Anda di halaman 1dari 23

Preeklamsia Berat

LAPORAN PENDAHULUAN (LP) PREEKLAMSIA BERAT (PEB)

OLEH :

SUKMAWATI S.Kep
19193006

PEMBIMBING

CI LAHAN CI INSTITUSI

(.........................................) (............................................)
Ns. Fitriani S.Kep, M.Kep

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN GUNUNG SARI MAKASSAR


DAPARTEMEN KEGAWAT DARURATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TAHUN AKADEMIK
2019-2020

Sukmawati Profesi Ners Stikes Gunung Sari


Makassar
Nim : 19193006
Preeklamsia Berat
1

LAPORAN PENDAHULUAN

PREEKLAMSIA BERAT

Konsep Dasar Medis

A. Definisi

Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema

akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan.

Eklampsia adalah preeklampsia yang disertai kejang dan atau koma yang timbul

akibat kelainan neurologi (Arif, M, 2012).

Preeklampsia merupakan sindrom spesifik-kehamilan berupa berkurangnya

perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang ditandai dengan

hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan proteinuria.

Hipertensi ialah tekanan darah ≥140/90 mmHg. Dengan catatan, pengukuran

darah sekurang-kurangnya dilakukan 2 kali selang 4 jam. Sedangkan proteinuria

adalah adanya 300 mg protein dalam urin 24 jam atau sama dengan ≥1+ dipstick

(Bobak, dkk, 2015).

Preeklampsia berat ialah preeklampsia dengan tekanan darah sistolik ≥ 160

mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg disertai proteinuria ≥ 5 g/ 24 jam

atau kualitatif 4+. Sedangkan pasien yang sebelumnya mengalami preeclampsia

kemudian disertai kejang dinamakan eclampsia. Penggolongan preeclampsia

menjadi preeclampsia ringan dan preeclampsia berat dapat menyesatkan karena

preeclampsia ringan dalam waktu yang relative singkat dapat berkembang

menjadi preeclampsia berat (Bobak, dkk, 2015).

Sukmawati Profesi Ners Stikes Gunung Sari


Makassar
Nim : 19193006
Preeklamsia Berat
2

B. Klasifikasi Dan Manifestasi Klinik

Klasifikasi pre eklamsia dibagi menjadi 2 yaitu sebagai berikut:

1. Pre eklamsia ringan

Pre eklamsia ringan ditandai dengan:

a. Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi

berbaring terlentang; kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih dari tensi

baseline (tensi sebelum kehamilan 20 minggu); dan kenaikan sistolik 30

mmHg atau lebih. Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada 2 kali

pemeriksaan dengan jarak periksa 1 jam, atau berada dalam interval 4-6

jam.

b. Edema umum, kaki, jari tangan, dan muka; kenaikan berat badan 1 kg

atau lebih dalam seminggu.

c. Proteinuria kuantatif 0,3 gr atau lebih per liter; kualitatif 1 + atau 2 +

pada urin kateter atau midstream (aliran tengah). (Arif, M, 2012).

2. Pre eklamsia berat

Pre eklamsia berat ditandai dengan:

a. Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.

b. Proteinuria 5 gr atau lebih per liter.

c. Oliguria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam .

d. Adanya gangguan serebral atau kesadaran, gangguan visus atau

penglihatan, dan rasa nyeri pada epigastrium.

e. Terdapat edema paru dan sianosis

f. Kadar enzim hati (SGOT, SGPT) meningkat disertai ikterik.

g. Perdarahan pada retina.

Sukmawati Profesi Ners Stikes Gunung Sari


Makassar
Nim : 19193006
Preeklamsia Berat
3

h. Trombosit kurang dari 100.000/mm. (Arif, M, 2012).

Preeklampsia berat dibagi menjadi:

a. Preeklampsia berat tanpa impending  eclampsia

b. Preeklampsia berat dengan impending eclampsia.

Disebut impending eclampsia bila preeklampsia berat disertai gejala-gejala

subjektif berupa :

a. Muntah-muntah

b. Sakit kepala yang keras karena vasospasm atau oedema otak

c. Nyeri epigastrium karena regangan selaput hati oleh haemorrhagia atau

oedema, atau sakit karena perubahan pada lambung

d. Gangguan penglihatan: penglihatan menjadi kabur sampai terkadang

buta. Hal ini disebabkan karena vasospasm, oedema atau ablation retinae.

Perubahan – perubahan ini dapat dilihat dengan ophtalmoskop (Arif, M,

2012).

