Anda di halaman 1dari 13

LATAR BELAKANG LAHIRNYA AHLUSSUNNAH WAL

JAMA’AH SECARA KELEMBAGAAN ( IMAM ABU HASAN


AL-ASY’ARI DAN IMAM ABU MANSYUR AL-MATURIDZI)

Makalah
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam 2 oleh
Dosen pengampuh Irfan Musadat,S.Ag,M.A

Disusun oleh Kelompok 1 Semester 2 :


1. Maulia Anggraeni (1886206043)
2. Siti Qomariyatul U (1886206044)

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM RADEN RAHMAT
APRIL 2019

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan tugas
makalah tentang “Larat Belakang Lahirnya ASWAJA dalam kelembagaan Imam
Abu Hasan Al-Asy’ari dan Abu Mansyur Al-Maturidzi” dengan benar.

Pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terimakasih kepada


semua pihak yang telah membantu terselesaikannya makalah ini, semoga Allah
SWT membalas amal kebaikannya. Amin.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan didalamnya.
Untuk itu, penulis mengharap kritik serta saran dari pembaca yang sifatnya
membangun supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik
lagi. Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis
mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Malang, 10 April 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................1
1.1 Latar belakang......................................................................................1
1.2 Rumusan masalah.................................................................................1
1.3 Tujuan...................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................2
2.1 Pengertian Aswaja................................................................................3
2.2 Biografi Imam Abu Hasan Al-Asy’ari dan
Imam Abu Mansyur Al-Maturidzi........................................................3
2.3 Latar belakang lahirnya Al-Asy’ariyah dan Al- Maturidziyah.............5
BAB III PENUTUP..........................................................................................9
3.1 Kesimpulan...........................................................................................9
3.2 Saran.....................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................10

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ahlussunnah wal Jama’ah memang “satu istilah” yang mempunyai “banyak
makna”, sehingga banyak golongan dan faksi dalam Islam yang mengkalim
dirinya adalah “Ahlussunnah wal Jama’ah “. Seperti nyang dinyatakan Dr. Jalal
M. Musa dalam Nasy’at al-Asy’ariyahnya, bahwa Ahlussunnah wal Jama’ah itu
mempunyai pengertian yang luas sekali. Yang sangat luas tersebut mengatakan,
bahwa Ahlussunnah wal Jama’ah ialah yang selain syi’ah, sehingga dalam
pengertian ini Mu’tazilah, Khawarij juga masih masuk kelompok Ahlussunnah.
Sebaliknya, pemaknaan yang sangat terbatas mengatakan bahwa Ahlussunnah wal
Jama’ah adalah identik dengan al-Asy’ariyah.
Diantara macam-macam pendapat yang muncul, terdapat ulama dan pemikir
Islam mengatakan, bahwa Ahlussunnah wal Jama’ah itu merupakan golongan
mayoritas umat Islam di dunia sampai sekarang, yang secara konsisten mengikuti
ajaran dan amalan (sunnah) Nabi Muhammad s.a.w dan para sahabat-sahabatnya,
dan membela serta memperjuangkan berlakunya ditengah-tengah kehidupan
masyarakat Islam. Memang diakui bahwa Ahlussunnah wal Jama’ah ini tidak
muncul dari dalam satu momentum saja, tetapi berkembang dalam proses
kehidupan sosial yang panjang, melintasi banyak wilayah geografis dan budaya
yang beraneka ragam, bersentuhan dengan berbagai macam peristiwa politik dan
kemanusiaan bersinggungan dengan aneka macam kemajuan keilmuan dan
peradapan, maka cara dan visi pemahaman dan penafsiran terhadap apa yang
disebut sebagai “Sunnah Nabi beserta sahabatnya” (ma ana ‘alaihi wa ash-habiy)
itu tidak mudah disatukan atau disamakan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi Aswaja?
2. Siapakah Imam Abu Hasan Al-Asy’ari dan Imam Abu Mansyur Al-
Maturidzi itu?
3. Apa yang melatar belakangi lahirnya aliran Al-Asy’ariyah dan Al-
Maturidziyah?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui definisi Aswaja
2. Mengetahui biografi Imam Abu Hasan Al-Asy’ari dan Imam Abu
Mansyur Al- Maturidzi
3. Mengetahui latar belakang lahirnya aliran Al-Asy’ariyah dan Al-
Maturidziyah

