Anda di halaman 1dari 3

Nama : Putra Dangiang Wangi Alfiadi

Nim : 1910013
Prodi : Pendidikan Bisnis (1B)

Pertanyaan

1. Jelaskan pengertian dan urgensi Ijtihad masa kini!


2. Jelaskan pengertian syariah, fiqih, dan hukum Islam!
3. Jelaskan sumber dan metode hukum Islam!
4. Jelaskan bahwa perbedaan pendapat dalam kajian hukum Islam merupakan Sunatullah!
5. Jelaskan sebab-sebab terjadinya perbedaan dan bagaimana sikap menghadapi perbedaan
yang muncul yang semestinya dikembangkan oleh umat Islam!

Jawaban

1. Ijtihad adalah bahasa arab berbentuk “mashdar” yang berasal dari kata dasar “ijtihada”,
artinya bersungguh-sungguh, berusaha keras atau mengerjakan sesuatu dengan susah payah.
Sedangkan menurut istilah, para ahli fiqih berbeda pendapat dalm memberikan definisi,
diantaranya yaitu: Menurut al-Syaukani Ijtihad adalah mencurahkan sekedar kemampuan
untuk mendapatkan hukum syar’i yang bersifat operasional (pengamalan) dengan cara
mengambil kesimpulan hukum (istinbath). Imam al-Amidi beranggapan bahwa, Ijtihad
adalah mencurahkan segala kemampuan yang ada untuk mencari hukum syara’ yang sifatnya
dhanni sampai dirinya merasa tidak mampu lagi untuk mencari tambahan kemampuannya.
Urgensi ijtihad adalah karena adanya dalil dzanni dalalah dan perkembangan hidup manusia.
2. Syariat Islam berasal dari kata syara' secara etimologi berarti "jalan yang dapat di lalui
air", maksudnya adalah jalan yang ditempuh manusia untuk menuju Allah. Syariat Islam
dalam istilah adalah apa-apa yang disyariatkan Allah kepada hamba-hamba-Nya dari
keyakinan (aqidah), ibadah, akhlak, muamalah, sistem kehidupan dengan dimensi yang
berbeda-beda untuk meraih keselamatan di dunia dan akhirat.
Fiqih adalah salah satu bidang ilmu dalam syariat Islam yang secara khusus membahas
persoalan hukum yang mengatur berbagai aspek kehidupan manusia, baik kehidupan pribadi,
bermasyarakat maupun kehidupan manusia dengan Tuhannya. Fikih membahas tentang cara
beribadah, prinsip Rukun Islam, dan hubungan antar manusia sesuai yang tersurat dalam
AlQur'an dan Sunnah.
Hukum Islam adalah sistem kaidah-kaidah yang didasarkan pada wahyu Allah SWT dan
Sunnah Rasul mengenai tingkah laku mukalaf (orang yang sudah dapat dibebani kewajiban)
yang diakui dan diyakini, yang mengikat bagi semua pemeluknya.
Perbedaan di antara ketiganya adalah, Syari’at lebih luas dari cakupan hukum fiqih,
karena cakupan syari’at apa yang tercakup dalam ilmu kalam, ilmu akhlak, dan ilmu fiqih.
Atau dengan kata lain hukum fiqih adalah sebagian dari kandungan syari’at. Hukum fiqih
dapat berubah-ubah sesuai dengan perkembangan masa, berbeda dengan syari’at yang
bersifat absolut, universal, abadi dan berlaku sepanjang masa. Begitupun dengan fiqih dan
hukum islam, cakupan fiqih lebih luas daripada hukum islam karena hukum islam merupakan
hasil dari ijtihad ulama yang melahirkan kitab fiqih. Tetapi, hukum islam memiliki produk
pemikiran hukum yurisprudensi, undangundang, dan teori sosiologi hukum. Sedangkan fiqih
pada awalnya hasil atau kumpulan dari ceramah atau fatwa ulama yang kemudian dihimpun
dalam satu buku atau beberapa buku.
3. Sumber hukum Islam adalah segala sesuatu yang dijadikan pedoman atau yang menjadi
sumber syari’at islam terutama al-Qur’an dan al-Sunnah. Sumber hukum Islam ada yang