C. Etiologi

Setiap teori mengenai etiologi dan patofisiologi preeclampsia harus dapat

menjelaskan alasan mengapa hipertensi pada kehamilan cenderung terjadi pada:

1. Wanita yang terpapar dengan villi korionik untuk pertama kali

2. Wanita yang terpapar oleh vili korionik dalam jumlah besar, seperti pada

kehamilan kembar atau kehamilan mola.

3. Wanita dengan predisposisi penyakit vaskuler sebelumnya.

4. Wanita dengan predisposisi genetic ada yang pernah menderita hipertensi

selama kehamilan.

Sukmawati Profesi Ners Stikes Gunung Sari


Makassar
Nim : 19193006
Preeklamsia Berat
4

Vili korionik yang dapat mencetuskan preeclampsia tidak harus berada di

dalam rahim. Sedangkan ada atau tidaknya janin bukanlah suatu syarat untuk

terjadinya preeklampsia. Namun demikian, terlepas dari etiologinya, kaskade

peristiwa yang mengarah ke sindrom preeklampsia ditandai dengan sejumlah

kelainan yang mengakibatkan kerusakan endotel vaskular dengan vasospasme,

transudasi plasma, dan sequelae iskemik dan trombotik.

Menurut Sibai Sumiati & Dwi F. (2012) penyebab potensial saat ini masuk akal

adalah sebagai berikut:

1. Invasi trofoblas abnormal pada pembuluh darah rahim.

2. Intoleransi imunologi antara jaringan ibu dan fetoplacental.

3. Maladaptasi ibu terhadap perubahan kardiovaskular atau perubahan respon

inflamasi dari kehamilan normal.

4. Faktor defisiensi nutrisi.

5. Faktor genetic

Penyebab lain dari preeklamsia berat adalah :

1. Invasi trofoblas abnormal

Pada implantasi normal, arteri spiralis uterus mengalami remodelling akibat

invasi endovascular trophoblasts ke dalam lapisan otot arteri spiralis. Hal ini

menimbulkan degenerasi lapisan otot arteri spiralis sehingga terjadi dilatasi dan

distensi (Gambar 2.1). Pada preeclampsia, terjadi invasi trofoblas namun tidak

sempurna dan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan otot arteri

spiralis. Dalam hal ini, hanya pembuluh darah desidua (bukan pembuluh darah

miometrium) yang dilapisi oleh endovaskuler trofoblas. Akibatnya, lapisan otot

arteri spiralis tetap kaku dan keras serta tidak memungkinkan untuk mengalami

Sukmawati Profesi Ners Stikes Gunung Sari


Makassar
Nim : 19193006
Preeklamsia Berat
5

distensi dan dilatasi. Ini menciptkan suatu keadaan di mana arteri spiralis

mengalami vasokonstriksi relative, keparahan defek invasi trofoblas pada arteri

spiralis berkaitan dengan keparahan hipertensi (Bobak, dkk, 2015).

Gambar 2.1 Implantasi plasenta yang normal


menunjukkan adanya proliferasi trofoblas
extravili, membentuk saluran di bawah villi
yang melekat. Trofoblas extravillous
menginvasi desidua dan masuk ke dalam
artei spiralis. Hal ini menyebabkan perubahan
pada endotel dan dinding otot pembuluh
darah sehingga pembuluh darah melebar
(Cunningham, et al, 2007)

Gambar 2.2 Prerbandingan remodelling arteri spiralis pada kehamilan normal


dan preeclampsia. Tampak pada gambar bahwa pada preeclampsia terjadi
remodeling yang tidak sempurna sehingga arteri spiralis relative menjadi lebih
konstriksi. (Bobak, dkk, 2015).

Sukmawati Profesi Ners Stikes Gunung Sari


Makassar
Nim : 19193006
Preeklamsia Berat
6

De wolf dan rekannya mengamati arteri-arteri yang diambil dari sisi implantasi

plasenta dengan menggunakan mikroskop electron. Mereka menemukan bahwa

perubahan preeklampsi pada tahap awal termasuk kerusakan endotel, insudasi

plasma ke dalam pembuluh darah, proliferasi sel-sel miointima, dan nekrosis

medial. Mereka menemukan adanya lipid yang trerakumulasi di dalam sel-sel

miointima kemudian di dalam makrofag. Dalam gambar 2.3 tampak sel-sel lipid

bersama sel inflamasi lainnya di dalam pembuluh darah dinamakan atherosis.

Biasanya, pembuluh darah yang terkena atherosis akan berkembang menjadi

aneurisma dan seringkali berkaitan dengan arteriola spiralis yang gagal untuk

melakukan adaptasi. Obstruksi pada lumen arteriola spiralis oleh atherosis dapat

mengganggu aliran darah plasenta. Hal inilah yang membuat perfusi plasenta

menurun dan menyebabkan terjadinya sindrom preeklampsi (Bobak, dkk, 2015).

