Anda di halaman 1dari 25

PRAKTEK KERJA LAPANGAN (PKL)

FARMASI KLINIK

DI RUMAH SAKIT PENDIDIKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR


BAGIAN OBGYN

DISUSUN OLEH :
ANISA DWIRIZKY ABDULLAH
MONADILLAH MUCHRAN
SAKIYA SYAHRIR

PROGRAM STUDI PASCASARJANA FARMASI KLINIK


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
STUDI KASUS

I Profil Penderita

Nama : Ny. BA

Umur : 51 Tahun

J. Kelamin : Perempuan

Alamat : Jl.Jati Land, Ternate

No. RM : 086404

MRS : 20/11/2017

KRS :

2 Profil Penyakit

 Diagnosis Masuk

KarsinomaServiks IVA

 RiwayatPenyakit

PasiendenganKarsinomaserviks IVA prokemoterapi

 Diagnosis Utama : Karsinomaserviks IVA

 Diagnosasekunder : Leukopenia
3.1 Data Klinik

DATA TGL PEMERIKSAAN


KLINIS 20/11 21/11 22/11
Tekanan
Darah 110/70 100/70 90/60
120/80
mmHg
Nadi
80-120 80 86 80
(x/menit)
Pernapasa
n 22 20 20
18-20
(x/menit)
Suhu 36,5 36,5 36,5
37(oC)
Demam - - -

Mual - - -

Muntah - - -

Nyerikepala - - -

lemas - - -

3.2 Data laboratorium


Tanggal pemeriksaan
Pemeriksaa
n Nilai Normal
26/10/2017 17/11 21/11
4,0 - 10,0
WBC 9,06 2,56 18,16
(x103/μl)
4,0 – 6,0
RBC 4,72 4,36 4,40
(x106/μl)
HGB 13-16 (g/dl) 10,6 10,0 10,4
40,0-50,0
HCT 33,0 31,5 32,3
(%)
80,0-100
MCV 69,6 72,2 73,4
(fL)
27,0-34,0
MCH 22,5 32,9 23,6
(pg)
31,0-36,0
MCHC 32,1 31,7 32,2
g/dL
150-450
PLT 266 146 128
(x106/μl)
RDW-
37-54 fL 48,1 54,4 56,3
SD
RDW-
10,0-15,0 % 19,3 21,5 22,1
CV
PDW 10,0-18,0 fL 8,4 8,7 8,3
MPV 9,0-13,0 8,2 7,9 8,1
P-LCR 13,0-43,0 11,9 11,9 13,1
PCT 0,17-0,35 % 0,22 0,12 0,10
NEUT 50,0-70,0 % 61,7 23,8 84,8
LYMPH 20,0-40,0 % 24,1 62,5 12,1
MONO 2,0-8,0 % 9,6 12,5 2,6
EO 1,0-3,0 % 4,2 0,8 0,4
BASO 0,0-1,0 % 0,4 0,01 0,1

Ket:
Merah : Di atas nilai normal
Biru : Di bawah nilai normal

3. 3 Data laboratorium Kimia Darah

Tanggal pemeriksaan
Pemeriksaan Nilai Normal
5/10 26/10 17/11
HBA1C 4-6% - - -
SGOT < 35 (U/I) 19 19 27
SGPT <45 (U/I) 7 10 18
Glukosa
80-180 mg/dl 103 100 -
Sewaktu
GlukosaPuasa 70-110 mg/dl - - -

Kolesterol - - -
<200 mg/dl
total
Kolesterol - - -
<100 mg/dl
LDL
Kolesterol - - -
>65 mg/dl
HDL
Trigliserida <200 mg/dl - - -

Ureum 0-53 mg/dL 4 14 13


Kreatinin 0,6-1,3 mg/dL 0,6 0,7 0,6
Albumin 3,3-5,0 gr/dL 3,9 3,8 3,9
AsamUrat 2,4-5,7 mg/dL 4,4 - -

Ket:
Merah : Di atas nilai normal
Biru : Di bawah nilai normal

4 Profil Pengobatan

PROFIL PENGOBATAN
NamaObat
10/10 31/10 21/11
Guyur NaCl 0,9%
500 cc+Nerobion √ √ √
5000 mg
Difenhidramin inj
√ √ √
10mg/iv
Dexametason inj
√ √ √
5mg/iv
Ondansetron
√ √ √
8mg/iv
Furosemid 40
√ √ √
mg/iv
Paxus 230 mg dlm
300 cc Nacl 0,9% √ √ √
60 tpm
Carboplastin
550 mg dlm 30 cc √ √ √
NaCl 0,9% 60 tpm
Guyur NaCl 0,9%
√ √ √
1000 cc
Neurodex 24j/oral √ √ √
Ondansetron 8
√ √ √
mg/8 jam/oral
Drips Neurobion
√ √ √
5000
Uraian Obat
1. Carboplatin
Komposisi:
- Carboplatin 150 mg/15 mL
- Carboplatin 450 mg/45 mL

Indikasi:
Terapi kanker ovarium stadium lanjut, NSCLC & SCLC, kanker kepala & leher
(sel skuamous), kanker kandung kemih (sel transisional), kanker serviks.

