Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN POST OP BPH

Disusun oleh
EMILIANA WEA DHATO
NIM: SN162051

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA

TAHUN AKADEMIK 2016/2017

1
A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
BPH adalah pembesaran glandula dan jaringan seluler kelenjar
prostat yang berhubungan dengan endokrin berkenaan dengan proses
penuaan,kelenjar prostat mengitari leher kandung kemih dan uretra,
sehingga hipertrofi prostat sering menghalangi pengosongan kandung
kemih (Tucker, 1998).
BPH adalah kondisi patologis yang paling umum pada pria lansia
dan penyebab kedua yang sering untuk intervensi medis pada pria di
atas usia 60 tahun ( brunner suddart, 2001). BPH adalah pembesaran
adenomatosa pada prostate.
2. Etiologi
Penyebab BPH belum jelas namun terdapat faktor resiko umur dan
hormon enstrogen (Mansjoer, 2000 hal 329). Hingga sekarang masih
belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hiperflasia prostat
tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperflasia prostat erat
kaitannya dengan peningkatan kadar Dehidrotesteron (DHT) dan
proses aging (menjadi tua).
Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya
hiperflasia prostat adalah:
1) Adanya perubahan keseimbangan antara hormon
testosteron dan estrogen pada usia lanjut
2) Peranan dari growth factor sebagai pemicu pertumbuhan
stoma kelenjar prostat
3) Meningkatnya lama hidup sel-sel prostat karena
berkurangnya sel yang mati
4) Teori sel stem menerangkan bahwa terjadi proliferasi
abnormal sel stem sehingga menebabkan menyebabkan
produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat menjadi
kelenjar prostat menjadi berlebihan (poenomo, 2000, hal
74-75)

2
Penyebab BPH tidak diketahui, tapi tampaknya
terdapat kaitan dengan perubahan derajat hormon yang
dialami dalam proses lansia. (Barbara C Long, 1999: 32).
3. Manifestasi klinik

a. Peningkatan frekuensi berkemih


b. Nokturia (ngompol)
c. Anyang-anyangan
d. Abdomen tegang
e. Volume urin menurun
f. Aliran urin tidak lancar
g. Retensi urin
4. Komplikasi

a. Pre op
i. Pielonefritis
ii. Hidronefrosis
iii. Azotemia
iv. Uremia
b. Post op
i. Hiponatremia dilusi (TURP)
ii. Infeksi
iii. Hidrokel
iv. Syok
v. Retensi urin akut
vi. Ileus paralitikum
vii. Peningkatan suhu tubuh
viii. Nyeri saat jalan

5. Patofisiologi dan pathway


BPH sering terjadi pada pria yang berusia 50 tahun lebih, tetpai
perubahan mikroskopis pada prostat sudah dapat ditemukan pada usia

3
30-40 tahun. Penyakit ini dirasakan tanpa ada gejala. Beberapa
pendapat mengatakan bahwa penyebab BPH ada keterkaitan dengan
adanya hormon, ada juga yang mengatakan berkaitan dengan tumor,
penyumbatan arteri, radang, gangguan metabolik/ gangguan gizi.
Hormonal yang diduga dapat menyebabkan BPH adalah karena tidak
adanya keseimbangan antara produksi estrogen dan testosteron. Pada
produksi testosteron menurun dan estrogen meningkat. Penurunan
hormon testosteron dipengaruhi oleh diet yang dikonsumsi oleh
seseorang. Mempengaruhi RNA dalam inti sel sehingga terjadi
proliferasi sel prostat yang mengakibatkan hipertrofi kelenjar prostat
maka terjadi obstruksi pada saluran kemih yang bermuara di kandung
kemih. Untuk mengatasi hal tersebut maka tubuh mengadakan
oramegantisme yaitu kompensasi dan dekompensasi otot-otot
destruktor. Kompensasi otot-otot mengakibatkan spasme otot spincter
kompensasi otot-otot destruktor juga dapat menyebabkan penebalan
pada dinding vesika urinaria dalam waktu yang lama dan mudah
menimbulkan infeksi.
Dekompensasi otot destruktor menyebabkan retensi urine sehingga
tekanan vesika urinaria meningkat dan aliran urine yang seharusnya
mengalir ke vesika urinaria mengalami selek ke ginjal. Di ginjal yang
refluks kembali menyebabkan dilatasi ureter dan batu ginjal, hal ini
dapat menyebabkan pyclonefritis. Apabila telah terjadi retensi urine
dan hidronefritis maka dibutuhkan tindakan pembedahan insisi. Pada
umumnya penderita BPH akan menderita defisit cairan akibat irigasi
yang digunakan alat invasif sehingga pemenuhan kebutuhan ADC bagi
penderita juga dirasakan adanya penegangan yang menimbulkan nyeri
luka post operasi pembedahan dapat terjadi infeksi dan peradangan
yang menimbulkan disfungsi seksual apabilla tidak dilakukan
perawatan dengan menggunakan teknik septik dan aseptik.

