Keluarga: Ibu sakit kuning
Menurut guideline CCHCS Care Guide: End Stage Liver
Disease (2013) dan Vaja et al. (2010), diberikan propranolol
Objektif: untuk indikasi esophageal varices dan portal hypertension. Dosis
Diagnosis: Hepatic propranolol yang disarankan untuk esophageal varices ialah 20
Encephalopathy mg 2 kali sehari.

(tgl. 27/4)
Bilirubin Total: 5,38 ↑
Bilirubin Direk: 3,28 ↑
Bilirubin Indirek: 2,1 ↑
Pneumonia Subjektif:- Tigecycline 50 Dilakukan kultur sputum dari saluran pernafasan pada tanggal 28
Objektif: mg/5ml IV April 2013 dan pada tanggal 30 April 2013 hasilnya menyatakan
- Diagonis : pneumonia bahwa bakteri Acinetobacter baumannii resisten terhadap semua
- Kultur sputum res aerob (awal 100 mg, antibiotik untuk terapi pneumonia, kecuali Tigecycline
terhadap Acinetobacter selanjutnya 50 mg tiap (intermediet). Pemberian Tygecycline termasuk terlambat karena
baumannii 12 jam) baru diberikan pada tanggal 2 Mei 2013, seharusnya diberikan
- Leukosit, monosit, (tgl. 2/5 dan 3/5)
neutrophil, LED  sejak hasil kultur sputum keluar (30 April 2017).
- Eosinofil, basophil, Menurut Medscape (2017), dosis yang dianjurkan adalah awal
limfosit  100 mg, kemudian 50 mg tiap 12 jam selama 7-14 hari. Dosis
sudah sesuai.

Subjektif:- Ceftazidime powder 1 Pemberian Ceftazidime belum tepat.


Objektif: gram, IV Berdasarkan hasil test kultur sputum dari saluran pernafasan
Hasil test kultur sputum pada tanggal 28 April 2013 dan 30 April 2013, didapatkan bahwa
dari saluran pernafasan 3x1 g bakteri Acinetobacter baumannii resisten terhadap antibiotik
tanggal 28 dan 30 April selama 1 minggu Ceftazidime untuk terapi pneumonia.
2013 menunjukkan (tgl. 27/4 – 3/5)
terdapat bakteri
Acinetobacter baumannii
Subjektif:- Ventolin Nebule Bronkodilator seperti salbutamol seringkali diberikan melalui
Objektif: (inhalasi) nebulizer untuk membuka jalan nafas secara cepat pada pasien
- Diagonis : pneumonia 2,5 mg/2,5 mL yang mengalami serangan asma, pneumonia atau PPOK (Price,
- Kultur sputum res aerob 2017).
terhadap Acinetobacter tiap 4 jam Ventolin nebule yang mengandung salbutamol diberikan untuk
baumannii selama 1 minggu mengatasi bronkospasme (simptomatik). Pasien mengalami
- Leukosit, monosit, (tgl. 27/4 – 3/5)
neutrophil, LED  gangguan nafas yang dapat dilihat dari RR yang tinggi saat
- Eosinofil, basophil, masuk RS serta O2 saturation dan p O2 yang rendah. Pada pasien
limfosit  pneumonia, jika saturasi O2 <90% dapat meningkatkan resiko
- RR  morbiditas dan mortalitas (Majumdar, et al., 2011), sehingga
- Saturasi O2 dan p O2  pasien diberikan terapi ventolin nebule. Dosis ventolin yang
dianjurkan adalah 2,5 mg jika perlu, atau 1,25-5 mg tiap 4-8 jam
jika perlu (Medscape, 2017). Dosis sudah sesuai.
Mual dan Subjektif: Metoclorpamid inj Penggunaan metoclopramide secara injeksi sudah tepat.
muntah Keluhan utama: (IV) Pada pasien sirosis hati, fungsi hati sebagai orang pemetabolisme
(examination of Mual dan badan terasa 10 mg/2mL menjadi menurun terutama untuk penggunaan obat-obatan per
Upper GI Tract) lemas oral (pro drug dimana bentuk aktifnya dihasilkan melalui
3x1amp metabolisme di hati). Penggunaan metoclorpamide injeksi tepat
RPS: (tgl. 27/4 dan 3/5) untuk mengatasi keluhan mual dan muntah pada pasien sirosis
Mual dan muntah, isi dengan setting rawat inap (Medscape, 2017).
seperti yang dimakan dan
diminum

