Anda di halaman 1dari 26

TUGAS MAKALAH

Manajemen Farmasi

“inventory control management”


(MANAJEMEN PERSEDIAAN)

Oleh:

Kelompok 1 SI VIIB :
Dhea Ananda 16010
Fiona fitri anisa16010
Leni triani 16010
Septhreza ummizry 1601049
Serlin partika sari 16010
Taskia yulia putri 1601055
Yola marina dwi putri 1601061
Yoga yudhistrira 1701091

Dosen : Erniza Pratiwi. M. Farm., Apt

POGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU
YAYASAN UNIV RIAU
2019
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
DAFTAR ISI .......................................................................................................
KATA PENGANTAR ........................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ..........................................................................................
1.2. Tujuan Penulisan .......................................................................................

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian dari manajemen persediaan.......................................
2.2 Karakteristik Persediaan............................................................................
2.3 Fungsi Persediaan .....................................................................................
2.4 Tujuan Persediaan .....................................................................................
2.5 Manfaat Manajemen Persediaan...........................................................................
2.6 Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Persediaan...............................................................
2.7 pengendalian persediaan..................................................................
2.8 model-model tingkat persediaan yang optimal..................................................

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan ...............................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan penyertaan-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat waktu.
Makalah ini disusun secara berkelompok untuk memenuhi salah satu tugas dari mata
kuliah Manajemen Farmasi. Makalah ini diharapkan dapat mempertajam wawasan serta
kajian mengenai Manajemen Farmasi secara khusus mengenai Manajemen Persediaan.
Ahirnya, kami selaku penyusun makalah berharap agar makalah ini dapat
memberikan manfaat. kami menyadari bahwa penulisan makalah ini masih memiliki
kekurangan di dalamnya, meskipun telah diusahakan semaksimal mungkin. Untuk itu,
seluruh saran dan kritik yang membangun untuk penyempurnaan makalah ini sangat
diharapkan.
Pekanbaru, November 2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu fungsi manajerial yang sangat penting dalam operasional suatu
perusahaan adalah pengendalian persediaan (inventory control), karena kebijakan
persediaan secara fisik akan berkaitan dengan investasi dalam aktiva lancar di satu sisi
dan pelayanan kepada pelanggan di sisi lain. Pengaturan persediaan ini berpengaruh
terhadap semua fungsi bisnis (operation, marketing, dan finance). Berkaitan dengan
persediaan ini terdapat konflik kepentingan diantara fungsi bisnis tersebut. Finance
menghendaki tingkat persediaan yang rendah, sedangkan Marketing dan operasi
menginginkan tingkat persediaan yang tinggi agar kebutuhan konsumen dan kebutuhan
produksi dapat dipenuhi.
Persediaan dapat diartikan sebagai stok barang yang akan dijual atau digunakan untuk
periode tertentu. Tanpa adanya persediaan, perusahaan akan dihadapkan pada sebuah risiko,
tidak dapat memenuhi keinginan para konsumennya. Persediaan dapat muncul secara sengaja
maupun tidak disengaja. Secara sengaja berarti adanya perencanaan untuk mengadakan
persediaan, sedangkan secara tidak sengaja biasanya terjadi apabila persediaan ada akibat
barang tidak terjual yang disebabkan rendahnya permintaan.
Maka perlu ada pengaturan terhadap jumlah persediaan, baik bahan-bahan maupun
produk jadi, sehingga kebutuhan proses produksi (perusahaan) maupun kebutuhan
konsumen dapat dipenuhi. Tujuan utama dari pengendalian persediaan adalah agar
perusahaan selalu mempunyai persediaan dalam jumlah yang tepat, pada waktu yang tepat,
dan dalam spesifikasi atau mutu yang telah ditentukan sehingga kontinuitas usaha dapat
terjamin (tidak terganggu). Hal ini sejalan dengan prinsip manajemen persediaan yaitu
besarnya jumlah investasi (bahan baku) yang tepat dan waktu pemesanan yang tepat.
Dari penjelasan diatas, dapat diketahui bahwa manajemen persediaan sangat penting
artinya bagi perusahaan. Dalam hal ini penulis merasa tertarik untuk lebih mengetahui dan
memahami bagaimana teori-teori manajemen persediaan diapliasikan secara benar dalam suatu
perusahaan agar membawa manfaat yang baik dalam pencapaian laba yang diinginkan. Oleh
sebab itu penulis akan mengkaji lebih dalam mengenai manajemen persediaan melalui sebuah
studi pustaka yang dituangkan dalam makalah.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut:

A. Mengetahui pengertian dari manajemen persediaan.

B. Mengetahui karakteristik persediaan.

C. Mengetahui Fungsi Persediaan.

D. Mengetahui Tujuan Persediaan.

E. Mengetahui Manfaat Manajemen Persediaan

F. Mengetahui Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Persediaan

G. Mengetahui pengendalian persediaan.

H. Mengetahui model-model tingkat persediaan yang optimal.


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Manajemen Persediaan

Persediaan merupakan sejumlah bahan/barang yang disediakan oleh perusahaan,


baik berupa bahan jadi, bahan mentah, maupun barang dalam proses yang disediakan untuk
menjaga kelancaran operasi perusahaan guna memenuhi permintaan konsumen setiap waktu
(Margaretha, 2014).

