Anda di halaman 1dari 23

P-ISSN : 2089-6549 E-ISSN : 2582-2182 Tahun 6, Volume 6 No.

1 Mei 2016

Alive Library as a Brand Positioning in School Library


Bina Persada
Alive Library Sebagai Brand Positioning di Perpustakaan Sekolah
Bina Persada
Oleh :
Septian Sugara
Doddy Rusmono
Susanti Agustina
Program Studi Perpustakaan dan Informasi
Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Pendidikan Indonesia
newseptian@yahoo.co.id

Abstrak. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh fenomena implementasi brand positioning


sebagai suatu keunggulan di Perpustakaan Sekolah Bina Persada yang mampu meningkatkan
sense of belonging dan minat kunjung pemustaka. Penelitian ini menggunakan pendekatan
kualitatif studi kasus. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawanara dan
studi dokumentasi. Temuan hasil penelitian mencakup: (1) alive library sebagai brand
positioning di Perpustakaan Sekolah Bina Persada dilandasi oleh keprihatinan Pustakawan
terhadap pembatasan waktu kunjungan siswa ke perpustakaan. (2) implementasi brand
positioning di Perpustakaan Sekolah Bina Persada dapat dikatakan berhasil, meskipun pada
penerapannya belum sesuai dengan teori. (3) pola implementasi brand positioning alive
library yang dapat menjadi model untuk diimplementasikan di perpustakaan (sekolah)
lainnya.

Kata kunci : alive library, brand positioning, Perpustakaan Sekolah, Pustakawan.

Abstract. This research is motivated by the phenomenon of brand positioning implementation as a


superiority at Perpustakaan Sekolah Bina Persada, which effectively increase the sense of belonging
and users interest. Approach used in this research was case study qualitative. The data were collected
by observation, interview and study of documentation. The findings of the research are : (1) alive
library as brand positioning at Perpustakaan Sekolah Bina Persada is motivated by librarian's
concern of students' visit restriction. (2) implementation of brand positioning at Perpustakaan Sekolah
Bina Persada is generally successful, although the implementation hasn't fitted the theory. (3) pattern
of alive library brand positioning implementation, which has a possibility to be a model of
implementation at another (school) library.

Keyword : alive library, brand positioning, school library, librarian.

Edulib - Septian Sugara, Doddy Rusmono, Susanti Agustina 82


Tahun 6, Volume 6 No. 1 Mei 2016

PENDAHULUAN yang dapat diperoleh dengan cepat,


Konsep alive library merupakan mudah dan murah melalui Internet.
salah satu contoh implementasi brand Globalisasi memberikan dampak yang
positioning yang berhasil diterapkan di cukup signifikan bagi keleluasaan
perpustakaan. Brand positioning penyebarluasan informasi di dunia. Tidak
merupakan salah satu strategi pemasaran ada lagi batasan teritorial negara, bahasa
yang menonjolkan nilai keunggulan dan dan zona waktu dalam proses
keunikan dari sebuah barang atau jasa, penyebarluasan informasi saat ini. Secara
untuk menarik perhatian pemustaka dan spesifik, di wilayah regional Asia
mengikatnya untuk menjadi pemustaka tenggara, masyarakat ASEAN
setia. Keller (2009) mengemukakan, menyambut diresmikannya Asean
“Positioning is the act of designing the Economic Community di akhir tahun
company's offering and image to occupy a 2015. Tidak hanya berdampak pada aspek
distinctive place in the minds of the target ekonomi, nota kesepakatan ini juga
market”. Tujuan dari kegiatan ini adalah berdampak pada pola konsumsi informasi
untuk memaksimalkan frekuensi masyarakat ASEAN, serta transparansi
kunjungan para siswa sebagai pemustaka, informasi di dalamnya. Kebutuhan
sehingga akhirnya menjadi pemustaka informasi yang cepat, mudah dan murah
setia. mendesak para pemangku kebijakan di
Hasil akhir dari sebuah promosi instansi perpustakaan di seluruh dunia
adalah peningkatan minat kunjung untuk terus melakukan inovasi dalam
pemustaka. Menurut Suwarno (2009, mengoptimalkan koleksi perpustakaan,
hlm.111), “pengunjung, anggota, dan sekaligus meningkatkan loyalitas segenap
pemakai perpustakaan adalah sasaran pemustaka.
utama penyeleggaraan perpustakaan”. Sebagai suatu pusat peradaban,
Artinya, semakin tinggi frekuensi perpustakaan menjadi lembaga yang
kunjungan dan interaksi pemustaka sangat hidup dengan kehadiran
dengan perpustakaan, maka semakin pemustaka. Pemustaka merupakan bagian
tinggi pula tingkat keberhasilan suatu yang sangat penting dalam menjaga
perpustakaan dan mutu perpustakaan itu eksistensi suatu perpustakaan.
sendiri. Ranganathan, 1931 (dalam Sen, 2008,
Alasan yang logis mengenai hlm.87) menyatakan 5 prinsip utama
pentingnya kegiatan promosi di dalam membangun perpustakaan. Kelima
perpustakaan. Memasuki abad ke 21, prinsip itu meliputi books are for use,
kebutuhan informasi terus berkembang. every reader his/her book, every book its
Demikian pula akses terhadap informasi, reader, save the time of the reader, dan

83 Alive Library Sebagai Brand Positioning di Perpustakaan Sekolah Bina Persada


Tahun 6, Volume 6 No. 1 Mei 2016

library is a growing organism. Berdasarkan latar belakang di atas,


Berdasarkan kelima prinsip di atas, topik yang diangkat oleh peneliti adalah
dapat disimpulkan bahwa salah satu mengenai konsep alive library sebagai
indikator perpustakaan yang ideal adalah brand positioning di Perpustakaan
terjadinya keterlibatan pemustaka yang Sekolah Bina Persada. Penulis berharap,
aktif di dalamnya. Hal ini sesuai dengan penelitian ini dapat dijadikan bahan
konsep alive library yang diterapkan di pertimbangan dalam pengambilan
Perpustakaan Sekolah Bina Persada, keputusan, terutama dalam
dimana siswa sebagai pemustaka pengembangan implementasi brand
dilibatkan secara aktif dalam membangun positioning, sehingga kegiatan ini dapat
iklim perpustakaan yang dinamis, demi lebih berkembang demi kemajuan
menjaga eksistensi lembaga perpustakaan sekolah di Indonesia.
perpustakaan.
Banyak cara yang dapat ditempuh Metode
untuk meningkatkan minat kunjung, salah Penelitian ini menggunakan
satunya adalah melalui brand positioning. pendekatan kualitatif, mengacu pada
Studi pendahuluan yang dilakukan di pandangan filsafat postpositivisme,
Perpustakaan Sekolah Bina Persada dimana realitas sosial dipandang sebagai
menunjukkan suatu bentuk promosi yang sesuatu yang holistik kompleks, dinamis,
sangat menonjol, dimana pustakawan penuh makna dan bersifat interaktif
tidak hanya melakukan promosi melalui (Sugiyono, 2013). Metode kualitatif
media dan user education tetapi langsung dipilih karena peneliti bermaksud untuk
menanamkan brand positioning, melalui mendeskripsikan dan menganalisis
sebuah konsep yang disebut alive library. fenomena tertentu secara mendalam dan
Karena keunggulan tersebut, peneliti terinci.
merasa perlu untuk mendalami lebih jauh Berdasarkan studi pendahuluan
proses brand positioning ini dibangun dan yang dilakukan pada November 2015,
bagaimana hasil yang diperoleh. diketahui fakta bahwa terdapat
Penelitian ini diperlukan karena di keunggulan di Perpustakaan Sekolah Bina
masa mendatang, informasi berkembang Persada berupa implementasi konsep
secara lebih cepat dan masif. Tanpa brand alive library sebagai Brand Positioning
positioning, perpustakaan sekolah (BP). Fakta inilah yang kemudian akan
memiliki resiko yang sangat besar untuk dijabarkan dalam penelitian ini dengan
kehilangan eksistensi, mengingat menggunakan metode penelitian
derasnya arus dan sumber informasi pada kualitatif. Metode kualitatif dianggap
masa yang akan datang. sesuai, karena BP merupakan suatu upaya