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Ahlussunnah Wal Jama’ah
ASWAJA merupakan singkatan dari Ahlus Sunnah Wal Jama’ah yang
terdiri dari tiga istilah,yaitu:
a. Ahlu,berarti keluarga,golongan,atau pengikut
b. As-sunnah,berarti metode atau cara
c. Al-jama’ah berasal dari kata ijtima’ yang artinya perkumpulan.
Ahlussunnah Wal jama’ah adalah mereka yang mengikuti dengan
konsisten semua jejak langkah yang berasal dari Nabi Muhammad SAW
dan membelanya. Dalam kajian ilmu kalam,istilah ahlus sunnah wal
jam’ah sudah dipakai sejak masa sahabat,sampai generasi-generasi
berikutnya. Penyebutan ahlus sunnah wal jama’ah juga digunakan untuk
membedakan kelompok ini dari kelompok lain seperti
Syi’ah,Khowarij,Murji’ah,dan Mu’tazilah. Dan dari istilah tersebut oleh
sebagian banyak para ahli diambil dari hadits nabi SAW. Yang
menerangkan akan terpecahnya umat islam menjadi 73 golongan,antara
lain hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah At-Turmudzi,yang artinya:
“Nabi SAW. Memberitahu: bahwa ummatku akan terpecah menjadi
73 golongan,yang selamat hanya satu,lainnya binasa. Beliau ditanya:
Siapa yang selamat? Beliau menjawab: Ahlussunnah wal jama’ah.
Ditanya lagi: siapa itu Ahlussunnah wal Jama’ah? Beliau menjawab:
yang mengikuti apa yang saya lakukan beserta para sahabatku”.
2.2 Biografi Abu Hasan Al- Asy’ari dan Abu Mansyur Al-Maturidzi
1. Abu Hasan Al- Asy’ari
Imam Abu Hasan Al-Asy’ari lahir di Basrah, 260 H/873 M, dan wafat di
Bagdad, 324 H/935 M. seorang ahli hukum islam (fiqih) terkenal, pemuka teolog
islam dan pendiri aliran Asy’ariyah. Beliau mempunyai hubungan nasab dengan
sahabat Nabi SAW. yaitu Abu Musa Al-Asy’ari r.a yang banyak meriwayatkan
hadits beliau.
Ajaran-ajaran Al-Asy’ari dapat diketahui dengan dari kitab-kitab yang
ditulisnya, salah satunya yaitu Al-Ibanah ‘an Ushul Ad-Diyanah yang artinya

2
uraian tentang prinsip-prinsip agama, serta kitab Maqalat Al-Islamiyin yang
artinya maqalah mengenai orang-orang islam.
2. Abu Mansyur Al-Maturidzi
Imam Abu Mansyur Al-Maturidzi lahir di Maturidz Samarkand, yang
tanggal kelahirannya sulit dilacak, diperkirakan pada pertengahan abad ke-3 H.
tetapi wafat Al-Maturidzi disebutkan oleh banyak referensi adalah pada tahun 333
H. al-Maturidzi sebagai pendiri aliran Maturidziyah, adalah seorang ahli fiqih
Madzhab Hanafi, belajar fiqih Hanafi pada dua orang ulama besar Madzhab
Hanafi, yaitu Muhammad bin Muqotil Ar-Rozi dan Nushair bin Yahya Al-Balkhi.
Ia mrempunyai hubungan nasab dengan sabahat Nabi SAW.yaitu Abu Ayyub Al-
Anshori.