Dosis/Cara Penggunaan :
Dewasa dgn fungsi ginjal normal 400 mg/m2 IV selama 15-60 mnt. Kombinasi
dengan obat myelosuppressive lainnya memerlukan penyesuaian dosis; atau
menggunakan Target
sebesar 5-7 mg / mL.mnt untuk terapi obat tunggal, atau 4-6 mg / mL.mnt untuk
terapi kombinasi.

Kontraindikasi:
Mielosupresi berat, gangguan fungsi ginjal berat, hipersensitif, tumor dengan
perdarahan, kehamilan & laktasi.

Efek Samping:
Supresi sumsum tulang, leukopenia, trombositopenia, anemia, mual dan muntah,
diare, konstipasi, peningkatan bersihan kreatinin, peningkatan asam urat,
nitrogen urea darah dan kreatinin serum. Neuropati perifer, disgeusia,
ototoksisitas, peningkatan enzim hati, reaksi alergi, alopesia, sindroma
menyerupai flu, reaksi pada tempat injeksi

Farmakologi:
Mekanisme kerja: berikatan dengan DNA sehingga menyebabkan hambatan
replikasi dan transkripsi. Ekskresi terutama melalui ginjal, 32% dalam bentuk
utuh.

Interaksi obat:
Terapi bersamaan dengan obat-obat nefrotoksik meningkatkan atau
memperburuk toksisitas akibat carboplatin termasuk perubahan bersihan ginjal.
Terapi kombinasi dengan obat-obat mielosupresi lain dapat menyebabkan efek
aditif mielosupresi.

Peringatan dan Perhatian:


Monitor darah perifer dan fungsi ginjal. Lakukan evaluasi neurologi dan fungsi
pendengaran secara berkala.

2. Ondansetron
Komposisi:
Tiap ml mengandung:
Ondansetron HCl dihydrate 2,5 mg setara dengan Ondansetron base 2 mg

Indikasi:
Penanggulangan mual dan muntah karena kemoterapi dan radioterapi serta
operasi.

Dosis dan cara pemberian:


- Pengobatan mual dan muntah pasca bedah:
IM 4 mg sebagai dosis tunggal atau IV 4 mg secara perlahan-lahan.
- Pencegahan dan pengobatan mual dan muntah karena kemoterapi
Dewasa:
- Kemoterapi yang sangat emetogenik, misalnya cisplatin. Mula-mula diberikan
injeksi 8 mg ondansetron IV secara lambat atau diinfuskan selama 15 menit
segera sebelum diberikan kemoterapi, diikuti dengan infus 1 mg
ondansetron/jam terus menerus selama kurang dari 24 jam atau 2 injeksi 8 mg
IV secara lambat atau diinfuskan selama 15 menit dengan selang waktu 4 jam.
Atau bisa juga diikuti dengan pemberian 8 mg per oral 2 kali sehari selama
kurang dari 5 hari.
- Kemoterapi yang kurang emetogenik, misalnya cyclophosphamide. Injeksi IV 8
mg ondansetron secara lambat atau diinfuskan selama 15 menit segera sebelum
diberikan kemoterapi, diikuti dengan 8 mg per oral 2 kali sehari selama kurang
dari 5 hari.
- Anak-anak >4 tahun:
5 mg/ml secara IV selama 15 menit segera sebelum diberikan kemoterapi, diikuti
dengan memberikan 4 mg per oral tiap 12 jam selama kurang dari 5 hari.
- Usia lanjut:
Ondansetron dapat ditoleransi dengan baik pada penderita usia diatas 65 tahun
tanpa mengubah dosis, frekuensi, ataupun cara pemakaian.

- Penderita dengan gangguan fungsi ginjal:


Tidak memerlukan penyesuaian dosis harian, frekuensi ataupun cara pemberian.

- Penderita dengan gangguan fungsi hati:


Dosis total harian tidak boleh lebih dari 8 mg.

Kontraindikasi:
Hipersensitivitas, sindroma perpanjangan interval QT bawaan.

Efek Samping:
Sakit kepala, sensasi hangat atau kemerahan, konstipasi, reaksi lokasi
injeksi, tidak umum: kejang, gangguan gerakan (termasuk reaksi ekstrap iramidal
seperti reaksi distoni, oculogyric crisis, diskinesia), aritmia, nyeri dada dengan
atau tanpa depresi segmen ST, bradikardi, cegukan, peningkatan uji fungsi hati
tanpa gejala; jarang: reaksi hipersensitivitas yang terjadi segera dan kadang
berat termasuk anafilaksis, pusing saat pemberian intravena secara cepat,
gangguan penglihatan sepintas (pandangan kabur) setelah mendapat obat
intravena; sangat jarang: kebutaan sementara selama pemberian intravena.
Farmakologi:
Ondansetron suatu antagonis reseptor serotonin tipe 5-HT3, yang bekerja secara
selektif dan kompetitif dalam mencegah maupun mengatasi mual dan muntah
akibat pengobatan sitostatika dan radioterapi.

