3/TL/PP/2014
Disusun Oleh :
KURNIA NUR WIDYA UTAMI
NIM. 21080111140102
II-1
II-2
KATA PENGANTAR
II-3
Penulis telah berusaha sekuat tenaga agar penyusunan Laporan kerja Praktek ini
dapat menghasilkan karya tulis yang baik, namun semua itu terbatas dengan
kemampuan penulis karena setiap manusia pasti memiliki kekurangan yang bisa
dianggap kelebihan oleh orang lain. Penulis berharap kritik, saran yang dapat
membangun demi kesempurnaan laporan Kerja Praktek ini untuk kedepannya dari
pembaca, karena penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
II-4
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.........................................................................................................ii
Daftar Isi.................................................................................................................iv
Daftar Tabel.............................................................................................................x
Daftar Gambar........................................................................................................xi
BAB I PENDAHULUAN
II-5
2.1.6. Kesehatan Kerja.........................................................................................II-6
(SMK3)..............................................................................................................II-30
2.4.4. Housekeeping...........................................................................................II-42
II-6
3.3.3. Tahap Penyusunan Laporan......................................................................III-3
4.2. Gambaran dan Sejarah Berdirinya PT. Indonesia Power Unit Bisnis
II-7
4.5. Penerapan Kebijakan PT. Indonesia Power UBP Suralaya terhadap
Lingkungan.......................................................................................................IV-17
Perusahaan........................................................................................................IV-22
5.1.2. Kebijakan...................................................................................................V-2
5.1.3. Perencanaan...............................................................................................V-3
5.1.4.3. Komunikasi...........................................................................................V-26
5.1.4.4. Dokumentasi.........................................................................................V-27
II-8
5.1.4.6. Kesiagaan dan Tanggap Darurat...........................................................V-30
5.1.4. Pemeriksaan.............................................................................................V-41
5.1.5.2. Evaluasi.................................................................................................V-48
..............................................................................................................V-49
5.1.5.4. Audit.....................................................................................................V-50
...................................................................................................................V-52
BAB VI PENUTUP
6.1. Kesimpulan..................................................................................................VI-1
6.2. Saran............................................................................................................VI-2
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
II-9
DAFTAR TABEL
Tabel 5.2 Daftar Tempat Evakuasi di PT. Indonesia Power UBP Suralaya. . V-34
Tabel 5.3 Pos Komando Pengendalian PT. Indonesia Power UBP Suralaya V-34
........................................................................................................................di PT.
........................................................................................................................di PT.
........................................................................................................................di PT.
........................................................................................................................Kerja
II-10
Tabel 5.8 Implementasi PP No.50 th 2012 tentang SMK3 di
........................................................................................................................PT.
........................................................................................................................PT.
II-11
DAFTAR GAMBAR
II-12
Gambar 4.1 Lokasi Unit Pembangkit PT. Indonesia Power........................... IV-2
Gambar 5.11 Helmet dengan Ear Muff dan Ear Plug.................................... V-14
II-13
Gambar 5.14 Alat Pelindung Jatuh................................................................. V-16
II-14
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A
Lampiran 1. Sertifikat Audit SMK3
Lampiran 2. Struktur Organisasi PT. Indonesia Power UBP Suralaya
Lampiran 3. Form Inspeksi Mobil Damkar
Lampiran 4. Formulir Checklist Pengawasan Proyek Pekerjaan
Lampiran 5. Form Ijin Pekerjaan (Permit To Work)
Lampiran 6. Form Ijin Kerja Panas (Hot Work Permit)
Lampiran 7. Form Job Safety Analysis (JSA)
Lampiran B
Lampiran 1. Surat Permohonan Kerja Praktek
Lampiran 2. Form KP-1
Lampiran 3. Form KP-2
Lampiran 4. Form KP-3
Lampiran 5. Surat Tugas Kerja Praktek
Lampiran 6. Surat Tugas Pembimbing Kerja Praktek
Lampiran 7. Lembar Absensi Kerja Praktek
Lampiran 8. Lembar Asistensi Kerja Praktek
Lampiran 9. Surat Perpanjangan Kerja Praktek
Lampiran 10. Daftar Hadir Seminar Kerja Praktek
Lampiran 11. Surat Persetujuan PKL di PT. Indonesia Power UBP Suralaya
Lampiran 12. Sertifikat Kerja Praktek di PT. Indonesia Power UBP Suralaya
Lampiran 13. Berita Acara Penilaian Pelaksanaan dan Presentasi PKL di PT.
Indonesia Power UBP Suralaya
II-15
BAB I
PENDAHULUAN
II-16
No. 50/PP/2012 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Peraturan ini mengikat semua perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja
seratus orang atau lebih dan atau mengandung potensi bahaya tinggi yang
ditimbulkan oleh karakteristik proses atau bahan produksi yang dapat
mengakibatkan kecelakaan kerja seperti peledakan, kebakaran, pencemaran dan
penyakit akibat kerja.
II-17
1.5 Kegunaan Kegiatan Kerja Praktek
Kegunaan kegiatan kerja praktek adalah sebagai berikut:
1. Untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti ujian akhir atau tugas akhir
(TA) di program studi Teknik Lingkungan Universitas Diponegoro.
2. Menambah pengetahuan dan wawasan mengenai aplikasi penerapan
program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di PT. Indonesia Power
UBP Suralaya, Merak -Banten.
3. Merupakan kesempatan bagi mahasiswa untuk mengembangkan
kemampuan dan keahlian yang dipelajari.
4. Hasil pengamatan dan evaluasi kerja praktek dapat dijadikan kontrol dan
masukan bagi industri yang bersangkutan.
II-18
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II-19
1. Kecelakaan industri, yaitu kecelakaan yang terjadi di tempat kerja karena
adanya sumber bahaya atau bahaya kerja.
2. Kecelakaan dalam perjalanan, yaitu kecelakaan yang terjadi di luar tempat
kerja yang berkaitan dengan adanya hubungan kerja.
Dilihat dari gambar di atas, maka kecelakaan tidak akan terjadi tanpa
adanya Sebab Langsung dan Sebab Dasar. Hal ini diibaratkan rangkaian domino,
dimana untuk mencegah domino terakhir jatuh, maka harus distabilkan 3 domino
pertama, yang meliputi (Salim, 2002) :
a. Management Problem (Lack of Control)
b. Sebab Dasar dan Sebab Langsung
II-20
radioaktif, bahan mudah terbakar yang berada dekat denga sumber
api.kondisi apa saja, baik fisik, mekanis, kimiawi, atau biologis yang
berbahaya.
II-21
cara kerja peralatan industri, tugas-tugas pengusaha dan buruh,
latihan, PPPK, dan pemeriksaan kesehatan.
b. Standarisasi, yaitu penetapan standar-standar resmi, setengah resmi
atau tak resmi mengenai misalnya konstruksi yang memenuhi syarat-
syarat keselamatan jenis-jenis peralatan industri tertentu, praktek-
praktek keselamatan, atau alat-alat perlindungan diri.
c. Pengawasan, yaitu pengawasan tentang dipatuhinya ketentuan-
ketentuan perundang-undangan yang diwajibkan.
d. Penelitian bersifat teknik, yang meliputi pengujian alat-alat
perlindungan diri, penelitian tentang pencegahan peledakan gas dan
debu.
e. Riset medis, yang meliputi terutama penelitian tentang efek-efek
fisiologis dan patologis faktor-faktor lingkungan dan teknologis, dan
keadaan-keadaan fisik yang mengakibatkan kecelakaan.
f. Penelitian psikologis, yaitu penyelidikan tentang pola-pola kejiwaan
yang menyebabkan terjadinya kecelakaan.
g. Penelitian secara statistik, untuk menetapkan jenis-jenis kecelakaan
yang terjadi, banyaknya, mengenai siapa saja, dalam pekerjaan apa,
dan sebabnya.
h. Pendidikan, yang menyangkut pendidikan keselamatan.
i. Latihan-latihan, yaitu latihan praktek bagi tenaga kerja, khususnya
tenaga kerja yang baru, dalam keselamatan kerja.
j. Penggairahan, yaitu penggunaan aneka cara penyuluhan atau
pendekatan lain untuk menimbulkan sikap untuk selamat.
k. Asuransi, yaitu insentif finansial untuk meningkatkan pencegahan
kecelakaan, misalnya dalam bentuk pengurangan premi yang dibayar
oleh perusahaan, jika tindakan-tindakan keselamatan sangat baik.
II-22
2.1.5 Kerugian-Kerugian Akibat Kecelakaan Kerja
a. Kerugian Langsung
Kerugian lansung, adalah kerugian akibat kecelakaan yang langsung dirasakan
dan membawa dampak terhadp organisasi sebagai berikut :
Biaya Pengobatan dan Kompensasi
Kecelakaan mengakibatkan cedera, baik cedera ringan berat, cacad atau
menimbulkan kematian. Cedera ini akan mengakibatkan tidak mampu
menjalankan tugasnya dengan baik sehingga mempengaruhi
produktivitas. Jika terjadi kecelakaan perusahaan harus mengeluarkan
biaya pengobatan dan tunjangan kecelakaan sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
Kerusakan Saran Produksi
Kerugian lansung lainnya adalah kerusakan sarana produksi akibat
kecelakaaan seperti kebakaran, peledakan, dan kerusakan. Perusahaan
harus mengeluarkan biaya untuk perbaikan kerusakan.
II-23
akibat kecelakaan jumlahnya cukup besar yang dapat mempengaruhi
produktivitas
2. Kerugian produksi
Kecelakaan juga membawa kerugian terhadap proses produksi akibat
kerusakan atau cedera pada pekerja. Perusahaan tidak bisa berproduksi
sementara waktu sehingga kehilangan peluang unrtuk mendapat
keuntungan.
3. Kerugian sosial
Kecelakaan dapat menimbulkan dampak sosial baik terhadap keluarga
korban yang terkait langsung, maupun lingkunag sosial sekitarnya.
Apabila seorang pekerja mendapat kecelakaan, keluarganya akan turut
menderita. Bila korban tidak mapu bekerja atau meninggal, maka
keluarga akan kehilangan sumber kehidupan, keluarga yang terlantar
dapat menimbulkan kesengsaraan.
4. Citra dan kepercayaan konsumen
Kecelakaan menimbulkan citra negatif bagi organisasi karena dinilai
tidak peduli keselamatan, tidak aman atau merusak lingkungan. Citra
organisasi sangat penting dan menentukan kemajuan usaha.
II-24
Tujuan utama tersebut dapat dirinci lebih lanjut sebagai berikut:
pencegahan dan pemberantasan penyakit-penyakit dan kecelakan-kecelakaan
akibat kerja, pemeliharaaan dan peningkatan kesehatan dan gizi tenaga kerja,
perawatan dan mempertinggi efisiensi dan daya produktivitas tenaga manusia,
pemberantasan kelelahan kerja, perlindungan bagi masyarakat sekitar suatu
perusahaan agar terhindar dari bahaya-bahaya pengotoran oleh bahan-bahan dari
perusahaan yang bersangkutan, dan perlindungan masyarakat luas dari bahaya-
bahaya yang mungkin ditimbulkan oleh produk-produk industri.
Agar tenaga kerja ada dalam keserasian sebaik-baiknya, yang berarti dapat
terjamin keadaan kesehatan dan produktivitas kerja setinggi-tingginya, maka perlu
ada keseimbangan yang menguntungkan dari faktor berikut (Suma’mur, 1994):
1. Beban kerja
Setiap pekerjaan merupakan beban bagi pelakunya. Beban yang dimaksud
meliputi beban fisik, mental atau sosial. Seorang tenaga kerja memiliki
kemampuan tersendiri dalam hubungannya dengan beban kerja. Inilah maksud
penempatan seorang tenaga kerja yang tepat pada pekerjaan yang tepat.
II-25
3. Kapasitas kerja
Kemampuan kerja tenaga kerja berbeda satu dengan lainnya dan tergantung
kepada ketrampilan, keserasian, keadaan gizi, jenis kelamin, usia, serta ukuran
tubuh. Semakin tinggi ketrampilan yang dimiliki, semakin efisien badan dan
jiwa bekerja, sehingga beban kerja relatif sedikit. Angka sakit sangat kurang
pada pekerja yang memiliki ketrampilan tinggi. Faktor-faktor penyebab
gangguan kesehatan kerja antara lain (Suma’mur, 1994):
a. Faktor fisik, meliputi antara lain :
- Kebisingan
Kebisingan adalah suara-suara yang tidak dikehendaki. Pengaruh
utama kepada kesehatan adalah kerusakan kepada indera pendengar,
yang menyebabkan ketulian progresif. Pengaruh kebisingan bagi
pekerja yaitu mengganggu konsentrasi pekerja yang sedang melakukan
pengamatan dan pengawasan terhadap proses produksi atau hasil
sehingga dapat membuat kesalahan. Alat untuk mengukur tingkat
kebisingan adalah sound level meter. Alat ini digunakan untuk
mengukur tingkat kebisingan di antara 30-130 dB dan dari frekwensi
20-20.000 Hz.
II-26
pedoman pemaparan terhadap kebisingan (Nilai Ambang Kebisingan)
berdasarkan Lampiran II Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep-
51/MEN/1999 (Salim, 2002):
8 85
4 88
2 91
Jam
1 94
30 97
15 100
7,5 103
3,75 106
1,88 Menit 109
0,94 112
28,12 115
14,06 118
7,03 121
3,52 124
1,76 127
0,88 Detik 130
0,44 133
0,22 136
0,11 139
(Sumber: Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep-51/MEN/1999)
II-27
o Tempatkan mesin yang menimbulkan kebisingan di luar tempat
kerja dan tutupi dengan bangunan yang sesuai.
o Pindahkan mesin-mesin yang mengeluarkan kebisingan sehingga
mempunyai jarak dengan tempat pekerja bekerja.
o Sediakan tabir untuk mengisolasi mesin yang bising dari pekerja.
- Radiasi
Radiasi yang ada di tempat kerja dan mempunyai pengaruh kepada
tenaga kerja dan pekerjaannya terdiri dari radiasi elektromagnetis dan
radiasi radioaktif. (Suma’mur, 1994)
- Getaran
Getaran adalah suatu faktor fisik yang menjalar ke tubuh manusia,
mulai dari tangan sampai ke seluruh tubuh turut bergetar akibat getaran
mekanik yang digunakan di tempat kerja. Getaran akan menimbulkan
rasa tidak nyaman pada pekerja dan akan mengurangi produktifitas
kerja serta gangguan fatal pada tubuh manusia, mulai dari gejala ringan
sampai dengan yang berat. Sumber getaran dapat berupa getaran
ataupun gesekan dari mesin, sehingga akan menimbulkan gangguan
pada denyut nadi dan keseimbangan tubuh (Salim, 2002). Alat untuk
mengukur getaran yaitu Vibration Meter.
II-28
- Pencahayaan
Penerangan yang baik memungkinkan tenaga kerja melihat obyek-
obyek yang dikerjakan secara jelas dan cepat, selain itu penerangan
yang memadai memberikan kesan pemandangan yang lebih baik dan
keadaan lingkungan yang menyegarkan (Suma’mur, 1994). Alat yang
digunakan untuk mengukur kekuatan sumber cahaya ialah luxmeter.