Edulib - Septian Sugara, Doddy Rusmono, Susanti Agustina 84


Tahun 6, Volume 6 No. 1 Mei 2016

multidisipliner yang melibatkan banyak berupa implementasi BP. Oleh karena itu,
aspek. Oleh sebab itu, untuk menggali model studi kasus dianggap relevan untuk
nilai keunggulan alive library sebagai BP, digunakan pada penelitian ini.
dibutuhkan metode yang mendalam Subjek penelitian ini terdiri dari 1
sekaligus penyajian hasil penelitian orang informan kunci (pustawakan), dan 9
berupa deskripsi sehingga keunggulan orang informan (1 orang guru senior yang
yang diteliti dapat terpaparkan secara mewakili unsur kepala sekolah, 7 orang
optimal untuk menghasilkan pemahaman perwakilan siswa, dan 2 orang perwakilan
yang komperhensif. guru), serta 1 orang ahli bidang BP.
Penelitian ini didesain dengan Penelitian ini dilakukan di Perpustakaan
menggunakan pendekatan studi kasus. Sekolah Bina Persada, yang berada di Jl.
Doodley (2002, hlm. 337) menyatakan, Setra Duta Cemara, Blok K, Setra Duta
“Cases (sometimes referred to as case Residence, Kota Bandung. Lokasi ini
writing) and case study are different in dipilih karena Perpustakaan Sekolah Bina
manyways and resemble each other in Persada memiliki keunggulan berupa
otherways. We will look at them both penerapan konsep alive library sebagai
individually. The case itself is as account BP, yang merupakan bagian dari kegiatan
of an activity, event, or problem. The case promosi. Peneliti berharap penelitian ini
usually describes a series of events that dapat mengungkapkan pola penerapan BP
reflect the activity of problem as it di Perpustakaan Sekolah Bina Persada,
happened”. Sementara, Yin (2009, hlm. sehingga dapat menginspirasi lebih
29) menyatakan, “Of course, the 'case' banyak perpustakaan sejenis untuk
also can be some event of entity other than menerapkan BP.
a single individual. Case studies have Teknik pengumpulan data yang
been done about decisions, programs, the digunakan peneliti meliputi observasi,
implementation process, and wawancara, studi dukomentasi dan studi
organizational process”. Sebagaimana l i t e r a t u r. Te k n i k a n a l i s i s d a t a
yang dikatakan oleh Yin (2009), studi menggunakan reduksi data (data
kasus tidak hanya digunakan untuk reduction), penyajian data (data display),
menguji suatu masalah, tetapi bisa juga dan kesimpulan (conclusion
digunakan untuk menggali proses drawing/verifying). Data yang terhimpun
implementasi dari suatu program. Hal ini akan diuji keabsahannya menggunakan
sesuai dengan fokus penelitian yang telah teknik triangulasi sumber data dan teknik
dirumuskan, yaitu untuk menggali triangulasi pengumpulan data.
keunggulan yang dimiliki oleh
Perpustakaan Sekolah Bina Persada

85 Alive Library Sebagai Brand Positioning di Perpustakaan Sekolah Bina Persada


Tahun 6, Volume 6 No. 1 Mei 2016

HASIL DAN PEMBAHASAN mengembangkan kemampuan kognitif,


Berdasarkan hasil penelitian, afektif, dan psikomotorik siswa.
diketahui bahwa siswa dilarang Siswa diberdayakan untuk
berkunjung ke perpustakaan pada waktu mengoptimalkan fungsi perpustakaan
luang, karena kepala sekolah menerapkan sekolah, sehingga menjadi center of
waktu kunjung yang sangat ketat, excellence. Lebih jauh, IFLA (2015, hlm.
sehingga kurang memenuhi kebutuhan 16) bahkan menempatkan posisi
pemustaka. Jika ditelaah, hal ini relevan perpustakaan sekolah sebagai suatu
dengan definisi perpustakaan sekolah entitas yang mengakomodir nilai-nilai
yang dikemukakan oleh Suharyati (2008, luhur kemanusiaan di sekolah. “A school
hlm.12) “perpustakaan sekolah adalah library is a school's physical and digital
semua perpustakaan yang learning space where reading, inquiry,
diselenggarakan di sekolah baik tingkat research, thinking, imagination, and
sekolah dasar maupun tingkat lanjutan creativity are central to students'
guna menunjang proses belajar mengajar information-to-knowledge journey, and to
di sekolah”. their personal, social and cultural
Kata menunjang, dalam Kamus g ro w t h ” . P e r p u s t a k a a n b e r p e r a n
Besar Bahasa Indonesia, diartikan sebagai mengoptimalkan kemampuan siswa
sesuatu yang membantu kelancaran usaha untuk mengolah informasi menjadi
dan sebagainya. Dengan demikian, pengetahuan. Di dalamnya terdapat
keberadaan perpustakaan di sekolah proses membaca, menyelidiki, meneliti,
masih dianggap sebagai pendukung, berpikir, berimajinasi, dan mengasah
bukan unsur inti dari kegiatan kreatifitas. Keseluruhan proses tersebut,
pembelajaran di sekolah. Pandangan ini menjadikan perpustakaan tidak hanya
bertolak belakang dengan apa yang menjadi lembaga pendukung pendidikan
disampaikan oleh Simons dkk (2000, di sekolah, tetapi justru menjadi pusat
hlm.123), bahwa perpustakaan dalam perkembangan personal, sosial dan
perspektif pendidikan mutakhir dianggap budaya peserta didik.
sebagai “essential component of students' Jika kunjungan siswa dibatasi,
formal education and informal research maka akan sangat sulit nampaknya bagi
needs”. Sehingga, keberadannya di perpustakaan untuk memainkan perannya
sekolah menjadi lebih esensial daripada sebagai sebagai pusat pembelajaran,
sekedar pendukung pembelajaran. Simon perkembangan personal, sosial, dan
menambahkan, sebagai sumber dan pusat budaya siswa di sekolah sebagaimana
informasi, perpustakaan masa kini yang dicanangkan oleh IFLA. Maka dari
idealnya menjadi katalisator utama dalam itu KI (Key Informant) berusaha membuat

Edulib - Septian Sugara, Doddy Rusmono, Susanti Agustina 86


Tahun 6, Volume 6 No. 1 Mei 2016

perpustakaannya menjadi lebih hidup sudah benar.


dengan menciptakan iklim perpustakaan Persepsi awal peneliti tentang
yang dinamainya sebagai alive library. pemahaman KI mengenai BP
Berdasarkan hasil penelitian, terbantahkan oleh pernyataan KI, bahwa
diketahui bahwa intisari dari alive library ia tidak pernah mempelajari BP secara
adalah adanya interaksi dua arah antara formal. KI kemudian mengemukakan
pemustaka dengan pustakawan. pendapatnya sendiri mengenai brand,
Pemustaka sebagai pengguna aktif yang secara implisit menunjukkan bahwa
memaksimalkan pemanfaatan sesungguhnya KI memproyeksikan brand
perpustakaan, sementara pustakawan yang dibangunnya kepada dirinya sendiri,
aktif mempromosikan perpustakaan atau dalam dunia pemasaran dikenal
dengan berbagai cara. Selain sebagai personal branding. Personal
mempromosikan, pustakawan juga branding yang dibangun KI merupakan
diharapkan mampu memberikan nilai- suatu temuan dalam penelitian ini, dimana
nilai atau kemampuan kepada KI membuktikan bahwa kualitas
pemustakanya, sehingga perpustakaan pustakawan dapat meningkatkan citra
tidak hanya berperan sebagai sumber perpustakaan yang dikelolanya.
belajar tetapi benar-benar menjadi pusat Dalam salah satu segmen
pembelajaran di sekolah. wawancara, KI menyebutkan bahwa ia
Usaha KI yang menerapkan konsep mencoba membawa kerangka kerja yang
alive library di perpustakaan, dalam dunia telah ia terapkan di sekolah sebelumnya,
pemasaran dikenal sebagai brand untuk diterapkan di Perpustakaan Sekolah
positioning (BP). Menurut Ries (2002, Bina Persada. Dengan demikian, secara
hlm.3) “Positioning is not what you do to a tidak langsung KI menyatakan bahwa
product. Positioning is what you do to the proses pembangunan BP di Sekolah Bina
mind of the prospect. That is, you position Persada sesungguhnya sudah dimulai
the product in the mind of the prospect”. pada tahun 2006, jauh sebelum KI mulai
Sehingga, tujuan utama dari kegiatan BP bekerja di sekolah tersebut. Proses KI
idealnya tidak terletak pada produk yang dalam membangun BP merupakan
dihasilkan, melainkan citra yang sesuatu yang intangible, dimana KI
terbentuk. Hal ini relevan dengan menyimpan konsep tersebut di dalam
pendapat Expert (E), yang menyatakan benak, perasaan dan pikirannya sendiri.
bahwa hasil akhir dari BP adalah Hal ini memungkinkan KI untuk
terbentuknya citra. Jika citra yang ingin membangun BP, di perpustakaan
disampaikan sudah sesuai dengan citra manapun yang ia kelola
yang diterima, maka BP yang diterapkan Fenomena seperti inilah yang