Objektif: -
Nyeri Midazolam inj Pengunaan Midazolam sudah tepat untuk pasien (namun masih
(Upper GI 15 mg/3mL perlu penyesuaian dosis).
Endoscopy)
2x1 amp Pada kasus ini, Midazolam sebagai agen sedatif digunakan untuk
(tgl. 28/4) anestesi pada Upper GI Endoscopy/UGE pada tanggal 28/4
(FDA approved) (Ferreira and Carvo, 2015). Upper GI
Endoscopy adalah suatu prosedur pemeriksaan rutin pada pasien
gangguan hati kronis untuk melihat ada tidaknya komplikasi
yang berhubungan dengan portal hypertension seperti varices
pada esophageal dan gastric serta portal gastropathy (Khamaysi
et al., 2011).

Pada pasien sirosis hati, penggunaan Midazolam (gol.


Benzodiazepin) selama 2 hari pertama tidak meningkatkan risiko
HE (Grønbæk et al., 2017). Midazolam tepat digunakan untuk
pasien lanjut usia karena kemampuan sedasi yang kuat, onset
yang cepat (12 menit) dengan durasi yang panjang (15-80 menit)
serta risiko kecil terhadap cardiorespiratory depression
(Soleimanpour et al., 2015; Moon, 2014).

Dengan dosis maksimum midazolam: 6 mg


(Moon, 2014).
Dosis penggunaan pada kasus: 15mg/3 ml sebanyak 2x1 ampul
dalam sehari. Menurut literatur Moon et al. (2014) dosis kurang
tepat. Digunakan midazolam 0.5–1 mg (maksimum dosis 6 mg).
Nyeri Morphine inj Pengunaan Morfin pada pasien kurang tepat.
(Upper GI 10 mg/mL
Endoscopy) Digunakan kombinasi sedatif dengan analgesik sebagai
2x1 amp management terapi pada gastrointestinal endoscopy (Moon,
(tgl. 28/4) 2014). Bersama dengan midazolam (sedatif), agen analgesik
seperti opioid (dalam hal ini morfin) digunakan sebagai pain
management pada UGE pada tanggal 28/4. Namun, menurut
Vaja et al. (2010), penggunaan morfin pada pasien
decompensated liver failure harus dihindari karena morfin
merupakan salah satu faktor presipitasi HE. Bila opioid
digunakan sebagai pain control, fentanyl merupakan drug of
choice dengan tetap menggunakan dosis terapi kecil dan interval
yang panjang untuk meminimalkan risiko (Chandok and
Kymberly, 2010).

Dengan dosis maksimum fentanyl: 200µg


(Moon, 2014).
Sebaiknya morphine diganti dengan fentanyl dengan dosis
inisial: 12,5-75µg dengan dosis maksimal 200µg.
Rekomendasi (Plan)

LANJUTKAN
Nama Obat Dosis
Lactulax (PO) 30 mL tiap 2-4 jam
3,335g/5 ml
Lesichol-600 PO 3x1 cap
Vitamin K3 inj 10 mg/ml 3x1 ampul
Hepa-Merz inj IV 1x4 amp
5mg/10ml
Comafusin Hepar 500 1x1 bag
mL (infus)
Aminofusin hepar IV, 21ml/jam
500 ml
Calcii gluconas inj (IV), 1x1 amp
100 mg/mL
Sukralfat oral 500 mg/5 1 g setiap 6 jam (3x2 cth)
mL
Transfusi Fresh Frozen 10-20 mL/kgBB
Plasma (FFP) (500-1000 mL)
Sistenol (PO) 3x1 kaplet
Calcium carbonat 500 3x3 cap
mg, IV
Omeprazole IV 1x40 mg