Gambar 2.3

Atherosis dalam pembuluh darah ini diambil dari anyaman plasenta (sebelah kiri,
menunjukkan gambaran fotomikrograf; sebelah kanan, menunjukkan diagram
skematik dari pembuluh darah). Kerusakan endotel menyebabkan penyempitan
pada lumen pembuluh darah akibat akumulasi protein plasma dan foamy
makrofag di bawah endotel. Foamy makrofag ditunjukkan oleh anak panah yang
melengkung, sedangkan anak panah yang lurus menunjukkan kerusakan endotel

Sukmawati Profesi Ners Stikes Gunung Sari


Makassar
Nim : 19193006
Preeklamsia Berat
7

2. Teori Intoleransi Imunologik antara ibu dan janin

Dugaan bahwa faktor imunologik berperan terhadap terjadinya hipertensi dalam

kehamilan terbukti dengan fakta sebagai berikut;

a. Primigravida mempunyai faktor risiko lebih besar terjadinya hipertensi

dalam kehamilan jika dibandingkan dengan multigravida

b. Ibu multipara yang kemudian menikah lagi mempunyai risiko lebih besar

terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan dengan suami yang

sebelumnya.

c. Seks oral mempunyai risiko lebih rendah terjadinya hipertensi dalam

kehamilan. Lamanya periode hubungan seks sampai saat kehamilan ialah

makin lama periode ini makin kecil terjadinya hipertensi dalam kehamilan.

Pada perempuan hamil normal respon imun tidak menolak adanya “hasil

konsepsi” yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya Human Leucocyte

Antigen Protein G (HLA-G), yang berperan penting dalam modulasi respon

imun, sehingga si ibu tidak menolak hasil konsepsi (plasenta). Adanya HLA-G

pada plasenta dapat melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel natural killer

(NK) ibu dan mempermudah invasi sel trofoblas ke dalam jaringan decidua ibu

(Bobak, dkk, 2015). Plasenta pada hipertensi dalam kehamilan, terjadi

penurunan ekspresi HLA-G. Berkurangnya HLA-G menghambat invasi

trofoblas kedalam decidua. Invasi trofoblas sangat penting agar jaringan decidua

menjadi lunak, dan gembur sehingga memudahkan terjadinya dilatasi arteri

spiralis. HLA-G juga merangsang produksi sitokin, sehingga memudahkan

terjadinya reaksi inflamasi. Selain itu, pada awal trimester kedua kehamilan,

perempuan yang mempunyai kecenderungan terjadi preeklampsia, ternyata

Sukmawati Profesi Ners Stikes Gunung Sari


Makassar
Nim : 19193006
Preeklamsia Berat
8

mempunyai proporsi Helper sel yang lebih rendah dibanding pada normotensive

(Bobak, dkk, 2015).

3. Teori Radikal Bebas dan Disfungsi Sel Endotel

Disfungsi sel endotel yang berkaitan dengan preeclampsia disebabkan oleh

gangguan adaptasi intravaskuler ibu terhadap kehamilan sehingga memicu

proses inflamasi intravaskuler sistemik (Gambar 2.4). Dalam teori ini dinyatakan

bahwa preeclampsia timbul akibat adanya leukosit aktif dengan jumlah yang

ekstrem dalam sirkulasi ibu. Singkatnya, sitokin-sitokin seperti Tumor Necrosis

Factor (TNF) dan interleukin (IL) dapat memicu stres oksidatif yang berkaitan

dengan preeklampsia. Stres oksidatif ini ditandai oleh spesies oksigen reaktif

dan radikal bebas yang memicu terbentuknya peroksida lipid. Proses ini

selanjutnya menghasilkan radikal beracun yang merusak sel-sel endotel,

mengacaukan produksi nitrit oksida, dan mengganggu keseimbangan

prostaglandin. Akibat lainnya adalah terbentuknya sel makrofag yang

mengandung lipid (sel foam) di dalam atherosis; aktivasi proses koagulasi

mikrovaskuler menyebabkan trombositopenia; dan peningkatan permeabilitas

kapiler menyebabkan terjadinya edema dan proteinuria (Bobak, dkk, 2015).

Penelitian tentang efek stress oksidatif pada preeclampsia ini menimbulkan

ketertarikan untuk memberikan antioksidan sebagai pencegahan preeclampsia.

Antioksidan merupakan kelompok senyawa yang berfungsi untuk mencegah

kerusakan akibat produksi radikal bebas yang berlebihan. Contoh antioksidan

antara lain, vitamin E atau tokoferol, vitamin C (asam askorbat), dan karoten

(Bobak, dkk, 2015).