4
PATHWAY BPH

Etimologi

Penuaan

Mesenkim sinus
Perubahan keseimbangan uragential
testosterone + estrogen
Mitrotrouma : trauma, Kebangkitan /
ejakulasi, infeksi Prod. Testosteron ↓ reawakening

↑ stimulasi sel stroma yang BPH Berproliferasi


dipengaruhi GH

Pre operasi Post operasi

Terjadi kompresi utera TURP. Prostatektomi

Trauma bekas Folley cateter


↑ resistensi leher V.U Kerusakan Penekanan
insisi
dan daerah V.U mukosa serabut-serabut
urogenital syaraf Obstruksi oleh darah
kental post OP
↑ ketebalan otot Dekstrusor
(fase kompensasi) Nyeri

Terbentuknya sakula/ MK : resiko


trabekula MK : MK : gangguan injury :
intoleransi rasa nyaman pendarahan
aktivitas nyeri
Kelemahan otot
Dekstrusor
Penurunan
↓ kemampuan pertahanan
fungsi V.U tubuh

Refluk urin Residu urin


berlebihan

Hidronefrosis Media pertumbuhan MK : resiko


kuman terjadi infeksi

MK : gangguan eliminasi
urin : retensi urin
5
6. Penatalaksanaan ( medis dan perawat )

Menurut Sjamsuhidjat (2005) dalam penatalaksanaan pasien


dengan BPH tergantung pada stadium-stadium dari gambaran klinis

a. Stadium I

Pada stadium ini biasanya belum memerlukan tindakan bedah,


diberikan pengobatan konservatif, misalnya menghambat
adrenoresptor alfa seperti alfazosin dan terazosin. Keuntungan obat ini
adalah efek positif segera terhadap keluhan, tetapi tidak mempengaruhi
proses hiperplasi prostat. Sedikitpun kekurangannya adalah obat ini
tidak dianjurkan untuk pemakaian lama.

b. Stadium II

Pada stadium II merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan


biasanya dianjurkan reseksi endoskopi melalui uretra (trans uretra)

c. Stadium III

Pada stadium II reseksi endoskopi dapat dikerjakan dan apabila


diperkirakan prostat sudah cukup besar, sehinga reseksi tidak akan
selesai dalam 1 jam. Sebaiknya dilakukan pembedahan terbuka.
Pembedahan terbuka dapat dilakukan melalui trans vesika, retropubik
dan perineal.

d. Stadium IV

Pada stadium IV yang harus dilakukan adalah membebaskan


penderita dari retensi urin total dengan memasang kateter atau
sistotomi. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan lebih lanjut amok
melengkapi diagnosis, kemudian terapi definitive dengan TUR atau
pembedahan terbuka.

Pada penderita yang keadaan umumnya tidak memungkinkan


dilakukan pembedahan dapat dilakukan pengobatan konservatif
dengan memberikan obat penghambat adrenoreseptor alfa. Pengobatan

6
konservatif adalah dengan memberikan obat anti androgen yang
menekan produksi LH.

Menurut Mansjoer (2000) dan Purnomo (2000), penatalaksanaan


pada BPH dapat dilakukan dengan:

a. Observasi

Kurangi minum setelah makan malam, hindari obat dekongestan,


kurangi kopi, hindari alkohol, tiap 3 bulan kontrol keluhan, sisa
kencing dan colok dubur.

b. Medikamentosa

1) Mengharnbat adrenoreseptor α

2) Obat anti androgen

3) Penghambat enzim α -2 reduktase

4) Fisioterapi

c. Terapi Bedah

Indikasinya adalah bila retensi urin berulang, hematuria, penurunan


fungsi ginjal, infeksi saluran kemih berulang, divertikel batu saluran
kemih, hidroureter, hidronefrosis jenis pembedahan:

1) TURP (Trans Uretral Resection Prostatectomy)

Yaitu pengangkatan sebagian atau keseluruhan kelenjar prostat


melalui sitoskopi atau resektoskop yang dimasukkan malalui uretra.