Interaksi:
Fenitoin, karbamazepin dan rifampisin: meningkatkan metabolisme ondansetron,
tramadol: ondansetron menurunkan efek tramadol, rifampisin: meningkatkan
metabolisme ondansetron.

Peringatan:
Hipersensitivitas terhadap antagonis 5HT3 lainnya, kepekaan terhadap
perpanjangan interval QT, obstruksi intestinal subakut, operasi adenotonsillar,
kehamilan, menyusui, gangguan hati sedang dan berat (maksimal 8 mg/hari).

3. Leucogen
Komposisi:
Filgrastim 300 mcg.

Indikasi:
Memperpendek masa neutropenia pada pasien dengan kanker tumor padat atau
keganasan non-mieloid yang mendapatkan kemoterapi sitotoksik mielosupresif.

Dosis:
Dosis anjuran : 5 mch/kg berat badan secara bolus SC atau infus IV jangka
pendek 1 kali/hari selama 30 menit, untuk 2 minggu.

Kontra Indikasi:
Hipersensitif terhadap protein yang berasal dari E. coli. Keganasan mieloid, tidak
boleh digunakan untuk meningkatkan dosis kemoterapi sitotoksik sebelum
menentukan besarnya dosis rejimen. Gangguan ginjal atau hati berat. Hamil dan
laktasi. Anak.

Efek Samping:
Nyeri muskuloskeletal ringan s/d sedang, peningkatan enzim laktat
dehidrogenase, fosfatase alkalin, asam urat serum & γ-glutamil transpeptidase.

Farmakologi:
Meningkatkan produksi granulosit (terutama neutrofil).

Peringatan :
Pemeriksaan jumlah sel darah putih hrs dilakukan dg interval teratur, hentikan
penggunaan obat ini jika jumlah leukosit >50 x 103/L. Jika jumlah neutrofil absolut
>10,000/mm3 ssdh memperoleh angka nadir neutrofil yg diinduksi oleh
kemoterapi sesuai dg yg diharapkan, hentikan terapi. Monitor densitas tulang pd
pasien yg mengalami peny tulang osteoporosis.

4. Neurobion
Komposisi:
Vit B1 100 mg, vit B6 100 mg, vit B12 5000 mcg

Indikasi :
Menghasilkan efek analgesik dan regenerasi saraf untuk terapi gangguan sistem
saraf perifer pada polineuritis, neuralgia, skiatika, dan sindrom bahu lengan,
lumbago-lumbalgia, neuralgia interkostal, neuralgia trigeminal, kelumpuhan otot
wajah, herpes zoster, neuropati diabetikum, neuritis optik, rasa kebas pada
ekstremitis. Suplemen terhadap terapi INH, reserpin, dan fenotiazin; hiperemis
gravidarum; defisiensi vit B; cedera serebrovaskuler.

Dosis:
Kasus berat 1 ampul/hari melalui injeksi IM intragluteal dalam.
Kontra Indikasi:
Kontraindikasi dalam pemakaian neurobion terutama bila ada riwayat alergi
sebelumnya dan adanya gangguan pembekuan darah.

Interaksi Obat :
Efek obat mengalami penurunan jika diberikan bersama levodopa

Efek Samping :
Reaksi alergi (gatal-gatal, timbul biduran pada seluruh tubuh), perdarahan, serta
rasa berdebar-debar dan nyeri pada dada.

5. Neurobion
Indikasi:
Antihistamin, antiemetik, anti spamodik; parkinsonisme, reaksi ekstrapiramidal
karena obat; anak dengan gangguan emosi.

Dosis dan cara Pemakaian:

1. Dosis oral:
 Dewasa dan remaja: 25-50 mg 3-4 kali sehari, dengan interval 4-6 jam,
bila perlu. Dosis maksimal 300 mg/hr.
 Usia lanjut : Mulai dengan dosis dewasa serendah mungkin. Usia lanjut
lebih sensitif terhadap efek antikolinergik.
 Anak-anak > 9.1 kg: 12.5-25 mg 3-4 kali per hari, dengan interval 4-6 jam.
Sebagai alternatif, berikan 5 mg/kg/hr, terbagi dalam 3-4 dosis.
 Dosis maksimal 300 mg/hr.Anak-anak 9.1 kg: 6.25-12.5 mg 3-4 kali per
hari, dengan interval 4-6 jam.
 Alternatif lain, berikan 5 mg/kg/hr, terbagi dalam 3-4 dosis. Dosis
maksimal 300 mg/hr.
2. Intravena atau intramuscular:
 Dewasa dan remaja: 10-50 mg IM atau IV setiap 4-6 jam, bila perlu. Dosis
tunggal 100 mg dapat diberikan bila perlu.
 Dosis maksimal 400 mg/hr.Usila: Mulai dengan dosis dewasa terkecil.
Usila lebih sensitif terhadap efek antikolinergik.
 Anak-anak: 5 mg/kg/hr IM atau IV, terbagi dalam 3-4 dosis. Untuk
pengobatan rinitis alergi atau selesma: Dosis oral: Dewasa dan remaja:
25-50 mg tiap 4-6 jam, maksimal 300 mg sehari.