Tingkat Penerangan
Jenis pekerjaam Contoh pekerjaan
yang dibutuhkan (Lux)
Menyisihkan barang-
Tidak teliti 50
barang yang besar
II-29
Tingkat Penerangan
Jenis pekerjaam Contoh pekerjaan
yang dibutuhkan (Lux)
- Cuaca kerja
Cuaca kerja adalah kombinasi dari suhu udara, kelembaban udara,
kecepatan gerak dan suhu radiasi. Suhu udara dapat diukur dengan
termometer. Kelembaban udara diukur dengan menggunakan
hygrometer. Suhu radiasi diukur dengan termometer bola (globe
thermometer). Nilai Ambang Batas untuk cuaca (iklim) kerja adalah
21-30oC suhu basah. (Suma’mur, 1994)
II-30
- Tekanan udara
Gejala sakit yang diakibatkan rendahnya tekanan udara didasarkan atas
kurangnya oksigen dalam udara pernafasan. (Suma’mur, 1994). Alat
untuk megukur tekanan udara yaitu barometer.
II-31
pelindung harus dirawat sesuai kondisi bagian tersebut dan bukan
menurut waktu pemakaian. Tanpa perawatan yang teratur, keadaan
mesin dapat menjadi faktor bahaya. Perawatan yang tidak teratur
adalah perbuatan berbahaya karena dapat menimbulkan keadaan
bahaya.
- Faktor Bahan-Bahan yang Digunakan
Bahan berbahaya adalah bahan yang selama pembuatan,
pengolahan, pengangkutan, penyimpanan dan penggunaan
menimbulkan atau membebaskan debu, kabut, uap, gas, atau radiasi
yang mungkin menimbulkan iritasi, kebakaran, ledakan, korosi, mati
lemas, keracunan dan bahaya lain serta yang memungkinkan gangguan
kesehatan orang yang bersangkutan bahannya atau menyebabkan
kerusakan pada barang dan harta kekayaan. Bahan-bahan berbahaya
dapat digolongkan antara lain bahan eksplosif, bahan yang
mengoksidasi, bahan yang dapat terbakar, bahan yang beracun, bahan
korosif, bahan radioaktif. (Suma'mur, 1986)
II-32
kepadanya, baik fisik maupun mental. Dan juga pemeriksaan kesehatan
berkala, untuk evaluasi faktor penyebab gangguan/ kelainan.
Salah satu fungsi dari manajemen di semua tingkat adalah kontrol. Ada
tiga faktor yang sering menyebabkan kontrol kurang baik, yaitu :
II-33
(Rudi Suardi, 2005)
1. Persyaratan Umum
Organisasi harus membuat, mendokumentasikan, memelihara dan
meningkatkan secara berkelanjutan sistem manajemen K3 sesuai
dengan persyaratan standar OHSAS dan menetapkan bagaimana
memenuhi persyaratan-persyaratan ini. Organisasi hasrus menentukan
II-34
dan mendokumentasikan ruang lingkup sistem manajemen K3
organisasi.
2. Kebijakan K3.
Manajemen puncak harus mendefinisikan dan menyetujui kebijakan K3
dan memastikan bahwa di dalam ruang lingkup dari sistem manajemen
K3 :
- sesuai dengan sifat dan skala resiko-resiko K3 organisasi;
- mencakup suatu komitmen untuk pencegahan cidera dan sakit
penyakit dan peningkatan berkelnjutan manajemen dan kinerja
K3;
- mencakup suatu komitmen untuk paling tidak mematuhi
peraturan K3 dan persyaratan lain yang relevan yang biasa
dilakukan oleh organisasi yang terkait dengan resik-resiko K3;
- memberikan kerangka kerja untuk menetapkan dan meninjau
tujuan-tujuan K3;
- didokumentasikan, diterpkan dan dipelihara;
- dikomunikasikan ke seluruh personel dalam kendali organsai
dengan tujuan bahwa personel menyadari kewajiban K3 masing-
masing;
- tersedia untuk pihak-pihak; dan
- dikaji secara periodik untuk memastikan kebijakan tetap relevan
dan sesuai untuk organisasi.
3. Perencanaan
a. Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko dan PenetapanPengendalian
Organisasi harus membuat, menerapkan dan memelihara prosedur
untuk mengidentifikasi bahaya yang ada, penilaian resiko dan
penetapan pengendalian yang diperlukan.
Prosedur untuk mengidentifikasi bahaya dan menilai resiko harus
memperhatikan :
- aktivitas rutin dan tidak rutin;
II-35
- aktivitas seluruh personel yang mempunyai akses ke tempat
kerja (termasuk kontraktor dan tamu);
- perilaku manusia, kemampuan dan faktor-faktor manusia
lainnya;
- bahaya-bahaya yang timbul dari luar tempat kerja yang
berdampak pada kesehatan dan keselamatan personel di dalam
kendali organisasi di lingkungan tempat kerja;
- bahaya-bahaya yang terjadi di sekitar tempat kerja hasil aktivitas
kerja yang terkait di dalam kendali organisasi;
- prasana, peralatan dan material di tempat kerja, yang disediakan
baik oleh organisasi ataupun pihak lain;
- perubahan-perubahan atau usulan perubahan di dalam organsasi,
aktivitas-aktivitas atau material;
- modifikasi sistem manajemen K3, temasuk perubahan sementara
dan dampaknya kepada operasional, proses-proses dan aktivitas-
aktivitas;
- adanya kewajiban perundangan yang relevan terkait dengan
penilaian resiko dan penerpan pengendalian yang dibutuhkan;
- rancangan area-area kerja, proses-proses, instalasi-instalasi,
mesin/peralatan, prosedur operasional dan organisasi kerja,
termasuk adaptasinya kepada kemampuan manusia.
II-36
memastikan hasil dari penilaian ini dipertimbangkan dalam
menetapkan pengendalian. Saat menetapkan pengendalian, atau
mempertimbangkan perubahan atas pengendalian yang ada saat ini,
pertimbangan harus diberikan untuk menurunkan resiko berdasarkan
hirarki berikut :
- eliminasi;
- substitusi;
- pengendalian teknik;
- rambu/peringatan dan/atau pengedalian administrasi;
- alat pelindung diri.
II-37
Organisasi harus membuat, menerapkan dan memelihara tujuan dan
sasaran K3 yang terdokumentasi, pada setiap fungsi dan tingkat yang
relevan di dalam organisasi. Tujuan-tujuan harus dapat diukur, bila
memungkinkan, dan konsisten dengan kebijakan K3, termasuk
komitmen untuk mencegah cidera dan sakit penyakit, memenuhi
peraturan perundangan yang relevan dan untuk peningkatan
berkelanjutan.
Pada saat membuat dan meninjau tujuan-tujuan tersebut, organisasi
harus mempertimbangkan peraturan perundangan dan persyaratan K3
lainnya dimana organisasi mendapatkan dan resiko-resiko K3. Juga
mempertimbangkan aspek teknologi, aspek keuangan, persyaratan
operasional dan bisnis dan pandangan dari pihak-pihak terkait.
Organisasi harus membuat, menerapkan dan memelihara suatu
program untuk mencapai tujuan organisasi. Program minimum harus
memasukkan :
- Penunjukan penanggung jawab dan kewenangan untuk mencapai
tujuan pada setiap fungsi dan tingkat organsasi; dan
- Cara-cara dan jangka waktu untuk mencapai tujuan.
II-38
akuntabilitas dan wewenang harus didokumentasikan dan
dikomunikasikan.
Organisasi harus menunjuk seseorang anggota manajemen puncak
dengan tanggung jawab khusus K3, di luar tanggung jawabnya dan
menetapkan peran-peran dan wewenang untuk :
- Menjamin sistem manajemen K3 dibuat, diterapkan dan
dipelihara sesuai dengan standar OHSAS;
- Melaporkan kinerja sistem manajemen K3 kepada manejemen
puncak untuk dikaji dan sebagai dasar untuk peningkatan sistem
manajemen K3.
II-39
- Konsekuensi-konsekuensi K3, yang aktual atau potensial,
kegiatan kerjanya, perilakunya, serta manfaat-manfaat K3 untuk
peningkatan kinerja perorangan;
- Peranan dan tenggung jawabnya dan pentingnya dalam mencapai
kesesuaiannya dengan kebijakan dan prosedur-prosedur K3 dan
dengan persyaratan sistem manajemen K3, termasuk persyaratan
kesiapsiagaan dan tanggap darurat;
- Konsekuensi potensial dari penyimpangan dari prosedur yang
telah ditetapkan.
Prosedur pelatihan harus mempertimbangan tingkat perbedaan dari :
- Tanggung jawab, kemampuan, bahasa dan keterampilan; dan
- Resiko
II-40
o Keterlibatannya dalam pengembangan dan peninjauan
kebijakan dan tujuan K3;
o Konsultasi dimana ada perubahan yang berdampak pada K3;
o Diwakilkan dalam hal-hal terkait K3.
- Konsultasi dengan para kontraktor atas perubahan-perubahan
yang terjad dan berdampak pada K3.
d. Dokumentasi
Dokumentasi sistem manajemen K3 harus termasuk :
- Kebijakan K3 dan sasaran-sasaran;
- Penjelasan ruang lingkup sistem manajemen K3;
- Penjelasan elemen-elemen inti sistem manajemen dan
interkasinya dan rujukannya ke dokumen-dokumen terkait;
- Dokumen-dokumen, temasuk catatan-catatan yang disyaratkan
oleh standar OHSAS;
- Dokumen-dokumen, termasuk catatan-catan yang ditetapkan oleh
organisasi yang dianggap penting untuk memastikan perencanaan,
operasi dan pengendalian proses yang berhubungan dengan
pengendalian resiko-resiko K3 efektif.
e. Pengendalian Dokumen
Dokumen-dokumen yang disyaratkan untuk sistem manajemen K3
dan standar OHSAS harus terkendali. Catatan merupakan jenis khusus
dokumen dan harus terkendali sesuai dengan persyaratan yang
dinyatakan. Organisasi harus menbuat, menerapkan dan memelihara
prosedur untuk :
- Menyetujui kecukupan dokumen-dokumen sebelum diterbitkan;
- Meninjau dokumen secra berkala, dirubah bila diperlukan dan
disetujui kecukupannya;
- Memastikan perubahan-perubahan dan status revisi saat ini dalam
dokumen teridentifikasi;
II-41
- Memastikan versi yang relevan dari dokumen yang diterapkan
tersedia di tempat penggunaan;
- Memastikan bahwa dokumen-dokumen dapat terbaca dengan
cepat teridentifikasi;
- Memastikan bahwa dokumen-dokumen yang berasal dari luar dan
dianggap penting oleh organisasi untuk perencanaan dan operasi
sistem manajemen K3 diidentifikasikan dan distribusinya
terkendali; dan
- Mencegah penggunaan dokumen kadaluarsa dan menetapkan
identifikasi jika dipertahankan untuk tujuan tertentu.
f. Pengendalian Operasional
Organisasi harus mengidentifikasi operasi-operasi dan kegiatan-
kegiatan yang berkaitan dengan bahaya-bahaya yang teridentifikasi
dimana kendalai pengukuran perlu dilakukan untuk mengendalikan
resiko-resiko K3. Hal ini termasuk manajemen perubahan.
Untuk operasi-operasi dan kegiatan-kegiatan tersebut, organisasi harus
menerapkan dan memelihara :
- Kendali-kendali operasional, sesuai keperluan organisasi dan
aktivitas-aktivitasnya; organisasi harus mengintegrasikan kendali-
kendali operasionalnya kedalam sistem manajemen K3 secara
keseluruhan;
- Pengendalian terkait pembelian material, peralatan dan jasa-jasa;
- Pengendalian terkait para kontraktor dan tamu-tamu lain ke
tempat kerja;
- Mendokumentasikan prosedur-prosedur, mencakup situasi-situasi
dimana ketiadaannya dapat menyebabkan penyimpangan-
penyipangan dari kebijakan dan tujuan-tujuan K3;
- Kriteria-kriteria operasi yang telah ditetapkan dimana ketiadaanya
dapat menyebabkan penyimpangan-penyimpangan dari kebijkan
dan tujuan-tujuan K3.
II-42
g. Kesiapsiagaan dan Tanggap Darurat
Organisasi harus membuat, menerapkan dan memelihara prosedur :
- Untuk mengidentifikasi potensi keadaan darurat;
- Untuk menanggapi keadan darurat.
5. Pemeriksaan
a. Pemantauan dan Pengukuran Kinerja
Organisasi harus membuat, menerapkan dan memelihara prosedur
untuk mememantau dan mengukur kinerja K3 secara teratur. Prosedur
ini harus dibuat untuk :
- Pengukuran kualitataif dan kuantitatif sesuai dengan keperluan
organisasi;
- Memantau perluasan yang memungkinkan tujuan K3 organisasi
tercapai;
- Memantau efektivitas pengendalian-pengendalian (untuk
kesehatan juga keselamatan);
- Mengukur kinerja secara proktif untuk memantau kesesuaian
dengan program manajemen K3, pengendalian dan kriteria
operasonal;
II-43
- Mengukur kinerja secra reaktif unutk memantau kecelakaan, sakit
penyakit, insiden (termasuk nyaris terjadi, dll) dan bukti catatan
lain penyimpangan kinerja 3;
- Mencatat data dan hasil pemantauan dan mengukur kecukupan
untuk melaukan analissis tindakan perbaikan dan pencegahan
lanjutan.
Jika peralatan pemantauan digunakan untuk mengukur dan memantau
kinerja, organisasi harus membuat dan memelihara prosedur untuk
kalibrasi dan pemeliharaan peralatan tersebut, sesuai keperluan.
Catatan hasil kalibrasi dan pemeliharaan dan hasil-hasil harus
disimpan.
b. Evaluasi kesesuaian
Konsisten dengan komitmen organisasi untuk kepatuhan, organisasi
harus menetapkan, menerapkan dan memelihara prosedur untuk secara
periodik mengevaluasi kepatuhannya kepada peraturan perundangan
yang relevan. Organisasi harus menyimpan catatan-catatan hasil dari
evaluasi kesesuaian periodiknya.
Organisasi harus mengevaluasi kepatuhannya dengan persyaratan lain
dimana mendapatkannya. Organisasi dapat menggabungkan evaluasi
ini dengan evaluasi kepatuhannya kepada peraturan perundangan
sesuai dengan komitmen atau membuat prosedur yang terpisah.
Organisasi harus menyimpan catatan-catatan hasil dari evaluasi
kesusuaian periodiknya.
II-44
- Menetapkan penyebab penyimpangan K3 dan faktor-faktor lain
yang dapat menyebabkan atau berkontribusi atas terjadinya
insiden;
- Mengidentifikasi kebutuhan untuk mengambil tindakan
perbaikan;
- Mengidentifikasi kesempatan melakukan tindakan pencegahan;
- Mengidentifikasi kesempatan untuk melakukan peningkatan
berkelanjutan;
- Mengkomunikasikan hasil-hasi dari penyelidikan.
