Anda di halaman 1dari 23

Pemeriksaan Biokimia Yodium, Selenium, dan Kalsium

Makalah Penilaian Status Gizi


Dosen Pengampu : Nursyifa Rahma Maulida

Disusun oleh :
Kelompok 5

Zulfa Velda Yanti (1705025015)


Dina Ramadhanti (1805025218)
Windy Fira Thania (1805025227)
Ananda Safitri (1805025245)
Nona Martatiana H (1805025249)
Mayshelbiresa (1805025250)

PROGRAM STUDI ILMU GIZI


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini tepat pada waktunya.

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu mata kuliah Penilaian status
Gizi pada Program Studi Ilmu Gizi, Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka. Dalam makalah ini termuat informasi mengenai
cara penilaian status biokimia dari yodium, selenium, dan kalsium.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah mendukung tersusunnya makalah ini. Dan semoga makalah ini mendapat
tanggapan positif serta menambah wawasan bagi para pembaca.

Makalah ini disusun secara intensif dan pemaparan yang terdapat di dalamnya
dirasa cukup jelas dan lengkap. Namun penulis menyadari bahwa makalah ini
belumlah sempurna. Kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk menuju kearah
kesempurnaan itu. Harapan penulis semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dapat
dijadikan sebagai khasanah ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Jakarta, Januari 2020

Penulis
Daftar Isi
BAB I..........................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN......................................................................................................................................4
A. Latar Belakang.................................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah............................................................................................................................4
C. Tujuan Penulisan.............................................................................................................................4
BAB II........................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................5
A. Yodium............................................................................................................................................5
B. Kalsium.........................................................................................................................................12
C. Selenium........................................................................................................................................18
BAB III.....................................................................................................................................................22
PENUTUP................................................................................................................................................22
A. Kesimpulan....................................................................................................................................22
Daftar Pustaka.........................................................................................................................................23
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penilaian status gizi secara biokimia adalah pemeriksaan specimen yang diuji
secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh
yang digunakan antara lain : darah, urine, tinja, dan juga beberapa jaringan tubuh seperti
hati dan otot. Salah satu ukuran yang sangat sederhana dan sering digunakan adalah
pemeriksaan hemoglobin sebagai indeks dari anemia.
Kekurangan yodium dapat menyebabkan masalah serius bagi ibu hamil karena
dapat berdampak pada bayi yang dikandung saat lahir. Kekurangan selenium biasa
dihubungkan dengan penyakit jantung, kemudian kekurangan kalsium dapat mengganggu
pertumbuhan tulang. Maka dari itu pemeriksaan biokimia merupakan hal yang penting
untuk mengetahui cadangan zat-zat makro juga mikro didalam tubuh kita.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari yodium, kalsium, dan selenium
2. Bagaimana proses metabolisme dari yodium, kalsium, dan selenium
3. Berapa kadar normal pada yodium, kalsium, dan selenium
4. Apa fungsi dari yodium, kalsium, dan selenium
5. Apa kekurangan dan kelebihan dari yodium, kalsium, dan selenium
6. Bagaimana pemeriksaan biokimia pada yodium, kalsium, dan selenium

C. Tujuan Penulisan
Bagaimana pemeriksaan biokimia pada yodium, kalsium, dan selenium
BAB II
PEMBAHASAN

A. Yodium
Yodium adalah mineral yang terdapat di alam, baik di tanah maupun di air yang merupakan
zat gizi mikro yang diperlukan oleh tubuh manusia untuk membentuk hormon Tiroksin yang
berfungsi untuk mengatur pertumbuhan dan perkembangan fisik serta kecerdasan (Tim
Penanggulangan GAKY Pusat, 2004).

a) Fungsi Yodium :

Aktivitas kelenjar tiroid, komponen hormon tiroksin, komponen hormon triyodotironin.

Dalam saluran pencernaan, iodium dalam bahan makanan dikonversikan menjadi Iodida
yang mudah diserap dan ikut bergabung dengan pool-iodida intra/ekstraseluler. Iodium tersebut
kemudian memasuki kelenjar tiroid untuk disimpan. Setelah mengalami peroksidasi akan
melekat dengan residu tirosin dari tiroglobulin. Struktur cincin hidrofenil dari residu tirosin
adalah iodinate ortho pada grup hidroksil dan berbentuk hormon dari kelenjar tiroid yang dapat
dibebaskan (T3 dan T4) (Linder, 1992).