3. Usia lanjut: Mulai dengan dosis dewasa serendah mungkin .

4. Usia lanjut lebih sensitif terhadap efek antikolinergik

 Anak-anak 6-12 tahun: 12.5-25 mg tiap 4-6 jam, maksimal 150 mg sehari.
 Anak-anak < 6 tahun dengan berat > 9.1 kg: 12.5-25 mg 3-4 kali per hari,
dengan interval 4-6 jam. Alternatif lain, 5 mg/kg/hr, terbagi dalam 3-4
dosis. Dosis maksimal 150 mg/hr.
 Anak-anak < 6 tahun dengan berat 9.1 kg: 6.25-12.5 mg 3-4 kali per hari,
dengan interval 4-6 jam. Alternatif lain, 5 mg/kg/hr, terbagi dalam 3-4
dosis. Dosis maksimal 150 mg/hr.

Kontra Indikasi:
 Hipersensitif terhadap difenhidramin atau komponen lain dari formulasi
 Asma akut karena aktivitas antikolinergik antagonis H1 dapat
mengentalkan sekresi bronkial pada saluran pernapasan sehingga
memperberat serangan asma akut.
 Pada bayi baru lahir karena potensial menyebabkan kejang atau
menstimulasi SSP paradoksikal

Efek Samping :
Dada sesak, ekstrasistol, hipotensi, palpitasi, takikardia. Sedasi, mengantuk,
pusing, gangguan koordinasi, sakit kepala, kelelahan, kejang paraksikal,
insomnia, euforia, bingung. Fotosensitif, kemerahan, angioedema, urtikaria.
Mual, muntah, diare, sakit perut, xerostomia, peningkatan nafsu makan,
peningkatan berat badan, kekeringan mukosa, anoreksia. Retensi urin, sering
atau sebaliknya, susah buang air kecil. Anemia hemolitika, trombositopenia,
agranulositosis. Penglihatan kabur. Sekret bronki mengental.

Interaksi :

 Inhibitor acetylcholinesterase (sedang): Antikolinergik dapat mengurangi


efek terapi Inhibitor Acetylcholinesterase.
 Inhibitor acetylcholinesterase dapat mengurangi efek terapi antikolinergik.
Jika tindakan antikolinergik merupakan efek samping dari agen, hasilnya
mungkin menguntungkan.
 Alkohol (Etil): SSP depresan dapat meningkatkan efek depresan SSP dari
Alkohol (Etil).
 Amfetamin: Dapat mengurangi efek obat penenang Antihistamin.
 Antikolinergik: Dapat meningkatkan efek merugikan/toksik Antikolinergik
lainnya. Pengecualian: paliperidone.
 Betahistine: Antihistamin dapat mengurangi efek terapi Betahistine.
 CNS Depresan: Dapat meningkatkan efek merugikan/toksik SSP
depresan lainnya.
 Kodein: CYP2D6 Inhibitor (Moderate) dapat mengurangi efek terapi
Kodein. Ini CYP2D6 inhibitor dapat mencegah konversi metabolisme
kodein morfin metabolit aktif. CYP2D6 Substrat: CYP2D6 Inhibitor
(Moderate) dapat menurunkan metabolisme CYP2D6 Substrat.
Pengecualian: Tamoxifen.
 Nebivolol: CYP2D6 Inhibitor (Moderate) dapat meningkatkan konsentrasi
serum nebivolol.
 Pramlintide: Dapat meningkatkan efek antikolinergik dari Antikolinergik.
Efek ini khusus untuk saluran pencernaan.
 Tamoxifen: CYP2D6 Inhibitor (Moderate) dapat menurunkan metabolisme
tamoxifen. Secara khusus, inhibitor CYP2D6 bisa mengurangi
pembentukan metabolit aktif yang sangat ampuh.
Tramadol: CYP2D6 Inhibitor (Moderate) dapat mengurangi efek terapi tramadol.
Ini CYP2D6 inhibitor dapat mencegah konversi metabolisme tramadol untuk
metabolit aktif yang menyumbang banyak efek opioid.

Peringatan :
Glaukoma sudut sempit, tukak lambung, obstruksi piloro duodenal, gejala
hipertropi prostat atau obstruksi struktural kandung kencing; riwayat asma
bronkial, kenaikan tekanan intra okuler, hipertiroid, penyakit kardiovaskuler atau
hipertensi; hamil; hindari mengemudi dan menjalankan mesin; lihat juga
keterangan di atas.

