Dampak positif
Dampak positif ini sebenarnya kurang lebih sama seperti teknologi temuan terdahulu seperti telepon
atau pager (radio panggil). Keduanya menghubungkan kita dengan orang lain. Hanya prosedur
teknisnya saja yang beda karena platformnya beda. Sosial media lahir setelah komputer dan internet.
Kemampuan yang disediakan untuk memfasilitasi kita terhubung lebih mumpuni dibanding terknologi
sebelumnya. Apa yang membuat kita terhubung sebenarnya tetap sama, intensi kita untuk selalu
terhubung dengan orang lain. Intensi ini bisa digali lebih dalam lagi ke persoalan kebutuhan dasar
manusia untuk selalu hidup dengan orang lain.
Rasa kesepian bisa ditanggulangi dengan mudah dengan berinteraksi lewat sosial media. Dampak
positif ini sebenarnya menuai perdebatan. Meskipun orang tau sosial media menghubungkan kita
dengan yang lain sehingga isolasi bisa teratasi, namun pada kenyataannya, banyak kasus
menunjukkan sebaliknya. Di sosial media memang kita bisa curhat atau posting apa yang kita suka.
Tetapi ironi itu datang sejak orientasi pengguna sosmed melangkah terlalu jauh, yaitu untuk
mendapatkan likes, komen, subscriber, dan follower. Posting bukan lagi untuk mengatasi rasa
kesepian, namun menjadi pusat perhatian.
Demokratisasi informasi
Informasi tersebar secara luas, memudahkan pengguna sosial media memperoleh, menginvestigasi,
mengkonfirmasi informasi yang diperlukan. Meluasnya sumber informasi yang bisa
dipertanggungjawabkan bisa disebut sebagai demokratisasi informasi. Manusia kini memiliki lebih
banyak pilihan untuk mengonsumsi berita mana yang disuka. Tidak hanya mengonsumsi, manusia
bisa lebih mudah mengonfirmasi atau mengonfrontasi berita yang diterima. Semakin membludaknya
info, memang kadang membingungkan. Sosial media memfasilitasi kita terhubung pada orang-orang
yang mungkin saja lebih berpengalaman, lebih berpengetahuan, atau lebih legitimate memberi
informasi tertentu.
Dampak positif ini bisa dilihat dari menjamurnya konten-konten kreatif online yang diproduksi oleh
individu-individu secara massif. Sebelumnya, hanya pemain incumbent saja yang bisa memproduksi.
Kini, konsumen yang kreatif bisa pula memproduksi lewat channel-channel yang terhubung ke
sosmed. Istilah ”prosumen” yang bermakna kemampuan untuk mengonsumsi sekaligus memproduksi
konten menunjukkan fakta ini. Sosial media membuka ruang-ruang sosial online untuk berkreasi
dalam bentuk video, audio, teks atau kombinasi semuanya. Sayangnya, tak semua netizen mau
mendorong dirinya untuk memanfaatkan ruang kreasi ini. Kultur mengonsumsi bisa jadi masih lebih
dominan ketimbang memproduksi.
Dampak negatif
Homofili adalah terjemahan dari istilah ”homophily”, artinya kecenderungan individu untuk
mengasosiasikan dirinya dengan individu atau kelompok lain yang memiliki kesamaan atau kemiripan
karakter. Kecenderungan ini memiliki resiko menyempitnya ruang pergaulan dan cara pandang
tehadap makna perbedaan. Orang memang cenderung suka berafiliasi dengan orang lain atau
organisasi yang memiliki kemiripan karakteristik. Namun sikap homofili yang berlebihan beresiko
membutakan mata kita untuk menerima fakta adanya perspektif lain yang tidak sama atau bahkan
bertentangan dengan cara pandang kita.
Cyberbullying
Konten sosial media sangat beragam. Tak jarang, teks-teks, meme, foto, dan sebagainya begitu
offensif sampai menyerang sisi personal penggunanya. Hinaan, cacian, makian, cercaan kini bisa
dengan mudah dilontarkan online. Pengaruh psikologis pada pengguna yang menerima perlakuan
tersebut kadang dahsyat sekali. Kita bisa saja depresi, frustasi, dan disorientasi karena praktik
cyberbullying yang menghantam kita. Cyberbullying sama bahayanya dengan bullying. Kita musti
hati-hati dalam bersosmed. Sebagian orang tidak mudah baper dan cuek terhadap makian, sebagaian
yang lain mudah sakit hati. Karakter pengguna memang bermacam-macam. Namun, kesadaran akan
adanya potensi cyberbullying yang difasilitasi oleh sosmed harus ditingkatkan terutama bagi anak-
anak. Kejahatan bukan hanya terjadi ruang offline, namun juga di ruang online.
Kriminalitas
Kriminalitas yang dipicu oleh aktivitas di media sosial sudah sering kita dengar. Sebut saja
penculikan, pemerkosaan, pembunuhan. Perkenalan di Facebook, dilanjutkan dengan pertemuan,
hingga terjadinya tindak kriminal adalah pola jamak yang sering kita dapati. Jika tak hati-hati, kita
atau orang-orang di sekeliling kita bisa jadi korbannya. Dampak negatif ini perlu diantisipasi dengan
peningkatan kesadaran di kalangan pengguna sosial media. Korbannya, boleh dibilang kebanyakan
perempuan dan pelakunya laki-laki. Perbedaan gender ini juga tercermin pada kriminalitas secara
umum. Antisipasi selalu menjadi langkah paling baik bila berkenaan dengan tindak kriminal
REFERENSI BY SOSIOLOGI.COM
Kelas : VII B
Mapel :TIK