Anda di halaman 1dari 17

MODUL PEMBELAJARAN

Nama Mata Kuliah : PERMUKIMAN PESISIR DAN

KEPULAUAN

Kode / SKS : 236D5103


Nama Dosen : Dr. Ir. Idawarni Asmal, MT

IR. Samsuddin Amin, MT

Dr. Ir. Nurul Jamala, MT

Dr. Ir. Edward Syarif, ST., MT

Dr. Nurul Nadjmi, ST., MT.

Dr. Eng. Asniawati, ST., MT

Prof. Dr. I. Ramli Rahim, M. Eng.

Nurmaida Amri, ST., MT

Yahya, ST., M. Eng.

Semester Penyajian : Genap

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR


JURUSAN ARSITEKTUR - FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN

JANUARI 2020

115
MODUL 6
KAJIAN LINGKUNGAN ALAM PESISIR DAN KEPULAUAN
(NATURE)

A. DESKRIPSI MATA KULIAH


Mata kuliah Permukiman Pesisir dan Kepulauan adalah mata kuliah wajib yang harus
diikuti oleh semua mahasiswa prodi arsitektur sebagai bagian dari perwujudan misi
Universitas yang akan akan menjadikan UNHAS terdepan dalam ilmu kebaharian di
Indonesia Timur. Mata kuliah ini akan memberikan banyak teori-teori, konsep-
konsep, gambaran-gambaran, dan aturan-aturan yang terkait dengan perencanaan
permukiman serta lingkungannya di kawasan pesisir dan kepulauan.

B. KEGUNAAN MATA KULIAH


Mata kuliah ini sangat berguna bagi mahasiswa arsitektur karena dengan
mempelajarinya mereka akan mendapatkan banyak ilmu dan informasi bagaimana
pengelolaan permukiman dan lingkungannya di kawasan pesisir dan kepulauan,
mengingat negara kita adalah negara kepulauan yang memiliki wilayah pesisir yang
luas. Kawasan tersebut memiliki karakter tersendiri yang membutuhkan penanganan-
penanganan khusus dalam pengembangannya, sehingga dibutuhkan ilmu pengetahuan
dan keterampilan yang lebih spesifik dalam pengelolaannya agar tujuan pembangunan
dan kesejahteraan masyarakat dapat terpenuhi.

C. SASARAN BELAJAR
1. Mahasiswa mampu memahami, merngkum, dan menyimpulkan teori-teori dan
konsep tentang permukiman dan lingkungan di kawasan pesisir dan kepualauan
2. Mahasiswa mampu menganalisis dan membuat beberapa alternative pemecahan
masalah tentang permukiman dan lingkungan di kawasan pesisir dan kepulauan
yang lebih inovatif dan kreatif baik secara sendiri-sendiri maupun secara
berkelompok.

116
3. Mahasiswa mampu membuat rumusan konsep dan laporan serta mampu
mempresentasikan hasil kerjanya dengan cara yang kreatif, inovatif, dan
berestetika tinggi.

D. URUTAN PENYAJIAN
Adapun urutan penyajian mata kuliah ini adalah dimulai dari :
1. Kontrak kerja yang di dalamnya berisi GBRP matakuliah tersebut serta
ketenatuan-ketentuan yang harus diikuti oleh mahasiswa selama belajar.
2. Penyajian teori-teori, konsep-konsep, dan aturan-aturan terkait dengan
permukiman dan lingkungan di kawasan pesisir dan kepulauan
3. Studi lapangan untuk melihat, mempelajari, dan memahami /mengerti kondisi dan
problem yang ada di permukiman dan lingkungan di kawasan pesisir dan
kepulauan
4. Melaporkan hasil studi lapangan dan melakukan kajian tentang bagaimana
menyelesaiakan problem yang ada di lapangan dengan berpedoman pada teori-
teori, konsep-konsep, dan aturan-aturan terkait dengan permukiman dan
lingkungan di kawasan pesisir dan kepulauan, serta pada kondisi local baik
kondisi fisik maupun masyarakat sekitarnya.
5. Membuat rumusan konsep perencaaan
6. Mempresentasikan hasil kerja

