Anda di halaman 1dari 2

Stunning merupakan salah satu teknik pemingsanan yang dianggap dapat memenuhi aspek

kesejahteraan hewan dan meminimalkan stress serta mengefisienkan penyembelihan dalam jumlah
yang besar. Tipe non-penetrating umumnya menyebabkan ketidaksadaran melalui pelemahan
sistem saraf yang mengakibatkan hilangnya kesadaran tanpa perubahan anatomis di otak.
Kortisol adalah salah satu hormon stres utama pada mamalia yang dilepaskan ketika terdapat
rangsangan stress. Rangsangan stres dapat berupa stres fisik, psikologi, dan hipoglikemia. Kortisol
secara cepat akan bersirkulasi di dalam darah dengan target organ yaitu hati, sel limfoid, kelenjar
timus, dan ginjal. Hormon ini akan dilepaskan baik pada saat stres akut maupun kronis dan
berfungsi untuk menyuplai cadangan energi pada setiap individu melalui konversi glikogen
menjadi energy.
Prinsip dasar untuk menerapkan kesejahteraan hewan ketika penyembelihan hewan yaitu
fasilitas yang digunakan untuk menangani hewan sebelum disembelih harus dapat meminimalkan
stres, personal yang telah dilatih dengan baik, perlengkapan yang sesuai dengan tujuan yang
diinginkan, proses efektif yang menyebabkan terjadinya kehilangan kesadaran namun tanpa diikuti
stres dan menjamin bahwa hewan tidak tersadar kembali hingga mengalami kematian.
Penyembelihan dan pemingsanan adalah dua prosedur yang berbeda. Tujuan dari
pemingsanan yaitu untuk menghilangkan kesadaran hewan sehingga hewan tidak merasa kesakitan
ketika disembelih dan bertujuan untuk menghentikan pergerakan sehingga memberikan keamanan
bagi penyembelih. Tujuan dari penyembelihan yaitu untuk mematikan hewan sebelum hewan
tersadar kembali dan untuk mengeluarkan darah dari karkas.
Menurut EFSA (2013), tanda yang mengindikasikan pemingsanan yang efektif adalah hewan
mengalami kejang yang ditandai dengan adanya punggung melengkung dan kaki yang mengalami
fleksi, kehilangan fungsi otot, telinga dan ekor terkulai. Hewan juga tidak bersuara, mata tidak
berotasi, tidak terdapat refleks kornea, tidak terdapat refleks pupil, dan kelopak mata tidak
bergerak.
Otot-otot akan dikonversi menjadi daging akibat adanya proses metabolisme dan struktural
yang terjadi ketika postmortem. Nilai pH dapat menunjukkan penyimpangan kualitas daging
karena berkaitan dengan warna, keempukan, cita rasa, daya ikat air, dan masa simpan.
Faktor yang mempengaruhi penurunan pH daging posmortem dapat dibagi menjadi dua yaitu
faktor ekstrinsik dan intrinsik. Faktor ekstrinsik antara lain adalah suhu lingkungan, penanganan
ternak sebelum dipotong, dan suhu penyimpanan. Faktor intrinsik yang mempengaruhi yaitu
kandungan glikogen daging dan stres pada ternak.
Laju penurunan pH posmortem otot longissimus dorsi sapi pada suhu 37 ºC yaitu berangsur-
angsur turun mulai dari pH 6.6-6.8 pada jam ke-1, pH 6.0-6.2 pada jam ke-3 hingga pH 5.4-5.6
pada jam ke-7. Nilai pH otot pada saat ternak masih hidup berkisar 7.2-7.4 dan pH akhir daging
setelah pemotongan dapat diukur sekurang-kurangnya setelah 24 jam. Nilai pH otot setelah hewan
mati akan menurun dari 7.4 (awal) menjadi 5.6–5.7 pada jam ke-6 sampai jam ke-8, kemudian
nilai pH tersebut akan menurun mencapai pH akhir sekitar 5.3–5.7 pada jam ke-24 posmortem.
Laju penurunan pH otot yang cepat dan ekstensif mengakibatkan warna daging menjadi
pucat, daya ikat protein terhadap cairannya menjadi lebih rendah, dan permukaan potongan daging
menjadi basah karena keluarnya cairan ke permukaan potongan daging yang disebut drip atau
weep.
Daya ikat air oleh protein daging ditentukan dengan pemeriksaan susut masak (cooking loss)
dan drip loss. Cooking loss adalah berat yang hilang (penyusutan berat) setelah pemasakan.
Drip loss adalah cairan atau (eksudat) yang keluar dari daging tanpa aplikasi/penerapan tekanan
dari luar.
Diduga hewan mengalami stres tidak hanya pada saat penyembelihan namun juga pada saat
penanganan yang kurang baik di kandang penampungan, penggiringan sapi di gang way,
penanganan ketika memasuki restraining box, dan stunner yang kurang terlatih.
Stres sebelum penyembelihan dapat dibagi menjadi dua yaitu stres fisik dan psikologi. Stres
fisik dapat disebabkan oleh suhu ambien yang tinggi, adanya getaran, suara gaduh, dan kepadatan,
lantai licin, kekurangan air dan makanan, loading dan unloading dari alat transportasi, pemuasaan
yang berlebihan, dan kelelahan . Stres psikologi diantaranya yaitu pemisahan dari kelompok sosial,
pencampuran dengan kelompok yang tidak dikenal, bau yang tidak dikenal, dan lingkungan yang
baru.
Perbedaan kandungan glikogen pada saat penyembelihan tergantung pada bobot hidup, status
nutrisi, jenis otot, serabut otot, bangsa, dan temperamen ternak. Kandungan glikogen yang berbeda
dari setiap jenis daging menyebabkan kecepatan glikolisisnya juga berbeda.
Tingginya pH dan kandungan protein yang dapat mempercepat proses pembusukan. Adanya
darah yang tersisa di dalam karkas akan mempengaruhi aroma dan masa simpan daging.
Pengeluaran darah yang baik dapat terjadi jika hewan dalam keadaan sehat namun dapat
diperlambat jika hewan mengalami kondisi demam, infeksi pada bagian jantung, infeksi pada
bagian paru-paru dan otot serta mengalami kondisi indigesti yang berat.
Denaturasi protein sarkoplasma dapat dipercepat ketika pH mengalami penurunan. Nilai pH
yang menurun dengan cepat (pada saat pemecahan ATP) akan meningkatkan kecenderungan
aktomiosin untuk saling berkontraksi sehingga daya ikat air rendah dan cooking loss tinggi.

Anda mungkin juga menyukai