87 Alive Library Sebagai Brand Positioning di Perpustakaan Sekolah Bina Persada


Tahun 6, Volume 6 No. 1 Mei 2016

disebut dengan personal branding,


dimana brand yang sesungguhnya
terletak pada diri pustakawan, bukan pada PERSONALITY
perpustakaan. Meskipun demikian, apa
yang telah dilaksanakan oleh KI di
Perpustakaan Sekolah Bina Persada dapat
dikatakan sebagai BP, karena KI berhasil
menyamakan persepsi antara citra yang
ingin ia bangun dengan apa yang diterima
oleh pemustaka, yaitu perpustakaan yang IMAGE POSITIONING

hidup dan nyaman dikunjungi.


Implementasi Brand Positioning 'Alive
Library' Sumber : Luois D dan Lombart C. (2011)

a. Perencanaan
Alive Library merupakan suatu Teori tersebut didukung oleh
konsep yang dinyatakan secara spontan pernyataan Kotler dan Amstrong (2003,
oleh KI, dan bukan merupakan konsep hlm. 27), yang mengemukakan dua
tertulis sebagaimana yang dibayangkan langkah yang perlu dilakukan dalam
sebelumnya. Hal ini nampak dari gesture melaksanakan BP, sebagai berikut:
yang ditunjukkan oleh KI ketika berbicara 1. Mengidentifikasi keunggulan
mengenai konsep alive library, yang –keunggulan kompetitif yang
mengindikasikan keraguan. Hal tersebut dimiliki perpustakaan. Untuk
kontradiktif dengan pernyataan E, bahwa melakukan hal tersebut,
sebuah BP secara ideal perlu melewati tiga diperlukan kegiatan diferensiasi
langkah. Dimulai dengan penawaran kepada pemustaka
mengidentifikasi kelemahan, kelebihan yang berbeda dari pesaing.
dan keunikan yang dimiliki (personality), Diferensiasi dapat dilakukan
merancang dan mengimplementasikan melalui inovasi pada bauran
konsep yang dianggap unik dan sesuai pemasaran seperti produk, harga,
kebutuhan (positioning), kemudian saluran distribusi dan juga
menguji kesesuaian antara citra yang aktivitas komunikasi pemasaran
diterapkan dengan citra yang terbentuk 2. M e m i l i h s a t u a t a u l e b i h
(image). Ketiga langkah ini merupakan keunggulan kompetitif yang
siklus yang berlangsung terus menerus. dimiliki untuk dikomunikasikan
Siklus tersebut dapat diperhatikan melalui dalam benak pemustaka.
Gambar di bawah ini : Persyaratan atau keunggulan

Edulib - Septian Sugara, Doddy Rusmono, Susanti Agustina 88


Tahun 6, Volume 6 No. 1 Mei 2016

untuk dapat dipilih dan kebutuhan pemustaka


dikomunikasikan antara lain: d. Meningkatkan life skills pemustaka
a. Sesuai dengan kepentingan
pemustaka Selain konsep yang matang disertai
b. Sesuatu yang khas dan unik dengan rancangan usaha untuk mencapai
c. Bernilai superior konsep tersebut, terdapat pula beberapa
d. Mudah dikomunikasikan faktor yang berpengaruh terhadap
e. Terjangkau (mudah diakses) k e s u k s e s a n i m p l e m e n t a s i B P,
f. Dapat memberikan keuntungan Berdasarkan elaborasi teori, penuturan E
dan hasil penelitian, penulis
Berdasarkan uraian di atas dapat mengkontruksi beberapa faktor tersebut,
disimpulkan bahwa untuk membangun meliputi :
suatu BP yang baik, diperlukan a. Pemanfaatan IT (Information
pemahaman yang mumpuni mengenai Technology)
kondisi perpustakaan (kelemahan, Berdasarkan panduan proses
kelebihan, keunikan) dan citra apa yang perencanaan perpustakaan sekolah
ingin dibangun, sehingga akan tercipta yang dikeluarkan oleh IFLA (2015),
perencanaan BP yang lebih matang. Hal pada poin keenam disebutkan “A
tersebut tidak nampak pada t e c h n o l o g y p l a n w i t h f u t u re
pelaksanaannya di Perpustakaan Sekolah projections of technology and
Bina Persada, dimana konsep BP menjadi potential changes in delivery of
tacit knowledge pustakawan, hanya information and services”. Artinya,
pustakawan yang mengerti bagaimana penerapan IT menjadi salah satu
harus bertindak sehingga BP dapat komponen yang harus dipenuhi oleh
tercapai. Meskipun demikian, menurut perpustakaan sekolah. Adapun
penutuan E, pemahaman mengenai BP pemanfaatan IT di perpustakaan
tidak terlalu dibutuhkan selama BP dapat sekolah secara umum dapat
tercapai. diklasifikasikan ke dalam 3 fokus
Berdasarkan hasil penelitian, utama:
diketahui bahwa KI memiliki beberapa 1. Pengadaan
fokus utama dalam membangun BP, Pemanfaatan IT dalam
meliputi : pengadaan koleksi perpustakaan
a. Optimalisasi fungsi perpustakaan dapat membantu perpustakaan
b. Kesesuaian layanan dengan sekolah memeroleh gambaran nyata
kurikulum mengenai kebutuhan pemustaka,
c. Kesesuaian layanan dengan melalui layanan desiderata.