3
2.3 Latar belakang lahirnya Al-Asy’ariyah dan Al- Maturidziyah
a. Latar belakang lahirnya Al-Asy’ariyah
Nahdlatul Ulama melalui Qanun Asasinya maupun keputusan-keputusan
organisatorisnya yang resmi, seperti Muktamar atau Munas (Musyawarah
Nasional), telah menetapkan dalam masalah Aqidah mengikuti Imam Abu Hasan
Al-Asyari atau Imam Abu Mansur Al-Maturidi, dua Imam Ahlussunnah wal
Jama’ah yang paling populer di dunia Islam sampai sekarang. Dengan demikian
warga Nadliyin dengan sadar atau ikut-ikutan telah menyatakan dirinya sebagai
golongan “Asy’ariyah atau Maturidiyah” (golongan yang mengikuti Imam Al-
Asy’ri atau Imam Al-Maturidi).
Imam Abu Hasan Al-Asy’ri (lahir di Basrah, 260 H / 873 M, dan wafat di
Bagdad, 324 H / 935 M). Seorang ahli hukum (fiqih) terkenal, pemukateolog
Islam dan pendiri aliran Asy’ariyah. Ia mempunyai hubungan nasab dengan
sahabat Nabi s.a.w, yaitu Abu Musa Al-Asy’ari r.a. yang banyak meriwayatkan
hadits beliau. Dalam Ilmu Kalam, aliran ini sering disebut sebagai aliran
tradisional. Pada mulanya, Al-Jubbai’i adalah seorang tokoh Mu’tazilah. Karena
itulah, menurut Al-Askari, Al Jubai’i berani mempercayakan perdebatan dengan
lawan kepada Al-Asy’ari. Ini merupakan indikasi bahwa Al-Asy’ari sebagai salah
seorang pengikut Mu’tazilah yang tangguh.
Namun, karena sebab-sebab yang tidak begitu jelas, Al-Asy’ari “walaupun
telah puluhan tahun menganut paham Mu’tazilah” akhirnya meninggalkan ajaran
tersebut. Menurut Ibn Asakir, Al-Asy’ari meninggalkan Mu’tazilah karena
bermimpi berjumpa dengan Nabi Muhammmad yang mengatakan bahwa mazhab
Mu’tazilah sesat sedangkan mazhab Ahl Al-Hadits benar. Pendapat lain
menyebutkan bahwa Al-Asy’ari berdebat dengan gurunya, Al-Jubba’i, seputar
mukmin, orang kafir, dam anak kecil.
Selain Asy’ari, aliran Asy’ariyah ini dikembangkan pula oleh murid-
muridnya seperti Muhammad Thayyib bin Muhammad ABU Bakar Al-Baqillani,
Abdul Al-Malik Al-Juwaini (419-478 H), abu Hamid Muhammad bin Ahmad Al-
Ghozali (450-505 H), dan Alauddin Al-‘Ijji (W. 756 H).
Pada abad ke-6 Hijriyah kalangan Ahlussunnah wal jama’ah khususnya
Asy’ariyah yang mendapat tokoh besar, yakni Hujjatul Islam, Imam Abu Hamid
Muhammad Al-Ghozali (451 H – 505 H / 1059 – 1111 M) lahir di Tus Khurasan
masuk wilayah Persia Utara, propinsi yang telah banyak melahirkan orang-orang
Islam yang jenius dalam berbagai macam disiplin ilmu. Jasa Al-Ghozali yang
sangat besar adalah keberhasilanya mempertemukan tiga dimensi kajian Islam
yang selama beberapa abad saling berbenturan, yakni fiqih, kalam dan tashawwuf
dan mendamaikan para tokoh ahlinya (Fakuha’, Mutakallimun dan
Mutasyawifun). Sifat Al-Ghozali dalam menyikapi pembahasan dan pemahaman
ilmu-ilmu tersebut selau dalam posisi moderat dan kritis, disamping ia sendiri
adalah seorang ahli fiqih (Faqih) yangt berpandangan luas, seorang ahli kalam
(Mutakallim) yang handal dan cerdas, dan seorang ahli tasfhawwuf (shufi) yang
disegani dan di kagumi. Secara teoritis visi Al-Ghozali diabadikan dalam karya