Iodium adalah suatu bagian integral dari hormon tridothyronine tiroid (T3) dan thyroxin
(T4). Hormon tiroid kebanyakan menggunakan, jika tidak semua, efeknya melalui pengendalian
sintesis protein. Efek-efek tersebut adalah efek kalorigenik, kardiovaskular, metabolisme dan
efek inhibitor pada pengeluaran thyrotropin oleh pituitary (Sauberlich, 1999).

b) Manfaat Yodium

Asupan yodium yang tercukupi dengan baik dapat berpengaruh terhadap produksi hormon
tiroid dalam tubuh. Selain mengendalikan metabolisme tubuh, hormon tiroid juga berperan untuk
menstabilkan detak jantung, tekanan darah, dan suhu tubuh; serta mengatur jumlah dan jenis
makanan yang diubah menjadi sumber energi.
c) Absorbsi dan Ekskresi Yodium

Yodium dengan mudah diabsorpsi dalam bentuk iodida. Penggunaan normal sehari adalah
sebanyak 100-150 μg sehari. Ekskresi dilakukan melalui ginjal, jumlahnya berkaitan dengan
penggunaan. Dalam bentuk ikatan organik di dalam makanan hewani hanya separuh dari yodium
yang dapat diabsorpsi. Di dalam darah, yodium terdapat dalam bentuk bebas dan terikat protein.
Manusia dewasa sehat mengandung 15-20 μg yodium, 70-80 % diantaranya berada dalam
kelenjar tiroid. Di dalam kelenjar ini yodium digunakan untuk mensintesis hormon-hormon
triiodotironin (T3) dan tiroksin atau tetraiodotironin (T4) bila diperlukan. Kelenjar tiroid harus
menangkap 60 μg yodium sehari untuk memelihara persediaan tiroksin yang cukup.
Penangkapan iodida oleh kelenjar tiroid dilakukan melalui transpor aktif yang dinamakan pompa
yodium.

Mekanisme ini diatur oleh hormon yang merangsang tiroid (Thyroid Stimulating
Hormone/TSH) dan Hormon Tirotrofin/TRH yang dikeluarkan hipotalamus yang dikeluarkan
oleh kelenjar pituitari untuk mengatur sekresi tiroid. Hormon tiroksin kemudian dibawa darah ke
sel-sel sasaran dan hati, tiroksin dipecah dan bila diperlukan yodium kembali digunakan
(Almatsier, 2003).

d) Fungsi Yodium

Yodium berperan penting untuk membantu perkembangan kecerdasan atau kepandaian


pada anak. Yodium juga dapat membatu mencegah penyakit gondok, gondong atau gondongan.
Yodium berfungsi untuk membentuk zat tirosin yang terbentuk pada kelenjar tiroid. Disamping
untuk produksi hormon tiroid yaitu hormon yang dibutuhkan untuk perkembangan dan
pertumbuhan saraf otot pusat, pertumbuhan tulang, perkembangan fungsi otak dan sebagian
besar metabolisme sel tubuh kecuali sel otak.

Yodium juga dibutuhkan untuk sel darah merah dan pernafasan sel serta menjaga
keseimbangan. metabolisme tubuh Yodium dari makanan akan diserap dan menjadi bentuk
yodida. Yodida adalah bentuk yodium yang berada dalam tubuh yang merupakan bagian penting
dari dua hormon yaitu triiodothyronine/T3 dan tetraiodothyronine/T4, yang dihasilkan oleh
hormone thyroid. Iodine ini yang berperan mengatur suhu tubuh, reproduksi dan fungsi iodine
lainnya Tubuh yang sehat mengandung 15-20 mg iodium dimana 70-80 % ada di kelenjar
gondok dalam bentuk thyroglobulin. Sisanya di kelenjar air liur, kelenjar lambung, jaringan dan
sebagian kecil beredar di seluruh tubuh.

e) Pangan Sumber Iodium

Iodium dapat diperoleh dari berbagai jenis pangan dan kandungannya berbeda-beda
tergantung asal jenis pangan tersebut dihasilkan. Kandungan iodium pada buah dan sayur
tergantung pada jenis tanah. Kandungan iodium pada jaringan hewan serta produk susu
tergantung pada kandungan iodium pada pakan ternaknya. Pangan asal laut merupakan sumber
iodium alamiah. Sumber lain iodium adalah garam dan air yang difortifikasi (Muchtadi. dkk,
1992). Hal yang sama juga dikemukakan oleh Sauberlich, (1999) bahwa makanan laut dan
ganggang laut adalah sumber iodium yang paling baik. Penggunaan garam beriodium di
Amerika Serikat diberikan sebagai sumber iodium penting. Di USA konsumsi garam beriodium
per hari per orang mendekati 10 – 12 gram dimana garam tersebut mengandung 76 mg iodium
per gram.