6. Dexamethasone
Indikasi :
Antiinflamasi, pengobatan rematik arthritis, dan penyakit kolagen lainnya, alergi
dermatitis,penyakit kulit,penyakit inflamasi pada masa dan kondisi lain dimana
glucocorticoid berguna lebih menguntungkan seperti penyakit leukemia tertentu
dan limfoma dan inflamasi pada jaringan lunak dan anemia hemolitik.

Dosis :
4-20 mg disuntikkan intramuskular (IM) atau intravena (IV).cJika diperlukan
dapat diulangi 2-4 mg setelah dosis awal. cMaksimal 80 mg/hari.
Syok : 2-6 mg sebagai dosis tunggal.

Kontra indikasi :
 Jangan menggunakan deksametason (dexamethasone) untuk pasien yang
memiliki riwayat hipersensitif pada obat golongan kortikosteroid.
 Deksametason (dexamethasone), sebaiknya tidak diberikan pada pasien yang
menderita tukak lambung, osteoporosis, diabetes melitus, infeksi jamur
sistemik, glaukoma, psikosis, psikoneurosis berat, penderita TBC aktif, herpes
zoster, herpes simplex, infeksi virus lain, sindroma Cushing dan penderita
dengan gangguan fungsi ginjal.
Efek Samping :
 Obat-obat glukokortikoid termasuk deksametason (dexamethasone),
meningkatkan pembentukan glukosa dari protein. Hal ini menyebabkan
peningkatan kadar gula dalam darah sehingga pemberian obat ini pada
penderita diabetes mellitus sebaiknya dihindari.
 Penggunaan protein dalam proses pembentukan glukosa, juga menyebabkan
pengeroposan tulang karena matriks protein penyusun tulang menyusut
drastis. Oleh karena itu penggunaan deksametason (dexamethasone) pada
pasien yang memiliki resiko besar seperti usia lanjut sangat tidak dianjurkan.
Untuk anak-anak hal ini dapat menghambat pertumbuhan, khususnya
pertumbuhan tulang.
 Deksametason (dexamethasone) seperti glukokortikoid lainnya, juga
mempengaruhi proses metabolisme lemak termasuk distribusinya di dalam
tubuh. Hal ini menyebabkan efek di beberapa bagian tubuh seperti wajah yang
kelihatan lebih tembem. Efek samping ini, sering disalahgunakan dengan cara
menambahkan obat ini ke dalam produk-produk penambah berat badan ilegal.
Pemakai produk ilegal ini mengira dirinya mengalami kenaikkan berat badan,
padahal hal itu adalah efek samping dari deksametason (dexamethasone),
yang sangat berbahaya jika obat ilegal itu dikonsumsi dalam jangka waktu
lama.
 Obat ini menurunkan fungsi limfa yang mengakibatkan sel limfosit berkurang
dan mengecil. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya penurunan sistem
kekebalan tubuh akibat pemakaian deksametason (dexamethasone).
 Secara umum kumpulan-kumpulan efek samping ini dikenal sebagai Cushing
sindrom, yaitu gejala-gejala seperti muka tembem, penebalan seperti selulit
pada punggung dan perut, hipertensi, penurunan toleransi terhadap
karbohidrat dan gejala-gejala lainnya.
Interaksi Obat:
 Aminoglutethimide : menurunkan kadar deksametason, melalui induksi enzim
mikrosomal sehingga mengurangi efek farmakologis deksametason
(dexamethasone).
 Agen Kalium-depleting : jika diberikan bersamaan dengan obat-obat kalium-
depleting agen (misalnya, amfoterisin B, diuretik), pengamatan ketat harus
dilakukan terhadap kemungkinan terjadinya hipokalemia
 Antibiotika makrolida : menurunkan klirens deksametason (dexamethasone)
sehingga meningkatkan kadar/efek farmakologisnya.
 Antidiabetik : kortikosteroid dapat meningkatkan konsentrasi glukosa darah,
oleh karena itu penyesuaian dosis obat anti diabetes mungkin diperlukan.
 Isoniazid : Konsentrasi serum isoniazid mungkin akan menurun jika diberikan
bersamaan dengan deksametason (dexamethasone).
 Cholestyramine dan efedrin : Cholestyramine meningkatkan klirens
kortikosteroid sehingga menurunkan kadar/efek farmakologisnya.
 Vaksin hidup : deksametason (dexamethasone) menurunkan sistem imun
tubuh sehingga meningkatkan resiko terjadinya infeksi. Penggunaan vaksin
hidup pada pasien yang menggunakan deksametason (dexamethasone)
sebaiknya dihindari.
 Anti jamur azole seperti ketoconazole (misal merk Mycoral) : mengurangi
metabolisme kortikosteroid sehingga dapat meningkatkan kadar dan efek
farmakologisnya.
 NSAID: aspirin atau NSAID lainnya (as mefenamat, ibuprofen, ketoprofen dll)
meningkatkan resiko efek samping perdarahan pada saluran pencernaan.