disepakati para ulama (muttafaq) dan ada yang masih dipersilisihkan (mukhtalaf).
Sumber hukum Islam yang disepakati jumhur ulama adalah al-Qur’an, al-sunnah
(alHadits), dan ijma’. Sedangkan yang diperselisihkan ialah: al-Qiyas, al-Istihsan, Maslahat
alMursalah, Istishhab, al-Urf, Madzhab Sahaby, dan Syari’at sebelum Islam
Metode dalam penetapan hukum islam bersumberkan dari Al-Qur’an dan Al-Hadits
kemudian para sahabat berijtihad setelah meninggalnya Rasulullah SAW, para tabi’in dan
sesudahnya beristimbat dan menghasilkan perbedaan hasil ijtihad karena disebabkan oleh
pemahaman akan maksud syari’at dan tingkat keilmuan serta keadaan pada zamannya. Di
samping itu terdapat beberapa bidang kajian yang erat berkaitan dengan sumber hukum
islam, yaitu : Ijma’, ijtihad, istishab, istislah, maslah mursalah, qiyas, ra’yu dan ‘urf.
4. Perbedaan pendapat dalam kajian hukum Islam merupakan Sunatullah. Sunnatullah
sendiriberarti tradisi Allah Swt. dalam melaksanakan ketetapanNya sebagai Rabb yang
terlaksana di alam semesta atau dalam bahasa akademis disebut hukum alam. Untuk
menjelaskan hal ini, Allah SWT telah berfirman:
"Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi
mereka senantiasa berselisih pendapat, kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh
Tuhanmu. Dan untuk itulah Allah menciptakan mereka. Kalimat Tuhanmu (keputusan-Nya)
telah ditetapkan, bahwa sesungguhnya Aku akan memenuhi neraka Jahanam dengan jin dan
manusia (yang durhaka) kesemuanya." (QS. Hud 118 - 119) Oleh karena perbedaan cara
berfikir manusia merupakan hakikat alamiyah dan iradah ilahiyah, maka tidaklah heran jika
manusia masih saja berbeda pendapat kendati menurut pandangan para ahli kondisi-kondisi
objektif menuntut adanya kesamaan
5. Sejak awal diciptakan manusia terlahir berbeda-beda satu sama lain, bahkan manusia
pertama saat itu yaitu Nabi Adam as dan istrinya diciptakan berbeda – jenis kelamin,
perbedaan tersebut tentunya mempunyai tujuan, yaitu untuk menciptakan keturunan bagi
umat manusia. Setiap manusia mempunyai perbedaan baik dari fisik maupun psikis nya.
Oleh karena itu, sudah sepatutnya kita sadar bahwa perbedaan itu adalah hal yang wajar,
bahkan Allah Swt. Menjadikan perbedaan sebagai sunatullah, artinya hal tersebut memang
sudah menjadi hukum alam yang telah diciptakan oleh Allah Swt. , Oleh karena itu kita
sebagai umat manusia haruslah saling menghargai antar sesama, karena dengan siapa pun
kita bertemu seseorang, pasti orang tersebut mempunyai perbedaan dengan diri kita.
Perbedaan tidak hanya dilihat dari yang berwujud, tapi perbedaan juga bisa berupa suatu
gagasan atau pendapat yang muncul dari diri manusia, seringkali juga karena perbedaan
pendapat ini, umat manusia menjadi terpecah karena adanya sikap tidak menghargai
pendapat antar sesama. Perbedaan pendapat juga adalah hal yang wajar dan termasuk
sunatullah, maka dari itu sudah seharusnya kita menghargai perbedaan tersebut dengan
menunjukkan rasa toleransi dan mencoba untuk melihat dari sudut pandang orang lain agar
kita pun dapat memahami apa yang orang tersebut pikirkan dan rasakan.
Allah Swt. Berfirman:
“Dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah Berbuat baik kepadamu”
(Al-Qashas: 77).

Anda mungkin juga menyukai