Propranolol tab 10mg 2x20 mg


Tigecycline 50 mg/5ml (awal 100 mg, selanjutnya
IV 50 mg tiap 12 jam)
Ventolin Nebule 2,5 mg/2,5 mL tiap 4 jam
(inhalasi) selama 1 minggu
Metoclorpamid inj (IV) 3x1amp
10 mg/2mL
Midazolam inj 2x1 amp
15 mg/3mL
Heparin Na IV, 5000 U/12 jam
(5000 U/mL)
Norepinephrine inj 3x1amp
4mg/4mL
HENTIKAN DIGANTI

Nama Obat Nama Obat Dosis

Metronidazole inf, Rifaximin (PO) 550 mg PO setiap 12 jam


500mg/100mL
Ceftazidime powder 1 Tigecycline 50 mg/5ml (awal 100 mg,
gram, IV IV selanjutnya 50 mg tiap
12 jam)
Morphine inj Fentanyl IV 12,5-75µg
10 mg/mL

Plan (Rekomendasi)

1. Pengunaan lactulax tetap dilanjutkan karena kadar ureum dalam darah masih tinggi.
Lanjutkan Lactulax (PO) 3,335g/5 ml; 30 mL tiap 2-4 jam
2. Metronidazole sebaiknya dihentikan (not FDA approved sebagai terapi HE) oleh
karena efek samping yang ditimbulkan: neuro, nefro dan ototoxicity. Diganti dengan
rifaximin dengan dosis 550 mg PO setiap 12 jam.
3. Terapi lesichol sebaiknya tetap dilanjutkan, karena lesichol dapat menunjang fungsi
hati pasien.
4. Lanjutkan penggunaan Lesichol-600 PO, 3x1 cap.
5. Seharusnya Tigecycline diberikan sejak hasil kultur sputum keluar, pemberian
Tigecycline dilanjutkan selama 7-14 hari.
6. Lanjutkan pemberian ventolin nebule untuk maintenance pernafasan.
7. Lanjutkan pemberian vitamin K pada pasien dengan sirosis hati.
8. Dosis Heparin Na dinaikkan menjadi 10000 U setiap 12 jam.
9. penggunaan metoclopramide sebaiknya tetap dilanjutkan hingga rasa mual dan
muntah yang dialami pasien membaik.
10. Ceftazidime  Perlu dikonfirmasikan kepada dokter terkait hasil test sputum pasien,
sehingga dapat diberhentikan pemberian ceftazidime pada tanggal 30 April 2013 dan
direkomendasikan dengan menggunakan antibiotik Tigecycline karena pada hasil test
sputum menunjukkan hasil intermediet.
11. Pemberhentian FFP pada hari yang ketiga sudah tepat. FFP digunakan ketika terjadi
severe bleeding, pertimbangkan ke dokter untuk transfusi darah trombosit untuk
menaikkan kadar trombosit serta pemberian Vitamin K secara intensif
12. Penggunaan Sucralfat dilanjutkan namun konsultasikan dengan dokter terkait dosis
minum sucralfat, sarankan untuk pemberian 3x1 saja dengan pertimbangan efektivitas
obat lain yang dapat terhambat penyerapannya oleh adanya sucralfat.
13. Pemberian sistenol tetap dilanjutkan sampai demam yang dialami pasien membaik,
atasi penyebab demam pasien yaitu karena infeksi dari HE dan pneumonia.
14. Pemeriksaan tulang untuk mengetahui derajat kepadatan tulang menggunakan Bone
Mineral Density (BMD)
15. Lanjutkan penggunaan Hepa-merz inj.
16. Lanjutkan propranolol. Dosis propranolol yang disarankan ialah 20 mg 2 kali sehari.
17. Lanjutkan Comafusin Hepar 500 ml (infus) 1x1 bag.
18. Meneruskan pemberian aminofusin hepar dan calcii gluconas injeksi.
19. Lanjutkan midazolam, dosis disesuaikan menjadi 0,5-1 mg (dosis maksimum: 6 mg).
20. Morphine sebaiknya dihentikan karena akan meningkatkan risiko reccurent HE.
Sebaiknya morphine diganti dengan fentanyl dengan dosis inisial: 12,5-75µg dengan
dosis maksimal 200µg.