Persediaan juga dapat didefinisikan sebagai suatu aktiva yang meliputi barang-
barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode usaha tertentu
untuk memnuhi permintaan dari konsumen atau pelanggan setiap waktu (Rangkuti, 2007).
Sementara Hani Handoko (2000) mengemukakan bahwa persediaan (inventory) adalah
suatu istilah umum yang menunjukkan segala sesuatu atau sumber daya-sumber daya
organisasi yang disimpan dalam antisipasinya terhadap pemenuhan permintaan baik internal
maupun eksternal.

Nasution (2003) menyatakan bahwa persediaan adalah sumber daya menganggur


yang menunggu proses lebih lanjut. Yang dimaksud proses lebih lanjut adalah berupa
kegiatan produksi pada sistem manufaktur, kegiatan pemasaran pada sistem distribusi
ataupun kegiatan konsumsi pangan pada sistem rumah tangga.

Dapat dikatakan bahwa tidak ada perusahaan yang beroperasi tanpa persediaan,
meskipun persediaan hanyalah suatu sumber dana yang menganggur, karena sebelum
persediaan digunakan berarti dana yang terikat didalamnya tidak dapat digunakan untuk
keperluan yang lain. Begitu pentingnya persediaan ini sehingga para akuntan
memasukannya dalam neraca sebagai salah satu bagian dari aktiva lancar oleh karena itu
dibutuhkan manajemen persediaan yang efektif agar perusahaan dapat menjalankan
usahanya dengan lancar.
2.2 Karakteristik Persediaan

Persediaan sebagai kekayaan perusahaan, memiliki peranan penting dalam


operasi bisnis. Persediaan memiliki dua karakteristik penting, yakni:

1. Persediaan tersebut merupakan milik perusahan.


2. Persediaan tersebut siap dijual kepada para konsumen. Persediaan dimiliki oleh
perusahaan dagang dan perusahaan industri.
1) Perusahaan dagang (merchandise inventory) hanya ada persediaan barang
dagangan (finished goods).
2) Perusahaan industri (manufacturing) memiliki persediaan yang terdiri atas:
a) Persediaan bahan baku (raw materials), yaitu persediaan yang diperoleh
dari sumber-sumber alam, atau dibeli dari para supplier dan atau dibuat sendiri oleh
perusahaan untuk diproses/dirubah menjadi barang setengah jadi dan akhirnya barang jadi
atau produksi akhir dari perusahaan.
b) Barang dalam proses (work in process), yaitu keseluruhan barang yang
digunakan dalam proses produksi, tetapi masih membutuhkan proses lebih lanjut untuk
menjadi barang yang siap dijual (barang jadi).
c) Barang jadi (finished goods), yaitu persediaan barang-barang yang
telah selesai diproses oleh perusahaan, tetapi masih belum terjual.
d) Barang pembantu (supplies), yaitu persediaan barang-barang yang
diperlukan dalam proses produksi, tetapi tidak merupakan bagian atau komponen barang
jadi.
e) Persediaan suku cadang (purchased/components parts), yaitu
persediaan barang-barang yang terdiri dari komponen-komponen yang diperoleh dari
perusahaan lain, dimana secara langsung dapat dirait menjadi suatu produk.
2.3 Fungsi Persediaan
Tujuan manajemen persediaan adalah menentukan keseimbangan antara investasi
persediaan dengan pelayanan pelanggan. Persediaan dapat melayani beberapa fungsi yang
akan menambahan fleksibilitas operasi perusahaan. Fungsi persediaan menurut Rangkuti
(2007), yaitu:
1. Fungsi Decoupling, untuk membantu perusahaan agar bisa memenuhi
permintaan langganan tanpa tergantung pada supplier.
2. Fungsi Economic Lot Sizing, persediaan ini perlu mempertimbangkan
penghematan-penghematan (potongan pembelian, biaya pengangkutan per unit lebih
murah dan sebagainya) karena perusahaan melakukan pembelian dalam kuantitas
yang lebih besar, dibandingkan dengan biaya-biaya yang timbul karena besarnya
persediaan (biaya sewa gudang, investasi, risiko dan sebagainya)
3. Fungsi Antisipasi, untuk mengantisipasi dan mengadakan permintaan musiman
(seasonal inventories), menghadapi ketidakpastian jangka waktu pengiriman dan untuk
menyediakan persediaan pengamanan (safety stock).
2.4 Tujuan Persediaan
Pada prinsipnya semua perusahaan yang melaksanakan proses produksi akan
menyelenggarakan persediaan bahan baku untuk kelangsungan proses produksi dalam
perusahaan tersebut. Beberapa hal yang menyangkut tujuan menyelenggarakan persediaan
bahan baku adalah:
1) Bahan yang akan digunakan untuk melaksanakan proses produksi
perusahaan tersebut tidak dapat dibeli atau didatangkan secara satu per satu dalam jumlah
unit yang diperlukan perusahaan serta pada saat barang tersebut akan dipergunakan untuk
proses produksi perusahaan tersebut. Bahan baku tersebut pada umumnya akan dibeli dalam
jumlah tertentu, dimana jumlah tertentu ini akan dipergunakan untuk menunjang
pelaksanaan proses produksi perusahaan yang bersangkutan dalam beberapa waktu tertentu
pula. Dengan keadaan semacam ini maka bahan baku yang sudah dibeli oleh perusahaan
namun belum dipergunakan untuk proses produksi akan masuk sebagai persediaan bahan
baku dalam perusahaan tersebut.
2) Apabila perusahaan tidak mempunyai persediaan bahan baku, sedangkan
bahan baku yang dipesan belum dating, maka proses produksi dalam
perusahaan tersebut akan terganggu. Ketiadaan bahan baku tersebut akan
mengakibatkan terhentinya pelaksanaan proses produksi pengadaan bahan
baku dengan cara tersebut akan membawa konsekuensi bertambah
tingginginya harga beli bahan baku yang dipergunakan oleh perusahaan.
Keadaan tersebut tentunya akan membawa kerugian bagi perusahaan.
3) Untuk menghindari kekurangan bahan baku tersebut, maka perusahaan
dapat menyediakan bahan baku dalam jumlah yang banyak. Tetapi
persediaan bahan baku dalam jumlah besar tersebut akan mengakibatkan
terjadinya biaya persediaan yang semakin besar pula. Semakin besarnya
biaya ini berarti akan mengurangi keuntungan perusahaan. Disamping itu,
risiko kerusakan bahan juga akan bertambah besar apabila persediaan bahan
bakunya besar (Ahyari, 2003).