89 Alive Library Sebagai Brand Positioning di Perpustakaan Sekolah Bina Persada


Tahun 6, Volume 6 No. 1 Mei 2016

Desiderata berfungsi ganda, yaitu mengembalikan koleksi, serta


terpenuhinya kebutuhan informasi berkonsultasi dengan pustakawan. Hal
pemustaka, sekaligus membantu ini dapat menghemat waktu, tenaga,
pustakawan meningkatkan bahkan materi pemustaka, sesuai
kredibilitas. Selain desiderata yang dengan prinsip kelima Ranganathan,
diadakan perpustakaan, pemustaka “save the time of the reader”.
juga dapat secara mandiri b. Kolaborasi
memanfaatkan berbagai media sosial Berdasarkan hasil penelitian,
dan surat elektronik untuk pengadaan diketahui bahwa KI belum melakukan
berbagai artikel, jurnal, maupun buku kolaborasi secara optimal, baik
yang dibutuhkan, seperti yang telah kolaborasi yang dilakukan bersama
dilaksanakan di Perpustakaan Sekolah guru, orang tua siswa, kepala sekolah,
Bina Persada. maupun direktur (kepala yayasan).
2. Pengolahan Hal ini berbanding terbalik dengan apa
Pengolahan koleksi di yang telah ia lakukan di sekolah
perpustakaan sekolah merupakan sebelumnya, dimana kolaborasi
salah satu tahapan yang paling dengan semua warga sekolah
penting. Selain menghasilkan koleksi berlangsung dengan baik dan terbukti
yang tersusun rapi, pengolahan juga mampu menghasilkan BP yang jauh
memudahkan pemustaka dalam lebih berhasil. Hal ini membuktikan,
mengakses kembali koleksi yang bahwa kolaborasi menjadi salah satu
dibutuhkan. Penerapan IT di faktor penentu keberhasilan BP. IFLA
perpustakaan sekolah akan sangat (2015, hlm. 26) bahkan
membantu pengolahan bahan pustaka, mencantumkan 'Communication and
terutama dalam membangun database collaboration skills' sebagai salah satu
perpustakaan sekolah yang nantinya kualifikasi pustakawan sekolah.
dapat memudahkan proses pelayanan. Berdasarkan hasil penelitian, penulis
3. Pelayanan dapat mengkonstruksi beberapa
Saat ini, pemanfaatan IT dalam indikator yang menjadi syarat
bidang pelayanan perpustakaan terbentuknya kolaborasi di
semakin beragam. Selain penggunaan perpustakaan sekolah, meliputi :
OPAC seperti yang dilakukan di 1. Terdapat hubungan (sosial) yang
Perpustakaan Sekolah Bina Persada, baik antara pustakawan, guru,
pemustaka juga dapat menghubungi kepala sekolah, siswa, staff,
akun resmi perpustakaan di media maupun orang tua siswa;
sosial untuk memesan, meminjam, dan 2.Seluruh warga sekolah

Edulib - Septian Sugara, Doddy Rusmono, Susanti Agustina 90


Tahun 6, Volume 6 No. 1 Mei 2016

menghargai dan memandang dukungan moral seluruh warga sekolah


pustakawan sebagai tenaga menjadi salah satu motivasi bagi
profesional; pustakawan untuk mengoptimalkan
3. Terjalin komunikasi yang baik kinerjanya, membangun perpustakaan
antara pustakawan dengan yang ia kelola menjadi lebih baik.
seluruh warga sekolah; d. Penginformasian
4. Pustakawan memiliki beberapa Konsep yang ingin dibangun
kapasitas unggulan, seperti sebaiknya diinformasikan secara
kemampuan bersosialisasi dan terbuka. Jika mengingat definisi BP
berkomunikasi, berpikiran yang dikemukakan Kotler (2003,
terbuka, toleran, dan fleksibel; hlm.308), bahwa “Positioning is
5. Pemegang kebijakan melibatkan Establish and communicate the key
dan memberi wewenang kepada distinctive benefit (s) of the companies
pustakawan untuk market offering for each target
berkontribusi dalam proses segment”, dapat diketahui bahwa
pengambilan keputusan, secara teoritis sosialisasi merupakan
terutama yang berkaitan dengan pokok dari kegiatan BP itu sendiri
perpustakaan; dimana unsur interpersonal
6. Terdapat kerelaan hati, tekad dan communication berlangsung. Tanpa
konsistensi dari seluruh guru sosialisasi yang jelas, BP yang
mata pelajaran untuk terbangun tidak akan berjalan secara
berkolaborasi dan optimal, seperti yang terjadi di
mengoptimalkan pemanfaatan Perpustakaan Sekolah Bina Persada.
perpustakaan sekolah. e. Indikator
c. Sisi Psikologis Pustakawan Indikator adalah standar yang
Meskipun merupakan masalah ditetapkan untuk mengukur
non-teknis, perasaan merupakan keberhasilan sesuatu. Berdasarkan
sesuatu yang manusiawi sehingga hasil penelitian, indikator yang
pustakawan sebagai ujung tombak ditetapkan untuk menguji BP di
keberlangsungan BP perlu pula Perpustakaan Sekolah Bina Persada
memperhatikan apa yang ia rasakan. masih bias. Artinya, pustakawan tidak
Menurut penuturan KI, perasaan memiliki standar yang jelas mengenai
sebagai sisi psikologis pustakawan capaian apa saja yang harus dipenuhi.
menjadi salah satu faktor paling Padahal, baik menurut teori maupun
berpengaruh terhadap kesuksesan menurut E, indikator diperlukan untuk
implementasi BP. Apresiasi dan mengukur tingkat keberhasilan BP

91 Alive Library Sebagai Brand Positioning di Perpustakaan Sekolah Bina Persada


Tahun 6, Volume 6 No. 1 Mei 2016

yang diterapkan. Indikator Himawan W (2004, hlm. 154). Berikut


keberhasilan ternyata juga dianggap adalah ulasan singkat kelima dimensi
penting oleh IFLA (2015) yang tersebut, berdasarkan hasil elaborasi
menyatakan pentingnya “An teori, pendapat E dan hasil penelitian:
evaluation plan that provides for a. Nilai
continuous improvement through Nilai merupakan kebermanfaatan
evidence-based research, yang dapat diperoleh oleh konsumen,
demonstrating the impact of library sehingga muncul citra positif (Susanto
services on student success” dalam & Himawan, 2004). Artinya, segala
membangun sebuah perpustakaan upaya yang dilakukan oleh
sekolah. pustakawan untuk memberikan
Jika meninjau ulang definisi BP dampak positif bagi perpustakaan
yang dikemukakan oleh Karadeniz yang dikelolanya. Secara umum,
(2009, hlm.102), bahwa “Positioning is dimensi nilai memeroleh penilaian
a process that tries to identify yang cukup baik di mata pemustaka.
consumers' perceptions, attitudes and Namun, nilai suatu BP secara ideal
product use patterns in order to seharusnya diuji dan dikonsepkan
determine the best place for product or secara matang, mengingat BP
organization from the point of merupakan salah satu brand strategy.
competitive conditions and company Citra yang ingin dibangun di
offering” maka dapat disimpulkan Perpustakaan Sekolah Bina Persada
bahwa indikator yang baik sepatutnya (alive library), belum dirumuskan
disusun berdasarkan kebutuhan menjadi beberapa target capaian oleh
identifikasi persepsi pemustaka, sikap pustakawan. Padahal, rumusan
pemustaka, dan konsumsi (informasi) capaian dapat dikembangkan menjadi
pemustaka. Artinya, indikator dibentuk rancangan kegiatan, sehingga capaian-
berdasarkan kebutuhan pemustaka. capaian tersebut dapat benar-benar
tercapai. Rancangan kegiatan inilah
b. Pelaksanaan BP yang dimaksud dengan nilai yang
1. Pemenuhan Dimensi BP terencana. Artinya, nilai yang secara
Berdasarkan hasil penelitian, sadar ingin diberikan oleh
dapat disimpulkan bahwa pustakawan, dengan tujuan untuk
Perpustakaan Sekolah Bina Persada membangun citra yang positif. Nilai
secara umum telah memenuhi kelima ini kemudian dapat diuji kelayakan
dimensi positioning yang dan kepatutannya dengan menerapkan
dikemukakan oleh Susanto & nilai tersebut dalam jangka waktu