E. PETUNJUK BELAJAR BAGI MAHASISWA DALAM


MEMPELAJARI MODUL
1. Modul yang ada dapat diunggah pada laman Universitas Hasanuddin sebelum
perkuliahan di mulai
2. Membaca sasaran belajar
3. Membaca isi dari materi modul tersebut
4. Menanyakan kepada dosen pengampuh mata kuliah hal-hal yang tidak atau kurang
dimengerti dari isi modul tersebut pada saat perkuliahan berlangsung.
5. Mengemukakan hal-hal baru sebagai tambahan atau perkayaan isi modul

117
MODUL 6
Sasaran :
Diharapkan setelah mengikuti perkuliahan modul 2,
maka mahasiswa akan Mampu mengetahui &
memahami teori-teori, konsep-konsep serta standar-
standar tentang lingkungan alam pesisir dan kondisi
sosekbud masyarakat pesisir dan kepulauan

MATERI 6
Kajian Lingkungan Alam Pesisir
 Problem alam pesisir dan kepulauan (abrasi, sedimentasi, tsunami, banjir)
 Potensi Wisata dan ekonomi pesisir dan kepualuan
 Iklim pesisir dan kepulauan
 RTH Pesisir dan Kepulauan
 Sempadan Pesisir dan Kepulauan
 Lansekap pesisir dan kepulauan
 Jenis tanaman local di kawasan pesisir dan kepualauan

Pesisir merupakan daerah pertemuan antara darat dan laut; ke arah darat meliputi
bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut
seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin; sedangkan ke arah laut meliputi
bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat seperti
sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat
seperti penggundulan hutan dan pencemaran (Soegiarto, 1976; Dahuri et al, 2001).

Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: KEP.10/MEN/2002


tentang Pedoman Umum Perencanaan Pengelolaan Pesisir Terpadu, Wilayah Pesisir

118
didefinisikan sebagai wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang saling
berinteraksi, dimana ke arah laut 12 mil dari garis pantai untuk propinsi dan sepertiga dari
wilayah laut itu (kewenangan propinsi) untuk kabupaten/kota dan ke arah darat batas
administrasi kabupaten/kota.

Wilayah pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan dimana
batasnya dapat didefinisikan baik dalam konteks struktur administrasi pemerintah maupun
secara ekologis. Batas ke arah darat dari wilayah pesisir mencakup batas
administratif seluruh desa (sesuai dengan ketentuan Direktorat Jenderal Pemerintahan
Umum dan otonomi Daerah, Depdagri) yang termasuk dalam wilayah pesisir menurut
Program Evaluasi Sumber Daya Kelautan (MERP). Sementara batas wilayah ke arah laut
suatu wilayah pesisir untuk keperluan praktis dalam proyek MERP adalah sesuai dengan
batas laut yang terdapat dalam peta Lingkungan Pantai Indonesia (LPI) dengan skala
1:50.000 yang diterbitkan oleh Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional
(Bakosurtanal), (Dahuri dkk.,1996).

Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Wilayah pesisir


adalah daerah pertemuan antara darat dan laut; kearah darat wilayah pesisir meliputi
bagian daratan baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat
laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin; sedangkan kearah laut
mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di
darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan
manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran.

5.1. Potensi Wilayah Pesisir

Hal tersebut memberikan peluang untuk menghasilkan pendapatan bagi masyarakat


pesisir dan sangat berkaitan dengan pelayanan barang atau jasa di habitat/lingkungan
pesisir itu sendiri seperti:

• Pemancingan komersial dan rekreasi


• Pariwisata Pantai
• Jasa Rekreasi

119
• Pelabuhan
• Petualangan Alam

Pemancingan dan rekreasi pantai (sumber google.com)

Petualangan alam pantai dan pelabuhan rakyat (sumber google.com)


Gambar 40. Potensi alam Pesisir

120
Daerah pesisir merupakan salah satu pusat kegiatan ekonomi nasional melalui
kegiatan masyarakat seperti perikanan laut, perdagangan, budidaya perikanan (aquakultur),
transportasi, pariwisata, pengeboran minyak dan sebagainya. Seperti diketahui bahwa
secara biologis wilayah pesisir merupakan lingkungan bahari yang paling produktif dengan
sumber daya maritim utamanya seperti hutan bakau (mangrove), terumbu karang (coral
reefs), padang lamun (sea grass beds), estuaria, daerah pasang surut dan laut lepas serta
sumber daya yang tak dapat diperbaharui lainnya seperti minyak bumi dan gas alam.