2.5 Manfaat Manajemen Persediaan


Dalam menejemen persediaan sudah tentu ada manfaatnya, berikut merupakan manfaat dari
manajemen persediaan.
A. Memanfaatkan Diskon Kuantitas
Diskon kuantitas diperoleh jika perusahaan membeli dalam kuantitas yang
besar.Perusahaan membeli melebihi kebutuhan sehingga ada yang disimpan sebagai
persediaan.
B. Menghindari Kekurangan Bahan (Out Of Stock).
Jika pelanggan datang untuk membeli barang dagangan, kemudian perusahaan tidak
mempunyai barang tersebut, maka perusahaan kehilangan kesempatan untuk memperoleh
keuntungan.Untuk menghindari situasi tersebut, perusahaan harus mempunyai persediaan
barang jadi.
C. Manfaat Pemasaran.
Jika perusahaan mempunyai persediaan barang dagangan yang lengkap, maka
pelanggan/calon pelanggan akan terkesan dengan kelengkapan barang dagangan yang kita
tawarkan. Reputasi perusahaan bisa meningkat.Di samping itu jika perusahaan selalu mampu
memenuhi keinginan pelanggan pada saat dibutuhkan maka kepuasan pelanggan semakin baik,
dan perusahaan semakin untung.
D. Peningkatan Tingkat Pelayanan
Pelanggan tidak hanya meminta kecepatan pengantaran tetapi juga ketepatan,
kepercayaan, dan macam-macam pengapalan. Pengintegrasian dengan penjualan
meningkatkan pengetahuan pelanggan akan preferensi pengepakan dan pengiriman, dan
memungkinkan otomatisasi untuk memenuhi instruksi; indetifikasi dari daerah distribusi untuk
dibagi antara beberapa pelanggan atau grup dan mudah untuk menyortir dari staging area dan
pergerakan stok. Hal ini menjamin bahwa produk yang benar berada ditempat yang benar pada
waktu yang tepat. Tingkat pelayanan tertinggi dapat menyediakan pelanggan sehubungan
dengan respons yang cepat terhadap permintaan atau perubahan persyaratan dimana hal ini
akan meningkatkan kepuasan pelanggan.
E. Pengontrolan Persediaan yang Lebih Baik
Fleksibilitas dari distribusi dan penyimpanan barang-barang secara menyeluruh
memungkinkan perusahaan untuk memantau dan mengontrol persediaan sesuai dengan bisnis
mereka. Akses yang instan terhadap data-data yang kritis meliputi ketersediaan peresediaan,
jumlah yang ada, jumlah yang harus diorder lagi dan biaya yang dapat diketahui pada saat itu
juga terhadap persediaan untuk direspons secara cepat dalam rangka pengambilan keputusan,
sistem dengan kemampuan mengelolah beberapa lokasi yang berbeda-beda memungkinkan
manajemen dari gudang-gudang yang berbeda-beda dan penelusuran persediaan melalui lot,
secara seri atau menggunakan level.

2.6 Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Persediaan


Secara umum besar-kecilnya inventory tergantung pada beberapan faktor :
 Lead time, yaitu lamanya masa tunggu material yang dipesan datang.
 Frekuensi penggunaan bahan selama 1 periode, frekuensi pembelian yang tinggi
menyebabkan jumlah inventory menjadi lebih kecil untuk 1 periode pembelian
 Jumlah dana yang tersedia
 Daya tahan material

Secara khusus faktor-faktor yang mempengaruhi persediaan adalah:


 Bahan baku, dipengaruhi oleh : perkiraan produksi, sifat musiman produksi, dapat
diandalkan pemasok, dan tingkat efisiensi penjadualan pembelian dan kegiatan
produksi.
 Barang dalam proses, dipengaruhi oleh: lamanya produksi yaitu waktu yang dibutuhkan
sejak saat bahan baku masuk ke proses produksi sampai dengan saat penyelesaian
barang jadi.
 Barang jadi, persediaan ini sebenarnya merupakan masalah koordinasi produksi dan
penjualan.