Soehardjo (1990) mengatakan bahwa dengan mengkonsumsi pangan yang kaya iodium
dapat menekan atau bahkan mengurangi besarnya prevalensi gondok. Berikut Gibson (1990)
menyebutkan rata-rata kandungan iodium dalam bahan makanan antara lain : Ikan Tawar 30
mg; Ikan Laut 832 mg; Kerang 798 mg; Daging 50 mg; Susu 47 mg; Telur 93 mg; Gandum 47
mg; Buah-buahan 18 mg; Kacang-kacangan 30 mg dan Sayuran 29 mg.

f) Dampak Kelebihan Yodium

Kelebihan yodium di dalam tubuh dikenal juga sebagai hipertiroid. Hipertiroid terjadi
karena kelenjar tiroid terlalu aktif memroduksi hormon tiroksin. Kelebihan yodium ditandai
gejala mudah cemas, lemah, sensitif terhadap panas, sering berkeringat, hiperaktif, berat badan
menurun, nafsu makan bertambah, jari-jari tangan bergetar, jantung berdebar-debar, bola mata
menonjol serta denyut nadi bertambah cepat dan tidak beraturan. Jika tidak segera diobati,
sistem pernafasan melemah, penderita mengalami kejang, sehingga aliran darah ke otak
berkurang sampai akhirnya terjadi gagal jantung.

g) Dampak Kekurangan Yodium

Pada ibu hamil, kekurangan hormon tiroid, dikhawatikan bayinya akan mengalami
cretenisma, yaitu tinggi badan di bawah ukuran normal (cebol) yang disertai dengan
keterlambatan perkembangan jiwa dan tingkat kecerdasan.

Pada masa kanak-kanak, terjadi kretinisme atau manusia kerdil yaitu yang menunjukkan
gejala antara lain : misal tinggi badan di bawah normal, kondisi ini disertai berbagai tingkat
keterlambatan perkembangan jiwa dan kecerdasan, dari hambatan jiwa ringan sampai dengan
yang berat disebut debilitas. Pembesaran gondok yang sangat dikhawatirkan pada anak adalah
kemungkinan terjadinya kretinisme ini.

Pada orang dewasa, kekurangan yodium menimbulkan keadaan lemas dan cepat lelah,
produktivitas dan peran dalam kehidupan sosial rendah, serta gondok pada leher. Selain
disebabkan oleh kekurangan yodium murni, penyakit gondok juga bisa timbul akibat zat
goiterogen. Zat tersebut ditemukan dalam sayuran dari jenis Brassica seperti kubis, lobak, dan
kol kembang. Zat ini juga ditemukan dalam kacang kedelai, kacang tanah, dan obat-obatan
tertentu. Zat goiterogen dapat menghalangi pengambilan yodium oleh kelenjar gondok sehingga
konsentrasi yodium dalam kelenjar gondok sangat rendah. Selain itu, zat tersebut juga dapat
menghambat perubahan yodium dari bentuk anorganik menjadi bentuk organik sehingga
menghambat pembentukan hormon tiroksin.
h) Angka Kecukupan Yodium

Berdasarkan Tabel AKG tahun 2013

i) Pemeriksaan Biokimia Yodium


Pemeriksaan biokimia yodium dibagi menjadi dua, yaitu Urinary Iodine dan
Pemeriksaan TSH pada serum atau seluruh darah.

1) Urinary Iodine

Pengukuran kadar iodium urin yang paling banyak digunakan yaitu menggunakan sampel urin 24
jam dan sampel urin on spot.