Monitoring

1. Monitoring keadaan pasien apakah mengalami tanda-tanda bleeding atau tidak


2. Monitoring pemeriksaan pasien secara berkala : kesadaran umum dan kontak
3. Profil darah (terutama kadar APTT, Hb, Eritrosit, Trombosit, LED, Fibrinogen, PT, PT-
INR) untuk memonitoring kemungkinan perjalanan penyakit menjadi GI Bleeding
4. O2 saturation dan p O2 dimonitoring untuk melihat efektivitas ventolin nebule dalam
mengatasi gangguan di saluran nafas
5. Kadar AST, ALT, SGPT, SGOT untuk memonitor keadaan hati, jika perlu lakukan
endoskopi dan pertimbangkan transplatasi hati.
6. Keadaan vital pasien: Suhu tubuh, TD, RR, Nadi, dan sesak
7. Kadar prokalsitonin untuk memonitor keadaan homeostatis kalsium dalam tubuh
8. Kadar Ca2+ dalam darah
9. Monitoring dan evaluasi fungsi neurologis terkait efektifitas terapi HE dengan grading
asterixsis (West Weven) pada Lampiran tabel 2 atau dapat digunakan Glasgow Coma
Scale (eye, verbal dan motor).
10. Pemeriksaan hematologi yaitu kadar ureum dalam darah.
11. Leukosit, monosit, limfosit, basophil, eosinophil, neutrophil dan laju endap darah untuk
monitoring infeksi pneumonia yang dialami pasien.
12. Monitoring gejala efek samping obat yaitu tardive dyskinesia (FDA Black Box warning)
dan intensitas muntah dan mual pasien.
13. Derajat kepadatan tulang menggunakan Bone Mineral Density (BMD).
14. Pemeriksaan laboratorium kalsium total, fosfat, kalsium urine, fosfat urine.
15. Monitoring propranolol melalui monitoring detak nasi (penurunan heart rate hingga 25%,
namun tidak kurang dari 55 detak/min. Selai itu, monitoring TD khususnya systolic BP
(tetap dipantau hingga tidak kurang dari 90 mmHg).
16. Lakukan monitoring kadar amonia dan status mental pada pasien.
17. Tanda sedasi dan konstipasi untuk melihat resiko presipitasi HE
LAMPIRAN

(Vilstrup et al., 2014)