II-45
- Meninjau efektivitas tindakan perbaikan dan tindakan pencegahan
yang dilakukan.
d. Pengendalian Catatan
Organisasi harus membuat dan memelihara catatan sesuai keperluan
untuk memperlihatkan kesesuaian dengan persyaratan sistem
manajemen K3 organisasi dan standar OHSAS ini, serta hasil-hasil
yang dicapai. Organisasi harus membuat, menerapkan dan memelihara
prosedur untuk mengidentifikasi, menyimpan, melindungi,
mengambil, menahan dan membuang catatan-catatan. Catatan harus
dan tetap dapat dibaca, teridentifikasi dan dapat dilacak.
e. Audit Internal
Organisasi harus membuat dan memelihara program dan prosedur
untuk pelaksanaan audit sistem manajemen K3 secara berkala, agar
dapat :
- Menentukan apakah sistem manajemen K3 :
o Sesuai denhan pengaturan yang direncanakan untuk
manajemen K3, termasuk persyaratan standar OHSAS
o Telah diterapkan dan dipelihara secara baik
II-46
o Efektif memenuhi kebijakan dan tujuan-tujuan organisasi
- Memberikan informasi tentang hasil audit kepada pihak
manajemen.
f. Tinjauan Manajemen
Manajemen puncak harus meninjau sistem manajemen K3
organisasinya, secara terencana, untuk menjamain kesesuaian,
kecukupan dan keefektifannya secara berkelanjutan. Proses tinjauan
manajemen harus termasuk penilaian kemungkinan-kemungkinan
peningkatan dan kebutuhan perubahan sistem manajemen K3,
termasuk kebijakan K3 dan tujuan-tujuan K3. Catatan hasil tnjauan
manajemen harus dipelihara. Masukan tinjauan manajemen harus
termasuk :
- Hasil audit internal dan evaluasi kesesuaian dengan peraturan
perundangan dan persyaratan lain yang relevan dimana organisasi
menerapkannya;
- Hasil-hasil dari partisipasi dan konsultasi;
- Komunikasi yang berhubungan dengan pihak-pihak eksternal
terkait, termasuk keluhan-keluhan;
- Kinerja K3 organisasi;
- Tingkat pencapaian tujuan-tujuan;
- Status penyelidikan insiden, tindakan perbaikan dan pencegahan;
- Tindak lanjut dari tinjauan manajemen sebelumnya;
II-47
- Perubahan yang terjadi, termasuk perkembangan dalam peraturan
perundangan dan persyaratan lain terkait K3; dan
- Rekomendasi peningkatan.
II-48
Dengan melakukan terjadinya kecelakaan, kerusakan sakit akibat kerja, suatu
perusaan tidak perlu mengeluarkan biaya yang ditimbulkan akibat kejadian
tersebut. Dalam jangka pendek suatu perusahaan akan mengeluarkan biaya
cukup besar dalam menerapkan sistem manajemen K3. Akan tetapi jika
penerapan sistem manajemen K3 dilaksanakan secara efektif dan dilakukan
dengan penuh komitmen, nilai uang yang keluar tersebut lebih kecil
dibandingkan biaya yang ditimbulkan akibat kecelakaan kerja. Salah satu
biaya yang dapat dikurangi dengan penerapan sitem manajemen K3 adalah
biaya biaya premi asuransi.
4. Membuat Sistem Manajemen yang Efektif
Tujuan perusahaan beroperasi adalah mendapatkan keuntungan yang sebesar-
besarnya. Hal ini akan dapat dicapai dengan adanya sistem manajemen
perusahaan yang efektif. Penerapan sistem manajemen K3 yang efektif akan
mengurangi hal-hal yang membahas ketidaksesuaian. Dengan adanya sistem
maka hal itu dapat dicegah sebelumnya disamping kompetensi personel yang
semakin meningkat dalam mengetahui potensi ketidaksesuaian. Dengan
demikian organisasi dapat berkonsentrasi melakukan peningkatan terhadap
sistem manajemen dibandingkan melakukan perbaikan terhadap
permasalahan-permasalahan yang terjadi.
5. Meningkatkan Kepercayaan dan Kepuasan Pelanggan
Karyawan yang terjamin keselamatan dan kesehatan kerjanya akan berkerja
lebih optimal dan ini tentu akan berdampak pada produk yang dihasilkan.
Pada gilirannya ini akan meningkatkan kualitas produk dan jasa yang
dihasilkan daripada sebelum dilakukan penerapan. Di samping itu dengan
adanya pengakuan penerapan Sistem Manejemen K3, citra organisasi terhadap
kinerjanya akan semakin meningkat, dan tentu ini akan meningkatkan
kepercayaan pelanggan.
(Suardi, 2005)
II-49
2.4 Proteksi Kerja
II-50
3. Safe work permit
Izin ini berlaku untuk beberapa hal seperti:
a. Penggalian
Bahaya dari bekerja menggali tanah ialah kemungkinan terkenanya
kabel listrik bawah tanah atau sambungan pipa gas. Untuk itu,
sebelum melakukan penggalian (excavation), maka pekerja harus
mendapatkan safe work permit yang dilengkapi dengan denah lokasi
dan denah dari pipa/ kabel listrik yang ada di suatu instalasi.
b. Bekerja di tempat tinggi
Bekerja di ketinggian lebih dari 2,5 meter menimbulkan bahaya
cedera bila jatuh. Untuk itu, pekerja harus menggunakan safety
harness atau tali pengaman untuk mengamankan pekerja yang
bekerja di ketinggian.
c. Bekerja di daerah berbahaya lain
Safe work permit juga digunakan untuk pekerjaan-pekerjaan yang
menimbulkan resiko bahaya lain. Contoh dari pekerjaan ini adalah :
bekerja di bawah kawat saluran tegangan tinggi, bekerja di pinggir
sungai yang mempunyai arus deras dan menyelam. Untuk menilai
resiko dari pekerjaan ini, petugas EHS (safety officer) harus mampu
memberikan Hazard Identification dan Risk Assessment dari setiap
pekerjaan yang dilakukan di instalasinya.
4. Lock-out/ Tag-out
Pada saat perbaikan suatu mesin atau instlasi, penyalaan secara tidak
sengaja adalah hal yang sangat berbahaya.Untuk mencegah hal ini,
maka lock-out/ tag-out diberlakukan di setiap instalasi.
Prosedur ini meliputi:
a. Pemberian “tanda” pada saklar/ kotak pengendalian dan alat yang
sedang dalam perbaikan (Tag Out).
II-51
b. Pemasangan “kunci” atau gembok pada saklar/ kotak pengendali
untuk mencegah orang yang tidak berwenang menyalakan secara
tidak sengaja (Lock Out).
Orang yang berhak memegang kunci dan menyingkirkan tanda lock-
out/ tag-out hanyalah orang yang melakukan perbaikan pada alat. Jika
orang tersebut tidak ada, maka atasannya harus memastikan bahwa
tidak ada orang yang bekerja pada mesin tersebut dan situasi alat berada
dalam kondisi aman untuk dipergunakan. Barang-barang dan peralatan
yang rusak juga harus diberi tanda “Tag-Out” atau “Danger” untuk
mencegah orang yang tidak berwenang menggunakannya.
Alat pelindung diri merupakan salah satu usaha yang dilakukan untuk
menanggulangi bahaya-bahaya yang terdapat dilingkungan kerja tersebut. Ada
berbagai macam alat pelindung diri, yaitu (Benny, Riza, 2002):
II-52
Topi pengaman yang dibuat dari plastik mempunyai beberapa keuntungan,
yaitu ringan, sangat tahan terhadap benturan atau pukulan benda-benda
keras dan tidak menyalurkan listrik (non conductive electricity).Dan topi
pengaman yang dibuat dari bahan campuran fiber glass dan plastik adalah
sangat tahan terhadap asam dan basa kuat.
Menurut bentuknya dapat dibedakan menjadi:
a. Safety helmet (hard hat), dipakai untuk melindungi kepala dari
bahaya kejatuhan, terbentur, terpukul oleh benda-benda keras dan
tajam.
b. Hood, dipergunakan untuk melindungi dari bahaya bahan-bahan
kimia (chemicalhazard), api dan panas radiasi yang tinggi.
c. Hair cap (hair guard), dipergunakan untuk melindungi dari kotoran
dan debu dan juga melindungi rambut dari bahaya terjerat oleh
mesin-mesin yang berputar.
II-53
(Sumber : http://www.thetradeshop.co.uk/images/pictures/new-products-
2/quartz-i-safety-helmet-yellow-(product).jpg)
II-54
b. Tutup telinga (ear muff)
Alat pelindung telinga ini terdiri dari 2 buah tutup telinga (cup) dan
saluran healband. Isi dari tutup telinga dapat berupa cairan atau busa
yang menyerap suara yang berfrekuensi tinggi.
II-55
- Mechanical Filter Respirator
Alat ini berfungsi untuk melindungi pemakaian dari pemaparan
aerosol zat padat (debu, asap, fume) dan aerosol zat cair (mist
atau fog) melalui berbagai proses filtrasi.
II-56
a. Bahaya terpapar, apakah berbentuk bahan korosif, panas, dingin,
tajam, atau kasar.
b. Tahan terhadap bahaya-bahaya kimia.
II-57
Gambar 2.12 Alat Pelindung Kaki
(Sumber : http://www.graniteworkwear.com/Upload/Images/e13a5-
Safety_Boots_GTX423.jpg)
7. Pakaian Pelindung
Pakaian pelindung dapat berbentuk appron yang menutupi sebagian dari
tubuh, pemakaiannya yaitu mulai dari dada sampai lutut dan coveralls
yang menutupi seluruh tubuh.Pakaian pelindung digunakan untuk
melindungi pemakai dari percikan bahan kimia. Appron dapat terbuat dari
kain drill, kulit, plastik, karet, asbes, atau kain yang dilapisi alumunium.
Appron tidak boleh digunakan di tempat-tempat kerja yang terdapat
mesin-mesin berputar.
II-58
Gambar 2.14 Safety Harness
(Sumber : https://www.totalsafety.com/totalsafety/images/products/431_Contractor-
and-Journeyman-Full-Body-Harness-contractor.jpg)
II-59
Menurut Greenwood (2006), proses job safety analysis terdiri dari
beberapa tahapan, yaitu :
a. Memilih Pekerjaan
Pekerjaan dengan kecelakaan yang besar akan menjadi prioritas dan
dianalisa terlebih dulu. Dalam memilih pekerjaan yang akan dianalisa,
terdapat beberapa faktor yang harus dipenuhi antara lain :
Frekuensi kecelakaan.
Pekerjaan dengan frekuensi kecelakaan tinggi memjadi prioritas
utama dalam job safety analysis.
Tingkat cedera yang menyebabkan cacat.
Setiap pekerjaan yang menyebabkan cacat harus dimasukan ke
dalam job safety analysis.
Kekuatan potensi
Beberapa pekerjaan mungkin tidak mempunyai sejarah kecelakaan
namun berpotensi untuk menimbulkan bahaya.
Pekerjaan baru
Job safety analysis untuk setiap pekerjaan baru harus dibuat segera
mungkin.Job safety analysis untuk pekerjaan baru tidak boleh
ditunda hingga dapat terjadi kecelakaan atau hampir terjadi
kecelakaan.
Mendekati bahaya
Pekerjaan dengan tingkat bahaya yang besar harus menjadi
prioritas dalam job safety analysis.
b. Membagi Pekerjaan
Untuk membagi pekerjaan diperlukan seorang pekerja yang mampu
melakukan observasi. Pekerja yang mampu melakukan observasi adalah
pekerja yang berpengalaman dan kooperatif sehingga mampu berbagi ide.
Identifikasi Bahaya dan Potensi Kecelakaan Kerja
II-60
Tahap berikutnya untuk mengembangkan job safety analysis adalah
melakukan identifikasi semua bahaya. Identifikasi dilakukan
terhadap bahaya yang disebabkan oleh lingkungan dan yang
berhubungan dengan prosedur kerja.
Mengembangkan Solusi
Langkah terakhir dalam job safety analysis adalah mengembangkan
prosedur kerja yang aman untuk mencegah kejadian atau potensi
kecelakaan. Beberapa solusi yang dapat diterapkan antara lain :
2.4.4 Housekeeping
II-61
Gambar 2.15 Prinsip 5R-Housekeeping
(Sumber: Rachmat, Adhi,2002)
II-62
terjadinya kebakaran, maka harus dilakukan upaya proteksi bahaya. Proteksi
kebakaran adalah segala upaya untuk mencegah dan menanggulangi terjadinya
kebakaran, karena hampir setiap tempat kerja mengandung unsur bahaya yang
dapat menyebabkan terjadinya kebakaran. Kebakaran dapat terjadi dari adanya
tiga elemen yaitu adanya bahan bakar, zat pengoksidasi/ oksigen dan suatu
sumber nyala. (Salim, 2002)
A
R
A
D
U
1. Listrik
a. Tidak berfungsinya pengaman
b. Kegagalan isolasi
c. Sambungan tidak sempurna
2. Rokok
a. Merokok di tempat yang terlarang
b. Membuang puntung rokok sembarangan
3. Gesekan mekanik, timbulnya panas karena kurang pelumasan pada bagian
peralatan/ mesin yang berputar.
4. Api terbuka, penggunaan api pada tempat-tempat yang terdapat bahan
mudah meledak.
5. Pengelasan, pekerjaan pengelasan atau pemotongan dengan las.
II-63
6. Sambaran petir, obyek-obyek yang tidak dilindungi penyalur petir atau
instalasi petir yang tidak memenuhi syarat.
7. Radiasi, pengaruh panas matahari.
II-64
h. Tiap APAR diberi tanda yang seragam di atasnya agar mudah
diketahui orang.
i. Area bawah sekitar APAR harus bebas dari benda-benda
j. Pemeriksaan APAR dilakukan setiap 3 bulan dengan dilengkapi bukti
pemeriksaan berupa tag/ kartu periksa berwarna.
k. Alat pemadam beroda tidak perlu ditempel di dinding, handle
pembawanya juga tidak ditempel di dinding serta dibuat menghadap
keluar agar mudah diambil.
APAR hanya terbatas untuk memadamkan api pada awal kebakaran
dengan ukuran relatif kecil dan dalam waktu tidak lebih dari 3 menit untuk
bahan cair dan gas serta tidak lebih dari 10 menit untuk bahan padat.
2. Alarm Kebakaran
Suara/ bunyi dari alarm kebakaran harus dikenal oleh karyawan
dan tidak disamakan nadanya dengan alarm/ bel lainnya yang sudah biasa
didengar oleh karyawan (misalnya: bel masuk, bel istirahat, dsb). Alarm
kebakaran harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga bunyinya dapat
didengar oleh semua karyawan di setiap lokasi kerja dan secara normal
tidak terganggu oleh pengaruh lain yang dapat mengubah nadanya.