 Sampel Urin 24 Jam


Merupakan sampel urin yang dikumpulkan selama 24 jam dari pagi dengan
membuang urin pagi pertama hingga pagi hari berikutnyaUrinary iodine
concentration (UIC) menggunakan sampel urin 24 jam merupakan ''gold standar''
untuk pengukuran asupan iodium dalam individu karena memberikan perkiraan yang
lebih tepat daripada penggunaan Urinary iodine concentration (UIC) menggunakan
sampel urin on spot.
 Sampel Urin on spot
Salah satu sampel urin yang diambil salah satu dari urin yang dikeluarkan setiap
waktu antar makan. Pengumpulan sampel urin on spot jauh lebih mudah daripada
koleksi urin 24 jam. Dalam penelitian asupan iodium, penggunaan UIC menggunakan
sampel urin 24 jam tidak memungkinkan untuk dilakukan.

 Tabel Kriteria epidemiologi dalam menaksir yodium berdasarkan median konsentrasi


yodium urin pada anak usia sekolah.

Metode pengukuran : Acid digestion, diikuti oleh spechtrophotometric assay


menggunakan the Sandell-Koltchof reaction

 Batasan dan Klasifikasi Pemeriksaan Kadar Iodium Dalam Urine

a.) Endemis Berat


Bila rata-rata ekskresi iodium dalam urine lebih rendah dari 25 µg iodium/gram
kreatinin. Pada kondisi ini populasi memiliki resiko menderita kreatinisme. (Andi
Hakim Nasution, 1988)

b.) Endemik Sedang


Bila rata-rata diekskresi iodium dalam urine 25-50 µg/gram kreatinin. Pada
kondisi ini sekresi hormon tiroid cukup, sehingga beresiko hipotiroidisme, tetapi
tidak sampai kreatinisme.
c.) Endemik Ringan
Bila rata-rata diekskresi iodium dalam urine lebih dari 50 µg/gr kreatinin. Pada
keadaan ini suplai hormon tiroid cukup untuk perkembangan fisik dan mental
yang normal.

2) TSH pada Serum atau Seluruh Darah

Jumlah TSH pada serum ataupun seluruh darah merefleksikan ketersediaan dan
kecukupan hormon tiroid, oleh karena itu, bisa sebagai indikator fungsi tiroid. Pada kekurangan
iodium yang parah, konsentrasi serum TSH naik.

 Cutt Off Point :


Pada bayi baru lahir telah didefinisikan oleh WHO/UNICEF/ICCIDD (1994)
sebagai berikut > 20-25 mU/L pada seluruh darah atau 40-50 mU/L pada serum
direkomendasikan sebagai batas untuk melakukan penapisan pada kejadian
hipotirodisme bawaan.

 Pengukuran TSH :
Metode uji direkomendasikan untuk TSH adalah metode Enzyme-Linked
Immunosorbent (ELISA) menggunakan antibodi monoklonal.
B. Kalsium
Kalsium merupakan zat yang dibutuhkan sejak bayi hingga usia tua. Jumlah kebutuhan
kalsium dapat dibedakan berdasar jenis kelamin dan usia. Menurut salah satu dokter ahli gizi,
kebutuhan kalsium yang dibutuhkan orang Indonesia rata-rata adalah mg per hari. Pada usia
lanjut dan wanita menopause dianjurkan asupan kalsium per hari adalah mg.

Kalsium merupakan mineral yang sangat vital dan diperlukan oleh tubuh dalam jumlah yang
lebih besar dibanding mineral lainnya. Sekitar 99% kalsium terdapat di dalam jaringan keras
yaitu terdapat pada tulang dan gigi. 1% kalsium terdapat pada darah, dan jaringan lunak. Tanpa
kalsium yang 1% ini, otot akan mengalami gangguan kontraksi, darah akan sulit membeku, dan
transmisi saraf terganggu. Untuk memenuhi 1% kebutuhan ini, tubuh mengambilnya dari
makanan yang dimakan atau dari tulang.

Apabila makanan yang dimakan tidak dapat memenuhi kebutuhan, maka tubuh akan
mengambilnya dari tulang. Sehingga tulang dapat dikatakan sebagai cadangan kalsium tubuh.
Jika hal ini terjadi dalam waktu yang lama, maka tulang akan mengalami pengeroposan tulang.
Kalsium tulang berada dalam keadaan seimbang dengan kalsium plasma pada konsentrasi kurang
lebih 2,25-2,60 mmol/1 (9-10,4 mg/100ml).