2.7 Pengendalian Persediaan


Pengendalian persediaan bahan baku merupakan suatu kegiatan untuk
menentukan tingkat dan komposisi dari persediaan bahan baku dan barang hasil
produksi dengan efektif dan efisien.
Semakin tidak efisien pengendalian persediaan, semakin besar tingkat
persediaan yang dimiliki oleh suatu perusahan. Oleh karena itu perlu
dipertimbangkan dua aspek yaitu keluwesan dan tingkat persediaan dalam
mengendalikan persediaan.
Pengendalian persediaan merupakan serangkaian kebijakan pengendalian
untuk menentukan tingkat persediaan yang harus dijaga, kapan waktu yang tepat
melakukan pesanan untuk menambah persediaan dan berapa besar pesanan yang
harus diadakan.
Assauri (2000) mengemukakan bawa pengawasan persediaan bahan baku
bertujuan untuk:
1) Menjaga agar jangan sampai perusahaan kehabisan persediaan yang dapat
mengakibatkan terhentinya proses produksi
2) Menjaga agar persediaan tidak berlebihan sehingga biaya yang
ditimbulkan tidak menjadi lebih besar pula.
3) Menjaga agar pembelian secara kecil-kecilan dapat dihindari karena
mengakibatkan biaya pemesanan yang tinggi.
Pengendalian persediaan bertujuan untuk menentukan dan menjamin
tersedianya persediaan yang tepat dalam kuantitas dan waktu yang tepat.

2.8 Sistem Pengendalian Persediaan


Margaretha (2014) menjelaskan 4 sistem dalam pengendalian persediaan, yaitu:
1) Red line method
Red line method adalah pengendalian persediaan dengan cara menggambar
suatu garis merah di sekeliling bagian dalam peti/kotak tempat penyimpanan
persediaan untuk menandai titik pemesanan ulang.

2) Two-bin method
Two-bin method adalah pengendalian persediaan yang titik pemesanan ulang
dicapai jika salah satu dari dua peti penyimpanan persediaan kosong.

3) Computerized inventory control system


Computerized inventory control system adalah sistem pengendalian persediaan
dengan menggunakan komputer untuk menentukan titik pemesanan ulang dan
untuk mengatur keseimbangan persediaan.

4) Just-in-time system
Just-in-time system adalah sistem pengendalian persediaan yang produsen
mengkoordinasikan produksinya dengan pemasok sehingga bahan baku dan
komponen-komponen lain tiba dari pemasok tepat pada saat dibutuhkan dalam
proses produksi. Sasaran akhir dari manajemen persediaan adalah untuk
meminimumkan biaya dalam perubahan tingkat persediaan. Untuk
mempertahankan tingkat persediaan yang optimum, diperlukan jawaban atas
dua pertanyaan mendasar sebagai berikut:

1) Kapan melakukan pemesanan?


2) Berapa jumlah yang harus dipesan dan kapan melakukan pemesanan kembali?
Untuk menjawab pertanyaan kapan melakukan pemesanan, dapat dilakukan
dengan tiga pendekatan, yaitu:
1) Pendekatan titik pemesanan kembali (reorder point approach)
2) Pengekatan tinjauan periodik (periodic review approach)
3) Material requitment planning (MRP)

2.9 Tingkat Perputaran Persediaan


Persediaan barang sebagai pos utama dari modal kerja merupakan aktiva yang selalu
dalam keadaan berputar, dimana secara terus menerus selalu mengalami perubahan. Apabila
perusahaan kurang tepat dalam menentukan jumlah investasi dalam persediaan, maka akan
berakibat ganda dalam laporan keuangan, yaitu pada asset perusahaan dan pada
profitabilitas.
Adanya over investment akan memperbesar beban bunga, memperbesar biaya
penyimpanan dan pemeliharaan di gudang, memperbesar kerugian karena kerusakan,
turunnya kualitas, keusangan dan semuanya ini menentukan profitabilitas. Sebaliknya
adanya under investment mempunyai efek yang menekan keuntungan juga, karena
kekurangan raw material perusahaan tidak akan bekerja dengan full-capacity, sehingga
capital asset dan direct labor tidak dapat diberdayakan dengan seoptimal mungkin. Hal ini
tentunya menyebabkan tingkat profitabilitas tidak maksimal.
Semakin tinggi turnover persediaan suatu perusahaan, berarti semakin cepat perputaran
persediaan tersebut. Sebaliknya, semakin rendah turnover persediaan, berarti semakin
lambat perputaran persediaan tersebut.
Model-model Tingkat Persediaan Optimal

A) Persediaan Pengaman (Safety Stock)


Safety stock atau disebut juga persediaan besi (iron stock) bermakna persediaan
minimum yang harus ada dalam perusahaan untuk menjaga kontinuitas perusahaan.
Untuk menentukan persediaan pengaman ini dipergunakan alanilisis statistic
dengan melihat dan memperhitungkan penyimpangan-penyimpangn yang sudah
terjadi antara perkiraan bahan baku dengan pemakaian sesungguhnya sehingga
dapat diketahui besarnya standar dari penyimpangan tersebut. Manajemen
perusahaan akan menentukan seberapa jauh penyimpangan-penyimpangan yang
terjadi tersebut agar dapat ditolelir. Jika persediaan pengaman terlalu banyak akan
mengakibatkan perusahaan menanggung biaya penyimpanan terlalu mahal. Oleh
keran itu, perusahaan harus dapat menentukan besarnya safety stock secara tepat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya safety stock adalah :
1. Sulit/tidaknya bahan/barang tersebut diperoleh.
2. Kebiasaan pemasok menyerahkan barang/bahan.
3. Besar/kecilnya jumlah barang/bahan yang dibeli setiap saat.
4. Sering/tidaknya mendapatkan pemesanan mendadak.
Untuk menaksir besarnya safety stock, dapat menggunakan rumus berikut ini:
Safety stock = (Pemakaian Maksimum – Pemakaian Rata-rata) Lead Time