II-65
Gambar 2.18 Fire Alarm
(Sumber: http://alatpemadamkebakaran.co/wp-content/uploads/2013/02/fire-
alarm-300x112.jpg)
3. Instalasi hydrant
Berdasarkan lokasi penempatannya, hydrant kebakaran umumnya terbagi
atas:
a. Hydrant gedung (stand pipe)
b. Hydrant halaman
II-66
2.5.2 Penanggulangan Kebakaran
II-67
BAB III
METODOLOGI PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK
II-68
No Tujuan Operasional Data yang dibutuhkan
.
Menginspeksi tempat kerja dengan teliti. 3. Potensi bahaya
Melakukan pencarian untuk mengidentifikasi 4. Penilaian risiko
semua jenis bahaya.
Mencatat setiap jenis bahaya yang
teridentifikasi.
Mengembangkan jenis bahaya yang
teridentifikasi menjadi sistem peringkat untuk
mengukur derajat ‘kesehatan dan
keselamatan kerja’ di perusahaan.
Meninjau ulang untuk menilai perbaikan-
perbaikan apa saja yang telah dilakukan.
2. Menentukan tingkat kinerja implementasi SMK3 di PT. Indonesia Power
UBP Suralaya.
Membuat daftar periksa (checklist) penilaian 1. Struktur Organisasi
kinerja implementasi SMK3 mengacu pada beserta pembagian
standar K3 (PP.50 tahun 2012 tentang SMK3). tugasnya
Melakukan validasi checklist penilaian kinerja 2. Kebijakan SMK3
implementasi K3 kepada pejabat perusahaan perusahaan
yang berwenang. 3. Program SMK3
Melakukan wawancara tentang kinerja perusahaan
implementasi K3 terhadap pekerja menggunakan 4. SOP Perusahaan
checklist. 5. Data kecelakaan
II-69
3.2 Pelaksanaan Kerja Praktek
Kerja Praktek ini akan dilaksanakan selama 30 hari kerja mulai tanggal 4
Agustus 2014 sesuai dengan kebijakan dari pihak PT. Indonesia Power UBP
Suralaya.
II-70
diperoleh dengan meminta langsung ke divisi K3, divisi lingkungan, divisi
Humas, dan pihak lainnya yang terkait dengan dilaksanakannya K3.
Adapun rincian kegiatan setiap harinya selama pelaksanaan kerja praktik
di PT. Indonesia Power UBP Suralaya adalah sebagai berikut:
II-71
3.3.3 Tahap Penyusunan Laporan
Metode pengumpulan data bersumber dari tiga hal, yaitu person, place,
dan paper sedangkan metode yang digunakan dapat berupa tes, angket,
wawancara, dan dokumen.
II-72
(Sumber : Analisis Penulis, 2014)
II-73
(Sumber : Analisis Penulis, 2014)
Mulai
TAHAP
PERSIAPAN
Proses Administrasi
Studi Literatur
Gambaran Umum
TAHAP
Analisa dan Pembahasan
PENYUSUNAN
LAPORAN
Selesai
II-74
BAB IV
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
II-75
Unit Bisnis Pembangkit Kapasitas (MW)
Kamojang 360,00
Mrica 306,44
Semarang 1.414,16
Perak Grati 864,08
Bali 335,07
Total Indonesia Power 8.921,19
(Sumber: Profil Perusahaan PT. Indonesia Power)
Identitas baru PT. Indonesia Power mendeklarasikan visi dan misi menjadi
perusahaan publik dan meningkatkan diri menjadi pembangkit kelas dunia. Untuk
merealisasikannya, PT. IP dan seluruh Unit Bisnisnya berbenah diri dibuktikan
dengan diperolehnya penghargaan nasional dan internasional antara lain ISO
14001 (Sistem Manajemen Lingkungan), ISO 9001 (Sistem Manajemen Mutu),
Sistem Manajemen Pengamanan (SMP), Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (SMK3), dan Sistem Manajemen Mutu Laboratorium (SMML)
dari Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Indonesia, Penghargaan Padma
untuk bidang Pengembangan Masyarakat, dan ASEAN Renewable Energy Award.
Dibawah ini menggambarkan beberapa lokasi UBP PT. Indonesia Power :
II-76
(Sumber: Profil Perusahaan PT. Indonesia Power)
II-77
4.1.3 Paradigma, Budaya Perusahaan, dan Lima Filosofi Perusahaan
PT. Indonesia Power mempunyai paradigma yang diusung, yaitu “Hari ini
lebih baik dari hari kemarin, hari esok lebih baik dari hari ini”. Salah satu aspek
dari pengembangan sumber daya manusia perusahaan adalah pembentukan
budaya perusahaan. Unsur– unsur budaya perusahaan antara lain :
a. Perilaku akan ditunjukkan seseorang akibat adanya suatu keyakinan akan
nilai-nilai atau filosofi.
b. Nilai adalah bagian daripada budaya/kultur perusahaan yang dirumuskan
untuk membantu upaya mewujudkan budaya perusahaan tersebut. Di PT.
Indonesia Power, nilai ini disebut dengan “Filosofi Perusahaan”
c. Paradigma adalah suatu kerangka berpikir yang melandasi cara seseorang
menilai sesuatu.
Budaya perusahaan diarahkan untuk membentuk sikap dan perilaku yang
didasarkan pada 5 filosofi dasar dan lebih lanjut, filosofi dasar ini diwujudkan
dalam tujuh (7) nilai perusahaan.
Lima filosofi PT. Indonesia Power serta penjelasannya yaitu :
a. Mengutamakan pasar dan pelanggan, yaitu berorientasi kepada
pasar serta memberikan pelayanan yang terbaik dan nilai tambah kepada
pelanggan.
b. Menciptakan keunggulan umtuk memenangkan persaingan.
Menciptakan keunggulan melalui sumber daya manusia, teknologi finansial
dan proses bisnis yang handal dengan semangat untuk memenangkan
persaingan.
c. Mempelopori pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Terdepan dalam memanfaatkan perkembangan IPTEK secara optimal.
d. Menjunjung tinggi etika bisnis. Menerapkan etika bisnis sesuai
standar etika bisnis internasional.
e. Memberi penghargaan atas prestasi. Memberi penghargaan atas
prestasi untuk mencapai kinerja perusahaan yang maksimal.
Sedangkan tujuh nilai perusahaan PT. Indonesia Power atau sering disingkat
“IP-HaPPPI” antara lain yaitu :
II-78
a. Integritas yaitu sikap moral yang mewujudkan tekad untuk memberikan yang
terbaik kepada perusahaan.
b. Harmoni yaitu menguasai pengetahuan, keterampilan, dan kode etik sesuai
bidang.
c. Profesional terdiri dari serasi, selaras, dan seimbang, dituangkan dalam :
1) Pengembangan kualitas pribadi
2) Hubungan dengan stakeholder (pihak terkait)
3) Hubungan dengan lingkungan hidup
d. Pelayanan Prima yaitu dengan memberi pelayanan yang memenuhi
kepuasan melebihi harapan stakeholder.
e. Peduli yaitu peka-tanggap dan bertindak untuk melayani stakeholder serta
memelihara lingkungan sekitar.
f. Pembelajar dengan terus menerus meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan serta kualitas diri yang mencakup fisik, mental, sosial,
agama, dan kemudian berbagi dengan orang lain.
g. Inovatif yaitu terus menerus dan berkesinambungan menghasilkan
gagasan baru dalam usaha melakukan pembaharuan untuk penyempurnaan
baik proses maupun produk dengan tujuan peningkatan kinerja.
II-79
4.1.4.2 Bentuk Logo
a. INDONESIA dan POWER ditampilkan dengan menggunakan dasar
jenis huruf FUTURA BOOK/ REGULAR dan FUTURA BOLD font yang
menandakan kuat dan tegas.
b. Aplikasi bentuk kilatan petir pada huruf “O” melambangkan
“TENAGA LISTRIK” yang merupakan lingkup usaha utama perusahaan.
c. Titik/ bulatan merah (red dot) diujung kilatan petir merupakan simbol
perusahaan yang telah digunakan di sejak masih bernama PT. PLN PJB I.
Titik ini merupakan simbol yang digunakan di sebagian besar materi
komunikasi perusahaan. Dengan simbol yang kecil ini, diharapkan
identitas perusahaan dapat langsung terwakili.
4.2 Gambaran dan Sejarah Berdirinya PT. Indonesia Power Unit Bisnis
Pembangkitan Suralaya
II-80
dengan Juni 1985 dan telah beroperasi tepatnya tanggal 4 April 1984
untuk unit 1 dan 26 Maret 1985 untuk unit 2.
TahapII: Membangun dua unit PLTU (unit 3 dan 4) yang masing-masing
berkapasitas 400 MW. Pembangunannya dimulai Juni 1985 dan
berakhir sampai dengan Desember 1989. Telah beroperasi 6 Februari
1989 untuk unit 3 dan 6 Nopember 1989 untuk unit 4.
TahapIII: Membangun tiga unit PLTU (unit 5, 6, 7) yang masing-masing
berkapasitas 600 MW. Pembangunannya dimulai sejak Januari 1993
dan telah beroperasi pada bulan Oktober 1996 untuk unit 5, unit 6 pada
bulan April 1997 dan Oktober 1997 untuk unit 7.
II-81
PT. Indonesia Power UBP Suralaya berada di tepi Laut Jawa, ujung utara Provinsi
Banten. Secara geografis berada di lokasi strategis berkaitan dengan jalur suplai
kebutuhan bahan bakar. Luas lahan yang diguanakan untuk membangun PT.
Indonesia Power UBP Suralaya berikut sarana dan fasilitas penunjang lainnya
adalah ± 254 hektar. Berikut ini merupakan luas area PT. Indonesia Power UBP
Suralaya yang terdiri dari :
Tabel 4.3 Luas Lokasi per Area
Area Nama Lokasi Luas (Ha)
A Gedung Sentral 30
B Ash Valley 8
C Kompleks perumahan 30
D Coal Yard 20
E Tempat penyimpanan alat-alat berat 2
F Switch Yard 6,3
G Gedung kantor 6,3
H Sisanya berupa tanah perbukitan dan hutan 157,4
Jumlah 254
Di bawah ini merupakan gambar lay-out dari PT. Indonesia Power UBP Suralaya:
1. Main fuel oil tank
2. CW pump # 1-7
3. Administration building
4. Stacks
5. Boiler house # 1-7 22
6. Turbine gen. House #1-7
7. Control room #1-7
8. CW discharge cannal
9. 150 kV switch yard
10 Simulator building
11 Security building
16 17
12 PLN Prject office
13 EHV subst. Building 20
14 New storage
15 Old ST. recalimer 19
16 New ST. reclaimer Coal open storage
21
29
18
26
1 1 15
28
17 Setlement basin
2
18 Semi perm. JETTY
25
19 Oil JETTY 4 27
20 DERMAGA I 24
23
21 CW intake culverts 5 5 5 5 5 5 5
22 DERMAGA II 14 6 6
23 Ash conveyor 7 7
24 Ash disposal area 8
25 Water treatment area 3
26 Chlorination plant 500 kV 11
27 H2 plant SY
28 Old storage
29 Coal conveyor
30 Ro-Ro Jetty 12
9
10
II-82
(Sumber:Profil Perusahaan PT. Indonesia Power UBP Suralaya)
II-83
(Sumber: Manual Mutu PT. Indonesia Power UBP Suralaya)
II-84
Divisi ini melakukan inspeksi terhadap sikap-sikap para pekerja, mitra
kerja, dan tamu yang sekiranya dapat menimbulkan bahaya. Misalnya
inspeksi mengenai pengenaan APD yang digunakan.
b. Alat/ Mesin
Melakukan pengecekan terhadap alat-alat/ mesin-mesin yang digunakan,
apabila alat/ mesin sedang dalam perbaikan di cek keamanannya misal
terdapat tali pengaman (berwarna kuning hitam) dan kartu LOGO.
c. Lingkungan
Selain divisi ini melakukan inspeksi terhadap manusia dan alat, juga
dilakukan inspeksi terhadap lingkungan sekitar. Inspeksi ini di lakukan
dengan cara berkeliling unit untuk mengecek kondisi sekitar.
4. Mengurus Izin Kerja.
Semua keperluan izin kerja baik dari pihak karyawan, mitra kerja perusahaan
maupun tamu perusahaan di urus oleh pihak divisi K3, sehingga dari hal ini
dapat diketahui jam kerja yang digunakan.
5. Penyuluhan dan Pelatihan.
Pihak divisi K3 ini juga bertugas melakukan penyuluhan dan pelatihan guna
memberikan pengetahuan serta informasi mengenai K3.
6. Pengecekan dan Pengetesan alat-alat fire fighting sistem.
Pihak ini juga melakukan pengecekan dan pengetesan alat-alat pemadam
kebakaran secara rutin, sehingga bila sewaktu-waktu dibutuhkan dapat
digunakan dalam kondisi baik.
7. Pelaporan keandalan sistem proteksi.
Divisi ini melakukan pelaporan kepada top manajemen mengenai seluruh
sistem proteksi yang digunakan di perusahaan, apabila sistem proteksi ada
dalam kondisi tidak baik, maka pihak K3 akan melaporkannya kepada top
manajemen untuk segera ditindak lanjuti permasalahan keandalan sistem
proteksi.
II-85
4.2.4 Panitia Pembina Keselataman dan Kesehatan Kerja
Berdasarkan UU No. 1 Tahun 1970 bab VI pasal 10, PT. Indonesia Power
juga membentuk organisasi yang berkaitan dengan K3, dimana organisasi ini
merupakan organisasi tertinggi di perusahaan yaitu P2K3 atau Panitia Pembina
Keselamatandan Kesehatan Kerja. P2K3 ini juga merupakan badan pembantu di
tempat kerja yang merupakan wadah kerjasama antara pengusaha dan pekerja
untuk mengembangkan kerjasama saling pengertian dan partisipasi efektif dalam
penerapan K3.
P2K3 PT. Indonesia Power UBP Suralaya dibentuk berdasarkan ketentuan
peraturan perundangan dan disyahkan oleh pihak Kanwil Depnaker setempat.
Penetapan struktur organisasi dan keanggotaan P2K3 serta tugas dan fungsinya
disyahkan berdasarkan surat keputusan General Manajer PT. Indonesia Power
UBP Suralaya. P2K3 yang dibentuk mempunyai tugas yaitu memberikan saran
dan pertimbangan baik diminta atau tidak kepada pihak manajemen PT. Indonesia
Power UBP Suralaya mengenai masalah-masalah K3.
Secara umum fungsi dari P2K3 PT. Indonesia Power UBP Suralaya yaitu :
a. Membantu pimpinan perusahaan menyusun kebijaksanaan manajemen
dalam rangka meningkatkan kinerja K3 perusahaan.
b. Menghimpun dan mengolah data tentang K3 di perusahaan.
c. Menyusun program-program K3 yang akan dilaksanakan serta
memantau keefektifan pelaksanaannya.
d. Mengembangkan tindakan pengendalian risiko terhadap bahaya K3
yang ada di lingkungan kerja.
e. Menyampaikan dan menentukan penyelesaian masalah-masalah yang
berimplikasi terhadap K3.
f. Mengembangkan kegiatan pelatihan di bidang K3 kepada seluruh lapisan
karyawan PT. Indonesia Power UBP Suralaya.