Sukmawati Profesi Ners Stikes Gunung Sari


Makassar
Nim : 19193006
Preeklamsia Berat
9

Gambar 2.4 Patogenesis hipertensi dalam kehamilan (Bobak, dkk, 2015).

4. Faktor Defisiensi Nutrisi

Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan, termasuk hati

halibut, dapat mengurangi resiko preeclampsia. Minyak ikan mengandung

banyak asam lemak tidak jenuh yang dapat menghambat produksi tromboksan,

menghambat aktivasi trombosit, dan mencegah vasokonstriksi pembuluh darah.

Beberapa peneliti telah mencoba melakukan uji klinik bahwa konsumsi minyak

ikan atau bahan yang mengandung asam lemak tak jenuh dapat digunakan untuk

mencegah preeclampsi (Bobak, dkk, 2015).

Sukmawati Profesi Ners Stikes Gunung Sari


Makassar
Nim : 19193006
Preeklamsia Berat
10

Studi lain menunjukkan bahwa pada populasi dengan diet kaya buah-buahan dan

sayuran yang banyak mengandung aktioksidan berkaitan dengan penurunan

tekanan darah. Studi ini berkaitan dengan penelitian Zhang bahwa resiko

preeklampsi menjadi dua kali lipat pada wanita yang mengkonsumsi asam

askorbat kurang dari 85 mg. C-Reactive Protein (CRP) yang merupakan marker

inflamasi, juga meningkat pada obesitas. Hal ini selanjutnya juga berkaitan dengan

preeclampsia karena obesitas pada orang tidak hamil pun dapat menyebabkan

aktivasi endotel dan respon inflamasi sistemik akibat atherosclerosis (Bobak, dkk,

2015).

5. Faktor genetic

Preeklampsia adalah gangguan multifaktorial poligenik. Dalam review

komprehensif mereka, Ward dan Lindheimer (2009) menyebutkan insiden risiko

preeklampsia adalah 20 sampai 40 persen untuk anak wanita ibu preeklampsia; 11

sampai 37 persen untuk saudara wanita preeklampsia dan 22-47 persen dalam

studi kembar. Dalam sebuah studi oleh Nilsson dan rekan kerja (2004) yang

mencakup hampir 1.200.000 kelahiran di Swedia, mereka melaporkan komponen

genetik untuk hipertensi kehamilan serta preeklampsia. Mereka juga melaporkan

konkordansi 60 persen di monozigotik pasangan kembar wanita. Kecenderungan

ini kemungkinan besar turun temurun adalah hasil interaksi dari ratusan gen

pewaris-baik ibu dan ayah-yang mengontrol fungsi metabolik enzimatik dan

banyak sekali setiap seluruh sistem organ. Dengan demikian, manifestasi klinis

pada wanita diberikan dengan sindrom preeklampsia akan menempati spektrum

sebagaimana dijelaskan sebelumnya. Dalam hal ini ekspresi, fenotipik akan

Sukmawati Profesi Ners Stikes Gunung Sari


Makassar
Nim : 19193006
Preeklamsia Berat
11

berbeda antara genotipe yang sama tergantung pada interaksi dengan faktor

lingkungan (Bobak, dkk, 2015).

D. Faktor Resiko

Terdapat banyak faktor resiko untuk terjadinya hipertensi dalam kehamilan,

termasuk preeclampsia berat, yaitu:

1. Primigravida, primipaternitas

2. Hiperplasentosis, misalnya: mola hidatidosa, kehamilan multiple, diabetes

mellitus, hidrops fetalis, bayi besar.

3. Umur yang ekstrim.

4. Riwayat keluarga pernah preeclampsia/ eklampsia.

5. Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil

6. Resiko preeclampsia meningkat dari 4.3 % pada ibu hamil dengan BMI kurang

dari 19,8 kg/m2 hingga 13,3% pada ibu hamil dengan BMI lebih dari 35 kg/m2

7. Faktor lingkungan juga memiliki kontribusi. Sebuah penelitian melaporkan

bahwa ibu hamil yang tinggal di dataran tinggi Colorado memiliki insiden

preeclampsia yang tinggi.

Walaupun merokok selama hamil berkaitan dengan dampak negative pada

kehamilan secara umum, namun merokok berkaitan dengan menurunnya resiko

hipertensi kehamilan. Plasenta previa telah dilaporkan menurunkan resiko

hipertensi dalam kehamilan (Prawirohardjo, S. (2015).