Perhatian :
 Penderita gangguan pencernaan seperti tukak lambung dan kolitis ulceratif
sebaiknya hati-hati jika menggunakan deksametason (dexamethasone),
karena beresiko terjadinya perdarahan pada saluran pencernaan.
 Pasien yang memiliki gangguan fungsi hati dan ginjal misalnya pasien usia
lanjut, deksametason (dexamethasone) diberikan dengan dosis terendah dan
durasi sesingkat mungkin.
 Jangan menghentikan pemakaian obat ini secara tiba-tiba tanpa
sepengetahuan dokter terutama pada penggunaan jangka panjang karena
dapat mengakibatkan gejala-gejala seperti mialgia, artralgia dan malaise.
 Sistem kekebalan tubuh yang menurun menyebabkan pasien lebih rentan
terkena penyakit cacar dan campak.
 Obat-obat sistemik kortikosteroid diketahui ikut keluar bersama air susu ibu
(ASI). Karena efek obat ini bisa menggangu pertumbuhan, mengganggu
produksi kortikosteroid endogen, atau efek yang tak diinginkan lainnya, ibu
menyusui sebaiknya tidak menggunakan obat ini.

7. Furosemid
Indikasi:
Pengobatan edema yang menyertai payah jantung kongestif, sirosis hati dan
gangguan ginjal termasuk sindrom nefrotik. Pengobatan hipertensi, baik
diberikan tunggal atau kombinasi dengan obat antihipertensi.
Furosemida sangat berguna untuk keadaan-keadaan yang membutuhkan
diuretik kuat. Pendukung diuresis yang dipaksakan pada keracunan

Dosis:
 Oral: Udem. Dewasa, dosis awal 40 mg pada pagi hari, penunjang 20-40
mg sehari, tingkatkan sampai 80 mg sehari pada udem yang
resistensi. Anak, 1-3 mg/kg BB sehari, maksimal 40 mg sehari. Oliguria.
Dosis awal 250 mg sehari. Jika diperlukan dosis lebih besar, tingkatkan
bertahap dengan 250 mg, dapat diberikan setiap 4-6 jam sampai
maksimal dosis tunggal 2 g (jarang digunakan).
 Injeksi intravena atau intramuskular: Udem. Dewasa >15 tahun, dosis
awal 20-40 mg, dosis dapat ditingkatkan sebesar 20 mg tiap interval 2 jam
hingga efek tercapai. Dosis individual diberikan 1-2 kali sehari. Pemberian
injeksi intravena harus perlahan dengan kecepatan tidak melebihi 4
mg/menit. Pemberian secara intramuskular hanya dilakukan bila
pemberian oral dan intravena tidak memungkinkan. Intramuskular tidak
untuk kondisi akut seperti udem pulmonari. Udem pulmonari akut. Dosis
awal 40 mg secara intravena. Jika tidak mendapatkan respons yang
diharapkan selama 1 jam, dosis dapat ditingkatkan hingga 80 mg secara
intravena lambat. Udem otak. Injeksi intravena 20-40 mg 3 kali
sehari. Diuresis mendesak.Dosis 20-40 mg diberikan bersama infus cairan
elektrolit. Bayi dan anak <15 tahun, pemberian secara parenteral hanya
dilakukan bila keadaan mendesak atau mengancam jiwa (1 mg/kg BB
hingga maksimum 20 mg/hari).

Kontraindikasi:
Gagal ginjal akut dengan anuria, koma hepatik, hipokalemia, hiponatremia &
atau hipovolamia dengan atau tanpa hipotensi. Gangguan fungsi ginjal atau hati.

Efek Samping :
Gangguan pencernaan ringan, kehilangan Ca, K, Na. Nefrokalsinosis pd bayi
prematur, metabolik alkalosis, diabetes. Jarang, syok anafilaktik, depresi
sumsum tulang, reaksi alergi, pankreatitis akut, gangguan pendengaran.

Interaksi:
Glukokortikoid, karbenoksolon, atau laksatif: meningkatkan deplesi kalium
dengan risiko hipokalemia. Antiinflamasi non-steroid (AINS), probenesid,
metotreksat, fenitoin, sukralfat: mengurangi efek dari furosemid. Glikosida
jantung: meningkatkan sensitivitas miokardium. Obat yang dapat
memperpanjang interval QT: meningkatkan risiko aritmia ventrikular. Salisilat:
meningkatkan risiko toksisitas salisilat. Antibiotik aminoglikosida, sefalosporin,
dan polimiksin: meningkatkan efek nefrotoksik dan ototoksik. Sisplastin:
memungkinkan adanya risiko kerusakan pendengaran. Litium: meningkatkan
efek litium pada jantung dan neurotoksik karena furosemid mengurangi eksresi
litium. Antihipertensi: berpotensi menurunkan tekanan darah secara drastis dan
penurunan fungsi ginjal. Probenesid, metotreksat: menurunkan eliminasi
probenesid dan metotreksat. Teofilin: meningkatkan efek teofilin atau agen
relaksan otot. Antidiabetik dan antihipertensi simpatomimetik: menurunkan efek
obat antidiabetes dan antihipertensi simpatomimetik. Risperidon: hati-hati
penggunaan bersamaan. Siklosporin: meningkatkan risiko gout. Media kontras:
risiko pemburukan kerusakan ginjal. Kloralhidrat: mungkin timbul panas,
berkeringat, gelisah, mual, peningkatan tekanan darah dan takikardia.