II-86
Gambar 4.5 Struktur Organisasi P2K3
(Sumber : Manual Mutu PT. Indonesia Power UBP Suralaya)
Prabumulih
South Sumatra
M. Enim
B. Raja
K. Bumi
Tarahan
Suralaya PP
Sunda Strait
Jakarta
Banten
II-87
West Java
(Sumber: http://saungpinkyku.blogspot.com/2012/06/bab-i-pendahuluan.html)
Boiler Fan
CWP Boiler Desal. Plant
Turbine-Gen
BFP Pulverizer
CEP
(Sumber: http://saungpinkyku.blogspot.com/2012/06/bab-i-pendahuluan.html)
II-88
mengubah air menjadi uap. Udara panas yang digunakan oleh Primary Air Fan
(PAF) dipasok dari Forced Draft Fan (FDF) (10) yang menekan udara panas
setelah melalui Air Heater (11) juga memasok udara ke Coal Burner untuk
menyempurnakan proses pembakaran. Hasil proses pembakaran yang terjadi
menghasilkan limbah berupa abu dalam perbandingan 14 : 1. Abu yang jatuh ke
bagian bawah boiler secara periodik dikeluarkan dan dikirim ke Ash Valley. Gas
hasil pembakaran diisap keluar dari Boiler oleh Induce Draft Fan (IDF) (12) dan
dilewatkan melalui Electric Precipitator (13) yang menyerap 99,5 % abu terbang
dan debu dengan sistem elektrode, lalu dihembuskan ke cerobong (Stack) (14).
Abu dan debu kemudian dikumpulkan dan diambil dengan alat pneumatic
gravity conveyor yang digunakan sebagai material pembuat jalan, semen, dan
bahan bangunan (conblock). Panas yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar,
diserap oleh pipa-pipa penguap (water walls) menjadi uap jenuh atau uap basah
yang kemudian dipanaskan di Super Heater (SH) (15). Kemudian uap tersebut
dialirkan ke turbin tekanan tinggi High Pressure Turbine (16), tempat uap tersebut
ditekan melalui Nozzles ke sudut – sudut turbin. Tenaga dari uap mendorong
sudut – sudut turbin dan membuat turbin berputar. Setelah melalui HP Turbine,
uap dikembalikan ke dalam boiler untuk dipanaskan ulang di Reheater (17)
sebelum uap tersebut digunakan kembali di Intermediate Pressure (IP) Turbine
(18) dan Low Pressure (LP) Turbine.
Sementara itu, uap bekas dikembalikan menjadi air di Condenser (23)
dengan pendingin air laut (Sea Water) (26) yang dipasok oleh Circulating Water
Pump (32). Air kondensasi akan digunakan kembali sebagai air pengisi boiler. Air
dipompakan dari condensor dengan menggunakan Condensate Extraction Pump
(24), pada awalnya dipanaskan melalui LP Heater (25), dinaikkan ke Deaerator
(27) untuk menghilangkan gas – gas yang terkandung di dalam air. Air tersebut
kemudian dipompakan oleh Boiler Feed Pump (28) melalui High Pressure Heater
(29), yaitu air tersebut dipanaskan lebih lanjut sebelum masuk ke dalam boiler
pada Economizer (30), kemudian air masuk ke Steam Drum (31). Poros turbin
dikopel dengan Rotor Generator (20). Rotor generator akan berputar apabila
turbin berputar. Rotor ini dibungkus dengan Stator Generator (21). Stator ini
digulung dengan menggunakan batang tembaga. Listrik dihasilkan dalam
II-89
batangan tembaga pada stator karena adanya perubahan medan magnet melalui
perputaran dari rotor dan listrik yang dihasilkan ini disalurkan ke konsumen
melalui pengubah tegangan di Generator Transformer (22).
II-90
4.5 Penerapan Kebijakan PT. Indonesia Power UBP Suralaya terhadap
Lingkungan
II-91
Pemetaan patok pengamatan gerakan tanah.
h. CW Discharge Cannal hasil limbah kondensor dari pemakaian air laut, yaitu
sepanjang 1,9 km dengan sistem saluran terbuka.
II-92
Suralaya adalah Sound Level Meter (SLM). Gambar di bawah ini adalah gamabar
SLM :
II-93
Pengendalian yang dapat dilakukan untuk pencahayaan di
lingkungan kerja adalah pemeliharaan terhadap sumber pencahayaan dan
peletakan ventilasi yang cukup di dalam ruangan. Pengukuran dilakukan dengan
alat LUX meter, Merk Krisbow Type KW06-288. Dari 146 titik, diperoleh 102
data pengukuran pencahayaan. Baku mutu dari pencahayaan dengan sifat
pekerjaan yang membutuhkan ketelitian adalah 500 lux, namun dari data yang
diperoleh di seluruh daerah pengukuran, nilainya masih di bawah 500 Lux. Dari
pengamatan di lapangan, pencahayaan di unit produksi juga dibantu dengan
pencahayaan alami sehingga pengukuran dengan Lux meter tampak rendah untuk
pencahayaan buatan. Contoh laporan hasil pengukuran pencahayaan yang
dilakukan oleh pihak divisi K3 pada bulan Juli 2014 terdapat dalam lampiran A.
Debu dominan yang dihasilkan dari proses pembakaran batu bara berupa
abu yang keluar dari cerobong dan pada saat distribusi batubara dengan belt
conveyor. Proses pembakaran batu bara menghasilkan fly ash dan bottom ash.
Abu yang sangat berpengaruh pada intensitas debu di perusahaan adalah fly ash.
PT. Indonesia Power UBP Suralaya memiliki 7 unit produksi yang pada masing-
masing unit memiliki satu Eletrostatic Precipitator sebagai penangkap abu dari
gas buang sehingga kadar abu pada debu di lingkungan industri dapat dikurangi.
Pengukuran debu di PT. Indonesia Power UBP Suralaya dilakukan oleh
LAPI ITB pada awalnya di daerah luar perusahaan, seperti Desa Lebak Gede,
Cipala Dua, Brigil, Gunung Gede dan tempat lainnya, namun pada triwulan ke-2
II-94
pada tahun 2011 diterapkan pengukuran di dalam lingkup perusahaan, yaitu di
selatan gedung ADB, depan gedung Batubara, selatan area Coal Yard, timur area
Coal Yard, dermaga baru, dermaga lama, dan dermaga tongkang..
Iklim kerja merupakan salah satu parameter penting bagi suatu kondisi
lingkungan kerja. Sebagai salah satu pembangkit listrik terbesar yang memasok
listrik Jawa-Bali maka dipastikan banyak mesin yang beroperasi dengan suhu
tinggi dan kontak langsung dengan para pekerja tidak dapat dihindarkan lagi.
Daerah dengan suhu tinggi pada unit produksi adalah seperti boiler, sebagai
tempat pembakaran batubara dan turbin karena putaran RPM nya yang tinggi
sehingga menghasilkan panas di lingkungan kerjanya.
Pengukuran pada iklim kerja di PT. Indonesia Power UBP Suralaya tidak
pernah dilakukan karena perubahan suhu yang terdapat di dalam unit dirasa tidak
terlalu ekstrim, sehingga masih dapat ditoleransi oleh tubuh pekerja. Namun,
sebagai antisipasi dari terjadinya penyakit akibat iklim kerja, maka PT. Indonesia
Power UBP Suralaya menyediakan APD yang dapat mengurangi dampak paparan
dari iklim kerja yang agak tinggi yaitu seperti sarung tangan, namun bila kondisi
memang sudah diluar batas wajar, maka dapat digunakan baju tahan api untuk
perbaikan unit yang mengalami kerusakan atau sedang dalam tahap pemeliharaan.
Sebagai pemulihan dari iklim kerja yang dianggap lebih tinggi dari suhu
biasa, 25°C, di sekitar unit produksi yang terletak di dalam ruangan terdapat
banyak ventilasi dan ruangan ber AC untuk mengembalikan metabolisme dari
para pekerja sebelum nantinya kembali melanjutkan pekerjaannya.
II-95
bisnis pembangkit tenaga listrik ini. Dalam rangka mengoptimalkan hubungan
kerjasama tersebut yang telah atau akan terjalin, maka perusahaan menerapkan
SMK3 sebagai syarat kerjasama dengan perusahaan lain skala nasional dan
OHSAS 18001 sebagai syarat kerjasama dengan perusahaan lain skala
internasional. SMK3 dan OHSAS 18001 yang diterapkan perusahaan tidak
terdapat perbedaan yang signifikan, namun untuk SMK3 terdapat syarat
penerapan yang lebih spesifik dan rinci.
OHSAS 18001 merupakan standar internasional untuk membangun dan
menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)
dalam suatu perusahaan serta secara umum paling banyak digunakan dan diterima
oleh berbagai perusahaan sebagai standar manajemen K3. Standar OHSAS 18001
disusun berdasarkan metode PDCA (Plan-Do-Check-Act). Plan atau perencanaan
bertujuan untuk membangun tujuan dan proses yang diperlukan untuk
memberikan hasil yang sesuai dengan kebijakan K3 perusahaan; Do atau
pelaksanaan adalah penerapan proses-proses yang telah direncankan: Check atau
pemeriksaan adalah suatu usaha perusahaan untuk memantau dan mengukur
proses yang berjalan terhadap kebijakan K3; serta Act atau tindakan merupakan
pengambilan tindakan untuk meningkatkan kinerja K3 secara berkelanjutan. Oleh
karena itu, pada Bab V hasil dan pembahasan yang akan diulas yaitu mengenai
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja berdasarkan OHSAS 18001
yang diterapkan perusahaan. Elemen-elemen SMK3 berdasarkan standar OHSAS
18001 yang diterapkan perusahaan adalah sebagai berikut :
Persyaratan Umum
Kebijakan K3
Perencanaan
- Identifikasi Bahaya, Penialaian Resiko dan Penetapan Pengendalian
- Peraturan Perundangan dan Persyaratan Lain
- Tujuan dan Program
Penerapan dan Operasi
- Sumber Daya, Peran, Tanggung Jawab, Akuntabilitas dan
Wewenang
- Kompetensi, Pelatihan dan Kepedulian
II-96
- Komunikasi, Partisipasi dan Konsultasi
o Komunikasi
o Partisipasi dan Konsultasi
- Dokumentasi
- Pengendalian Dokumen
- Pengendalian Operasional
- Kesiapsiagaan danTanggap Darurat
Pemeriksaan
- Pengukuran dan Pemantauan Kinerja
- Evaluasi Kesesuaian
- Penyelidikan Insiden, Ketidaksesuaian, Tindakan Perbaikan dan
Pencegahan
o Penyelidikan Insiden
o Ketidaksesuaian, Tindakan Perbaikan dan Tindakan Pencegahan
- Pengendalian Catatan
- Audit Internal
Tinjauan Manajemen
II-97
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
PT. Indonesia Power UBP Suralaya telah menerapkan dan memelihara suatu
Sistem Manajemen K3 sebagai sarana untuk menyediakan suatu proses tersruktur
untuk mencapai perbaikan kinerja K3 secara terus-menerus. Kepedulian
II-98
perusahaan ini terhadap Sistem Manajemen K3 ditunjukkan dengan membentuk
suatu divisi yang berkecimpung dalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja yaitu
divisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
II-99
sehingga organisasi ini dipimpin oleh General Manager. Perusahaan ini
memenuhi peraturan pada UU No. 1 Tahun 1970 pasal 10.
5.1.2 Kebijakan
II-100
s. Mengadakan pengawasan untuk memastikan apakah kebijakan ini sudah
dipahami, dihayati, dan dilaksanakan oleh seluruh karyawan dan mitra kerja.
t. K3 ini akan ditinjau ulang secara berkala sesuai dengan perubahan yang
terjadi dalam peraturan dan perundangan.
5.1.3 Perencanaan
II-101
lingkungan sekitar tempat pekerjaan dan juga memperhatikan mesin-mesin yang
digunakan dalam pekerjaan. Sedangkan upaya pengendalian pada tindakan tidak
aman dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain:
Salah satu identifikasi resiko yang dilakukan perusahaan adalah dengan Job
Safety Analysis (JSA). Job Safety Analysis merupakan sebuah metode yang dapat
digunakan untuk mengidentifikasi, menganalisis dan merekam langkah-langkah
yang diambil dalam melaksanakan pekerjaan tertentu serta terdapat potensi celaka
yang dapat terjadi. Penerapan JSA bertujuan untuk memastikan semua langkah
yang diambil dapat mengontrol resiko-resiko yang teridentifikasi dalam suatu
pekerjaan. JSA harus disiapkan untuk semua kegiatan yang beresiko
pentingterhadap cidera atas pekerja atau kerusakan atas properti milik perusahaan
atau lingkungan. JSA pada perusahaan adalah seperti JSA bekerja di ruang
terbatas, bekerja di tempat ketinggian, bekerja di tegangan tinggi, serta bekerja di
tempat panas. Contoh Form Job Safety Analysis (JSA) terdapat pada Lampiran A.
2. Medical Check Up
II-102
kesehatan pekerja serta keluargannya karena bagi perusahaan, kesejahteraan
karyawan adalah perhatian utama untuk dapat meningkatkan produktivitas. Pada
perusahaan ini juga terdapat klinik, ruang tindakan, dan mobil ambulance. Hal ini
menunjukkan bahwa perusahaan peduli dengan kesehatan para pekerjanya dan
juga telah mengacu pada pasal UU No. 1 Tahun 1970 pasal 8 yaitu :
II-103
Surat izin kerja panas diperlukan untuk setiap pekerjaan yang menggunakan
atau menimbulkan seumber penyalaan setempat yang dapat menyalakan
bahan yang mudah menyala. Contoh form surat izin pekerjaan panas terdapat
dalam Lampiran A. Pekerjaan panas tersebut antara lain :
Penggunaan las listrik/ las potong
Peralatan pneumatik yang menimbulkan bunga api
Mesin gerinda atau alat potong
Peralatan hot tapping
Perusahaan menjalin hubungan baik dengan semua mitra kerja dan sangat
peduli dengan mitra kerja yang ingin melakukan pekerjaan pada area perusahaan.
II-104
Mitra kerja diwajibkan juga membuat izin kerja atau permit to work agar pihak
perusahaan mengetahui secara rinci pekerjaan yang akan dilakukan dan dapat
memberitahukan tindakan-tindakan yang dapat membahayakan mitra kerja di area
pekerjaan. Pemberian izin kerja oleh perusahaan harus mengikuti prosedur Izin
Kerja. Pemberian izin kerja kepada perusahaan harus dilakukan pengecekan
terhadap formulir izin kerja yang diisi oleh mitra kerja dan juga harus mendapat
persetujuan dari pemberi job order serta pengawas lapangan. Di bawah ini
merupakan diagram alir prosedur izin kerja :
Mulai
II-105
Selesai
1. Pakaian Pelindung
Pakaian pelindung ini berfungsi untuk melindungi tubuh manusia dari
bahaya yang ada di lingkungan sekitar dan dapat melindungi terhadap banyak hal
yang dapat merusak tubuh manusia. Pakaian pelindung yang ada di PT. Indonesia
Power UBP Suralaya antara lain :
II-106
di unit-unit yang berhubungan dengan panel. Tetapi ada juga di unit
coal handling, ash handling, control room unit 1-4 dan unit 5-7,
dibagian listrik unit 1-4 dan unit 5-7, di bagian turbin unit 1-4 dan unit
5-7.