Manfaat ekosistem pantai sangat banyak, namun demikian tidak terlepas dari
permasalahan lingkungan, sebagai akibat dari pemanfaatan sumber daya alam di wilayah
pantai. Permasalahan lingkungan yang sering terjadi di wilayah perairan pantai, adalah
pencemaran, erosi pantai, banjir, inturusi air laut, penurunan biodiversitas pada ekosistem
mangrove dan rawa, serta permasalahan sosial ekonomi.

5.2. Permasalahan Wilayah Pesisir


Lingkungan pantai merupakan daerah yang selalu mengalami perubahan, karena
merupakan daerah pertemuan kekuatan yang berasal darat dan laut . Perubahan ini dapat
terjadi secara lambat hingga cepat tergantung pada imbang daya antara topografi, batuan,
dan sifatnya dengan gelombang, pasang surut dan angin. Oleh karena itu didalam
pengelolaan daerah pessisir diperlukan suatu kajian keruangan mengingat perubahan ini
bervariasi antar suatu tempat dengan tempat lain.

Banyak faktor yang menyebabkan pola pembangunan sumber daya pesisir dan
lautan selama ini bersifat tidak optimal dan berkelanjutan. Namun, kesepakatan umum
mengungkapkan bahwa salah satu penyebabnya terutama adalah perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan sumber daya pesisir dan lautan yang selama ini dijalankan
secara sektoral dan terpilah-pilah. Beberapa usaha untuk menanggulangi erosi dan
mundurnya garis pantai telah dilakukan oleh pihak-pihak terkait, diantaranya adalah dengan
melakukan kegiatan pengisian pantai (beach fill). Tetapi pada kenyataannya pantai tersebut
masih terjadi erosi dan terjadi mundurnya garis pantai di sekitar pantai pasir buatan.

121
Banyaknya pemanfaatan dan berbagai aktifitas yang terus berlangsung dampak
negatif pun muncul. Dampak-dampak utama saat ini berupa polusi, abrasi, erosi dan
sedimentasi, kerusakan kawasan pantai seperti hilangnya mangrove, degradasi daya
dukung lingkungan dan kerusakan biota pantai/laut. Termasuk diantaranya isu administrasi,
hukum seperti otonomi daerah, peningkatan PAD (Pendapatan Asli Daerah), konflik-konflik
daerah dan sektoral merupakan persoalan yang harus dipecahkan bersama melalui
manajemen kawasan pantai terpadu.

Selain itu berdasarkan pemantauan Departemen Kelautan dan Perikanan serta


Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional, kenaikan muka air laut di Indonesia rata-
rata 5-10 milimeter per tahun. Strategi adaptasi dan mitigasi belum menyeluruh sehingga
garis pantai semakin mundur. Luas daratan hilang setiap tahun mencapai 4.759 hektar.
Terkikisnya daratan pesisir itu memusnahkan vegetasi mangrove karena tidak mampu
bermigrasi. Mangrove sebagai penahan gelombang air laut terancam punah.

Kerusakan tersebut tidak terjadi begitu saja, melainkan dipicu oleh beberapa factor yang
dimulai dari hulu. Berikut skema gambaran factor-faktor yang menjadi penyebab kerusakan
alam di kawasan pesisir dilihat dari hulu ke hilir.

122
psda@jatengprov.go.id atau dispsda@yahoo.com
Gambar 41. Skema Factor Pemicu dan Dampak Dari Kerusakan Lingkungan Alam
Pesisir Serta Cara Mengatasi.