4
agungnya “Ihya’ Ulumiddin”, dan secara praktis figur Al-Ghozali merupakan
teladan dan panutan.
Dikalangan ulama dan warga Nadliyin, kitab-kitab Al-Ghozali termasuk
banyak yang dipelajari, baik dalam masalah Kalam, seperti: Al-Iqtishad fi al-
I’tiqad, dalam masalah fikih atau Ushul-fiqih, seperti: Minhaju Al-Mustashfa, dan
dalam Tasshawwuf, seperti: Minhaju al-‘Abidin, dan Al-Munqidhu min ad-Dlolal,
dan yang secara komprehensif (mencakup semuanya) adalah Ihya’Ulumiddin.
Tetapi umumnya ulama dan warga Naddliyin lebih menempatkan Al-Ghozali
sebagai Imam Tashawwufdari pada sebagai tokoh dan Imam Fiqih maupum
Kalam. Mungkin karena karya-karya Al-Ghozali dalam dua disiplin ilmu yang
yang disebut belakangan tadi lebih banyak berupa analisa-analisa kritis dari pada
berupa paparan-paparan diskriptif yang lebih gampang dicerna.
Sebagai sebuah aliran teologi, asy’riyah mempunyai ajaran-ajaran yang
banyak diikuti oleh masyarakat, khususnya yang cenderung mengikutinya.
Ajaran-ajaran tersebut dapat diketahui dari buku-buku yang di tulis Al-Asy’ari
sendiri dan muridnya.
1. Sifat Tuhan
Al-asy’ari membawa paham Tuhan mempunyai sifat. Menurutnya,
mustahil Tuhan mengetahui dengan zat-Nya, karena ini akan membawa
kepada kesimpilan bahwa zat Tuhan itu pengetahuan-Nya, dan demikian
Tuhan sendiri menjadi pengetahuan. Padahal, Tuhan bukan pengetahuan
(alim). Tuhan mengetahui dengan pengetahuanya, dan pengetahuan-Nya
itu bukan zat-Nya. Demikian halnnya dengan sifat-sifat Tuhan lainnya,
seperti hidup, berkuasa, mendengar, melihat, dan sebagainya.
2. Dalil adanya Tuhan
Menurut Asy’-ariyah, manusia wajib meyakini Tuhan karena nabi
Muhammad mengajarkan bahwa Tuhan itu ada sebagaimana dinyatakan
dalam Al-Qur’an. Jadi, m,anusia wajib percaya terhadap adanya Tuhan
karena diperintahkan Tuhan dan perintah itu ditangkap akal. Di sini Al-
Qur’an menjadi sumber pengetahuan dan akal sebagai instrumennya.
3. Melihat Tuhan di akhirat
Menurut Al-Asy’ariah, Tuhan dapat dilihat di akhirat. Alasanya, sifat-sifat
yang tidak dapat diberikan kepada Tuhan hanyalah sifat-sifat yang akan
membawa kepada pengertian diciptkannya Tuhan. Sifat dapat dilihatnya
Tuhan di akhirat membawa kepada pengertian diciptakannya Tuhan,
karena apa yang dilihat tidak mesti mengandung pengertian bahwa ia
mesti diciptakan.
4. Kedudukan AL-Qur’an
Asy’ariyah menyatakan bahwa Al-Qur’an, sebagai manisfestasi kallam
Allah yang Qodim, tidak diociptakan (qadim). Menurut Asy’ariyah, jika
Al-Qur’an diciptakan diperlukan kata kun, dan untuk terciptanya kun
diperlukan pula kun yang lai, dan seterusnya hingga tidak ada habis-
habisnya. Dengan demikian Al-Qur’an tidak mungkin diciptakan (baru).