- Jas Hujan
Setiap karyawan PT. Indonesia Power UBP Suralaya mendapatkan jas
hujan. Jas hujan berfungsi melindungi dari percikan air saat bekerja.
Jas hujan dipakai apabila dalam keadaan hujan sehingga karyawan
yang bekerja tidak terkena hujan dan dipakai juga ketika sedang
mencuci alat.
- Seragam Karyawan
Karyawan PT. Indonesia Power UBP Suralaya mendapatkan baju
kerja sebanyak 2 pasang selama 1 tahun yang pelaksanaannya diatur
oleh perusahaan. Adapun pengkhususan pada baju yang dikenakan
oleh operator yang berwarna orange (merupakan baju coverall)
sedangkan baju berwarna abu-abu digunakan oleh maintenance
(bagian lapangan).
II-107
Gambar 5.4 Seragam Orange dan Seragam Abu-Abu
II-108
Gambar 5.6 Seragam Bebas
II-109
b. Alat Pelindung Kepala
Berfungsi sebagai pelindung kepala dari benda yang bisa mengenai kepala
secara langsung. Untuk melindungi bagian kepala, maka dari itu pihak PT.
Indonesia Power UBP Suralaya memberikan seluruh karyawan safety helmet.
Untuk safety helmet karyawan PT. Indonesia Power UBP Suralaya digunakan
helmet yang berwarna orange. Pemakaian helmet di perusahaan ini wajib
menggunakan helmet sebagai alat pelindung diri, baik pihak K3 maupun pihak
security akan mengingatkan dan menghimbau penggunaan helmet. Dalam
perusahaan ini tidak hanya karyawan yang menggunakan helmet, setiap orang
yang ingin beraktifitas di lingkungan perusahaan ini wajib menggunakan helmet
contohnya saja para mitra kerja yang menggunakan helmet berwarna biru
sedangkan tamu menggunakan helmet berwarna putih. Gambar di bawah ini
menunjukkan helmet yang digunakan di perusahaan ini :
Alat pelindung kaki yang digunakan di PT. Indonesia Power UBP Suralaya
adalah sepatu pengaman atau safety shoes. Safety shoes adalah sepatu pengaman
yang dirancang khusus untuk keselamatan kerja khususnya pada bagian kaki. Pada
perusahaan ini, semua orang yang ingin melakukan suatu kegiatan baik karyawan
maupun mitra kerja dan tamu diwajibkan mengenakan safety shoes, bila tidak
menggunakan maka tidak diperbolehkan untuk masuk dalam kawasan perusahaan.
Safety Shoes berfungsi untuk mencegah kecelakaan fatal yang menimpa kaki
karena tertimpa benda tajam/ berat, benda panas, cairan kimia, dsb.
II-110
Sepatu safety (safety shoes) biasanya terbuat dari bahan kulit dan sepatu ini
bersifat kuat karena terdapat besi pelindung pada bagian ujung kaki (toe cap) atau
daerah depan. Pada bagian bawah sepatu safety atau alas sepatu dibuat oil
resistant sehingga menjadikan sepatu tersebut pelindungi diri dari tergelincir
apabila mengenai suatu cairan khususnya minyak. Safety Shoes sudah pasti
bersifat water proof dan anti static sehingga umur sepatu lebih awet dibanding
sepatu pada umumnya. Struktur sepatu yang tinggi, sangat penting dalam
melindungi keamanan mata kaki. Jika dibandingkan dengan sepatu umum, safety
shoes rata-rata termasuk berat pada saat digunakan. Sepatu karet atau sepatu boot
berfungsi sebagai alat pengaman saat bekerja di tempat yang becek ataupun
berlumpur. Kebanyakan di lapisi dengan metal.
Untuk melindungi mata dari lemparan benda kecil, lemparan benda panas,
pengaruh cahaya, atau pengaruh radiasi tertentu maka dari itu di butuhkan alat
pelindung diri berupa kacamata pengaman (safety glasses). Pelindung wajah (face
shield) berfungsi untuk melindungi wajah dari percikan benda asing saat bekerja.
Pelindung muka dan mata terbuat dari bahan-bahan gelas, kaca biasa, atau plastik.
Bahan yang terbaik adalah jenis gelas yg ditempa secara panas karena bila pecah
tak menimbulkan bagian-bagian yang tajam. Bila dipasang frame tak mudah
lepas. Pelindung mata dan muka dapat digunakan pada saat pengerjaan las.
Pelindung muka juga dapat dipakai pada saat menggerinda.
II-111
Kacamata pelindung dan pelindung muka ini dalam perusahaan PT.
Indonesia Power UBP Suralaya dipakai pada tempat-tempat tertentu antara lain
bagian Coal Handling, Assembling, dan Boiler. Gambar di bawah ini
menunjukkan gambar kacamata pelindung :
Alat yang melindungi telinga dari gemuruhnya mesin yang bising, juga
penahan bising dari letupan / letusan. Alat pelindung telinga terdiri dari dua jenis
yaitu sumbat telinga (ear plug) yang dapat mengurangi intensitas suara 10 s/d 15
dB dan tutup telinga (ear muff) yang dapat mengurangi intensitas suara 20 s/d 30
db. Sumbat telinga yang baik adalah menahan frekuensi tertentu saja, sedangkan
frekuensi untuk bicara biasa (komunikasi) tak terganggu. Bahan sumbat telinga
antara lain karet, plastik keras, plastik yang lunak, lilin, kapas. Jenis yang
disenangi adalah jenis karet dan plastik lunak, karena bisa menyesuaikan bentuk
dengan lubang telinga. Gambar di bawah ini merupakan alat pelindung telinga
yang dipakai di perusahaan PT. Indonesia Power UBP Suralaya :
II-112
f. Alat Pelindung Pernafasan (Masker/ Respirator)
Masker ini berfungsi sebagai penyaring udara yang dihirup saat bekerja di
tempat dengan kualitas udara buruk (misal berdebu, beracun, dsb). Gambar di
bawah ini adalah gambar masker yang digunakan di perusahaan ini :
Berfungsi sebagai alat pelindung tangan pada saat bekerja di tempat atau
situasi yang dapat mengakibatkan cedera tangan. Bahan dan bentuk sarung tangan
di sesuaikan dengan fungsi masing-masing pekerjaan.
Alat pelindung yang digunakan berbahan dasar kulit dan serat, alat ini
didesain untuk menahan yang bervariasi berdasarkan bahan dasarnya. PT.
Indonesia Power UBP Suralaya juga menyediakan alat pelindung jatuh berupa :
II-113
- Ikat pinggang khusus diperuntukkan bagi operator alat berat.
- Safety belt khusus diperuntukkan bagi pekerja yang bekerja diatas
dengan ketinggian lebih dari 2 meter.
- Pengait Tali Pengaman.
Apabila terjadi kerusakan pada Alat Pelindung Diri yang digunakan oleh
karyawan dalam/ pada saat bekerja, lalu karyawan tersebut melaporkan kerusakan
Alat Pelindung Diri kepada pihak divisi K3 miliknya maka divisi Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (K3) PT. Indonesia Power UBP Suralaya bersedia
mengganti Alat Pelindung Diri yang rusak tersebut dan hal itu membuktikan
bahwa perusahaan sangat menjaga keselamatan dalam bekerja kepada seluruh
pekerja/ karyawannya.
Pengadaan Alat Pelindung Diri yang dimiliki oleh PT. Indonesia Power
UBP Suralaya sudah baik, mengingat kelengkapan APD dari ujung kepala hingga
ujung kaki sudah terpenuhi. Dibawah ini beberapa dasar hukum mengenai
keterkaitan Alat Pelindung Diri perusahaan dengan UU No.1 tahun 1970 antara
lain :
II-114
- Pasal 9 ayat (1) butir c : pengurus diwajibkan
menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja baru tentang alat-
alat perlindungan diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan.
- Pasal 12 butir b: memakai alat perlindungan diri yang
diwajibkan.
- Pasal 13 : barang siapa akan memasuki sesuatu tempat
kerja diwajibkan mentaati semua petunjuk keselamatan kerja dan
memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan.
- Pasal 14 butir c : Pengurus diwajibkan menyediakan
APD secara cuma-cuma.
5. Housekeeping
II-115
- Seiketsu : penjagaan atau pemeliharaan lingkungan kerja agar tetap
ringkas, rapi dan resik yang telah dicapai secara terus menerus.
- Shitsuke : melakukan tugas atau pekerjaan dengan benar sesuai dengan
prosedur yang berlaku sehingga menjamin keselamatan dan lingkungan
kerja bersih, rapi serta sehat.
II-116
No
Kegiatan Potensi Bahaya Tindakan Pencegahan
.
II-117
No
Kegiatan Potensi Bahaya Tindakan Pencegahan
.
(mata) las)
4 Mesin bubut Terkena percikan gram Isolasi proses dengan kaca atau
cover, penggunaan alat pelindung
mata (kacamata) dan alat bantu
pernafasan.
II-118
No
Kegiatan Potensi Bahaya Tindakan Pencegahan
.
memadai.
II-119
turning gear merupakan contoh aktivitas secara manual dimana resiko bahaya
yang ditimbulkan lebih tinggi.
Identifikasi bahaya dan potensi kecelakaan dalam setiap pelaksanaan
pengoperasian kerja menghasilkan hal yang positif yaitu PT. Indonesia Power
UBP Suralaya meraih zero accident dan mendapatkan penghargaan kecelakaan
nihil pada tahun 2009. Berikut adalah sertifikat kecelakaan nihil yang diraih
perusahaan.
II-120
01/MEN/1978. Mengenai kebarakan PT. Indonesia Power UBP Suralaya mengacu
pada peraturan pemerintah Kepmenaker No. Kep. 186/MEN/1999, Permenaker
No. Per. 04/MEN/1980 dan Permenaker No. Per. 02/MEN/1983. Mengenai bahan
berbahaya dan beracun perusahaan menjadikan Kepmenaker No. Kep-
187/MEN/1999 sebagai acuan tentang pengendalian bahan kimia berbahaya
ditempat kerja. Sedangkan pada kecelakaan kerja perusahaan menjadikan
Permenaker No. Per. 03/MEN/1998 sebagai dasar hukum tentang tata cara
pelaporan dan pemeriksaan kecelakaan.
PT. Indonesia Power Unit Bisnis Pembangkitan Suralaya berusaha untuk
selalu mematuhi peraturan atau ketentuan hukum yang berlaku yaitu dengan
selalu mengikuti perubahan peraturan yang ditetapkan. Divisi K3 bertugas untuk
memperhatikan setiap peraturan hukum terbaru yang berlaku dan menetapkannya.
Setiap lokasi operasi dan fungsi dapat menetapkan harapan kinerjanya dan
meninjau hasilnya sebagaimana tujuan dan sasaran pengelolaan dan kinerja K3
yang telah ditetapkan. Kemajuan dan pencapaian dari tujuan dan sasaran harus
ditinjau secara rutin serta disimpan. Tujuan K3 pada perusahaan salah satunya
adalah untuk mencegah terjadinya kecelakaan pada proses kerja. Sasaran utama
yang dituju adalah seluruh pekerja PT. Indonesia Power UBP Suralaya serta
lapangan kerja sebagai asset penting yang harus dijaga.
II-121
5.1.4 Penerapan dan Operasi
II-122
Gambar 5.17 Latihan Evakuasi
b. Melakukan seminar K3
Untuk menambah pengetahuan tentang kesehatan dalam bekerja di
perusahaan kepada karyawan, maka divisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K3) bekerja sama dengan dinas kesehatan melalui dokter perusahaan
memberikan seminar mengenai kesehatan. Karyawan yang mengikuti seminar
merupakan karyawan perwakilan tiap unit/ divisi yang ada di PT. Indonesia
Power UBP Suralaya. Dalam seminar ini didatangkan dokter-dokter yang
bekerja sama dengan perusahaan dan dokter perwakilan dari Prodia. Seminar
tersebut membahas penyakit-penyakit apa saja yang diidap oleh tenaga kerja
di perusahaan dan juga ada sesi tanya jawab karyawan kepada dokter.
c. Safety Induction
Setiap orang baru, yang ingin melakukan suatu pekerjaan dalam perusahaan
ini diwajibkan membuat izin kerja yang diurus oleh divisi Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3), setelah mengurus izin kerja maka pihak orang baru,
harus mengikuti acara kegiatan briefing yang diberikan oleh team
II-123
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), dalam safety induction tersebut
dijelaskan secara umum Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang ada di PT.
Indonesia Power UBP Suralaya. Pemberian safety induction dimaksudkan
agar semua orang yang ingin melakukan pekerjaan di perusahaan ini bekerja
sesuai standar prosedur yang berlaku serta pemberitahuan tentang bahaya
yang akan terjadi dilokasi kerja. Di bawah ini gambar yang menunjukkan
pemberian safety induction oleh divisi K3.
II-124
Gambar 5.20 Lomba Pemadam Kebakaran
5.1.4.3 Komunikasi
II-125
Gambar 5.21 Poster-Poster Anjuran dan Larangan
5.1.4.4 Dokumentasi
II-126
Gambar 5.22 Sistem Maximo
1. Eliminasi
Metode eliminasi merupakan upaya yang pertama seharusnya dilakuakan
dalam pengendalian yaitu dengan menghilangkan bahaya yang ada. Pada proses
produksi listrik oleh PT. Indonesia Power UBP Suralaya, metode ini tidak dapat
diterapkan di PT. Indonesia Power UBP Suralaya, karena seluruh mesin-mesin
digunakan untuk kegiatan produksi.
2. Substitusi
Metode substitusi ini dapat berupa substitusi mesin dan substitusi proses.
Metode substitusi mesin dapat dilakukan dengan cara mengganti mesin dengan
II-127
mesin lain yang memiliki tingkat kebisingan lebih rendah, sedangkan substitusi
proses dapat dilakukan dengan mengganti proses dengan proses lain yang lebih
sedikit menimbulkan bahaya. Namun, metode substitusi tidak dapat dilakukan di
PT. Indonesia Power UBP Suralaya karna mesin di bagian produksi tidak dapat
diganti dengan jenis mesin yang lain dan proses produksinya pun tidak dapat
dirubah karena berhubungan dengan kualitas produk yang akan dihasilkan.
3. Engineering Control
Pengendalian secara engineering control yang telah dilakukan PT.
Indonesia Power UBP Suralaya sudah dilakukan sesuai dengan keadaan proses
produksi yang berlangsung setiap harinya. Pembatasan antara mesin dan pekerja
tidak dapat dilakukan pada semua mesin karena setiap harinya ada pekerjaan yang
harus dilakukan pengecekan parameter-parameter yang terdapat pada mesin oleh
operator.