Edulib - Septian Sugara, Doddy Rusmono, Susanti Agustina 92


Tahun 6, Volume 6 No. 1 Mei 2016

tertentu. Jika nilai dianggap layak memiliki pemustaka. Beberapa


dan sesuai kebutuhan sampai akhir informan bahkan mengaku
masa uji coba, maka nilai yang mempromosikan dan mengajak
diterapkan dapat dilanjutkan, pemustaka potensial lainnya untuk
demikian pula sebaliknya. berkunjung. Jika mengacu kepada
b. Keunikan pernyataan Sutarno (2006, hlm.159)
Di tengah persaingan global dan bahwa “keberhasilan perpustakaan
derasnya arus informasi, keunikan melayani masyarakat dapat diukur
suatu perpustakaan mutlak dibutuhkan, melalui seberapa banyak transaksi
sehingga perpustakaan dapat tetap informasi yang terjadi”, maka
menjaga eksistensinya (E dan KI, Perpustakaan Sekolah Bina Persada
2016). Berdasarkan hasil penelitian telah berhasil melayani pemustakanya
diketahui bahwa KI ingin dengan baik.
memunculkan keunikan berupa c. Kredibilitas
peningkatan kualitas pemustaka yang Kredibilitas atau keterpercayaan
dilayani. Menurut KI, pustakawan adalah suatu kondisi dimana
tidak bisa bergantung pada hal-hal pemustaka mempersepsikan
yang bersifat material, sehingga hal perpustakaan sebagai suatu lembaga
utama yang bisa dibangun adalah yang dapat dipercaya. Melalui
manusianya. kredibilitas yang baik, akan terbentuk
Menciptakan rasa nyaman juga kesan yang positif di mata pemustaka. .
menjadi fokus utama KI dalam Digital and media skills dan
menciptakan keunikan di Information processes and behaviors
perpustakaan. KI memulainya dengan merupakan beberapa kualifikasi
mendesain ulang ruangan, dengan pustakawan sekolah profesional yang
mengecat ulang dinding dan lemari ditetapkan oleh IFLA (2015). Artinya,
buku, kemudian menambahkan pemahaman pustakawan mengenai
beberapa sofa dan atribut tambahan. penerapan dan pemanfaatan IT di
Melalui konfirmasi terhadap informan, perpustakaan, dapat menjadi tolak
diketahui bahwa kesan nyaman yang ukur kelayakan pustakawan untuk
diciptakan berpengaruh terhadap kesan diakui sebagai pustakawan yang
positif yang terbentuk. profesional.
Kesan yang terbentuk tidak Kredibilitas suatu perpustakaan
hanya berpengaruh terhadap juga erat kaitannya dengan kompetensi
peningkatkan jumlah kunjungan, tetapi pustakawan. Upaya KI dalam
juga menumbuhkan loyalitas dan rasa membangun BP, memperbaiki sistem

93 Alive Library Sebagai Brand Positioning di Perpustakaan Sekolah Bina Persada


Tahun 6, Volume 6 No. 1 Mei 2016

IT dan mendesain ulang perpustakaan memanfaatkan layanan perpustakaan


menjadi bukti kapasitas KI dalam (Kotler, 2003, hlm. 278&308). Hasil
mengelola perpustakaan. Hal ini penelitian menunjukkan, seluruh
semakin memperkuat citra informan merasa puas dengan
Perpustakaan Sekolah Bina Persada pelayanan yang diberikan oleh
sebagai lembaga terpercaya, yang turut perpustakaan, dan menyatakan
pula mendukung terealisasinya BP kebutuhan mereka terpenuhi. Artinya,
Alive Library. layanan yang diberikan sudah cukup
d. Kesesuaian sesuai dengan kebutuhan pemustaka.
Dalam rangka perencanaan BP di Kesesuaian BP juga dapat diukur
perpustakaan, pustakawan perlu melalui persamaan persepsi antara
menetapkan terlebih dahulu citra yang pustakawan dengan pemustaka,
ingin dibangun, dengan mengenai konsep BP yang diterapkan.
memperhatikan segitiga positioning E menyatakan, jika citra yang diterima
yang dikemukakan oleh Luois D dan sama dengan citra yang dibangun,
Lombart C (2011). Pustakawan juga maka BP yang diterapkan berhasil.
dapat mengikuti saran IFLA (2015) Begitu pula sebaliknya. KI
untuk mempertimbangkan “National menyatakan BP yang diterapkan
and school level educational mission, berhasil, tetapi belum menyeluruh.
philosophy, goals and objectives”. Hasil penelitian menunjukkan, seluruh
Dengan memperhatikan misi dan informan siswa menyatakan persepsi
filosofi sekolah, maka perpustakaan yang sama mengenai BP alive library,
sebagai suatu entitas dan sekolah yang berarti konsep yang diterapkan
sebagai lembaga penaung berhasil. Sementara informan guru
perpustakaan dapat berjalan secara menyatakan, perpustakaan perlu
sinergis melalui berbagai kegiatan melakukan penambahan koleksi agar
kolaboratif. perpustakaan bisa dimanfaatkan
Penerapan BP juga perlu secara lebih optimal.
memperhatikan kebutuhan pemustaka, e. Keberlanjutan
sebagai inti dari seluruh pelayanan Dalam merencanakan
perpustakaan. BP dapat tercapai pembangunan perpustakaan sekolah,
dengan baik jika implementasinya aspek keberlanjutan memang sangat
berfokus pada pemustaka (Customer- krusial untuk diperhatikan, demikian
Focused Value proposition), sehingga pula dalam membangun BP. Seperti
mampu menjadi faktor pendorong diketahui melalui hasil penelitian, BP
yang kuat baik pemustaka untuk di Perpustakaan Sekolah Bina Persada

Edulib - Septian Sugara, Doddy Rusmono, Susanti Agustina 94


Tahun 6, Volume 6 No. 1 Mei 2016

sudah berdiri selama hampir satu memahami konsep tertulis yang


tahun, tetapi terancam dibuat KI, kemudian
keberlanjutannya karena KI mengembangkannya sesuai
memutuskan untuk pindah. Hal ini dengan kapasitas dan kreativitas
terjadi karena BP yang diterapkan pribadi
masih merupakan tacit knowledge dari 7) Konsistensi dan ketekunan
KI sebagai brand owner. Berdasarkan pustakawan baru dalam
kondisi tersebut, penulis dapat mengimplementasikan BP
mengkonstruksi beberapa indikator 8) Kesediaan dan kesiapan seluruh
yang menjadi syarat keberlanjutan BP warga sekolah untuk membantu
di Perpustakaan Sekolah Bina Persada : menghidupkan perpustakaan, dan
1) KI membuat catatan tertulis menerima alive library sebagai BP
mengenai konsep BP yang perpustakaan
diterapkan. Meliputi analisis 9) Kolaborasi guru dan pustakawan
kebutuhan pemustaka, penjelasan dalam kegiatan belajar mengajar
singkat mengenai konsep yang 10) S e l u r u h w a r g a s e k o l a h
ingin diterapkan, indikator memberikan dukungan psikologis
keberhasilan, strategi untuk kepada pustakawan
mencapai BP, rancangan kegiatan, 11) Warga sekolah memberikan
dan strategi promosi; umpan balik, sehingga BP yang
2) KI menginformasikan alive library diterapkan bisa diubah,
kepada seluruh warga sekolah. seandainya dianggap tidak lagi
3) KI menggunakan berbagai media relevan dengan kebutuhan
promosi untuk meningkatkan pemustaka
kesadaran warga sekolah
mengenai alive library 2. Strategi Pencapaian BP
4) KI membuat tagline 'alive library' Selain memperhatikan kelima
yang dipajang di depan pintu dimensi BP yang dikemukakan Susanto
masuk ruangan perpustakaan, dan Himawan (2004), inti dari BP adalah
sebagai salah satu dari upaya strategi untuk mencapai citra yang
sosialisasi BP diharapkan, yaitu alive library. Upaya
5) KI memberikan pelatihan singkat tersebut dapat berupa konsep, gagasan,
kepada pustakawan baru kegiatan, maupun perlakuan. Berdasarkan
mengenai konsep BP yang hasil penelitian, berikut adalah beberapa
diterapkan. strategi yang dilaksanakan oleh KI:
6) Pustakawan baru mempelajari dan a. Memajang karya unggulan siswa