E. Patofisiologi

Pada preeklampsia terdapat penurunan  aliran darah. Perubahan ini

menyebabkan  prostaglandin plasenta menurun dan mengakibatkan iskemia

uterus. Keadaan iskemia pada uterus, merangsang pelepasan bahan tropoblastik

Sukmawati Profesi Ners Stikes Gunung Sari


Makassar
Nim : 19193006
Preeklamsia Berat
12

yaitu akibat hiperoksidase lemak dan pelepasan renin uterus. Bahan tropoblastik

berperan dalam proses terjadinya endotheliosis yang menyebabkan pelepasan

tromboplastin. Tromboplastin yang dilepaskan mengakibatkan pelepasan

tomboksan dan aktivasi/ agregasi trombosit deposisi fibrin. Pelepasan tromboksan

akan menyebabkan terjadinya vasospasme sedangkan aktivasi/agregasi trombosit

deposisi fibrin akan menyebabkan koagulasi intravaskular yang mengakibatkan

perfusi darah menurun dan konsumtif koagulapati. Konsumtif koagulapati

mengakibatkan trombosit dan faktor pembekuan darah menurun dan

menyebabkan gangguan faal hemostasis.  Renin uterus yang di keluarkan akan

mengalir bersama darah sampai organ hati dan bersama- sama angiotensinogen

menjadi angiotensin I dan selanjutnya menjadi angiotensin II. Angiotensin II

bersama tromboksan akan menyebabkan terjadinya vasospasme. Vasospasme

menyebabkan lumen arteriol menyempit. Lumen arteriol yang menyempit

menyebabkan lumen hanya dapat dilewati oleh satu sel darah merah.

(Prawirohardjo, S. (2015).

Tekanan perifer akan meningkat agar oksigen mencukupi kebutuhan sehingga

menyebabkan terjadinya hipertensi. Selain menyebabkan vasospasme, angiotensin

II akan merangsang glandula suprarenal untuk mengeluarkan aldosteron.

Vasospasme bersama dengan koagulasi intravaskular akan  menyebabkan

gangguan perfusi darah dan gangguan multi organ. Gangguan multiorgan terjadi

pada organ- oragan tubuh diantaranya otak, darah, paru- paru, hati/ liver, renal dan

plasenta. Pada otak akan dapat menyebabkan terjadinya edema serebri dan

selanjutnya terjadi peningkatan tekanan intrakranial. Tekanan intrakranial yang

meningkat menyebabkan terjadinya gangguan perfusi serebral, nyeri dan

Sukmawati Profesi Ners Stikes Gunung Sari


Makassar
Nim : 19193006
Preeklamsia Berat
13

terjadinya kejang sehingga menimbulkan diagnosa keperawatan risiko cedera.

Pada darah akan terjadi endotheliosis menyebabkan sel darah merah dan

pembuluh darah pecah. Pecahnya pembuluh darah akan menyebabkan terjadinya

pendarahan, sedangkan sel darah merah yang pecah akan menyebabkan terjadinya

anemia hemolitik. Pada paru-paru, LADEP akan meningkat menyebabkan

terjadinya kongesti vena pulmonal, perpindahan cairan sehingga akan

mengakibatkan terjadinya edema paru. Edema paru akan menyebabkan terjadinya

gangguan pertukaran gas (Prawirohardjo, S. (2015).

Pada hati, vasokontriksi pembuluh darah akan menyebabkan gangguan

kontraktilitas miokard sehingga menyebabkan payah jantung dan memunculkan

diagnosa keperawatan penurunan curah jantung. Pada ginjal, akibat pengaruh

aldosteron, terjadi peningkatan reabsorpsi natrium dan menyebabkan retensi

cairan dan dapat menyebabkan terjadinya edema sehingga dapat memunculkan

diagnosa keperawatan kelebihan volume cairan. Selin itu, vasospasme arteriol

pada ginjal akan meyebabkan penurunan GFR dan permeabilitas terhadap protein

akan meningkat. Penurunan GFR tidak diimbangi dengan peningkatan reabsorpsi

oleh tubulus sehingga menyebabkan diuresis menurun sehingga menyebabkan

terjadinya oligouri dan anuri. Oligouri atau anuri akan memunculkan diagnosa

keperawatan gangguan eliminasi urin. Permeabilitas terhadap protein yang

meningkat akan menyebabkan banyak protein akan lolos dari filtrasi glomerulus

dan menyenabkan proteinuria. Pada mata, akan terjadi spasmus arteriola

selanjutnya menyebabkan edema diskus optikus dan retina. Keadaan ini dapat

menyebabkan terjadinya diplopia dan memunculkan diagnosa keperawatan risiko

cedera. Pada plasenta penurunan perfusi akan menyebabkan hipoksia/anoksia

Sukmawati Profesi Ners Stikes Gunung Sari


Makassar
Nim : 19193006
Preeklamsia Berat
14

sebagai pemicu timbulnya gangguan pertumbuhan plasenta sehinga dapat

berakibat terjadinya Intra Uterin Growth Retardation serta memunculkan

diagnosa keperawatan risiko gawat janin (Prawirohardjo, S. (2015).