a) Fungsi Kalsium

Fungsi kalsium antara lain adalah untuk pembentukan tulang dan gigi, berperan dalam
pertumbuhan dan sebagai faktor pembantu dan pengatur reaksi biokimia dalam tubuh. Pada
tulang, kalsium dalam bentuk garam (hydroxypatite) membentuk matriks pada kolagen protein
pada struktur tulang membentuk rangka yang mampu menyangga tubuh serta tempat
bersandarnya otot yang menyebabkan memungkinkan terjadinya gerakan. Fungsi kalsium
diantaranya adalah:

1) Membentuk struktur tulang dan gigi sebagai cadangan kalsium tubuh (Rachmiaty,
2009).
2) Peran kalsium adalah untuk kontraksi dan eksitasi otot jantung dan otot lainnya,
transmisi sinap sistem saraf, agregasi platelet, koagulasi dan sekresi hormon dan
regulator lain yang memerlukan eksositosis (Setyorini, 2009).
3) Kalsium berperan dalam proses pembentukan hormon, enzim yang mengatur
pencernaan dan metabolisme.
4) Kalsium dapat membantu melenturkan otot pembuluh darah sehingga memudahkan
lepasnya plak atau endapan yang menempel pada pembuluh darah.
5) Kalsium dapat dapat mengurangi risiko kanker usus besar dengan cara menekan efek
iritasi pada usus yang disebabkan asam empedu (Rachmiaty, 2009).
6) Kalsium mempunyai peran terhadap regulasi tekanan darah, diantaranya adalah
menurunkan aktivitas sistem renin-angiotensin, meningkatkan keseimbangan natrium
dan kalium, serta menghambat konstriksi pembuluh darah (Lestari, 2010).
7) Asupan kalsium oleh ibu hamil membantu pembentukan tulang janin, gigi janin,
mencegah pengeroposan tulang, mencegah hipertensi kehamilan, dan mencegah sesak
nafas/ asma (alergi) (Sudargo, 2013)

b) Angka Kecukupan Kalsium


c) Sumber Kalsium

Sumber kalsium terbagi dua, yaitu hewani dan nabati. Bahan makanan hewani yang
mengandung kalsium antara lain adalah ikan, udang, susu, kuning telur, dan daging sapi.
Sayangnya, jika dikonsumsi berlebihan bahan hewani ini, terutama daging sapi, bisa
menghambat penyerapan kalsium, karena kadar proteinnya tinggi. Kandungan proteinnya yang
tinggi akan meningkatkan keasaman (pH) darah. Guna menjaga agar keasaman darah tetap
normal, tubuh terpaksa menarik deposit kalsium (yang bersifat basa) dari tulang, sehingga
kepadatan tulang berkurang. Karena itu, sekalipun kaya kalsium, makanan hewani harus
dikonsumsi secukupnya saja. Jika berlebihan, justru dapat menggerogoti tabungan kalsium dan
mempermudah terjadinya keropos tulang.

Bahan makanan yang mengandung kalsium nabati bisa diperoleh dari sayuran daun hijau
seperti sawi, bayam, brokoli,daun pepaya,daun singkong, daun labu. Selain itu biji-bijian(kenari,
wijen, almond) dan kacang-kacangan serta hasil olahannya (kedelai, kacang merah, kacang polo,
tempe, tahu).

d) Kekurangan Kalsium dan Kelebihan Kalsium

Gejala awal kekurangan kalsium adalah : lesu, banyak keringat, gelisah, sesak napas,
berkurang daya tahan tubuh, kurang nafsu makan, sembelit, diare, insomnia, dan kram. Akibat
Kekurangan Kalsium Osteoporosis merupakan penyakit yang sering dikaitkan dengan kurangnya
kalsium dalam tubuh. Osteoporosis dicirikan oleh rendahnya massa tulang dan kemunduran
struktur jaringan tulang yang menyebabkan kerapuhan.

Kelebihan kalsium akan menyebaban hiperkalsemia, adalah kondisi di mana tingkat


kalsium dalam darah di atas normal. Kalsium dibutuhkan untuk pembentukan tulang, dan
memainkan peran penting dalam kontraksi otot, memastikan bahwa saraf dan fungsi otak tetap
baik, dan melepaskan hormon. Namun, proses ini dapat dipengaruhi oleh kadar kalsium yang
terlalu tinggi.Tanda dan gejala hiperkalsemia bisa tidak ada atau bahkan dengan gejala yang
berat. Pengobatan hiperkalsemia didasarkan pada penyebabnya.
Gejala

Tanda dan gejala hiperkalsemia bisa tidak ada atau bahkan dengan gejala yang berat.
Beberapa gejala berat dari hiperkalsemia, antara lain:
Haus yang berlebihan, nyeri perut, kelesuan dan kelelahan, sering buang air kecil, mual dan
muntah, kelemahan otot, kehilangan nafsu makan, nyeri otot dan sendi, kebingungan, sembelit.