95 Alive Library Sebagai Brand Positioning di Perpustakaan Sekolah Bina Persada


Tahun 6, Volume 6 No. 1 Mei 2016

Salah satu upaya KI dalam sementara upaya siswa untuk


membangun sense of belonging mengajak temannya berkunjung ke
pemustaka adalah dengan memajang perpustakaan dan melihat kembali
karya unggulan siswa di dinding- karya yang dipajang merupakan proses
dinding perpustakaan. Meskipun sosial. Melalui kegiatan ini saja,
nampak sederhana, tetapi cara ini Perpustakaan Sekolah Bina Persada
terbukti berhasil meningkatkan secara definitif sudah memenuhi
kunjungan pemustaka, meskipun kriteria perpustakaan sekolah yang
hanya untuk bersantai atau bermain. diharapkan oleh IFLA.
Hasil penelitian menunjukkan, seluruh b. Meningkatkan pemanfaatan TI
informan yang pernah dipajang (Teknologi Informasi)
karyanya merasa senang, bangga dan Upaya lain yang dilakukan KI
puas atas apresiasi yang diberikan oleh untuk menciptakan alive library
KI. Menurut KI, cara ini dapat adalah dengan memperbaiki sistem TI
merangsang siswa untuk kembali di Perpustakaan Sekolah Bina Persada.
datang ke perpustakaan, minimal untuk Penerapan TI difokuskan kepada
melihat karya mereka. pengembangan database perpustakaan
Jika mengulas kembali definisi dalam upaya membangun OPAC.
perpustakaan oleh IFLA (2015), “A Database yang berisi data anggota dan
school library is a school's physical data koleksi, menurut KI 'ditanamkan'
and digital learning space where di database provider yang berada di
reading, inquiry, research, thinking, Amerika Serikat. Kebijakan ini
imagination, and creativity are central memungkinkan seluruh warga sekolah
to students' information-to-knowledge untuk mengakses OPAC secara
journey, and to their personal, social pribadi, dengan beberapa fitur seperti
and cultural growth” maka apa yang pengecekan buku yang bisa dipinjam
diterapkan oleh KI sesungguhnya dan pengecekan keterlambatan
merupakan bagian dari upaya pengembalian.
pengembangan personal, sosial dan Selain OPAC, KI juga meminta
budaya pemustaka. sekolah untuk menyediakan jaringan
Proses menggambar yang internet yang memungkinkan seluruh
dilakukan siswa dapat pemustaka mengakses informasi
mengembangkan imajinasi dan melalui gadget masing-masing.
memperkuat pertumbuhan personal; Strategi ini terbukti mampu menarik
gambar yang dihasilkan siswa perhatian pemustaka, terutama
merupakan salah satu bentuk budaya; pemustaka usia SMP dan guru.

Edulib - Septian Sugara, Doddy Rusmono, Susanti Agustina 96


Tahun 6, Volume 6 No. 1 Mei 2016

c. Story telling KI untuk melatih siswa meningkatkan


Salah satu strategi lain yang kemampuannya, salah satunya
dilakukan KI untuk mewujudkan alive menggunakan diagram venn.
library adalah dengan bercerita/ Berdasarkan hasil penelitian, KI
mendongeng. Berceita/ mendongeng diketahui menggunakan diagram venn
menjadi sarana yang sangat efektif yang memuat irisan antara R.A.
untuk menarik perhatian pemustaka Kartini dan Malala Yousafzai, untuk
usia dini. Selain mengembangkan memperingati hari kartini. Siswa
imajinasi siswa, cerita juga mampu kemudian diminta untuk mencari
menanamkan nilai-nilai positif yang perbedaan dan persamaan di antara
terinternalisasi melalui alur cerita yang keduanya. Melalui kegiatan ini, siswa
disampaikan (Agustina, 2016) dituntut untuk membaca biografi
Selain itu, berdasakan penelitian keduanya, menganalisis, kemudian
yang dilakukan oleh Yolanda C (2015), membandingkan. Kegiatan ini melatih
diketahui bahwa story telling juga siswa untuk mengembangkan daya
mampu meningkatkan minat kunjung nalar yang mereka miliki, yang dalam
pemustaka. Temuan ini tentu saja jangka panjang dapat berkembang
menjadi bukti, bahwa story telling menjadi analytical thinking skill.
dapat menjadi sarana efektif bagi KI juga mengajarkan siswanya
pustakawan untuk mengembangkan untuk berpikir out of the box dengan
BP yang KI terapkan. melakukan metode yang disebutnya
d. Meningkatkan life skill pemustaka dengan 'provoking'. Caranya, siswa
Strategi utama KI untuk dihadapkan pada suatu kasus
mewujudkan BP adalah dengan kemudian diminta menyelesaikan
meningkatkan kualitas individu kasus tersebut dengan cara sekreatif
pemustaka. KI mulai mengembangkan mungkin. Melalui kegiatan ini, siswa
inisiatif pemustakanya melalui diarahkan untuk mencari berbagai
perayaan hari-hari besar ataupun alternatif solusi pemecahan masalah.
peringatan isu terkini yang terjadi di Jika diterapkan dalam kehidupan
dunia. Dengan memahami isu terkini, sehari-hari, kegiatan ini dapat
pemustaka menjadi berpikiran terbuka merangsang kemampuan problem
dan cepat tanggap terhadap perubahan. solving sehingga siswa dapat
Sikap tanggap inilah yang dalam menyelesaikan berbagai masalah yang
jangka panjang dapat berubah menjadi dihadapinya dengan cara tak terduga.
inisiatif. Pelajaran yang diberikan oleh
Banyak metode yang digunakan guru pustakawan harus mampu

97 Alive Library Sebagai Brand Positioning di Perpustakaan Sekolah Bina Persada


Tahun 6, Volume 6 No. 1 Mei 2016

merangsang pemustaka untuk menjadi untuk membaca buku, dengan bermain


pembelajar seumur hidup. Hal ini tebak-tebakan. KI yang terbiasa
sesuai dengan tugas guru pustakawan bercerita, seringkali mengubah jalan
menurut ASLA (2001, hlm.61), yaitu cerita untuk menguji apakah siswa
“teacher librarian support and yang diajarnya benar-benar telah
implement the vision of their school membaca buku. Di akhir dongeng, KI
communities through advocating and biasanya akan meminta siswa untuk
building effective library and menebak cerita apa yang disampaikan,
information service and programs that kemudian meminta siswa
contribute to the development of menyampaikan isi cerita yang benar
lifelong learners”. menurut buku.
Capaian lifelong learning Metode ini efektif, karena KI
tentunya dapat terpenuhi melalui dapat mengetahui siapa saja yang
rencana pembelajaran yang matang. benar-benar membaca buku, mana
Jika saja pustakawan mengikuti saran yang tidak. Fakta ini bisa terlihat dari
IFLA (2015) untuk membuat “A respon yang disampaikan pemustaka
dynamic action plan of student-centred ketika ditanya kelanjutan dari cerita
and community-centered activities” yang didongengkan. Pemahaman KI
seperti yang telah dilaksanakan di mengenai fungsi dan arti perpustakaan
Perpustakaan Sekolah Bina Persada, sekolah yang ideal, membuatnya
maka gambaran perpustakaan ideal melakukan Reading engagement, yang
yang menjadi pusat pembelajaran di merupakan salah satu kegiatan yang
sekolah dapat benar-benar terwujud. harus dipenuhi oleh pustakawan
Kebijakan sekolah yang profesional (IFLA, 2015).
memberikan kesempatan kepada Menurut Wahadaniah (dalam
pustakawan untuk mengajar juga Ratnasari, 2011, hlm.16), minat baca
merupakan prasyarat esensial dalam adalah “suatu perhatian yang kuat dan
mengoptimalkan fungsi perpustakaan. mendalam disertai dengan perasaan
Library skill yang terbukti efektif senang terhadap kegiatan membaca
meningkatkan kemampuan siswa, sehingga mengarahkan seseorang
tidak akan berjalan jika sekolah tidak untuk membaca dengan kemauannya
memasukkan mata pelajaran tersebut sendiri atau dorongan dari luar”.
ke dalam kurikulum wajib di sekolah. Melalui kegiatan tersebut, KI telah
e. Merangsang budaya membaca memberikan 'dorongan dari luar' yang
Selain berbagai kemampuan secara berkelanjutan dapat
teknis, KI juga 'memaksa' pemustaka merangsang budaya membaca.