2) Prostatektomi Suprapubis

Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi yang dibuat pada


kandung kemih.

3) Prostatektomi retropubis

Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi pada abdomen


bagian bawah melalui fosa prostat anterior tanpa memasuki kandung

7
kemih.

4) Prostatektomi Peritoneal

Yaitu pengangkatan kelenjar prostat radikal melalui sebuah insisi


diantara skrotum dan rektum.

5) Prostatektomi retropubis radikal

Yaitu pengangkatan kelenjar prostat termasuk kapsula, vesikula


seminalis dan jaringan yang berdekatan melalui sebuah insisi pada
abdomen bagian bawah, uretra dianastomosiskan ke leher kandung
kemih pada kanker prostat.

d. Terapi Invasif Minimal

1) Trans Uretral Mikrowave Thermotherapy (TUMT)

Yaitu pemasangan prostat dengan gelombang mikro yang


disalurkan ke kelenjar prostat melalui antena yang dipasang
melalui/pada ujung kateter.

2) Trans Uretral Ultrasound Guided Laser Induced Prostatectomy


(TULIP)

3) Trans Uretral Ballon Dilatation (TUBD)

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Biodata pasien (umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan)
Umur pasien bisa menunjukkan tahap perkembangan pasien baik
secara fisik maupun psikologis, jenis kelamin dan pekerjaan perlu
dikaji untuk mengetahui hubungan dan pengaruhnya terhadap
terjadinya masalah/penyakit, dan tingkat pendidikan dapat
berpengaruh terhadap pengetahuan klien tentang
masalahnya/penyakitnya.
b. Pola Gordon

8
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
2) Pola nutrisi/metabolik
3) Pola eliminasi
4) Pola aktivitas dan latihan
5) Pola istirahat dan tidur
6) Pola kognitif – perseptual
7) Pola persepsi konsep diri
8) Pola hubungan peran
9) Pola seksualitas resproduksi
10) Pola mekanisme koping
11) Pola nilai dan kepercayaan
c. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan/penampilan umum
2) Kepala
3) Muka
4) Leher
5) Dada
6) Abdomen
7) Genetalia
8) Rektum
9) Ekstremitas
d. Pemeriksaan penunjang (Diagnostik/ laboratorium)
1) Laboratorium: Sedimen Urin, Kultur Urin
2) Pencitraan: Foto polos abdomen, IVP (Intra Vena
Pielografi), Ultrasonografi (trans abdominal dan trans
rektal), dan Systocopy
2. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan eliminasi urin b.d sumbatan saluran pengeluaran pada
kandung kemih
2) Nyeri akut b.d agent injuri fisik ( spasme kandung kemih)

9
3) Resiko infeksi b.d kerusakan jaringan sebagai efek skunder dari
prosedur pembedahan
3. Perencanaan keperawatan (tujuan, kriteria hasil, dan tindakan
keperawatan menggunakan pendekatan NOC dan NIC

No Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

1. Gangguan eliminasi urin NOC : NIC :

Definisi : Pengosongan Urinary continence Urinary Chateterization


kandung kemih yang
tidak sempurna Urinary elimination - 1. Jelaskan prosedur dasn
rasional dari intervensi

- 2. Sediakan peralartan
Kriteria Hasil : kateterisasi
1. Pengeluaran urin dapat - 3. Pertahankan teknik
diprediksi aseptik yang ketat
2. Dapat secara sempurna dan - 4. Masukan secara
teratur mengeluarkan urin langsung atau retensi kateter
dari kandung kemih; ke dalam bladder
mengukur volume residual
urin < 150 – 200 ml atau 25 - 5. Hubungkan kateter pada
% dari total kapasitas kantung drainase
kandung kemih
- 6. Amankan kateter pada
3. Mengoreksi atau kulit
menurunkan gejala obstruksi
- 7. Pertaahankan sistem
4. Klien bebas dari kerusakan drainase tertutup
saluran kemih bagian atas.
- 8. Monitor intake dan
input.