Tingkat keparahan tanda dan gejala biasanya tidak ada hubungannya dengan jumlah
kelebihan kalsium dalam darah seseorang. Misalnya, nyeri dan kelemahan otot umum pada
lansia.

e) Angka Kebutuhan Kalsium

Bayi/anak Laki-laki Perempuan Hamil (+an) Menyusui (+an)

0-6 bulan = 200 10-12 tahun 1200 10-12 tahun 1200 Trimester 1 +200 6 bln pertama +200

7-11 bulan = 250 13-15 tahun 1200 13-15 tahun 1200 Trimester 2 +200 6 bln kedua +200

1-3 tahun =650 16-18 tahun 1200 16-18 tahun 1200 Trimester 3 +200

4-6 tahun = 1000 19-29 tahun 1100 19-29 tahun 1100

7-9 tahun = 1000 30-49 tahun 1000 30-49 tahun 1000

50-64 tahun 1000 50-64 tahun 1000

65-80 tahun 1000 65-80 tahun 1000

80+ tahun 1000 80+ tahun 1000

f) Metabolisme Kalsium
Kalsium sangat penting karena merupakan mineral terbanyak dalam tubuh dan diperlukan
pada sebagian besar proses biologis. Kurang lebih 99% terdapat pada tulang rangka dan gigi
dalam bentuk kristal hydroxyapatite. Sisanya (1%) dalam bentuk ion pada cairan intraseluler dan
ekstraseluler, terikat dengan protein dan membentuk kompleks dengan ion organik, seperti sitrat,
fosfat dan bikarbonat.

Konsentrasi normal total kalsium dalam plasma adalah 2,4-2,5 mM sedangkan konsentrasi
ion kalsium bebas berkisar antara 1.25-1.3 mM. Homeostasis kalsium yang efektif penting dalam
banyak proses biologis, termasuk metabolisme tulang, proliferasi sel, koagulasi darah, hormonal
signalling transduction dan fungsi neuromuscular. Keseimbangan kalsium dipertahankan oleh 3
organ utama, yaitu: sistem gastrointestinal, tulang, dan ginjal. Sistem gastrointestinal menjaga
homeostasis kalsium dengan mengatur absorpsi kalsium melalui sel-sel gastrointestinal.

Jumlah absorpsi tergantung dari asupan, usia manusia, hormone vitamin D, kebutuhan tubuh
akan kalsium, diet tinggi protein dan karbohidrat serta derajat keasaman yang tinggi (pH rendah).
Asupan kalsium tidak boleh melebihi 2500 mg/hari. Manusia dewasa mengkonsumsi kalsium
sekitar 500-1200 mg sehari. Absorpsi kalsium ervariasi, antara 10-60% dan pada manusia kurang
lebih 175 mg/hari. Jumlah ini menurun seiring dengan peningkatan usia dan meningkat ketika
kebutuhan akan kalsium meningkat sementara asupan sedikit. Usus hanya mampu menyerap
500-600 mg kalsium sehingga pemberian kalsium harus dibagi dengan jarak 5-6 jam. Absorpsi
terjadi dalam usus halus melalui mekanisme yang terutama dikontrol oleh calcitropic harmones
(1,25-dihydroxycholecalciferol vitamin D3 (1,25- (OH) 2D3) dan parathyroid harmone (PTH)).

Untuk mempertahankan keseimbangan kalsium, ginjal harus mengeksresikan kalsium dalam


jumlah yang sama dengan kalsium yang diabsorpsi dalam usus halus. Tulang tidak hanya
berfungsi sebagai penopang tubuh namun juga menyediakan sistem pertukaran kalsium untuk
menyesuaikan kadar kalsium dalam plasma dan cairan ekstraseluler. Kurang lebih 90% kalsium
yang masuk akan dikeluarkan melalui feses dan sebagian kecil melalui urin, sekitar 200 mg/hari
untuk mempertahankan kadar normal dalam tubuh. Metabolisme kalsium dan tulang berkaitan
erat satu sama lain dan terintegrasi. Defisiensi kalsium (misalnya pada lansia), yang disebabkan
oleh defisiensi vitamin D dan peningkatan PTH, mengakibatkan tulang akan melepaskan kalsium
(resorpsi tulang meningkat) untuk dapat mengembalikan kalsium serum kembali normal
(Muliani, 2012).
j) Pemeriksaan Biokimia Kalsium
 Kadar kalsium darah (Serum kalsium)
Tes darah kalsium dapat menjadi bagian dari skrining untuk berbagai macam penyakit
dan kondisi, termasuk osteoporosis, kanker, dan penyakit ginjal. Kadar kalsium darah
yang yang baik berkisar 8.8-10,7 mg/dL.