4. Administrative Control
Pengendalian yang dilakukan secara administratif sudah baik tetapi untuk
pengurangan waktu kerja tidak dapat dilakukan karena bisa mengurangi target
produksi perusahaan. Pengendalian yang sudah dilakukan oleh PT. Indonesia
Power UBP Suralaya secara administratif adalah sebagai berikut :
II-128
masker, ear plug atau ear muff , kacamata, wajib digunakan. Pemenuhan APD
kepada pekerja PT. Indonesia Power UBP Suralaya diberikan setiap satu tahun
sekali dan sistem pemberian APD diurus administrasinya oleh divisi K3
(Keselamtan dan Kesehatan Kerja).
II-129
penanggulangan keadaan darurat dan di uji dengan mengadakan simulasi
tanggap darurat. Sesuai uraian prosedur kesiagaan dan tanggap darurat setiap
dua tahun sekali Enggineer Kimia & Lingkungan, Engineer K3 &
Pengendalian resiko bersama SPS Lingkungan Hidup dan SPS K3
melaksanakan survey, mencakup antara lain potensi kejadian kebakaran
ledakan, kebocoran bahan kimia dan insiden/ kecelakaan operasional.
Pelatihan atau uji coba tanggap darurat dapat dilakukan secara bersamaan
atau terpisah oleh tim tanggap darurat. Pelatihan atau uji coba tanggap darurat
meliputi pelatihan pemadaman kebakaran, evakuasi, penanggulangan
pencemaran, penyelamatan dokumen, sedangkan simulasi kondisi keadaan
darurat sesuai prosedur telah dicoba dan diterapkan dilapangan.
Hasil pelatihan atau uji coba tanggap darurat akan direkam, dievaluasi
dan dibuatkan laporannya, apabila terjadi perubahan maka akan direvisi
sesuai kebutuhan yang mengacu pada Prosedur Tindakan Perbaikan dan
Pencegahan.. Berikut diagram prosedur kesiagaan dan tanggap darurat.
II-130
DIAGRAM KESIAGAAN DAN TANGGAP DARURAT KEBAKARAN
Kebakaran
Permohonan bantuan
external Pemadaman Tim Penyelamat
Dokumen & Evakuasi
bekerja
Pemadaman Oleh
Internal & External
GM & Pimpinan
lainnya menuju ke
PosKo pengendalian
Dapat
Tdk Sp Operasi, Abu & BB
dipadamkan/tidak
tetap
mempertahankan
pasokan listrik
Ya
Pertolongan & Evakuasi Korban
II-131
Evaluasi dan Laporan
Keadaan Darurat
Selesai
Tsunami
Ya
Selesai
II-133
keadaan darurat. Jika dirasa kondisi sudah memungkinkan dan aman maka
dilakukan perbaikan dan start up unit-unit pembangkit tenaga listrik.
Sama halnya bila terjadi kebakaran dilakukan penyelamatan dokumen, dan
evakuasi bekerja, lalu dilakukan permohonan bantuan eksternal pemadaman selain
pemadaman internal. GM & Pimpinan lainnya menuju ke PosKo pengendalian.
Pada bagian tim operator, abu, dan batubara tetap mempertahankan pasokan
listrik. Apabila api dapat dipadamkan maka dilakukan pertolongan dan evakuasi
korban. Lalu dilakukan evaluasi terhadap kondisi keadaan darurat dan membuat
laporan keadaan darurat. Jika dirasa kondisi sudah memungkinkan dan aman
maka dilakukan perbaikan dan start up unit-unit pembangkit tenaga listrik.
Sebagai bentuk kewaspadaan apabila terjadi suatu keadaan darurat, maka
PT. Indonesia Power UBP Suralaya membuat rute evakuasi yang terdapat pada
tiap gedung atau lokasi yang berujung pada titik evakuasi yang terdapat di 5
(lima) titik dengan lokasi asal berbeda-beda. Tabel di bawah ini menjelaskan
lokasi-lokasi tempat evakuasi yang ada di PT. Indonesia Poewer UBP Suralaya :
II-134
Pada perusahaan ini juga terdapat Pos Komando (PosKo) yang juga
digunakan untuk pos penanggulangan dan pengendalian, di bawah ini adalah
tabel-tabel yang menjelaskan lokasi pos komando di IP UBP Suralaya :
Tabel 5.3 Pos Komando Pengendalian di PT. Indonesia Power UBP Suralaya
NO LOKASI LINGKUP AREA KETERANGAN
1 Control Room 1-4 Peralatan Unit 1-4
2 Control Room 5-7 Peralatan Unit 5-7
3 Control Room Ash Handling 1-4 Peralatan Ash Handling
1-4 Pos Komando
4 Control Room Ash Handling 5-7 Peralatan Ash Handling Penanggulangan
5-7 Keadaan Darurat
5 Tower-G/CHCR Peralatan Coal Handling
5-7
6 Pos Keamanan-2 Gedung Admistrasi, TET
7 Jl. Riam Kanan No.19 Komplek Seluruh area pembangkit Pos Komando
PLTU Suralaya Suralaya, bila terjadi Pengendalian
tsunami Tsunami
(Sumber : Prosedur Kesiagaan dan Tanggap Darurat IP Suralaya)
Peta dan jalur evakuasi dipasang disetiap unit-unit dan juga pada gedung-
gedung yang ada di PT. Indonesia Power UBP Suralaya. Hal ini merupakan salah
satu cara penanggulangan keadaan darurat dan bahaya agar semua karyawan,
mitra, bahkan tamu mengetahui dimana letak tempat evakuasi/ berkumpul serta
menunjukkan bahwa pihak perusahaan juga berupaya untuk melindungi
keselamatan setiap orang ang ada di perusahaan tersebut. Perusahaan ini juga
memiliki pos komando penanggulangan dan pengendalian untuk kesiagaan dan
tanggap darurat. Gambar di bawah ini menunjukkan peta dan jalur evakuasi yang
ada di PT. Indonesia Power UBP Suralaya :
II-135
Gambar 5.26 Peta dan Jalur Evakuasi
II-136
Terdapat perbedaan antara penanganan kondisi darurat dalam hal ini
adalah ketika terjadi kebakaran yang terjadi pada jam kerja dengan kebakaran
yang terjadi pada hari libur/ shift malam. Jika terjadi pada jam kerja pertama-tama
melaporkan pada ketua Tim Tanggap Darurat dalam hal ini General Manager lalu
setelah itu mengkoordinasikan dengan koordinator area 1-7 dan Coal/ Ash untuk
mengambil tindakan penanggulangan. Sedangkan jika terjadi pada hari libur/ shift
malam maka langsung dilaporkan pada pemimpin operasi pengendalian keadaan
darurat yaitu koordinator area 1-7 dan Coal/ Ash melaporkan kebakaran yang
terjadi kepada ketua (General Manager), dan juga mengkoordinir kegiatan
penanggulangan keadaan darurat yang terjadi dengan memberikan instruksi
mengenai tindakan yang harus dilakukan oleh koordinator operasional/ K3.
Kebakaran merupakan potensi bahaya yang sangat mungkin terjadi di PT.
Indonesia Power UBP Suralaya. Sebagai perusahaan dengan hasil produksi yang
vital, fasilitas pengendalian kebakaran sangat penting keberadaannya. Fasilitas
pengendalian kebakaran pada unit produksi dapat berupa APAR, hydrant, hose
cabinet, hose reel, dan pasir PMK.
II-137
sebanyak 805 buah yang tersebar di berbagai lokasi. Pemeriksaan APAR
beserta alat pemadam kebakaran lainnya dilaksanakan setiap sebulan sekali
dan di laporkan dalam kegiatan K3. Beberapa lokasi peletakan APAR
terdapat dalam Lampiran A.
II-138
c. Hose Cabinet
Hose Cabinet seperti pada gambar 5.30 merupakan box yang menyimpan
selang berdiameter 2,5 inch,11/ 2 inch dan nozzle, bisa berupa nozzle spray atau
nozzle gun. Kelengkapan Hose Cabinet meliputi selang, kunci T, kopling, jet
nozzle, dan hand whell. Hose Cabinet ditempatkan di dekat hydrant adar
penanggulangan kebakaran dapat dilakukan secepatnya.
d. Hose Reel
Hose Reel merupakan alat pemadam kebakaran yang berupa selang
panjang dan nozzle. Selang dan nozzle ini digunakan mengalirkan air dari
hydrant. Bentuk dari hose reel terdapat pada gambar 5.31.
II-139
PT. Indonesia Power UBP Suralaya mempunyai 407 buah hose reel dan
inspeksi yang dilakukan dari pihak K3 terhadap hose reel dilakukan sebulan
sekali yaitu mengecek kelengkapannya dari setiap hose reel yang terdiri dari
main valve, ball valve, whell, hose, dan nozzle.
e. Pasir PMK
Pasir pemadam kebakaran atau dapat disebut juga dengan pasir PMK
merupakan alat pemadam api tradisional berupa pasir yang dapat digunakan
sebagai alat pemadam kebakaran kecil dan dapat juga digunakan untuk
pembersih dari ceceran minyak. Pasir PMK diletakkan di sebuah drum
terbuka dan letaknya di sisi-sisi jalan sebagai antisipasi awal dari insiden
kebakaran atau duga kejadian keterbakaran seperti pada gambar 5.32.
f. Mobil Damkar
Mobil damkar merupakan mobil pemadam kebakaran yang dimiliki PT.
Indonesia Power UBP Suralaya yang jumlahnya ada 2 unit, yaitu B 9329 Hq
dan B 9339 Hq. Salah satu mobil damkar PT. Indonesia Power UBP Suralaya
terdapat pada gambar 5.33. Mobil tersebut disediakan untuk antisipasi dari
kebakaran yang mungkin terjadi di perusahaan. Inspeksi terhadap mobil
II-140
damkar dilakukan setiap minggu oleh divisi K3. Contoh lembar inspeksi
mobil damkar terdapat dalam Lampiran A.
5.1.5 Pemeriksaan
II-141
pengukuran dilakukan untuk mengetahui sejauh mana penerapan K3 dan
pengendalian bahaya yang sudah dilakukan.
Pengukuran yang berkaitan dengan K3 pada PT. Indonesia Power UBP
Suralaya adalah pengukuran fisik lingkungan kerja. Pengukuran ini diantaranya
adalah pengukuran kebisingan, pencahayaan serta debu.
1. Kebisingan
Kebisingan yang dihasilkan perusahaan ini berasal dari mesin-mesin
produksi listrik. Mesin/ alat produksi listrik yang digunakan pada perusahaan ini
sangat kompleks sehingga bising yang dihasilkan bervariasi tergantung pada
jenis-jenis mesin yang digunakan. Kebisingan yang terjadi di perusahaan ini juga
merupakan akumulasi dari getaran-getaran yang dihasilkan oleh mesin-mesin
produksi.
Kebisingan yang ada di PT. Indonesia Power UBP Suralaya termasuk pada
Intermitten/ Interuted Noise secara kontinyu yaitu kebisingan dimana suara
mengeras dan kemudian melemah secara perlahan-lahan. Dan hal tersebut terjadi
pada saat start up (menyalakan) mesin. Sumber kebisingan yang ada di
perusahaan ini terdapat pada bagian-bagian alat mesin contohnya conveyor, boiler
(pulvarizer), dan turbin (generator) yang nilai kebisingannya melebihi ambang
batas yaitu lebih dari 85 dB tidak sesuai dengan Kepmennaker No. KEP-51/
MEN/ 1999 pasal 3 ayat (1) dan waktu pemaparan beserta intensitas
kebisingannya terdapat pada Lampiran II Kepmennaker No. KEP-51/ MEN/ 1999.
Pengendalian pada media bising perusahaan ini telah membuat ruang
kontrol secara terpisah dengan sumber bising (mesin produksi), sehingga
karyawan yang mengontrol pekerjaan tidak terganggu oleh kebisingan dan
pekerjaannya pun dapat terkonsentrasi. Kemudian jarak sumber bising dengan
pemukiman juga tidak terlalu dekat, hal tersebut menjadikan kebisingan di
perusahaan tersebut tidak mengganggu lingkungan sekitar. Lalu ditinjau dari cara
pengendalian terhadap penerima khususnya pekerja yang bekerja di daerah sekitar
kebisingan/ sumber kebisingan diwajibkan memakai alat pelindung diri. APD
yang disediakan di perusahan ini berupa ear plug dan helmet yang dilengkapi
dengan ear muff. Ear Plug dapat mengurangi tingkat kebisingan hingga 10-20 dB.
II-142
Sedangkan helmet yang dilengkapi Ear Muff dapat mengurangi kebisingan hingga
50 dB.
Selain itu pengendalian kebisingan terhadap tenaga kerja juga dilakukan
rotasi (pertukaran) tenaga kerja yang memiliki kompetensi yang sama
dibidangnya dan rotasi ini dilakukan juga atas rekomendasi dokter perusahaan, di
maksudkan agar resiko dari kebisingan tidak terjadi terlalu fatal. Tenaga kerja
yang bekerja disekitar sumber suara/ bising melakukan pemeriksaan kesehatan
secara berkala.
Dan pengendalian pada sumber bising (misalnya generator transformer) di
pasang beberapa tembok beton berfungsi mengurangi penyebaran resiko
kecelakaan dan juga berguna untuk mengurangi getaran dari mesin yang juga
dapat mengakibatkan kebisingan. Gambar di bawah ini menunjukkan pemasangan
beton :
II-143
Gambar 5.34 Beton Pembatas
II-144
Pengukuran Kebisingan UBP Suralaya bulan Juli tahun 2014 terdapat pada
Lampiran A.
Dibawah ini merupakan tabel yang menunjukkan implementasi kebisingan
di PT. Indonesia Power UBP Suralaya dengan Kepmennaker No. KEP-51/ MEN/
1999 dan Kepmen LH No. 48 Tahun 1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan :
II-145
Bagian Yang
Implementasi
Relevan Isi Ringkasan Keterangan
Pasal Ayat Sudah Belum
kebisingan sekurang-kuragnya 3 (tiga) kebisingan dan hasilnya
bulan sekali dilaporkan 1 bulan sekali.
(4) Kewajiban mentaati ayat (1) dicantumkan √ Pada daerah yang memiliki
dalam izin yang relevan untuk kebisingan > 85 dBA, maka
mengendalikan tingkat kebisingan perusahaan mewajibkan
pekerjanya untuk
menggunakan APD dan
bekerja dengan sistem shift.
(Sumber : Analisis Penulis, 2014)
2. Pencahayaan
Pencahayaan di seluruh daerah pengukuran seluruhnya dibawah 500 lux
sebagai nilai ambang batas pencahayaan untuk pekerjaan dengan waktu kerja
relatif lama atau hampir delapan jam yang memerlukan ketelitian. Pengukuran
pencahayaan menggunakan alat yaitu Lux Meter.
Pengukuran iklim kerja di lingkungan kerja seharusnya dilakukan sebulan
sekali, dan juga sebagai bentuk inspeksi lingkungan kerja. Dengan dilakukannya
inspeksi pencahayaan secara rutin, maka tingkat kecelakaan kerja ataupun
menurunnya efisiensi kerja akibat kurangnya pencahayaan dapat dihindari. Data
Laporan Pengukuran Penerangan UBP Suralaya bulan Juli tahun 2014 terdapat
pada Lampiran A.