Hipertensi akan merangsang medula oblongata dan sistem saraf parasimpatis

akan meningkat. Peningkatan saraf simpatis mempengaruhi traktus

gastrointestinal dan ekstrimitas. Pada traktus gastrointestinal dapat menyebabkan

terjadinya hipoksia duodenal dan penumpukan ion H menyebabkan HCl

meningkat sehingga dapat menyebabkan nyeri epigastrik. Selanjutnya akan terjadi

akumulasi gas yang meningkat, merangsang mual dan timbulnya muntah sehingga

muncul diagnosa keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan

tubuh. Pada ektremitas dapat terjadi metabolisme anaerob yang menyebabkan

ATP diproduksi dalam jumlah yang sedikit yaitu 2 ATP dan pembentukan asam

laktat. Terbentuknya asam laktat dan sedikitnya ATP yang diproduksi akan

menimbulkan keadaan cepat lelah, lemah sehingga muncul diagnosa keperawatan

intoleransi aktivitas. Keadaan hipertensi akan mengakibatkan seseorang kurang

terpajan informasi dan memunculkan diagnosa keperawatan kurang pengetahuan.

(Prawirohardjo, S. (2015).

F. Manifestasi Klinis

Biasanya tanda-tanda pre eklampsia timbul dengan urutan pertambahan berat

badan yang berlebihan, diikuti edema, hipertensi, dan akhirnya proteinuria. Pada

pre eklampsia ringan tidak ditemukan gejala-gejala subyektif. Sedangkan pada pre

eklampsia berat ditemukan gejala subjektif berupa sakit kepala di daerah frontal,

diplopia, penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, dan mual atau muntah.

Gejala-gejala ini sering ditemukan pada pre eklampsia yang meningkat dan

Sukmawati Profesi Ners Stikes Gunung Sari


Makassar
Nim : 19193006
Preeklamsia Berat
15

merupakan petunjuk bahwa eklampsia akan timbul. Penegakkan diagnosa pre

eklampsia yaitu adanya 2 gejala di antara trias tanda utama, dimana tanda

utamanya yaitu hipertensi dan 2 tanda yang lain yaitu edema atau proteinuria.

Tetapi dalam praktik medis hanya hipertensi dan proteinuria saja yang dijadikan

sebagai 2 tanda dalam penegakkan diagnosa pre eklamsia

Digolongkan preeclampsia berat bila ditemukan satu atau lebih gejala sebagai

berikut:

1. Tekanan darah sistolik ≥160 mmHg dan tekanan darah diastolic ≥ 110 mmHg.

Tekanan darah tidak turun meskipun ibu hamil sudah dirawat di rumah sakit

dan sudah menjalani tirah baring.

2. Proteinuria lebih 5 g/24 jam atau 4+ dalam pemeriksaan kualitatif.

3. Oliguria, yaitu produksi urin <500 cc/24 jam.

4. Peningkatan kreatinin plasma (>1.2 mg/dL).

5. Gangguan visus dan serebral: penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma,

dan pandangan kabur.

6. Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (akibat

teregangnya kapsula Glisson oleh karena nekrosis hepatoseluler, iskemia, dan

edema).

7. Gangguan fungsi hepar (peningkatan kadar AST dan ALT)

8. Edema paru-paru dan sianosis.

9. Hemolisis mikroangiopati (ditandai dengan peningkatan LDH)

10. Trombositopenia (<100.000/mm3)

11. Pertumbuhan janin intra uterin yang terlambat.

12. Sindrom HELLP (Prawirohardjo, S. (2015).

Sukmawati Profesi Ners Stikes Gunung Sari


Makassar
Nim : 19193006
Preeklamsia Berat
16

G. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan pre

eklamsia yaitu sebagai berikut:

1. Pemeriksaan Laboratorium

a. Pemeriksaan Darah Lengkap dan Apusan Darah

1) Penurunan hemoglobin (nilai rujukan atau kadar normal hemoglobin

untuk wanita hamil adalah 12-14 gr%).

2) Hematokrit meningkat (nilai rujukan 37-43 vol%).