B) Metode ABC
Merupakan pendekatan sederhana dalam manajemen persediaan dengan ide dasar
adalah membagi persediaan menjadi tiga atau lebih kelompok. Dibalik ide ini
adalah bahwa perusahaan dapat menggunakan bahan baku yang relatif mahal
(high tech) dan beberapa bahan baku yang relatif murah juga. Misalnya kelompok
A : tingkat persediaan dibiarkan rendah, C: karena bahan mentah relatif murah,
maka tingkat persediaan tinggi, B: rata-rata. Sudana (2011) mengatakan bahwa
klasifikasi ABC merupakan konsep untuk mengendalikan persediaan, yang mana
persediaan barang yang mahal memerlukan pengendalian yang lebih ketat
dibandingkan dengan persediaan yang murah. Pada umumnya, perusahaan
memiliki jenis persediaan yang sangat beragam ditinjau dari harga
maupunkontribusinya terhadap penjualan. Oleh karena itu,
penerapan suatu metode manajemen persediaan terntentu perlu disesuaikan
dengan jenis persediaannya. Agar manajemen persediaan dapat dilakukan dengan
tepat, persediaan tersebut perlu dikelompokkan berdasarkan harga dan
kontribusinya terhadap penjualan. Salah satu cara untuk mengelompokkan
persediaan dikenal dengan nama klasifikasi ABC.

Prinsip manajemen persediaan menerapkan klasifikasi ABC adalah semua


persediaan harus bias dimasukkan ke dalam salah satu kelompok persediaan, yaitu:
a) Kelompok A, merupakan persediaan yang harga per satuannya tinggi dan
kontribusi terhadap penjualan juga tinggi.
b) Kelompok B, merupakan persediaan yang harganya lebih rendah dari
kelompok A dan kontribusi terhadap penjualan sedang.

Persediaan yang termasuk dalam kelompok C dapat dikendalikan dengan


menggunakan metode fixed period order. Perusahaan dapat melakukan pemesanan
misalnya setiap semester atau sekali setahun, jumlah yang dipesan tergantung
pemakaian. Jika pemakaian dalam satu semester meningkat, maka jumlah yang
dipesan juga akan bertambah banyak dan sebaliknya. Contohnya seperti pengadaan
berbagai macam mur atau baut pada sebuah bengkel.
Persediaan yang termasuk dalam kelompok B merupakan komponen
perusahaan yang memiliki karakteristik antara kelompok A dan C. untuk
pengendalian persediaan yang termasuk dalam kelompok B, perusahaan dapat
menggunakan kombinasi antara fixed order quantity dan fixed periode order,
tergantun apakah karakteristik persediaan mendekati kelompok A atau C.
Dalam penerapan klasifikasi ABC, perlakuan pengendalian persediaan untuk
masing-masing kelompok berbeda-beda. Oleh karena itu dalam melakukan
klasifikasi persediaan diperlukan informasi yang cukup dan akurat, agar tidak
terjadi kesalahan. Kesalahan dalam klasifikasi akan berakibat kesalahan pula dalam
perlakuan masing-masing kelompok persediaan, sehingga persediaan tidak dapat
dijalankan secara efektif dan efisien.

C) Mengelola Persediaan dengan Menggunakan Turunan Permintaan


Model ini digunakan untuk mengelola persediaan yang menggunakan
turunan permintaan, artinya permintaan untuk jenis persediaan tergantung pada
kebutuhan akan jenis persediaan lainnya.
Sebagai contoh : permintaan produk jadi tergantung pada permintaan pelanggan,
program pemasaran dan faktor lain yang mempengaruhi penjualan. Sehingga
permintaan persedian bahan mentah akan ditentukan oleh jumlah produk jadi yang
direncanakan (sangat erat kaitannya antara sales dan inventory). Terkait dengan
masalah ini, maka perlu dibahas mengetai Material Requirement Planning (MRP)
dan Just in Time (JIT).
a) MRP
Adalah seperangkat prosedur yang digunakan untuk menentukan tingkat
persediaan untuk permintaan yang tergantung jenis persediaannya
seperti raw material atau work in process. Ide dasarnya adalah ketika
tingkat persediaan barang jadi ditentukan maka dapat ditentukan berapa
tingkat persediaan barang setengah jadi yang harus disediakan juga agar
kebutuhan barang jadi dapat terpenuhi. Dari sini dapat pula ditentukan
berapa persediaan bahan mentah yang harus dimiliki perusahaan.
b) JIT
Sering disebut kanban sistem adalah pendekatan modern untuk
mengelola persediaan yang dipengaruhi besarnya permintaan barang
jadi yang dapat meminimumkan persediaan perusahaan. Hasil dari JIT
adalah bahwa persediaan akan dipesan secara periodic dan lebih sering
Pendekatan JIT dipelopori oleh Toyota di Jepang. Toyota menjaga
persediaan suku cadang seminimum mungkin dengan hanya memesan
persediaan sesuai kebutuhan. Maka pengiriman suku cadang ke pabrik
dilakukan sepanjang hari dengan interval sependek 1 jam. Toyota
mampu sukses beroperasi dengan persediaan yang rendah semacam
itu karena Toyota telah menentapkan rencana untuk menjami
pemogokan, kemacetan lalu lintas, atau bahaya lain yang tidak akan
menghentikan aliran suku cadang dan menghambat produksi. Banyak
perusahaan di Amerika Serikat belajar dari contoh Toyota. Tiga puluh
tahun yang lalu Ford selalu memutar persediaannya sebanyak 5 kali
dalam setahun, sekarang mereka memutarnya lebih dari 20 kali.
Perusahaan juga menemukan bahwa mereka dapat mengurangi
persediaan barang jadi mereka dengan memproduksi barang sesuai
dengan pesanan. Misalnya, Dell Computer menemukan bahwa mereka
tidak perlu sejumlah stok barang jadi. Pelanggannya dapat
menggunakan internet untuk menentukan fitur apa yang mereka
inginkan untuk personal computer (PC) mereka. Komputer kemudian
dirangkai sesuai dengan pesanan dan dikirimkan kepada pelanggan.