Dalam Peraturan Menteri Perburuhan No. 7 tahun 1964 tentang ”Syarat-
Syarat Kesehatan, Kebersihan serta Penerangan dalam Tempat Kerja, terdapat
ketentuan-ketentuan tingkat penerangan pada suatu tempat kerja tergantung dari
jenis pekerjaan yang dilakukan. Dibawah ini merupakan tabel yang menunjukkan
implementasi pencahayaan di PT. Indonesia Power UBP Suralaya dengan P.M.P
No.7 tahun 1964 :
II-146
Bagian Yang
Implementasi Keterangan
Relevan Isi Ringkasan
Pasal Ayat Sudah Belum
12 (1) Jika cahaya matahari tidak mencukupi √ Telah dipasang lampu
penerangan, maka harus diadakan (penerangan tambahan)
penerangan tambahan atau pengganti dan dibuat jendela dari
cahaya matahari. kaca bening agar cahaya
matahari dapat masuk.
(2) Untuk pekerjaan yang dilakukan pada √ Telah dipasang lampu-
malam hari harus diadakan penerangan lampu sesuai dengan
buatan yang aman dan cukup kebutuhan.
intensitasnya.
(7) Sumber cahaya yang digunakan tidak √
boleh menyilaukan/ bayangan/ kontras -
yang menganggu pekerjaan.
13 (1) Setiap tempat kerja yang dipergunakan √ Terdapat emergency
waktu malam hari harus menyediakan lamp dan genset apabila
alat-alat penerangan darurat. keadaan darurat.
(4) Jalan-jalan keluar seperti pintu, gang- √ Terdapat lampu pada
gang dan lainnya harus memiliki lorong-lorong dan dicat
penerangan darurat, dan diberi tanda dengan cat fosfor
pengenal dengan cat-luminous sehingga menyala dalam
gelap.
14 (1) Kadar penerangan diukur dengan alat √ Pengukuran intensitas
pengukur cahaya yang baik setinggi pencahayaan diukur
tempat kerja, atau setinggi perut untuk dengan Luxmeter.
penerangan umum.
(2) Penerangan darurat harus mempunyai √
kekuatan paling sedikit 5 Lux (0,5 -
ft.candles)
(3) Penerangan untuk halaman dan jalan di √
lingkungan perusahaan paling sedikit
-
memiliki kekuatan 20 Lux (2
ft.candles)
(4) Penerangan yang cukup untuk √ Pencahayaan diantaranya
II-147
Bagian Yang
Implementasi Keterangan
Relevan Isi Ringkasan
Pasal Ayat Sudah Belum
pekerjaan membedakan barang besar pada Daerah Gedung
dan kasar harus min. 50 Lux (5 Administrasi, Gedung
ft.candles) Sentral, dan Ruang
Gedung Batubara yang
merupakan kantor serta
pada lorong-lorong
Turbin, Generator dan
Condensor dimana
banyak pekerja hanya
berlalu-lalang sudah
memenuhi Nilai Ambang
Batas (NAB)
(5) Penerangan yang cukup untuk √ Pencahayaan pada
pekerjaan membedakan barang kecil Control Room I-IV dan
sepintas lalu harus min. 100 Lux (10 V-VII sudah > NAB, di
ft.candles) mana di daerah tersebut
pekerja dan operator
bekerja secara berkala
mengecek panel-panel
listrik.
(6) Penerangan yang cukup untuk √ Pencahayaan pada
pekerjaan membedakan barang kecil Daerah Bengkel Umum I-
yang agak teliti harus min. 200 Lux IV dan V-VII masih <
(20 ft.candles) 200 lux. Di mana pada
daerah bengkel tersebut
dilakukan pekerjaan
mengelas, menggerinda,
dan menggunakan mesin
bubut.
(Sumber: Analisis Penulis, 2014)
II-148
3. Debu
Pengukuran debu di lingkungan perusahaan pada awalnya dilakukan di
luar lingkungan sebagai monitoring dampak yang ditimbulkan proses produksi
terhadap lingkungan, namun pada triwulan kedua tahun 2011 mulai diterapkan
pengukuran oleh divisi Lingkungan terhadap konsentrasi debu dalam lingkungan
perusahaan yaitu terdapat di 7 titik, pada selata gedung ADB, depan gedung
batubara, selatan area Coal Yard, Timur area Coal Yard, dermaga baru, dermaga
lama, dan dermaga tongkang. Pengukuran intensitas debu yang berhubungan
dengan kesehatan kerja pekerja sebaiknya ditangani oleh divisi K3 sebagai bagian
dari inspeksi lingkungan kerja dan dilakukan rutin setiap sebulan sekali.
4. Iklim Kerja
Pengukuran iklim kerja di lingkungan kerja belum dilakukan di PT.
Indonesia Power UBP Suralaya. Pengukuran temperatur sebenarnya berguna
untuk memantau kinerja alat karena bila tiba-tiba terjadi kenaikan temperatur
yang signifikan, dapat disadari oleh pihak K3 untuk ditangani lebih lanjut.
Iklim kerja yang tinggi dapat mempengaruhi kinerja dari para pekerja yang
mungkin dapat mengakibatkan dehidrasi. Oleh karena itu, sebagai pengendalian
dari perusahaan, ditempatkan ruangan control yang ber AC dan banyak ventilasi
di sekat unit produksi sehingga pekerja dapat beristirahat dan memulihkan kondisi
tubuh akibat temperatur yang lebih tinggi dari suhu ruangan.
5.1.5.2 Evaluasi
II-149
divisi K3. Dalam mengukur, memantau, dan mengevaluasi kinerja K3. Divisi K3
perusahaan melakukan inspeksi ke seluruh area perusahaan, dimana evaluasi ini
difokuskan pada penerapan K3 diperusahaan dan kondisi bahaya kerja baik dari
peralatan kerja itu sendiri maupun manusia (karyawan). Kegiatan inspeksi ini
meliputi:
1. Mengidentifikasi kondisi yang kurang memenuhi persyaratan keselamatan
individu maupun peralatan yang dampaknya dapat mengakibatkan kecelakaan.
2. Mencatat semua yang kurang memenuhi syarat K3 untuk disampaikan kepada
yang berkewajiban melakukan pembenahan/ perubahan.
3. Melakukan kontrol langsung ke daerah pabrik untuk mengamati kegiatan kerja,
peralatan pabrik dan alat-alat keselamatan yang berada di lingkungan pabrik
dalam rangka pencegahan terhadap tindakan membahayakan yang mungkin
dilakukan oleh karyawan maupun orang lain dan dapat menimbulkan
kecelakaan kerja.
Apabila pihak K3 menemukan adanya temuan-temuan hasil inspeksi di
lapangan yang memungkinkan menimbulkan kondisi berbahaya diakibatkan
peralatan dan kondisi lingkungan kerja, maka selanjutnya dapat dilakukan
tindakan perbaikan dan pencegahaan. Inspeksi tidak hanya pada peralatan tetapi
juga manusianya baik itu karyawan perusahaan, mitra kerja, dan tamu perusahaan
agar semua terlindungi dari kecelakaan kerja.
II-150
Evaluasi ketidaksesuaian dan tindakan koreksi sangat diperlukan untuk
mengantisipasi kejadian berulang. Apabila hasil evaluasi tidak efektif, maka akan
dibahas kembali dalam rapat dan membentuk tindak lanjut yang baru. Jika hasil
evaluasi efektif maka akan dikomunikasiakan kepada karyawan mengenai
tindakan perbaikan dan tindakan pencegahan yang diambil dan tidak lepas dari
peninjauan setelah berjalannya tindakan.
5.1.5.4 Audit
Audit yang dijalankan diperusahaan ini ada dua jenis yaitu audit internal
dan audit eksternal. Audit internal dilakukan oleh perusahaan ini dengan periode 6
(enam) bulan sekali dengan tim auditor yaitu tim intern dari perusahaan PT.
Indonesia Power UBP Suralaya (orang yang memiliki sertifikat sebagai auditor).
Audit ini dilakukan dan juga berfungsi untuk tetap menjaga dan menjamin
pelaksanaan SMK3 berjalan dengan baik demi mempertahankan sertifikasi SMK3
dan bendera emas yang telah diraih, memastikan kegiatan SMK3 dilaksanakan
secara efektif, dan memastikan ketidaksesuaian atau penyimpangan yang
ditemukan dalam pemeriksaan sebelumnya telah ditindaklanjuti sehingga tidak
terulang kembali, serta pemenuhan SMK3 terhadap persyaratan audit eksternal.
Sedangkan audit eksternal dilakukan dalam kurun waktu 1 tahun sekali dengan
tim auditor yaitu badan audit yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja. Audit ini
berfungsi untuk pembuktian penerapan dan kinerja K3 pada PT. Indonesia Power
UBP Suralaya sesuai dengan SMK3 dan ketentuan hukum yang berlaku di
Indonesia.
Baik audit internal maupun eksternal memiliki cakupan audit yang sama
yaitu Lingkungan, Mutu dan SMK3, audit yang dilaksanakan mengacu pada
Permanaker maupun ISO, audit dilakukan untuk mengetahui kesesuaian data yang
terdapat pada dokumen-dokumen yang ada dengan implementasi di lapangan
sehingga bisa diketahui seberapa efektifnya penerapan K3 di perusahaan. Dari
hasil audit didapat nilai yang baik dikarenakan temuan yang ada tidak terlalu
signifikan sehingga perusahaan ini pantas mempertahankan predikat perusahaan
yang menerapkan SMK3 dengan baik. Hasil audit digunakan oleh pengurus dalam
pelaksanaan tinjauan ulang manajemen.
II-151
Semua hasil temuan dari pelaksanaan pemantauan, audit SMK3
didokumentasikan dan digunakan untuk identifikasi tindakan perbaikan dan
pencegahan serta pihak manajemen menjamin pelaksanaanya secara sistematik
dan efektif. Telah dibahas pada bab 4, perusahaan ini mendapatkan sertifikat
SMK3 dari TUV Certificate. Kemudian pada tanggal 18 Februari 2010 PT.
Indonesia Power UBP Suralaya berhasil meraih penghargaan Nihil Kecelakaan
(Zerro Accident) dan Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3)
dari Pemerintah Kota Cilegon. PT. Indonesia Power UBP Suralaya mendapat
penghargaan Nihil Kecelakaan pada urutan pertama dan penghargaan P2K3 pada
urutan ke 7 (tujuh).
II-152
pecegahan dan pengendalian bahaya ataupun kebijakan K3 periode mendatang.
Pihak manajemen perusahaan akan melakukan peninjauan ulang dan melakukan
tindakan perbaikan sistem manajemen jika terjadi ketidaksesuaian antara
penerapan di lapangan dengan sistem manajemen perusahaan yang ada atau jika
perlu akan dilakukan perubahan struktur, kebijakan, tujuan dan sasaran K3 serta
unsur lain dari SMK3.
II-153
Bagian Yang Relevan Implementasi
Isi Ringkasan
Bab Pasal Ayat Sudah Belum
uap gas, hembusan angin, cuaca,
sinar, atau radiasi suara dan getaran
(h) Mencegah dan mengendalikan √
tumbulnya penyakit akibat kerja
baik fisik maupun keracunan psikis,
peracunan, infeksi, dan penularan.
(i) Memperoleh penerangan yang √
cukup sesuai
(j) Menyelenggarakan suhu dan √
kelembaban udara yang baik
(k) Menyelenggarakan penyegaran √
udara yang cukup
(l) Memelihara kebersihan, kesehatan √
dan ketertiban
IV 8 (1) Pengurus wajib memeriksakan √
kesehatan tenaga kerja
(2) Pengurus melakukan memeriksaan √
kesehatan tenaga kerja secara
berkala
(3) Norma-norma pengujian kesehatan √
V 9 (1) Pengurus wajib menunjukkan dan √
menjelaskan (b) APD dalam tempat
kerja dan (c) APD bagi tenaga kerja
VI 10 (1) Pembentukan P2K3 √
VII 11 (1) Pengurus wajib melaporkan √
kecelakaan dalam tempat kerja
VIII 12 (b) Tenaga kerja wajib memakai APD √
IX 13 Memasuki tempat kerja wajib taat √
petunjuk keselamatan kerja dan
memakai APD
X 14 (c) Pengurus wajib menyediakan √
secara cuma-cuma APD
(Sumber : Analisis Penulis, 2014)
II-154
Tabel 5.8 Implementasi Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 Tentang
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja di PT. Indonesia
Power UBP Suralaya
Bagian Yang Relevan Isi Ringkasan Implementasi
K3 √
II-155
Bagian Yang Relevan Isi Ringkasan Implementasi
2. Perbandingan penerapan K3 √
dengan perusahaan dan sektor lain
yang lebih baik;
√
3. Peninjauan sebab akibat kejadian
yang membahayakan;
4. Kompensasi dan gangguan serta √
hasil penilaian sebelumnya yang
berkaitan dengan keselamatan; dan
√
5. Penilaian efisiensi dan efektivitas
sumber daya yang disediakan. √
b. Memperhatikan peningkatan
kinerja manajemen K3 secara terus-
menerus; dan
√
c. Memperhatikan masukan dari
pekerja/buruh dan/atau serikat
pekerja/serikat buruh.
10 (1) Pelaksanaan rencana K3 dilakukan √
oleh pengusaha berdasarkan
rencana K3
(2) Pengusaha dalam melaksanakan √
rencana K3 didukung oleh sumber
daya manusia di bidang K3,
prasarana, dan sarana
(3) Sumber daya manusia harus
memiliki:
II-156
Bagian Yang Relevan Isi Ringkasan Implementasi
II-157
Bagian Yang Relevan Isi Ringkasan Implementasi
pendokumentasian rencana K3
c. Pengendalian perancangan dan √
peninjauan kontrak
√
d. Pengendalian dokumen
e. Pembelian dan pengendalian √
produk
f. Keamanan bekerja berdasarkan √
SMK3
√
g. standar pemantauan
h. pelaporan dan perbaikan √
kekurangan √
i. pengelolaan material dan
perpindahannya
j. pengumpulan dan penggunaan √
data
√
k. pemeriksaan SMK3
l. pengembangan keterampilan √
dan kemampuan
17 (1) Hasil audit dilaporkan kepada √
II-158
Bagian Yang Relevan Isi Ringkasan Implementasi
II-159
Implementasi
Klausul Isi Klausul
Sudah Belum
Tindakan Perbaikan dan Pencegahan
4.5.4 Pengendalian Catatan √
4.5.5 Audit Internal √
4.6 Tinjauan Manajemen √
(Sumber : Analisis Penulis, 2014)
II-160
5.4 Evaluasi Keselamatan Kerja
BAB VI
PENUTUP
II-161
6.1 Kesimpulan
II-162
LAMPIRAN A
II-163
II-164
II-165
LAMPIRAN B
II-166
II-167
II-168
II-169
II-170
II-171
II-172
II-173
II-174
II-175
II-176
II-177
II-178
II-179
II-180
II-181
II-182
II-183
II-184
II-185