Urinary Retentiuon care

- 1. Monitor eliminasi urin

- 2. Monitor tanda dan

10
gejala retensi urin

- 3. Ajarkan kepada klien


tanda dan gejala retensi urin

- 4. Catat waktu setiap


eliminasi urin

- 5. Anjurkan klien/keluarga
untuk menmcatat outpout urin

- 6. Ambil spesimen urin

- 7. Ajarkan klien meminum


8 gelasa cairan sehari

- 8. Bantu klien dalam BAK


rutin

Fluid management

1. Timbang
popok/pembalut jika
diperlukan

2. Pertahankan catatan
intake dan output yang akurat

3. Monitor status hidrasi (


kelembaban membran
mukosa, nadi adekuat,
tekanan darah ortostatik ),
jika diperlukan

4. Monitor vital sign

5. Monitor masukan
makanan / cairan dan hitung
intake kalori harian

6. Lakukan terapi IV

7. Monitor status nutrisi

8. Berikan cairan

9. Berikan cairan IV pada

11
suhu ruangan

10. Dorong masukan oral

11. Berikan penggantian


nesogatrik sesuai output

12. Dorong keluarga


untuk membantu pasien
makan

13. Tawarkan snack ( jus


buah, buah segar )

14. Kolaborasi dokter jika


tanda cairan berlebih muncul
meburuk

15. Atur kemungkinan


tranfusi

16. Persiapan untuk


tranfusi

2. Nyeri Kronis NOC : NIC :

I. 1.Pain
Pain
Management
Level,
2. Pain control 1. Lakukan pengkajian
Definisi : 3. Comfort level nyeri secara komprehensif
Sensori yang tidak termasuk lokasi,
karakteristik, durasi,
menyenangkan dan
pengalaman emosional Kriteria Hasil : frekuensi, kualitas dan
yang muncul secara faktor presipitasi
aktual atau potensial 1. Mampu 2. Observasi reaksi
kerusakan jaringan atau mengontrol nyeri nonverbal dari
menggambarkan adanya (tahu penyebab ketidaknyamanan
kerusakan (Asosiasi Studi nyeri, mampu 3. Gunakan teknik
Nyeri Internasional): menggunakan komunikasi terapeutik
serangan mendadak atau tehnik untuk mengetahui
pelan intensitasnya dari nonfarmakologi pengalaman nyeri pasien
ringan sampai berat yang untuk 4. Kaji kultur yang
dapat diantisipasi dengan mengurangi mempengaruhi respon
akhir yang dapat nyeri, mencari nyeri
diprediksi dan dengan bantuan) 5. Evaluasi pengalaman
durasi lebih dari 6 bulan. 2. Melaporkan nyeri masa lampau
bahwa nyeri 6. Evaluasi bersama

12
berkurang pasien dan tim kesehatan
dengan lain tentang
menggunakan ketidakefektifan kontrol
manajemen nyeri nyeri masa lampau
3. Mampu 7. Bantu pasien dan
mengenali nyeri keluarga untuk mencari
(skala, intensitas, dan menemukan
frekuensi dan dukungan
tanda nyeri) 8. Kontrol lingkungan
4. Menyatakan rasa yang dapat
nyaman setelah mempengaruhi nyeri
nyeri berkurang seperti suhu ruangan,
5. Tanda vital pencahayaan dan
dalam rentang kebisingan
normal 9. Kurangi faktor
presipitasi nyeri
10. Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi, non
farmakologi dan inter
personal)
11. Kaji tipe dan sumber
nyeri untuk menentukan
intervensi
12. Ajarkan tentang
teknik non farmakologi
13. Berikan analgetik
untuk mengurangi nyeri
14. Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
15. Tingkatkan istirahat
16. Kolaborasikan
dengan dokter jika ada
keluhan dan tindakan
nyeri tidak berhasil
17. Monitor penerimaan
pasien tentang
manajemen nyeri
Analgesic Administration

1. Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas,
dan derajat nyeri
sebelum pemberian

13
obat
2. Cek instruksi dokter
tentang jenis obat,
dosis, dan frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Pilih analgesik yang
diperlukan atau
kombinasi dari
analgesik ketika
pemberian lebih dari
satu
5. Tentukan pilihan
analgesik tergantung
tipe dan beratnya
nyeri
6. Tentukan analgesik
pilihan, rute
pemberian, dan dosis
optimal
7. Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri
secara teratur
8. Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali
9. Berikan analgesik
tepat waktu terutama
saat nyeri hebat
10. Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan
gejala (efek samping)