Peringatan:
Hipotensi, pasien dengan risiko penurunan tekanan darah, diabetes melitus,
gout, sindrom hepatorenal, hipoproteinemia, bayi prematur.

8. Paxus
Komposisi:
Paclitaxel.

Indikasi:
Terapi lini pertama & terapi subsekuen karsinoma ovarium & kanker paru jenis
sel kecil stadium lanjut dlm kombinasi dg sisplatin. Terapi kanker payudara yg
gagal dg kemoterapi kombinasi.

Dosis:
175 mg/m2 IV selama 3 jam tiap 3 minggu.

Kontra Indikasi:
Hipersensitivitas berat pada paclitaxel atau obat lain yang diformulasikan dalam
polioksil 35 minyak jarak. Baseline neutropenia (<1.500). Kehamilan & menyusui.
Efek Samping :
Alopesia, gangguan Gl, penekanan sumsum tulang, neuropati perifer,
hipersensitivitas, hipotensi, bradikardia, abnormalitas pada EKG. Jarang,
kelainan konduksi jantung, kejang grand mal. Peningkatan enzim hati.

Interaksi obat :
Jika telah mengonsumsi obat lain atau produk toko pada waktu bersamaan, efek
dari Paxus Injection dapat berubah. Ini dapat meningkatkan resiko untuk efek
samping atau menyebabkan obat tidak bekerja dengan baik.Paxus
Injection dapat berinteraksi dengan obat dan produk berikut ini:
 Cisplatin
 Doxorubicin
 Fluorouracil
 Ketoconazole
 Podophyllum
 Rotavirus Vaccine
 Strontium-89 chloride
 Trastuzumab

Perhatian :
Pasien harus diberi premedikasi. Kelainan jantung yang serius. Hindari kontak
dengan peralatan atau perangkat PVC.

9. Neurodex
Komposisi:
Vit B1 100 mg, vit B6 200 mg, vit B12 250 mcg.

Indikasi :
Gejala neurotropik karena defisiensi vit, gangguan neurologik, mual dan muntah
pada kehamilan, anemia; roboransia untuk kejang, lesu, dan usia lanjut.
Dosis :
Dewasa 1 drag 2-3 x/hari.

Kontra Indikasi:
Hipersensitif terhadap komponen obat ini.

Efek Samping :

Pemakaian vitamin B6 dosis besar dalam jangka waktu lama dapat


menyebabkan sindrom neuropati.

Interaksi obat :
Neurodex Tablet dapat berinteraksi dengan obat dan produk berikut ini:
 Atropine
 Chlorpromazine
 Chlorthalidone
 Doxorubicin
 Glycopyrrolate
 Hydrochlorothiazide
 Levodopa
 Methotrexate
 Phenobarbital
 Phenothiazine
 Probenecid
 Scopolamine
 Tetracyclines
 Tricyclic antidepressants

Peringatan:
Sebaiknya tidak digunakan untuk pasien yang sedang menerima terapi
levodopa.
PEMBAHASAN

Karsinoma serviks merupakan kanker kedua tersering di dunia danpertama di

Indonesia. Hampir seluruh kanker serviks didahului lesiprekanker atau Cervical

Intraepitelial Neoplasia. Infeksi kronik Human Papilloma Virus (HPV) berperan penting

pada perkembangan karsinoma serviks. Pada karsinoma serviks IVA, Tumor

menginvasi mukosa buli-buli atau rekstum dan atau meluas sampai pelvis. Terapi yang

dapat dilakukan pada stadium ini yaitu terapi radiasi dikombinasi dengan kemoterapi.

Kemoterapi adalah pengobatan kanker yang menggunakan obat untuk

menghentikan pertumbuhan sel kanker, dengan membunuh sel atau dengan

menghentikan pembelahan sel. Ketika kemoterapi masuk melalui oral atau disuntikkan

ke vena atau otot, obat memasuki peredaran darah dan dapat menjangkau sel kanker

di seluruh tubuh (kemoterapi sistemik). Ketika kemoterapi diletakkan langsung ke kolum

spinal, organ, atau rongga tubuh, obat terutama mempengaruhi daerah tersebut saja

(kemoterapi regional).