Tujuan dasar metode JIT adalah untuk menghasilkan atau


menerima item yang diminta pada saat dibutuhkan atau tepat waktu, atau
dengan perkataan lain mengurangi persediaan yang menghasilkan
kualitas produk dan flesibilitas yang berkesinambungan. Oleh karena
itu, dalam sistem JIT semua jenis persediaan akan dikurangi sampai
batas minimum (jika memungkinkan sampai pada titik tidak ada
persediaan sama sekali), namun walaupun persediaan barang atau bahan
tidak dapat dikurangi sampai titik nol, harus dilakukan secara ketat,
sehingga persediaan dapat diminimalkan seminimal mungkin. Hasil
pengurangan biaya persediaan merupakan hasil paling nyata dari sistem
JIT, sehingga memberikan hasil perbaikan dalam produktivitas, kualitas
produk, dan fleksibilitas.

Proses produksi yang menggunakan pengawasan persediaan JIT


idealnya adalah:
a) Membutuhkan sistem informasi perediaan dan produksi
yang tepat.
b) Pembelian dengan efisiensi tinggi.
c) Pemasok yang dapat diandalkan.
d) Sistem pengelolaan yang efisien.

Perbedaan EOQ dengan JIT terletak pada jumlah persediaan yang


paling minimal yang harus disediakan. Dalam sistem JIT persediaan akan
dikurangi sampai titik minimum yang mendekati nol. Disamping itu,
dalam sistem JIT tidak dibenarkan biaya pemesanan yang bersifat tetap.
Mereka yang mendukung pendekatan JIT berpendapat bahwa persediaan
yang banyak tidak akan memecahkan masalah, tetapi hanya
menyamarkan atau menutupi masalah. Kebanyakan dari pengentian
produksi terjadi karena salah satu dari tiga alasan : kegagalan mesin,
kerusakan bahan, dan ketidaksertaan bahan baku, sehingga memiliki
persediaan merupakan salah satu solusi tradisional atas semua maslah
tersebut. Namun, JIT dapat memecahkan ketiga masalah tersebut dengan
menekankan pada pemeliharaan total dan pengendalian mutu total serta
membina hubungan baik dengan pemasok.

D) Metode EOQ (Economic Order Quantity)


EOQ berarti jumlah unit barang/bahan yang harus dipesan setiap kali
mengadakan pemesanan agar biaya-biaya yang berkaitan dengan pengadaan
persediaan minimal. EOQ juga bermakna jumlah unit pembelian yang paling
optimal. Metode ini dapat digunakan baik untuk barang-barang yang dibeli maupun
yang diproduksi sendiri. EOQ adalah nama yang biasa digunakan untuk barang-
barang yang dibeli, sedangkan ELS (economic lot size) digunakan untuk barang-
barang yang diproduksi secara internal.
Perbedaan pokoknya adalah bahwa, untuk ELS biaya pemesanan (ordering
cost) meliputi biaya penyiapan pesanan untuk dikirim ke pabrik dan biaya
penyiapan mesin-mesin (setup cost) yang diperlukan untuk mengerjakan pesanan.
Metode EOQ digunakan untuk menentukan kualitas pesanan persediaan yang
meminimumkan biaya langsung penyimpanan persediaan dan biaya kebalikannya
(inverse cost) pesanan persediaan (Handoko, 2000)
Menurut Husnan (2006), model Economic Order Quantity adalah model
yang sering dibicarakan dalam berbagai buku teks. Model ini mendasarkan
pemikiran yang sama dengan waktu kita membicarakan model persediaan pada
pengelolaan kas. Pemikirannya adalah:
a) Jika perusahaan memiliki rata-rata persediaan yang besar, untuk jumlah
kebutuhan yang sama daam satu periode, berarti perusahaan tidak perlu

melakukan pembelian terlalu sering. Jadi mengemat biaya pembelian


(pemesanan).
b) Namun apabila perusahaan membeli dalam jumlah besar sehingga bias
menghemat pembelian, perusahaan akan menanggung persediaan dalam jumlah yang besar
pula. Hal ini berarti, menanggung biaya penyimpanan terlalu tinggi.
c) Karena itu, perlu dicari jumlah yang membuat biaya persediaan terkecil.
Biaya persediaan adalah biaya persediaan ditambah biaya pesanan.

Sudana (2011) mengemukakan bahwa dalam model EOQ biaya persediaan


yang dipertimbangkan adalah biaya penyimpanan dan biaya pemesanan. Biaya
penyimpanan persediaan sama dengan biaya pemesanan persediaan. Total biaya
persediaan sama dengan total biaya penyimpanan persediaan ditambah dengan total
biaya pemesanan persediaan.