Edulib - Septian Sugara, Doddy Rusmono, Susanti Agustina 98


Tahun 6, Volume 6 No. 1 Mei 2016

f. Meningkatkan kemampuan guru konsisten menggeluti dunia


Selain melibatkan siswa, KI perpustakaan, yang menjadikannya
mencoba merealisasikan alive library pustakawan berpengalaman.
dengan membantu guru menyiapkan KI juga menerapkan nilai-nilai
berbagai artikel, jurnal, majalah, profesionalisme dalam kehidupan
maupun buku yang bisa mendukung sehari-hari. Hal ini nampak melalui
guru dalam melaksanakan kegiatan hasil penelitian, dimana ia mengaku
belajar mengajar. KI juga mengajarkan membedakan sikap antara ketika
kemampuan mengoperasikan berbagai sedang menjadi guru library skill
perangkat elektronik seperti video dengan ketika menjadi pustakawan.
camera, yang dapat mendukung guru Sikap seperti ini membantu pemustaka
meningkatkan kemampuan memeroleh rasa nyaman, yang
profesionalnya. berkontibusi membentuk persepsi
Apa yang dilakukan oleh KI pemustaka mengenai alive library.
merupakan inti kegiatan pustakawan h.Menyelaraskan kebutuhan
yang digagas oleh IFLA (2015, hlm. pemustaka
28), yang salah satunya adalah Hasil penelitian menunjukkan,
“professional development for masing-masing informan memiliki
teachers”. Hal ini dirasakan sangat kebutuhan yang berbeda-beda terkait
membantu kinerja guru, yang di sisi perpustakaan. Seluruh informan
lain juga membantu perpustakaan sepakat bahwa kebutuhan mereka
merealisasikan alive library, dengan terpenuhi. Dalam memenuhi
meningkatnya rasa memiliki guru kebutuhan pemustaka, peran KI sangat
terhadap perpustakaan. krusial. Dibutuhkan analisis yang
g. Membangun profesionalisme komprehensif mendalam mengenai
Dalam kamus besar bahasa kebutuhan pemustaka, disertai dengan
Indonesia, profesionalisme diartikan upaya penuh untuk memenuhi
sebagai mutu, kualitas, dan tindak kebutuhan tersebut.
tanduk yang merupakan cirri orang Apa yang dilakukan KI
yang profesional. Dalam kaitannya merupakan salah satu metode efektif
dengan BP, profesionalisme turut dalam membentuk sebuah brand,
membentuk citra positif di mata meskipun mungkin tidak disadari.
pemustaka. KI mulai membangun Pemenuhan kebutuhan pemustaka
kemampuan profesionalnya sejak merupakan jantung dari seluruh
memulai karir sebagai pustakawan kegiatan perpustakaan. Semenarik
pada tahun 1997. Selama 19 tahun, KI apapun program yang diterapkan, jika

99 Alive Library Sebagai Brand Positioning di Perpustakaan Sekolah Bina Persada


Tahun 6, Volume 6 No. 1 Mei 2016

kebutuhan dasar pemustaka tidak Jika meninjau kembali pernyataan


terpenuhi, maka dapat dipastikan Sastradipoera (2003, hlm. 188) bahwa,
perpustakaan tersebut akan sepi “Promosi adalah segala upaya marketing
pengunjung. Sebaliknya, dengan yang fungsinya adalah untuk memberikan
terpenuhinya kebutuhan pemustaka informasi atau meyakinkan para
secara sempurna, citra positif yang konsumen aktual atau potensial mengenai
diharapkan akan terbentuk dengan kegunaan (merits) suatu produk atau jasa
sendirinya. (tertentu) dengan tujuan untuk
c. Evaluasi BP mendorong konsumen baik untuk
Hasil penelitian mengungkapkan, melanjutkan atau memulai pembelian
banyak perubahan yang terjadi pasca produk atau jasa perusahaan pada harga
implementasi BP di Perpustakaan Sekolah (tertentu)” maka dapat disimpulkan
Bina Persada. Perubahan tersebut antara bahwa target promosi tidak hanya terbatas
lain: kepada konsumen yang belum
a. Meningkatkan jumlah kunjungan menggunakan jasa/barang yang
pemustaka; ditawarkan (konsumen potensial), tetapi
b. Meningkatkan kepuasan pemustaka juga menyentuh konsumen aktual yang
dengan berbagai sumber informasi secara nyata telah terlibat dalam proses
yang disediakan, meskipun 30% transaksi. Artinya, kegiatan promosi tidak
informan menganggap masih perlu hanya bertujuan untuk memperkenalkan
penambahan koleksi; perpustakaan tetapi juga memperkuat
c. Meningkatkan loyalitas dan rasa citra positif dari perpustakaan sehingga
memiliki pemustaka terhdap popularitasnya terus meningkat. Tujuan
perpustakaan yang disebutkan terakhir nampaknya
d. Meningkatkan kualitas individu relevan dengan apa yang terjadi di
pemustaka melalui berbagai Perpustakaan Sekolah Bina Persada.
keterampilan yang diajarkan Seluruh warga sekolah umumnya
e. Meningkatkan minat dan budaya merasakan perubahan positif sejak
membaca di Sekolah Bina Persada penerapan BP alive library.
f. Koleksi perpustakaan menjadi lebih Menurut pendapat E, hasil
terorganisir; positioning dapat diuji melalui
g. Perpustakaan menjadi lebih nyaman keselarasan persepsi antara pemustaka
untuk dikunjungi; dengan pustakawan mengenai citra
h. Perpusakaan menjadi alasan orang perpustakaan. Seluruh informan
tua untuk menyekolahkan anaknya di menyatakan kesesuaian tersebut, yang
Bina Persada berarti persepsi awal penelitian, bahwa BP

Edulib - Septian Sugara, Doddy Rusmono, Susanti Agustina 100


Tahun 6, Volume 6 No. 1 Mei 2016

alive library di Perpustakaan Sekolah dilakukan secara optimal akan


Bina Persada sudah cukup baik, dapat menghasilkan hasil yang optimal pula.
diterima. Pun demikian, alive library Ta h a p s e l a n j u t n y a a d a l a h
masih memiliki beberapa kelemahan, perencanaan. Melalui hasil penelitian, KI
antara lain : diketahui tidak memiliki perencanaan
a. Konsep tidak matang yang matang terhadap konsep yang
b. Tidak ada kolaborasi dibangunnya. Secara ideal, BP harus
c. Tidak ada indikator dibangun dengan mempertimbangkan 5
d. KI tidak memahami BP secara dimensi BP (Susanto dan Himawan, 2004)
teoritis dan segitiga positioning (Luois D dan
e. Tidak dikomunikasikan Lombart C, 2011). Perencanaan
f. Tidak didukung secara psikologis menghasilkan konsep BP yang ingin
g. T i d a k m e m p e r h a t i k a n diterapkan, indikator dan strategi
keberlanjutan pencapaian. Dalam merencanakan BP,
pustakawan disarankan untuk
Pola Brand Positioning 'Alive Library' berkolaborasi dengan guru, kepala
Berdasarkan elaborasi teori, sekolah, orang tua dan ahli, sehingga pada
pemaparan ahli, kondisi ideal, kondisi pelaksanannya nanti sudah terbentuk
empirik, dan berbagai data pendukung iklim kolaboratif.
lainnya, dirumuskanlah model Setelah direncanakan, konsep yang
implementasi BP alive library di sudah matang kemudian diinformasikan
Perpustakaan Sekolah Bina Persada. kepada seluruh warga sekolah. Salah satu
BP harus dibangun dengan media yang paling kuat adalah dengan
dilandasi latar belakang. Semakin kuat menggunakan tagline. Tagline ini perlu
latar belakang, maka semakin baik BP disosialisasikan, sehingga kesadaran
yang terbentuk. Sebagai contoh, BP alive warga sekolah mengenai konsep BP yang
library dibangun berdasarkan ingin dicapai sudah terbentuk sejak awal.
keprihatinan KI terhadap peraturan Sosialisai ini penting, mengingat tujuan
sekolah yang melarang siswa untuk akhir dari BP adalah kesamaan persepsi
berkunjung ke perpustakaan. Karena antara pemustaka dengan pustakawan.
larangan tersebut sudah berlangsung Jika sudah diinformasikan dengan baik,
bertahun-tahun, maka KI harus bekerja maka langkah selanjutnya adalah
keras untuk mengubah kondisi tersebut. implementasi.
Hal ini membuktikan, semakin besar Poin terpenting dalam
tantangan yang dihadapi maka semakin implementasi BP adalah strategi
keras usaha yang diperlukan. Usaha yang pencapaian. Strategi pencapaian adalah