123
Problem alam pesisir dan kepulauan (abrasi, sedimentasi, tsunami, banjir)

Gambaran kerusakan kawasan pesisir dapat dilihat pada gambar-gambar berikut ini

Gambar 42 a. Peningkatan air pasang

Gambar 42 b. Masalah abrasi pantai

124
Gambar 42 c. Penimbunan sampah di area pantai

Gambar 42 d. Masalah sampah rumah tangga dan drainase lingkungan

125
Gambar 42 e. Masalah Banjir

Gambar 42 f. Penimbunan sedimen di muara sungai menyebabkan pendangkalan sungai dan


mengurangi lebar badan sungai serta menyebabkan Rembesan air laut (infilltrasi air laut)
ke darat

Gambar 42. Bentuk-Bentuk Kerusakan Kawasan Pesisir

126
Gambar di atas memperlihatkan kerusakan area permukiman/perumahan daqn lingkungan
di kawasan pantai. Selain itu yang juga perlu diwaspadai adalah bencana tsunami yang telah
beberapa dialami di tanah air. Untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan cara-cara agar
dapat meminimalisir dampak dari bencana tersebut agar tidak menimbulkan banyak
kerugian dan korban jiwa. Terkait dengan perumahan, maka yang dapat dilakukan adalah
dapat meniru contoh disain yang dilakukan di Aceh, pola permukiman dibagi dalam
beberapa zone, zone perumahan kepadatan tinggi, perumahan kepadatan rendah, sabuk
hijau, dan area pasir pantai. Berikut gambaran pola perumahan tersebut.

Iklim Pesisir

Rumah-rumah di pemukiman nelayan umumnya menghadap ke timur dan sebagian ke barat


(menghadap ke jalan perumahan), ini bertentangan dengan pernyataan Toding. Toding et al.
(2014) berpendapat bahwa berorientasi Selatan dan Utara yang berorientasi rumah sangat
menguntungkan karena matahari terpapar ke sisi pendek bangunan. Demikian pula, Attaufiq
et al (2014), Toding et al. (2014) mengatakan orientasi matahari juga menentukan intensitas
panas memasuki ruangan sebuah bangunan yang terletak di daerah tropis, diharapkan
untuk membangun rumah dengan fasad ke barat dan timur sangat minim.
Penelitian berjudul Decadal Changes in the World's Coastal Latitudinal Temperature
Gradients (urnal Plos ONE edisi 18 Juni.) menyoroti dampak suhu akibat perubahan iklim global,
seperti dilansir Science Daily, Rabu 24 Juli 2013. Peneliti mempelajari perubahan suhu laut pesisir
selama 30 tahun terakhir. Stony Brook dari University School of Marine and Atmospheric Sciences
(SoMAS), Dr. Hannes Baumann dan Dr. Owen Doherty dari Scripps Institution of Oceanography
memetakan perbedaan bagaimana garis pantai dunia mengalami perubahan iklim, dan kemudian
mendiskusikan kemungkinan dampak ekologi skala besar dari perubahan itu. Hasilnya, sejumlah
wilayah menunjukkan keragaman perubahan pola suhu pemanasan dan pendinginan yang dramatis.
Misalnya, wilayah pantai Pasifik Amerika Selatan disebutkan mengalami pendinginan selama
beberapa dekade terakhir. Bagi sebagian orang, pola perubahan itu mengalami anomali, tapi mereka
yakin dan konsisten dengan prediksi perubahan iklim global, seperti adanya upwelling—naiknya
massa air laut akibat perubahan temperature (Amal Nur Ngazis. Pesisir Pantai Alami Perubahan
Suhu Dramatis (Viva. Newstainment) Sabtu, 23 November 2019.
Berdasarkan survei dan penelitian, perubahan iklim akan berdampak pada kenaikan
permukaan air laut di Pantura antara 6-10 mm per tahun. Hitungan ini mengandung arti
bahwa kota-kota di pesisir Pantai Utara Pulau Jawa, seperti Pekalongan dalam jangka waktu