 Ekskresi kalsium Urin (Renal Excretion)


Pengukuran ekskresi kalsium urin 24 jam berguna untuk menentukan penderita
malabsorpsi kalsium ( total ekskresi 24 jam kurang dari 100 mg) serta untuk penderita
yang jumlah ekskresinya tinggi ( lebih dari 250 mg/24 jam).

 Pemeriksaan kadar 25-OHD


Sangat sensitif untuk menilai keadaan vitamin D, kadar normalnya berbeda pada musim
dingin dan musim panas (dinegara mempunyai 4 musim) pemeriksaan ini berguna untuk
menduga malabsorpsi kalsium.

 Pemeriksaan Serum PTH (Hormon Paratiroid)


Hormon Paratiroid mempertahankan konsentrasi ion Ca dalam plasma dan mengontrol
ekskresi calsium dan fosfat. Peningkatan PTH menyebabkan:
- Meningkatklan Ca serum dan meningkatkan fosfat serum.
- Meningkatkan ekskresi dari Pospat tetapi meningkatkan ekskresi Ca.

 Hormon Calsitonin
Kalsitonin juga menunjukkan suatu pengaruh penghambatan penyerapan kalsium dan
fosfor pada usus kecil. Pengaruh-pengaruh kalsitonin dalam sistem pengaturan termasuk :
Mereduksi kalsium dan fosfor, menghambatrangsangan hormon paratiroid osteoklasia
dan osteolisis osteositis, secara tidaklangsung menghambat penyerapan kalsium dan
fosfor dari usus kecil.

 Penanda biokimia CTx (C-Telopeptide)


Memperkirakan risiko osteoporosis secara dini (terutama pada individu berusia > 40
tahun), menentukan dan memantau terapi obat antiresorpsi oral (seperti difosfonat atau
hormone replacement therapy/HRT) pada penderita osteoporosis dan penyakit tulang
lainnya.

C. Selenium

Jumlah selenium dalam tubuh sebanyak 3-30 mg, bergantung pada kandungan selenium
dalam tanah dan konsumsi makanan. Konsumsi orang dewasa berkisar antara 20-30 µg,
bergantung pada kandungan tanah. Selenium baru dianggap zat gizi esensial sejak tahun 1957.
Selenium terbukti dapat mencegah timbul penyakitnya hati pada tikus yang menderita
kekurangangan vitamin E. pada tahun 1973 ditemukan bahwa selenium adalah mineral mikro
yang yang merupakan bagian esensial dari enzim glutation peroksidase.

a) Absorpsi dan Ekskresi Selenium

Selenium berada dalam makanan dalam bentuk selenometionin dan selenosistein. Absorpsi
selenium terjadi pada bagian atas usus halus secara aktif. Selenium diangkut oleh albumin dan
alfa-2 globulin. Absorpsi lebih efisien, bila tubuh dalam keadaan kekurangan selenium.
Konsumsi tinggi menyebabkan peningkatan ekskresi melalui urin.

b) Fungsi Selenium

Vitamin E dan selenium banyak dikenal sebagai antioksidan yang baik yang bermanfaat
untuk kondisi penampilan. Penggunaan vitamin E pada manusia sering digunakan sebagai
antiaging. Sedangkan penggunaan pada hewan seringkali hanya sebagai vitamin pelengkap.
Padahal vitamin E memiliki fungsi lain yang mampu berpotensi sebagai penambah kemampuan
kekebalan tubuh. Vitamin E (Tocopherol), adalah vitamin yang larut dalam lemak.