Kemoterapi menggunakan kombinasi golongan taxane (paclitaxel) dengan

golongan platinum-based (carboplatin) dimana kombinasi obat ini awalnya sebagai

kemotarepi lini kedua, tetapi sekarang telah menjadi pilihan utama. Carboplatin bekerja

dengan cara mengganggu pertumbuhan sel-sel kanker. Obat ini adalah agen alkilasi

yang terikat secara kovalen dengan DNA yang akan memodifikasi siklus sel dengan

mengganggu struktur dan fungsi DNA.

Monitoring terhadap efek samping kemoterapi yaitu mual, muntah maka untuk

menganggulanginya perlu diberikan antiemetik. Namun semua efek samping ini


sementara, begitu kemoterapi dihentikan, kondisi pasien akan pulih kembali seperti

semula. Efek samping dari kemoterapi yang paling umum adalah mual dan muntah

sehingga sebelum dan setelah dilakukan kemoterapi pasien harus diberi antiemetik

untuk memberikan kenyamanan kepada pasien, pada kasus ini diberikan Ondansetron

dengan dosis 3 x sehari 8 mg setelah kemoterapi.

Pada kasus ini perlu diberi agen imunomodulator karena obat-obat sitotoksik

akan membunuh sel-sel pembentuk darah di sumsum tulang sehingga produksi

komponen-komponen darah seperti leukosit, eritrosit dan trombosit akan menurun,

akibatnya pasien mudah mengalami infeksi. Namun sebelum diberi imunomodulator

dimonitor dahulu kadar leukositnya, jika kadarnya menurun maka perlu pemberian

imunomodulator. Pada saat sistem imun menurun maka sebaiknya kemoterapi (obat

sitotoksik) dihentikan terlebih dahulu dan diterapi dengan imunomodulator, jika sistem

imun telah kembali normal maka kemoterapi dapat dilanjutkan kembali. Berdasarkan

pemeriksaan darah pada tanggal 17 November, nilai leukosit dan neutrofil pasien

dibawah nilai normal sehingga perlu diberi terapi imunomodulator sebelum kemoterapi

dilanjutkan. Imunomodulator yang diberikan pada pasien yaitu injeksi leucogen 250 mg

melalui subkutan.

Kelemahan utama carboplatin adalah efek samping berupa myelosuppressive

(Penekanan sumsum tulang seperti trombositopenia, neutropenia, dan leucopenia).

Myelosuppressive menyebabkan produksi sel darah dan trombosit dari sumsum tulang

dalam tubuh menurun drastis, kadang-kadang hanya 10% dari tingkat produksi normal.

Titik kritis myelosuppressive ini biasanya terjadi 21-28 hari setelah pengobatan

pertama, setelah itu tingkat sel darah dan platelet dalam darah mulai stabil. Penurunan
jumlah sel darah putih (neutropenia) ini dapat menyebabkan komplikasi. Komplikasi

neutropenia yang paling penting adalah kemungkinan infeksi yang meningkat oleh

organisme oportunistik, yang sering menyebabkan dibutuhkannya pengobatan dengan

antibiotik. Sehingga perlu dilakukan monitoring nilai sel sel darah pada pasien. Untuk

melakukan kemoterapi selanjutnya harus diberikan interval waktu untuk memberikan

kesempatan pada sumsum tulang untuk kembali normal dalam memproduksi sel darah

merah dan sel darah putih.

Monitoring lain yang perlu dilakukan , yaitu pemantauan fungsi ginjal secara

kontinue, dengan mengukur kadar klirens total. Walaupun efek samping carboplatin

lebih ringan dibandingkan dengan cisplatin, pemantauan klirens total tetap diperlukan.

jika ClT menurun (16-40 ml/menit) maka dosis cisplatin perlu diturunkan menjadi

200mg/m2. Namun jika ClT kadarnya 41-59 ml/menit maka dosis yang

direkomendasikan adalah 250mg/m2. Dengan pemantauan fungsi ginjal ini maka dosis

obat yang diberikan dapat disesuaikan dengan fungsi ginjal pasien.


DAFTAR PUSTAKA

Aziz MF, Andrijono, Saifuddin AB. Buku acuan nasional onkologi ginekologi. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2006.
Berek JS. Ovarian cancer. In: Berek JS (Ed). Novak’s gynecology. Lippincott Williams
and Wilkins; 2002
Angioli R, Panici PB, Kavanagh JJ, Pecorelli S, et al. Chemotherapy for gynecological
neoplasms. New York: Maecel Dekker; 2004. p.1–32.
Bristow RE, Karlan BY. Surgery for ovarian cancer. UK: Oxon; 2004. p.87–171.
Fraser M, Leung B, Thompson WE, Tsang B, et al. Chemoresistance in human ovarian
cancer: the role of apoptotic regulators. Reproductive Biology and Endocrinology.
2003; 1:66–79.
Chabner BA, Longo L. Cancer chemotherapy and biotherapy, principles and practice.
4th ed. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins; 2006.

Anda mungkin juga menyukai