3) Trombosit menurun (nilai rujukan 150.000-450.000/mm3)

b. Urinalisis → Ditemukan protein dalam urine.

c. Pemeriksaan Fungsi Hati

1) Bilirubin meningkat (N= < 1 mg/dL).

2) LDH (laktat dehidrogenase) meningkat.

3) Aspartat aminomtransferase (AST) > 60 uL.

4) Serum Glutamat Pirufat Transaminase (SGPT) meningkat (N= 15-45

u/ml)

5) Serum Glutamat Oxaloacetic transaminase (SGOT) meningkat (N= <

31 u/ml)

6) Total protein serum menurun (N= 6,7 – 8,7 g/dL)

d. Tes Kimia Darah

Asam urat meningkat > 2,7 mg/dL, dimana nilai normalnya yaitu 2,4 – 2,7

mg/Dl

Sukmawati Profesi Ners Stikes Gunung Sari


Makassar
Nim : 19193006
Preeklamsia Berat
17

e. Pemeriksaan Radiologi

1) Ultrasonografi (USG).

Hasil USG menunjukan bahwa ditemukan retardasi perteumbuhan janin

intra uterus. Pernafasan intrauterus lambat, aktivitas janin lambat, dan

volume cairan ketuban sedikit.

2) Kardiotografi

Hasil pemeriksaan dengan menggunakan kardiotografi menunjukan bahwa

denyut jantung janin lemah (Prawirohardjo, S. (2015).

H. Pencegahan

Pemeriksaan antenatal yang teratur dan teliti dapat menemukan tanda -

tanda dini preeklamsia berat, dan dalam hal ini itu harusd dilakukan penanganan

semestinya. Kita perlu lebih waspada akan timbulnya preeklampsia dengan

adanya faktor – faktor predisposisi seperti yang telah diuraikan di atas.

Walaupun timbulnya preeklamsia tidak dapat di cegah sepenuhnya, namun

frekuensiya dapat dikurangi dengan pemberian penerangan secukupnya, namun

frekuensinya dapat di kurangi dengan pemberian penerangan secukupnya dan

pelaksanaan pengawasannya yang baik pada wanita hamil. Manfaat istirahat dan

diet berguna dalam pencegahannya. Istirahat tidak selalu berarti berbaring di

temapat tidur, namun pekerja sehari – hari perlu dikurangi, dan dianjurkan lebih

banyak duduk dan berbaring. Diet tinggi protein dan rendah lemak, karbohidrat,

garam dan penambah berat badan yang tidak berlebihan perlu dianjurkan.

Mengenal secara dini preeklamsia dan segera merawat penderita tanpa

memberikan diuretika dan obat antihipertensif, memang merupakan kemajuan

yang penting dari pemeriksaan antenatal yang baik. (Prawirohardjo, S. (2015).

Sukmawati Profesi Ners Stikes Gunung Sari


Makassar
Nim : 19193006
Preeklamsia Berat
18

I. Penatalaksanaan

1. Preeklmasia berat pada kehamilan kurang < 37 minggu

Jika janin belum menunjukkan tanda – tanda maturitas paru- paru dengan uji

kocok dan rasio L/S, maka penanganannyaadalah sebagai berikut:

a. Berikan suntikan sulfas magnesikus dengan dosisi 8 gr intramuscular

kemudian disusul dengan injeksi tambahan 4 grintramusculer (selama

tidak ada kontraindikasi).

b. Jika ada perbaikan jalanannya penyakit, pemberian sulfas magnesikus

dapat diteruskan lagi selama 24 jam sampai dicapai kriteria preeklamsia

ringan (kecuali ada kontraindikasi).

c. Selanjutnya ibu dirawat, diperiksa, dan keadaan jadi di monitor, serta berat

badan ditimbang seperti preeklmasia ringan, sambil mengawasi timbulnya

lagi gejala.

d. Jika dengan terapi di aatas tidak ada perbaikan, dilakukan terminasi

kehamilan dengan indikasi partus atau tindakan lain tergantung keadaan.

2. Preeklamsia berat pada kehamilan diatas 37 minggu

a. Penderita dirawat inap

1) Istirahat mutlak dan di tempatkan dalam kamar isolasi

2) Berikan diit rendah garam dan tinggi protein

3) Berikan suntikan sulfas magnesikus 8 gr intramuskuler, 4 gr di bokong

kanan dan 4 gr di bokong kiri.

4) Suntikan dapat diulangi dengan dosis 4 gr setiap 4 jam

Sukmawati Profesi Ners Stikes Gunung Sari


Makassar
Nim : 19193006
Preeklamsia Berat
19

5) Syarat pemberian MgSO4 adalah : reflex patella positif dieresis 100 cc

dalam 4 jam terakhir, respirasi 16 kali per menit, dan harus tersedia

antidotumnya yaitu kalsium glukonas 10 % dalam ampul 10 cc.