Vitamin E dan Selenium saling berhubungan dalam fungsi metabolik. Potensi Vitamin E dapat
meningkat dengan adanya suplementasi selenium. Selenium merupakan bagian struktural enzim
glutathion peroksidase, yaitu enzim antioksidan yang dibentuk dalam tubuh. Maka dari itu,
selenium erat hubungannya sebagai antioksidan dalam formulasi ransum. Gejala defisiensi
Vitamin E dapat dikurangi dengan suplementasi selenium. Suplementasi dengan 1 mg selenium
atau 30 IU vitamin E/ kg ( 22 mg) ransum mencegah terganggunya reproduksi. Melalui fungsi
utama sebagai antioksidan, diharapkan mampu untuk melindungi sel dan dapat meningkatkan
kekebalan tubuh pada hewan.

Enzim antioksidan dibentuk dalam tubuh, yaitu super oksida dismutase (SOD), glutation
peroksida, katalase, dan glutation reduktase. Sedangkan antioksidan yang berupa mikronutrien
dikenal tiga yang utama, yaitu : ß-karoten, vitamin C dan vitamin E. Vitamin E memiliki sifat
yang sama dengan selenium (mineral esensial dalam pembentukan antioksidan). Vitamin E dan
Selenium dibedakan berdasarkan letak berbagai grup metil pada rantai cabang molekulnya.
Selenium merupakan kofaktor enzim glutation peroksidase.

c) Angka Kecukupan Selenium yang Dianjurkan


d) Sumber Selenium

Sumber utama selenium adalah makanan laut, hati, dan gginjal. Daging dan ungags juga
merupakan sumber selenium yang baik. Kandungan selenium dalam serelia, biji-bijian dan
kacang-kacangan bergantung pada kondisi tanah tempat tumbuhnya bahan makanan tersebut.
Kandungan selenium pada sayur dan buah tergolong rendah. Daftar komposisi bahan makanan
belum memuat kandungan selenium bahan makanan.

e) Akibat Kekurangan Selenium

Kekurangan Vitamin E dan Selenium dapat menyebabkan menurunnya fungsi membran sel
sehingga kekebalan sel menjadi menurun, hemolisa sel-sel darah, penurunan dalam mengikat
oksigen sehingga mengakibatkan penurunan produksi telur, penurunan daya tetas telur, anemia,
dan kematian embrio pada ayam. Berdasarkan Hong dan Rengaraj (2015), defisiensi vitamin E
pada ayam dapat menyebabpak penyakit muscular distrophy, enchepalomalacia, hemolisa
eritrosit, peroksidasi membran lipid, eksudatif diatesis, dan gangguan perkembangan bulu.
f) Akibat Kelebihan Selenium

Dosis tinggi selenium ( >1 mg sehari) menyebabkan muntah-muntah, diare, rambut dan kuku
rontok, serta luka pada kulitbdan sistem saraf. Kecenderungan menggunakan suplemen selenium
untuk mencegah kanker harus dilakukan secara hati-hati jangan sampai terjadi dosis berlebih.

g) Pemeriksaan Biokimia Selenium

 Pemeriksaan Selenium (Se) mengukur jumlah Selenium dalam darah. Selenium


merupakan salah satu jenis trace element (mineral) yang dibutuhkan tubuh manusia
dalam jumlah sangat kecil untuk pertumbuhan, perkembangan, dan fisiologis normal;
namun tidak dapat diproduksi sendiri oleh tubuh. Pemeriksaan Selenium membutuhkan
sampel darah yang diambil dari pembuluh darah vena di lengan.

 Defisiensi Selenium dapat menyebabkan gangguan kesehatan seperti asma, eksim,


gangguan sendi, penyakit jantung, infeksi, mudah terpapar logam berat, kanker, dan
gejala keshan disease.

Penilaian statis selenium dengan mengkalkulasi asupan makanan yang dilakukan dengan
melihat tabel komposisi makanan.

 Nilai Konsentrasi selenium dalam jaringan tubuh pada manusia dewasa


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Daftar Pustaka

Almatsier, Sunita. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Jurnal USU http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/55653/Chapter%20II.pdf?


sequence=4&isAllowed=y

Jurnal UI

http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/126116-S-5733-Konsumsi%20kalsium-Literatur.pdf

https://henzprima.files.wordpress.com/2010/11/makalah-gizi-kalsium-primahendri.pdf

https://peraturan.bkpm.go.id/jdih/userfiles/batang/PMK%20No.%2075%20ttg%20Angka
%20Kecukupan%20Gizi%20Bangsa%20Indonesia.pdf

Anda mungkin juga menyukai