(Kandiah and Kumar, 2016).
(Leise et al., 2014).
DAFTAR PUSTAKA
Afridi, M.A.R., Ahmad, A., Ali, Z., et al., 2014. Comparative Study of Branched Chain
Amino Acids Infusion with Conventional Treatment in Patients with Hepatic
Encephalopathy Duo to Liver Cirrhorsis, Al-Kindy College Medical Journal, 6(4),
pp.163-166.
Ahmad, I., Khan, A.A., Alam, A., et al., 2008. L-Ornithine-L-Aspartate Infusion Effocacy in
Hepatic Encephalopathy, Journal of the College of Physicians and Surgeons
Pakistan, 18(11), pp.684-687.
AY, Wang, JD, Machicado, NT, Khoury, SH, Wootton, L, Salazar, & R Hasbun 2016,
‘Community-acquired meningitis in older adults: clinical features, etiology, and
prognostic factors’, J Am Geriatrc Soc, Abstract only, vol. 61, viewed 26 January
2016, http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/25370434.
Bai, M., Yang, Z., Qi, X., et al., 2013. L-Ornithine-L-Aspartate for Hepatic Encephalopathy
in Patients with Cirrhosis: A Meta-Analysis of Randomized Controlled Trials,
Journal of Gastroenterology and Hepatology Foundation and Wiley Publishing
Asia, 28, pp.783-792.
BPOM, 2015, Aminofusin Hepar, Pusat Informasi Obat Nasional, Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia, Jakarta.
Carey, D. W. and Shaker, M., 2014, Hepatic Encelopathy,
www.cleavelandclinicmeded.com/hepatology/hepatic-encelopathy/
Chandok, N., and Watt, K.D.S., 2010, Pain Management in the Cirrhotic Patient:The
Clinical Challenge, Mayo Foundation for Medical Education and Research
Ferenci, Peter, 2017. Review: Hepatic Encephalopathy. Gastroenterology Report, 5(2), 138-
147.
Ferreira, A.O., and Carvo, M., 2015. Sedation in gastrointestinal endoscopy: Where are we at
in 2014? World Journal of Gastrointestinal Endoscopy, Baishideng Publishing
Group Inc. 7(2): 102-109.
Grønbæk, L., Watson, H., Vilstrup, H., and Jepsen, P., 2017. Benzodiazepines and risk for
hepatic encephalopathy in patients with cirrhosis and ascites. United European
Gastroenterology Journal, 0(0), 1-6.
Hikmah Eka, 2014, Penggunaan Obat-Obatan Penginduksi Penyakit Hati Terhadap Pasien
Gangguan Fungsi Hati Di Rumah Sakit X Surakarta Tahun 2013, UMM, Surakarta.
Kalbe Medical, 2015, Aminofusin Hepar, Kalbemed,
http://www.kalbemed.com/Products/Drugs/Branded/tabid/245/ID/3156/Aminofusin-
Hepar.aspx, diakses pada tanggal 10 November 2017
Kandiah, A., and Kumar, G., 2016. Hepatic Encepalopahy – the Old and the New. Critical
Care the Clinic, Elsevier Inc., 32(2016): 311-329.
Kawaguchi, T., Taniguchi, E., and Sata, M., 2013. Effects of Oral Branched-Chain Amino
Acids on Hepatic Encephalopathy and Outcome in Patients With Liver Cirrhosis,
American ociety for Parenteral and Enteral Nutrition, 28(5), pp.580-588.
Khamaysi, I., William, N., Olga, A., Alex, I., Vladimir, M., Kamal, D., and Nimer, A., 2011.
Sub-clinical hepatic encephalopathy in cirrhotic patients is not aggravated by
sedation with propofol compared to midazolam: A randomized controlled study.
Journal of Hepatology, 54, 72–77.
Kimble, M.A.K., Young, Y.L., Aldredge, B.K., Corelli, R.L., Guglielmo, B.J., Kradjan,
W.A., et al., 2009, Applied Therapeutics:The Clinical Use Of Drugs, 9th Ed.,
Lippincott Williams&Willkins, USA.
Leise, M., Poterucha, J.J., Kamath, P.S., and Kim, W.R., Management of Hepatic
Encephalopathy in the Hospital. National Institute of Health, Gastroenterology and
Hepatology, Mayo Clin Proc, 89(2): 241–253.
Leonardi, F., Maria, N.D., Villa, E., 2017. Anticoagulation in cirrhosis : a new paradigm?.
NCBI.
Lesmana, L. A., Nusi, I. A., Gani, R. A., Hasan, I., Sanityoso, A., Lesmana, C. R. A., 2014,
Panduan Praktik Klinik Penatalaksanaan Ensefalopati Hepatik di Indonesia,
Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia (PPHI), Jakarta.
Majumdar, S.R., Eurich, D.T., Gamble, J., Senthilselvan, A., and Marrie, T.J., 2011, Oxygen
Saturation Less than 92% Are Associated with Major Adverse Events in Outpatients
with Pneumonia: A Population-Based Cohort Study, Clinical Infectious Diseases,
52(3):325-331).