127
100 tahun ke depan akan tergenang air laut hingga sejauh 2,1 km dari garis pantai, dan Kota
Semarang akan mengalami hal yang sama sejauh 3,2 km dari garis pantai.
Wilayah pesisir dan laut akan menerima dampak kenaikan permukaan air laut, berupa
hilangnya wilayah daratan dan perubahan garis pantai. Kondisi lingkungan yang semakin
memburuk dapat meningkatkan kerentanan wilayah. Oleh karena itu, perlu dilakukan
analisis risiko secara kuantitatif sehingga dapat dilakukan prioritas penanganannya dalam
rangka mengurangi dampak negatif perubahan iklim di berbagai sektor kehidupan.
(Geography Days: Strategi Pertahanan Wilayah Pesisir Terhadap Pemanasan Global FMIPA,
Universitas Indonesia | 11 Oktober 2017)

Angin laut adalah udara yang bergerak dari lautan ke daratan.[1] Angin laut terjadi pada
siang hari, saat matahari mulai memancarkan panasnya.[1] Daratan yang merupakan benda
padat dapat menyerap panas matahari jauh lebih cepat daripada lautan yang merupakan
benda cair.[1] Karena suhu di atas daratan lebih tinggi daripada suhu di atas lautan, udara di
atas daratan pun lebih cepat menjadi panas dan naik.[1] Tempat yang ditinggalkannya akan
segera diisi udara dari lautan yang berpindah ke tempat ke atas daratan sehingga terjadilah
angin laut.[1]

Proses terjadinya Angin Laut

Sumber lain mengatakan bahwa terjadinya Angin laut karena tekanan udara di atas daratan
menjadi lebih rendah karena panas, sedangkan tekanan udara di lautan cenderung masih
lebih tinggi karena lebih dingin.[2] Akibatnya terjadi gradien tekanan dari lautan yang lebih
tinggi ke daratan yang lebih rendah, sehingga hal itu yang menyebabkan terjadinya angin
laut, di mana kekuatannya sebanding dengan perbedaan suhu antara daratan dan lautan.[2]
Namun, jika ada angin lepas pantai yang lebih kencang dari 8 km/jam, maka angin laut tidak
terjadi.[2]

128
Lansekap Pesisir dan Kepulauan

Gambar 43. Perencanaan Penataan pola lansekap berdasar zonasi, pola vegetasi dan
pembuatan jalur penyelamat Kawasan Pesisir Untuk Mengantisipasi

Bencana Tsunami (sumber :


http://www.ristek.go.id/file/upload/lain_lain/bencana_aceh/mengurangi_resiko.htm)

Selain pembagian zona-zona dan pembuatan jalur evaluasi seperti gambar di atas, juga
tercapat cara lain untuk mengamankan kawasan yang berada di area pesisir dari hal terbut,
baik tsunami maupun peningkatan air laut dan pasang tinggi. Adapun bentuk tersebut

129
adalah dengan cara pembagian zona dan pembuatan bukit-bukit sebagai bangunan break
water. Adapun bentuknya adalah sbb:

Gambar 44 a . Daerah-daerah dibagi atas beberapa zona

Sketsa analisis Escape Hill berdasarkan jarak waktu, radius pelayanan dan zonasi radius pada
kawasan perencanaan Minapolitan Pulau Baai Kota Bengkulu

Gambar 44 b. Model Bukit Penyelamatan (Escape Hill) Alami. Formasi Escape Hill bias
dimanfaatkan untuk Fasilitas Umum dan Fasilitas Sosial (taman kota, Mesjid, lapangan olah
raga, jogging track, restoran see-view, club house, gedung pertemuan nelayan, dan lain-lain)

Gambar 44 c. Ketinggian Bukit Penyelamatan (Escape Hill) Alami semakin jauh dari pantai
semakin rendah

130
Gambar 44 d. Morfologi Kawasan Minapolitan Pulau Baai Kota Bengkulu dengan Escape
Hill dan sabuk hijau (Green Belt) tanaman pohon yang berlapis-lapis pantai semakin rendah

Gambar 44. Mengatasi Bencana Tsunami Melalui Pembuatan Bukit-Bukit danPenzoningan


(sumber: http://dc445.4shared.com/doc/xAz9SmM7/preview.html)

1. ^ a b c d e "Pengertian Angin Laut dan Angin Darat". Diakses tanggal 16 Mei 2014.
2. ^ a b c "Sea and Land Breezes". Diakses tanggal 16 Mei 2014.

131

Anda mungkin juga menyukai