3 Resiko Infeksi b/d NOC : NIC :


tindakan invasive
 Immune Status Infection Control (Kontrol
 Knowledge : infeksi)
Infection control  Bersihkan lingkungan
 Risk control setelah dipakai pasien lain
 Pertahankan teknik isolasi
Kriteria Hasil :
 Batasi pengunjung bila
1. Klien bebas dari tanda dan perlu
 Instruksikan pada

14
gejala infeksi pengunjung untuk mencuci
tangan saat berkunjung dan
2. Mendeskripsikan proses setelah berkunjung
penularan penyakit, factor meninggalkan pasien
yang mempengaruhi  Gunakan sabun
penularan serta antimikrobia untuk cuci
penatalaksanaannya, tangan
3.Menunjukkan kemampuan  Cuci tangan setiap sebelum
untuk mencegah timbulnya dan sesudah tindakan
infeksi keperawatan
 Gunakan baju, sarung
4.Jumlah leukosit dalam tangan sebagai alat
batas normal pelindung
 Pertahankan lingkungan
5.Menunjukkan perilaku
aseptik selama pemasangan
hidup sehat
alat
 Ganti letak IV perifer dan
line central dan dressing
sesuai dengan petunjuk
umum
 Gunakan kateter intermiten
untuk menurunkan infeksi
kandung kencing
 Tingktkan intake nutrisi
 Berikan terapi antibiotik
bila perlu

Infection Protection
(proteksi terhadap infeksi)
 Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal
 Monitor hitung granulosit,
WBC
 Monitor kerentanan
terhadap infeksi
 Batasi pengunjung
 Saring pengunjung terhadap
penyakit menular

15
 Partahankan teknik aspesis
pada pasien yang beresiko
 Pertahankan teknik isolasi
 Berikan perawatan kuliat
pada area epidema
 Inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap
kemerahan, panas, drainase
 Ispeksi kondisi luka / insisi
bedah
 Dorong masukkan nutrisi
yang cukup
 Dorong masukan cairan
 Dorong istirahat
 Instruksikan pasien untuk
minum antibiotik sesuai
resep
 Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi
 Ajarkan cara menghindari
infeksi
 Laporkan kecurigaan infeksi
 Laporkan kultur
positif· Laporkan
kultur positif

4. Evaluasi
Setelah dilakukan implementasi sesuai dengan batas waktu
ditetapkan dan situasi kondisi klien, maka diharapkan klien :
1. Gangguan eliminasi urin b.d sumbatan saluran pengeluaran
pada kandung kemih
Kriteria hasil :
a. Kandung kemih kosong secara penuh
b. Tidak ada residu urin > 100-200cc
c. Intake cairan dalam rentang normal
d. Bebas dari isk
e. Tidak ada spasme bladder

16
f. Balance cairan seimbang
2. Nyeri akut b.d agent injuri fisik ( spasme kandung kemih)
Kriteria hasil : Nyeri berkurang dengan menggunakan
manajemen nyeri
3. Resiko infeksi b.d kerusakan jaringan sebagai efek skunder
dari prosedur pembedahan
Kriteria hasil : klien bebas dari tanda dan gejala infeksi

17
DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2011. Pedoman Penatalaksanaan BPH Di Indonesia. (PDF)


Corwin, Elizabeth J 2001, Buku Saku Patofisiologi, EGC, Jakarta.
Prosiding Seminar Nasional Animus. 2010. Faktor-faktor resiko terjadinya prostat
jinak (PDF). Semarang
Sunardi. 2008. Benign Prostate Hyperplasia (PDF)
USU. 2009. Tinjauan kepustakaan BPH (PDF)
Wilkinson M. Judith & Nancy R. Ahern. 2012. Buku saku Diagnosis Keperawatan.
Jakarta. EGC
YPSS. 2009. Laporan pendahuluan tentang benigna prostat hypertropi (PDF)
McCloskey, Joanne C,. Bulecheck, Gloria M. 2008. Nursing Intervention
Classsification (NIC). Mosby, St. Louise.
NANDA, 20014. Nursing Diagnosis : Definition and Classification (2014-2015),
Philadelphia.

18

Anda mungkin juga menyukai