5
Yang baru itu Al-Qur’an yang berupa huruf dan suara sebagai yang ditulis
dalam mushaf.
b. Latar belakang lahirnya Al-Maturidziyah
Sebagaimana telah dijelaskan, aliran Maturidiah muncul sebagai reaksi keras
terhadap aliran Mu’taxzilah. Tidak heran jika aliran ini banyak memiliki
persamaan dengan aliran Asy’ariah, walaupun tidak menutup kemungkinan
banyak perbedaan diantara keduanya. Nama aliran Maturidiah diambil dari
pendirinya, Abu Mansur Muhammad Al-Maturidi, yang lahir di Maturid,
Samarkand di pertengahan abad ke-3 H. Riwayat hidup Al-Maturidi ini tidak
banyak ditulis dan di bukukan orang.
Aliran Maturidiah diperkirakan muncul ketika popularitas Mu’tazilah mulai
menurun. Pada masanya, Al-Maturidi menyaksikan terjadinya perdebatan-
perdebatan dalam masalah keagamaan, seperti yang terjadi antara mazhab fikih
Hanafiah dan Syafi’iah di satu pihak, juga perdebatan antara ahli fikih dan ahli
hadits di satu pihak dengan aliran Mu’tazilah di pihak lain. menyaksikan
perdebatan-perdebatan itu menjadikan Al-Maturidi sangat tertarik untuk
memperdalam masalah-masalah teologi.
Al-Maturidi dikenal sebagai pengikut Hanafiah, yang banyak menggunakan
rasio dalam pandangan keagamaan. Ia memang banyak menggunakan akal dalam
sistem teologinya. Menurit ulama Hanafiyah, dalam bidang akidah , Al-Maturidi
mirip dengan pendapat Abu Hanafiah. Tokoh lain dari maturidiah antara lain Al-
Bazdawi, Al-Taftazani, Al-Nasafi, dan Ibn Hamman. Diantara mereka yang
terkenal adalah Al-Bazdawi. Karena itu, dalam aliran Maturidiah terdapat dua
golongan, yaitu Maturidiah Samarkand dan di pelopori Abu Mansur Al-Maturidi
dan Maturidiah Bukhara yang dipelopori Abu Yusuf Muhammad Al-Bazdawi.
Untuk menetahui ajaran-ajaran keduanya dapat dilihat dalam uraian dibawah
ini.
1. Maturidiah Samarkand
dalam masalah teologi, Maturidiah Samarkand lebih dekat dengan pemikiran
Mu’tazilah. Dalam masalah sifat-sifat Tuhan terdapat persamaan antara Al-
Maturidi dan Al-Asy’ari.
Bagi Al-Maturidi, Tuhan mempunyai sifat-sifat.Tuhan mengetahui bukan
dengan zat-Nya, tetapi dengan pengetahuan-Nya, dan berkuasa bukan dengan zat-
Nya tetapi dengan qudrat.
Dalam masalah perbuatan manusia, Al-Maturidi sependapat dengan
Mu’tazilah bahwa manusialah yang sebenarnya mewujudkan perbuatan-
perbuatanya. Dengan demikian, Maturidiah Samarkand mempunyai paham
qadariyah.
Kesamaan pendapat dengan Mu’tazilah terlihat dalam ajaran al-wa’d wal al-
wa’id. Janji dan ancaman Tuhan tidak boleh tidak mesti terjadi kelak. Demikian
pula kesamaan antara keduanya dalam masalah antropomorpisme.

6
Selanjutnya, terhadap empat masalah diatas, Maturidiah Samarkand
berpendapat bahwa akal hanya dapat mengetahui Tuhan, mengetahui baik dan
jahat. Hal ini dapat dilihat dalam penjelasan Al-Bazdawi yang menyatakan
percaya kepada Tuhan dan berterimakasih kepada-Nya, sebelumada wahy, adalah
wajib paham Mu’tazilah. Al-Maturidi “dalam masalah ini” sepahjam dengan
Mu’tazilah. Demikian pula umumnya ulama Samarkand dan sebagian ulama Irak.
2. Maturidiah Bukhara
Maturidiah Bukhara didirikan oleh murid Al-Bazdawi, yaitu Najm Al-Din Al-
Nasafi (460-537) yang menulis Al-Aqaid Al-Nasafiah. Al-Bazdawi, dalam
teologinya tidak selamanya se4paham dengan gurunya, Al-Maturidi. Antara
Maturidi Samarkand dan Bukhara terdapat perbedaan yang berkisar pada
persoalqan kewajiban mengetahui Tuhan. Maturidiah Samarkand mewajibkan
mengetahiu Tuhan dengan akal, sedangkan Maturidiah Bukhara vtidak demikian.
Menurut maturidiah Bukhara, kewajiban mengetahui hanya dapat dicapai melalui
wahyu. Demikian pula, kewajiban mengerjakan yang baik dan menjauhi
perbuatan jahat, tidak dapat diketahui dengan akal, melainkan wahyu.
Aliran Asy’ariah dan Maturidiah “sebagai penentang mu’tazilah” kemudian
dikenal dengan aliran Ahlussunnah Wal Jama’ah, karena mereka banyak
menggunakan hadits dalam berargumentasi, disampingakal, dan memiliki banyak
penganut. Berbeda dengan Mu’tazilah, yang hanya menggunakan hadis yang
mutawir saja. Mu’tazilah, hanya dianut sebagian kecil kaum Muslimin, terutama
oleh kaum intelegensia.