Total biaya persediaan (TC) = CP (Q/2)+F(S/Q)


TC = C x P(Q/2) + FSQ

Jika persamaan tersebut dideferensial terhadap Q dan hasilnya sama dengan


nol, maka akan diperileh Q yang optimal, yaitu jumlah pesanan dengantotal biaya
yang minimal atau dikenal dengan EOQ.
EOQ adalah model yang meminimumkan Total Inventory Cost (TIC) atau total
biaya persediaan dan untuk menyederhanakan perhitungan persediaan atau pesanan
barang yang optimal. Untuk menyederhanakan perhitungan persediaan tersebut,
dalam model EOQ diperlukan asumsi. Asumsi dari model EOQ ini adalah:
1) Biaya yang relevan untuk perhitungan adalah ordering cost dan carrying
cost.
2) Pesanan untuk mengganti persediaan barang yang dijual selalu dating pada
awal bulan.
3) Untuk sementara stock out tidak diperbolehkan.
4) Permintaan barang dapat diketahui dengan tingkat pemakaian atau
pengeluaran tetap.

Berdasarkan asumsi tersebut, masalah biaya atas persediaan barang akan


ditentukan oleh berapa banyak barang yang dipesan, biaya pesanan, biaya
pemeliharaaan dan biaya penyimpanannya. Banyaknya barang yang dipesan antara
satu pesanan dengan pesanan lain akan sama, dan ditentukan oleh model.
Sedangkan pemakaian atau permintaan barang yang bersifat tetap, menyebabkan
pola tingkat persediaan menyerupai gigi gergaji.
Perilaku ordering cost dan carrying cost ini dapat digambarkan dalam grafik
sebagai berikut:

Besarnya carrying cost adalah rata-rata tingkat persediaan barang dikalikan


dengan biaya pemeliharaan dan penyimpanan per unit barang dalam setahun.
Sedangkan besarnya ordering cost per tahun adalah pesanan dalam setahun
dikalikan dengan biaya pesanan untuk setiap kali pesan barang. Sehingga total
biaya persediaan barang pertahun adalah jumlah dari carrying cost dan ordering
cost.

Model yang diterapkan berikut ini dapat dilaksanakan apabila kebutuhan-kebutuhan


permintaan pada masa yang akan dating memiliki jumlah yang konstan dan relatif memiliki
fluktuasi perubahan yang sangat kecil.
Apabila jumlah persediaan telah diketahu, dapat diasumsikan bahwa jumlah
permintaan dan masa tenggang merupakan bilangan yang konstan dan diketahui. Berdasarkan
asumsi ini dapat dihitung dengan mudah reorder point.
Mempertajam pengertian dan analisis EOQ diberikan contoh kasus sebagai berikut:
Perusahaan ABC akan melakukan pemesanan material sebanyak 1.200 unit dengan harga Rp.
1.000 per unit. Total biaya pemesanan sebesar Rp. 15.000 untuk setiap kali pemesanan. Biaya
penyimpanan diketahui sebesar 40% dari harga beli.
Untuk membuktikan bahwa persediaan barang pada tingkat economic orde quantity ini total
biayanya paling minimum, dapat ditunjukkan dengan analisis pada tabel berikut ini:

Hubungan antara Biaya Pesanan, Biaya Penyimpanan dan Jumlah biaya seluruhnya
dalam satu periode

Sumber : Margaretha (2014:158)

Tabel analisis EOQ menunjukkan bahwa tingkat pesanan material sebanyak


1.200 atau dengan sekali pesan memiliki biaya terbesar. Tingkat pesanan 300 adalah
pesanan yang memiliki biaya terkecil. Persediaan material sebesar 300 unit ini adlah
persediaan paling minimum atau pada tingkat economic order quantity.
E) Reorder Point (ROP)
Untuk melengkapi uraian mengenai safety stock dan economic order quantity perlu
diuraikan mengenai reorde point. Reorde pont adalah saat/titik dimana pemesanan harus
dilakukan lagi untuk mengisi persediaan. ROP juga dapat digunakan untuk menentukan
waktu tunggu yang optimal apabila jangka waktu antara pemesanan bahan baku dengan
datangnya bahan ke dalam perusahaan cenderung berubah-ubah, sehingga risiko perusahaan
dapat ditekan seminimal mungkin.

Model persediaan sederhana menggunakan asumsi bahwa penerimaan sebuah pesanan


akan diterima dengan segera jika tingkat persediaan bahan di dalam perusahaan dalam titik
nol. Bagaimanapun waktu antara penempatan dan penerimaan pesanan disebut dengan waktu
tunggu (lead time). Margaretha (2014) memperjelas pengerian lead time yaitu waktu yang
diperlukan sejak dimulainya pelaksanan usaha-usaha yang diperlukan untuk memesan
barang/bahan sampai barang/nahan tersebut diterima dan ditempatkan dalam gudang
perusahaan.
Dalam penentuan waktu dikenal dua macam biaya, yaitu:
1. Biaya penyimpanan tambahan, yaitu biaya yang harus dibayar karena adanya surplus
bahan baku.
2. Biaya kekurangan bahan, yaitu biaya yang harus dibayar karena kekurangan bahan untuk
keperluan proses produksi (biaya untuk bahan baku pengganti).