101 Alive Library Sebagai Brand Positioning di Perpustakaan Sekolah Bina Persada
Tahun 6, Volume 6 No. 1 Mei 2016

segala upaya yang dilakukan pustakawan diterapkan dapat dilanjutkan. Sebaliknya,


untuk merealisasikan konsep BP yang ia jika kebutuhan dan kondisi perpustakaan
rancang. Masing-masing pustakawan tidak lagi sesuai dengan BP yang
dapat membuat rancangan strategi diterapkan, maka pustakawan dapat
pencapaian BP sendiri, sesuai dengan menggantinya dengan konsep yang baru
kondisi sekolah dan kemampuan yang dianggap relevan.
pustakawan. Sebagai garis besar,
pustakawan dapat memanfaatkan 5 SIMPULAN
dimensi positioning untuk merancanakan Brand positioning merupakan salah
strategi pencapaian BP. Strategi satu brand strategy dimana perpustakaan
pencapaian perlu dirancang secara dapat membentuk citra yang diinginkan.
matang, mengingat fungsinya sebagai Pada pelaksaaannya, belum banyak
tonggak keberhasilan BP. p e r p u s t a k a a n y a n g
Setelah dimplementasikan, maka mengimplementasikan brand positioning
akan muncul hasil dari kegiatan BP yang sebagai bagian dari kegiatan promosi.
telah dilaksanakan. Hasil yang diperoleh Salah satu perpustakaan yang
tentu akan sebanding dengan apa yang melaksanakn brand positioning adalah
telah diusahakan pustakawan untuk Perpustakaan Sekolah Bina Persada
mencapai BP. Karena tujuan BP adalah (SBP), dengan citra yang ingin dibangun
meningkatkan citra perpustakaan, maka berupa alive library.
pustakawan harus memastikan hasil Implementasi brand positioning
implementasi bersifat positif. Dengan alive library dilandasi oleh keprihatinan
demikian, BP yang dirancang akan benar- Pustakawan terhadap pembatasan waktu
benar terbentuk. Jika BP sudah terbentuk, kunjungan siswa di Perpustakaan SBP.
maka langkah selanjutnya yang perlu Kondisi tersebut membuat perpustakaan
diperhatikan adalah melakukan evaluasi. menjadi sepi pengunjung, sehingga
Evaluasi BP dapat dilakukan menghambat perpustakaan dalam
dengan membandingkan hasil kegiatan memenuhi peran dan fungsinya sebagai
dengan indikator yang telah ditetapkan the center of excellence. Maka dari itu,
sebelumnya dan 5 dimensi positioning. Pustakawan mulai membangun alive
Pustakawan perlu memperhatikan library, sebagai suatu strategi agar fungsi
kebernilaian, kredibilitas, keunikan, perpustakaan dalam memenuhi
kesesuaian dan keberlanjutan BP. Jika kebutuhan pemustaka dapat tercapai.
telah dievaluasi dan dirasa masih relevan Meskipun brand positioning yang
dengan kondisi dan kebutuhan diterapkan belum dikonsep secara matang
perpustakaan, maka BP yang telah dan masih merupakan tacit knowledge

Edulib - Septian Sugara, Doddy Rusmono, Susanti Agustina 102


Tahun 6, Volume 6 No. 1 Mei 2016

dari Pustakawan, brand positioning alive DAFTAR PUSTAKA


library terbukti mampu mengubah Agustina, susanti. (2016). Terapi Berqisah
perpustakaan menjadi lebih hidup. Selain Melalui Buku. Bandung: CV Restu
itu, seluruh informan sepakat bahwa Bumi Kencana.
kondisi perpustakaan sudah sesuai dengan Australian School Library Association.
konsep alive library. Artinya, secara (2001). Learning for the future :
teoritis brand positioning yang diterapkan developinginformation services in
dapat dikatakan berhasil. schools. New South Wales: ASLA.
Keberhasilan tersebut tidak terlepas B K Sen. (2008). Ranganathan's Five Law.
dari peran Pustakawan. Pustakawan Annals of Library and Information
menjadi ujung tombak keberhasilan Studies, 55, hlm. 87-90.
brand positioning, mengingat perannya Dooley, L. M. (2002). Case Study
yang sangat krusial baik dalam Research and Theory. Advance in
merancang, mengimplementasikan, Developing Human Resources, 4
maupun mengevaluasi konsep brand (3), hlm. 335-354
positioning yang diterapkan. Kualifikasi International Federation of Library
dan kompetensi, dan sisi psikologis Associations and Institutions.
Pustakawan berperan penting pada (2015). IFLA school libraries
keberhasilan brand positioning. guidelines. Den Haag: IFLA.
Penelitian ini juga menghasilkan Karadeniz, M. (2009). Product
pola implementasi brand positioning Positioning Strategy in Marketing
alive library yang dikontruksi melalui Management. Journal of Naval
elaborasi teori, pendapat ahli dan data Science and Engineering, 5 (2),
empiris. Pola tersebut dapat menjadi hlm. 98-110.Keller, K. L. (2009).
model untuk diadopsi oleh perpustakaan Brand Planning. Santa Barbara:
sekolah lainnya. Greenwood.
Berdasarkan seluruh rangkaian Keller, K. L. (2009). Brand Planning.
penelitian, disimpulkan bahwa Santa Barbara: Greenwood.
keberhasilan brand positioning Kotler, P. (2003). Marketing Insights
sesungguhnya bergantung kepada peran From A to Z: 80 Concepts Every
dan usaha Pustakawan. Sehingga, pada Manager Needs to Know. San
dasarnya setiap perpustakaan memiliki francisco: Wiley.
peluang yang sama untuk Kotler, P. dan Amstrong, G. (2003).
mengimplementasikan brand positioning. Dasar-dasar Menejemen
Pemasaran. [Alih bahasa:
Alexander Sujiro]. Jakarta: Index.

103 Alive Library Sebagai Brand Positioning di Perpustakaan Sekolah Bina Persada
Tahun 6, Volume 6 No. 1 Mei 2016

NS, Sutarno. (2006). Perpustakaan dan


masyarakat. Jakarta: Sagung Seto.
Ratnasari, Y. (2011). Pengaruh pergaulan
teman sebaya terhadap minat baca
siswa kelas V SD Negeri Bojongsari
I Kab. Purbalingga. (Skripsi).
U n i v e r s i t a s
Negeri Yogyakarta, Yogyakarta.
Ries, J. T. (2002). Positioning: the battle
for your mind. Jakarta: Salemba
Empat.
Simons, K., Young, J., & Gibson, C.
(2000). The learning library in
context: community,
integration, and influence. Research
Strategies, 17, hlm. 123-132.
Sugiyono. (2013). Metode penelitian
pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Suharyati. (2008). Pengantar dasar ilmu
perpustakaan. Surakarta: UNS
Press.
Susanto, A. B. dan Himawan W. (2004).
Power Branding. Jakarta: Quantum.
Yin, K. R. (2009). Case study research :
design and methods. Pennsylvania :
SAGE Publication.
Yolanda, C. (2015). Pengaruh pemberian
kegiatan story telling terhadap
minat kunjung anak ke
Perpustakaan : Studi kasus pada
Perpustakaan Komunitas Jendela
Semarang. (Skripsi). Universitas
Diponegoro, Semarang.

Edulib - Septian Sugara, Doddy Rusmono, Susanti Agustina 104

Anda mungkin juga menyukai