6) Infus dekstrosa 5% dan ringer laktat.

b. Berikan obat anti hipertensi : injeksi katapres 1 ampul intra muscular dan

selanjutnya dapat diberikan tablet katapres 3 kali ½ tablet atau 2 kali ½

tablet sehari.

c. Dierutika tidak diberikan, kecuali bila terdapat edema umum, edema paru,

kegagalan jantung kongerstif. Untuk itu dapat disuntikkan 1 ampul

intravena Lasix.

d. Segera setelah pemberian sulfas magnesikus kedua, dilakukan indikasi

partus dengan atau tanpa amniotomi. Untuk induksi dipakai oksitosin

(pitosin atau sintosinon) 10 satuan dalam infuse tetes.

e. Kala II harus dipersingkat dengan ekstrasi vakum atau forceps, jadi ibu

dilarang mengedan.

f. Jangan diberikan methergen post partum, kecuali bila terjadi perdarahan

yang disebabkan atonia uteri.

g. Pemberian sulfas magnesikus, kalua tidak ada kontraindikasi, kemudian

diteruskan dengan dosis 4 gr setiap 4 jam dalam 24 jam post partum.

h. Bila ada indikasi obstetric dilakukan sektio sesarea. (Prawirohardjo, S.

(2015).

Sukmawati Profesi Ners Stikes Gunung Sari


Makassar
Nim : 19193006
Preeklamsia Berat
20

J. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan pre eklamsia tergantung

pada derajat pre eklamsia yang dialami. Namun yang termasuk komplikasi pre

eklamsia antara lain:

1. Komplikasi pada Ibu

a. Eklamsia.

b. Tekanan darah meningkat dan dapat menyebabkan perdarahan otak dan

gagal jantung mendadak yang berakibat pada kematian ibu.

c. Gangguan fungsi hati: Sindrom HELLP (Hemolisis, Elevated, Liver,

Enzymes and Low Plateleted) dan hemolisis yang dapat menyebabkan

ikterik. Sindrom HELLP merupakan singkatan dari hemolisis (pecahnya

sel darah merah), meningkatnya enzim hati, serta rendahnya jumlah

platelet/trombosit darah. HELLP syndrome dapat secara cepat

mengancam kehamilan yang ditandai dengan terjadinya hemolisis,

peningkatan kadar enzim hati, dan hitung trombosit rendah. Gejalanya

yaitu mual, muntah, nyeri kepala, dan nyeri perut bagian kanan atas.

d. Solutio plasenta.

e. Hipofebrinogemia yang berakibat perdarahan.

f. Gangguan fungsi ginjal: oligo sampai anuria.

g. Perdarahan atau ablasio retina yang dapat menyebabkan kehilangan

penglihatan untuk sementara.

h. Aspirasi dan edema paru-paru yang dapat mengganggu pernafasan.

i. Cedera fisik karena lidah tergigit, terbentur atau terjatuuh dari tempat

tidur saat serangan kejang.

Sukmawati Profesi Ners Stikes Gunung Sari


Makassar
Nim : 19193006
Preeklamsia Berat
21

j. DIC (Disseminated Intravascular Coagulation) atau kelainan

pembekuan darah.

2. Komplikasi pada Janin

a. Hipoksia karena solustio plasenta.

b. Terhambatnya pertumbuhan janin dalam uterus sehingga terjadi

peningkatan angka morbiditas dan mortalitas perinatal.

c. Asfiksia mendadak atau asfiksia neonatorum karena spasme pembuluh

darah dan dapat menyebabkan kematian janin (IUFD).

d. Lahir prematur dengan risiko HMD (Hyalin Membran Disease)

(Prawirohardjo, S. (2015).

Sukmawati Profesi Ners Stikes Gunung Sari


Makassar
Nim : 19193006
Preeklamsia Berat
22

DAFTAR PUSTAKA

Arif, M. (2012). Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1 Edisi 3. Jakarta: Media


Aesculapius.

Bobak, I.M., Deitra L.L., & Margaret D. J. (2015). Buku ajar keperawatan maternitas,
Edisi 4. Jakarta: EGC

Prawirohardjo, S. (2015). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo.
Sumiati & Dwi F. (2012). Hubungan obesitas terhadap pre eklamsia pada kehamilan
di RSU Haji Surabaya”. Embrio, Jurnal Kebidanan, Vol 1, No.2, Hal. 21-24.

Sukmawati Profesi Ners Stikes Gunung Sari


Makassar
Nim : 19193006

Anda mungkin juga menyukai