Agar pembelian bahan yang sudah ditetapkan dalam EOQ tidak mengganggu
kelancaran kegiatan produksi, maka diperlukan waktu pemesanan kembali bahan baku.
Faktor-faktor yang mempengaruhi reorder point adalah:
1. Lead time
2. Tingkat pemakaian bahan baku rata-rata persatuan waktu tertentu.
3. Persediaan pengaman (safety stock)

Berdasarkan ketiga faktor tersebut maka reorder point dapat dihitung menggunakan
rumus berikut ini:
𝑅𝑒𝑜𝑟𝑑𝑒𝑟 𝑃𝑜𝑖𝑛𝑡=(𝐿𝐷 𝑥 𝐴𝑈)+𝑆𝑆

Perhitugan ROP ini mengikutsertakan hasil perhitungan safety stock untuk


mengantisipasi ketidakpastian dari titik pemesanan kembali. Hal ini untuk
meminimalisasikan kemungkinan terjadinya kehabisan persediaan sehingga titik pemesanan
kembali mengakumulasi jumlah persediaan pengaman sebagai persediaan ekstra yang akan
disimpan sebagai jaminan atas fluktuasi permintaan.
Mempertajam pemahaman ROP diberikan ilustrasi. Sebuah perusahaan nasional
membutuhkan persediaan sebanyak 3.600 unit setiap tahun. Bahan baku tersebut diperoleh
secara impor dengan harga USD30 perunit. Biaya penyimpanan 25% pertahun dari harga beli
persediaan. Biaya pemesanan variabel sebesar USD125 per pesanan.
Berdasarkan informasi tersebut, besarnya jumlah pesanan ekonomis adalah:
EOQ = √(2𝐷𝑆)𝐶
= √(2𝑥$125𝑥3.600)15
= √90.000
= 300 unit per pesanan
Frekuensi pesanan dalam satu tahun = D/EOQ atau 3.600/300 = 12 kali. Jika satu
tahun 360 hari, maka pemesanan dilakukan setiap 30 hari (360/12).
Jika perusahaan membutuhkan waktu delapan hari (lead time) untuk melakukan pesanan
sampai persediaan yang dipesan diterima di perusahaan, dan agar perusahaan tidak kehabisan
persediaan, maka perusahaan sudah harus melakukan pemesanan kembali (reorder) ketika
jumlah persediaan mencapai 80 unit, dengan perkataan lain reorder point = lead time x
pemakaian persediaan perhari
ROP = LD x AU
= 8 x 300/30
= 80 unit

Contoh tersebut dalam kondisi yang bersifat pasti, ketika pesanan datang, jumlah
pesanan adalah sama dengan jumlah pesanan yang ekonomis (EOQ), pemesanan harus
dilakukan sebelum persediaan habis, karena perusahaan harus selalu memiliki persediaan
untuk memperkecil risiko kehabisan persediaan, dan dibutuhkan waktu untuk melakukan
pemesanan sampai barang yang dipesan tiba di perusahaan. Dengan asumsi bahwa jangka
waktu pemesanan (lead time) dan pemakaian persediaan adalah pasti, maka pesanan
persediaan akan datang tepat ketika jumla persediaan adalah habis atau nol.
Gambar EOQ dengan ROP

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
 Manajemen persediaan sangat penting dalam sebuah perusahaan.
 Merencanakan jumlah persediaan untuk di simpan di gudang hingga melakukan
pengontrolan terhadap barang persediaan yang akan digunakan harus dapat di atur
dengan baik sehingga tujuan dapat tercapai.
 Persediaan sebagai kekayaan perusahaan, memiliki peranan penting dalam operasi
bisnis. Persediaan memiliki dua karakteristik penting, yakni: Persediaan tersebut
merupakan milik perusahan dam Persediaan tersebut siap dijual kepada para
konsumen.
 Pengendalian persediaan sangat penting dalam sebuah perusahaan karena jika
persediaan terlalu banyak maka biaya penyimpanan dan pemeliharaan pun akan
meningkat dan resiko kerusakan pun akan meningkat sehingga menyebabkan
kualitas barang akan menurun.
 Untuk mengendalikan tingkat persediaan sampai pada tingkat optimal, dapat
digunakan berbagai model diantaranya : Persediaan Pengaman (Safety Stock),
Metode ABC, Just In Time, Metode EOQ (Economic Order Quantity), dan Reorder
Point (ROP).

DAFTAR PUSTAKA

Arman Hakim, Nasution. 2003. Perencanan dan Pengendalian Produksi, Edisi


Pertama, Guna Widya, Surabaya.

Assauri, 2000. Manajemen Produksi dan Operasi, Edisi Keempat. Jakarta.


Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Ahyari, Agus. 2003. Manajemen Produksi & Perencanaan Sistem. Produksi


Buku I. BPFE. Yogyakarta.

Handoko, Hani T. 2000. Manajemen Produksi dan Operasi, Edisi Kedua. PT


Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.

I Made, Sudana. 2011. Manajemen Keuangan Perusahaan Teori dan Praktek.


Erlangga. Jakarta.

Margaretha, Farah. 2014. Dasar-dasar Manajemen Keuangan, PT. Dian Rakyat,


Jakarta.

Rangkuti, Freddy. 2004. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis, PT.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

_______. 2007. Strategi Promosi Yang Kreatif dan Analisis Kasus Integrated
Marketing Communciation, PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Suad Husnan dan Eny Pudjiastuti, 2006. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan,


Edisi 5, UPP STIM YKPN, Yogyakarta
26

Anda mungkin juga menyukai