7
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Nahdlatul Ulama melalui Qanun Asasinya maupun keputusan-keputusan
organisatorisnya yang resmi, seperti Muktamar atau Munas (Musyawarah
Nasional), telah menetapkan dalam masalah Aqidah mengikuti Imam Abu
Hasan Al-Asyari atau Imam Abu Mansur Al-Maturidi, dua Imam
Ahlussunnah wal Jama’ah yang paling populer di dunia Islam sampai
sekarang. Dengan demikian warga Nadliyin dengan sadar atau ikut-ikutan
telah menyatakan dirinya sebagai golongan “Asy’ariyah atau Maturidiyah”
(golongan yang mengikuti Imam Al-Asy’ri atau Imam Al-Maturidi).
2. Al- Ghozali berhasil mempertemukan tiga dimensi kajian Islam yang selama
beberapa abad saling berbenturan, yakni fiqih, kalam dan tashawwuf dan
mendamaikan para tokoh ahlinya (Fakuha’, Mutakallimun dan
Mutasyawifun).
3.2 Saran
Dari pembahasan Latar Belakang Lahirnya Ahlussunnah Wal Jama’ah secara
Kelembagaan (oleh Imam Abu Hasan Al-Asy’ri dan Al-Ghozali) diatas, telah
dijabarkan dari pengertiannya. Mungkin dari pembuatan makalah ini kami
memiliki banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna, kedepanya
diharapkan penulis makalah akan lebih fokus dan teliti dalam menjelaskan
tentang makalah diatas dengan sumber-sumber yang lebih banyak yang
tentunya dan dapat dipertanggung jawabkan.

8
DAFTAR PUSTAKA
Abu Zahro, Muhammad, Tarikh Al-Madzahib Al-Islamiyah, juz:1, Dar Al-Fikr
Al-Arabi,Cairo,Tt.
Amin, Ahmad, Dluha Al-Isla, juz: 3,Maktabah An-Nahdliyah Al-
Mishriyah,Cairo,1962
Al-Asy’ari, Imam Abu Hasan, Al-Ibanah An-Ushul Ad-Diyanah,Cairo,1348
Maqalat Al-Islamiyin wa Al-Ikhtilaf Al-Mushallin, edisi Muhamman Muhyiddin
Abdul Hamid, An-Nahdloh Al-Mishriya,Cairo,1969
Al-Maturidzi, Imam Abu Mansyur, Kitab At-Tauhid,Edisi Dr. Fathullah
Khulaif,Al-Maktabah Al-Islamiyah, Istanbul, Turki,Tt.
Abdul Al-Wahhab, Ibid. 1986. Fiqh-Al-Thaharah. Dar Al-Salam: Beirut
Amin, Ahmad. Zhuhr Al-Islam. 1965. Dar Al-Nahdhah: Kairo.
Hasan, M. Tholhah. Ahlussunnah Wal-Jama’ah, Dalam Prepsepsi dan Tradisi NU,
Lantabora Press: Jakarta. 2015 M.
Karman. M, dan Supiana. 2009. Materi Pendidikan Agama Islam, PT Remaja
Rosdakarya: Bandung.
Mahmud Subhi, Ahmad. 1969. Fi’Ilm Al-Kalam. Kairo
Nasution, Harun. 1986. Teologi Islam, UI Press: Jakarta. 1986.

9
10

Anda mungkin juga menyukai