Medscape, 2017, albuterol (Rx), https://reference.medscape.com/drug/proventil-hfa-ventolin-


hfa-albuterol-343426, diakses pada 20 November 2017 pukul 19.05 WIB.
Medscape, 2017, Calcium Gluconate, https://reference.medscape.com/drug/calcium-
gluconate-344434, diakses pada 20 November 2017 pukul 19.05 WIB.
Mescape, 2017, Lactulose, https://reference.medscape.com/drug/enulose-kristalose-lactulose-
342016, diakses pada tanggal 15 November 2017.
Medscape, 2017, Metoclopramide, https://reference.medscape.com/drug/reglan-metozolv-
odt-metoclopramide-342051, diakses pada tanggal 18 November 2017.
Medscape, 2017, Tigecycline (Rx), https://reference.medscape.com/drug/tygacil-tigecycline-
342527, diakses pada 20 November 2017 pukul 17.25 WIB.
Moon, Sung-Hoon, 2014. Sedation Regimens for Gastrointestinal Endoscopy. Korean Society
of Gastrointestinal Endoscopy, 47: 135-140.
Patton, H., and Gish, G., 2012, Acute Liver Failure in Adults: An Evidence-Based
Management Protocol for Clinicians, Gastroenterol Hepatol, 8(3): 161–212.
Perazzo, J. C., Tallis, S., Delfante, A., Souto, P. A., Lemberg, A., Eizayaga, F. X., Romay, S.,
2012. Hepatic Encephalopathy: An approach to its multiple pathophysiological
features. World Journal of Hepatology. Baishideng 4(3): 50-65.
Plauth, M., Cabre, E., Campillo, B., et al., 2009. ESPEN Guidelines on Parenteral Nutrition:
Hepatology, European Society for Clinical Nutrition and Metabolism, 28, pp.436-
444.
Pratidina dan Puspita, 2001, Transfusi Darah, Bhakti Kencana Medika, Volume 1, No. 3, hal
89-95.
Price, K., 2017, What Is Nebulizer Therapy?, https://www.livestrong.com/article/252388-
what-is-nebulizer-therapy/, diakses pada 20 November 2017 pukul 19.21 WIB.
Roshal, M., 2013, Prothrombin Time in Transfusion Medicine and Hemostasis, Second
edition, Science Direct.
Santos. L. A.A and Romeiro. F.G., 2016, Review Article: Diagnosis and Management of
Cirrhosis-Related Osteoporosis, BioMed Research
Internasional, Volume 2016, pp. 1-12.
Soleimanpour, H., Safari, S., Rahmani, F., Rouhi, A.J., and Alavian, S.M., 2015. Intravenous
Hypnotic Regimens in Patients With Liver Disease; A Review Article. Iranian
Society of Regional Anesthesia and Pain Medicine (ISRAPM), Anesth Pain Med.,
5(1): e23923.
Vaja, Rakesh., McNicol, Larry., and Sisley, Imogen., 2010. Anaesthesia for Patients with
Liver Disease. Continuing Education in Anesthesia, Critical Care & Pain, British
Journal of Anesthesia, 10(1): 15-20.
Vilstrup, H., Amodio, P., Bajaj, J., Cordoba, J., Ferenci, P., Mullen, K.D., Weissenborn, K.,
and Wong, P., 2014. Practice Guideline by AASLD and EASL: Hepatic
Encephalopathy in Chronic Liver Disease, The American Association for the Study
of Liver Diseases, pp. 4, 26, 30.
Williams, K.J., Bax, R.P., Brown, H., and Machin S.J., 2017, Antibiotic treatment and
associated prolonged prothrombin time, group.bmj.com.
Wright, G., Chattree, A., Jalan, R., 2011, Management of Hepatic Encephalopathy,
International Journal of Hepatology

Anda mungkin juga menyukai