Anda di halaman 1dari 61

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah bidang yang terkait dengan kesehatan,
keselamatan, dan kesejahteraan manusia yang bekerja di sebuah industri maupun lokasi
proyek. Tujuan dari K3 adalah untuk memelihara Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
(K3) juga melindungi rekan kerja, keluarga, pekerja, konsumen, dan orang lain yang
juga mungkin terpengaruh kondisi lingkungan kerja. Kesehatan serta keselamatan kerja
merupakan masalah penting dalam setiap proses operasional di tempat kerja.

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) mempunyai banyak pengaruh terhadap faktor
kecelakaan, karyawan harus mematuhi standar agar tidak menjadikan hal-hal yang
negatif bagi diri pekerja. Terjadinya kecelakaan banyak dikarenakan oleh penyakit yang
diderita karyawan tanpa sepengetahuan pengawas dari K3 seharusnya pengawasan
terhadap kondisi fisik di terapkan saat memasuki ruang kerja agar mendeteksi secara
dini kesehatan pekerja saat akan memulai pekerjaannya. Keselamatan dan kesehatan
kerja perlu diperhatikan dalam lingkungan kerja, karena kesehatan merupakan keadaan
atau situasi sehat seseorang baik jasmani maupun rohani

Setiap pekerja akan dihadapkan pada kondisi lingkungan kerja yang berbeda-beda.
Lingkungan kerja diharapkan memiliki kondisi aman dan nyaman bagi pekerjanya agar
pekerja merasa nyaman dan fokus pada pekerjaannya. Lingkungan kerja yang baik tidak
hanya mendatangkan keuntungan bagi pekerja itu sendiri tetapi juga bagi perusahaan
karena semua pekerjaan dapat dilaksanakan dengan baik dan selesai tepat waktu.

Kondisi tempat kerja yang aman dan sehat adalah kewajiban dari pemilik pengusaha
untuk menyediakannya. Pengawasan dan aturan hukum yang memastikan hak para
pekerja terpenuhi, pada prakteknya belum bisa menciptakan kondisi tempat bekerja
yang sehat dan aman. K3 adalah hak asasi dari dari setiap pekerja, setiap pekerja berhak

1
untuk menuntut kondisi kerja yang lebih baik bagi kehidupan mereka, hak pekerja untuk
meminta kondisi kerja yang lebih baik sebagaimana kehidupan. Serikat pekrja harus
memainkan perannya untuk meminta kepada pihak pengusaha mengenai kondisi kerja
yang sehat sehingga pekerja datang ke tempat kerja dalam keadaan sehat dan pulang
pun dalam keadaan yang sehat.

Perkembangan industrilisasi di Indonesia memberikan dampak positif bagi


perekonomian masyarakat. Namun perkembangan tersebut juga memberikan dampak
kepada tenaga kerja maupun masyarakat disekitar wilayah industri. Dampak yang
ditimbulkan antara lain kebisingan. Kebisingan adalah suara yang tidak dikehendaki
oleh telinga dan bagi beberapa orang terasa sangat menganggu. Bising yang cukup keras
dengan intensiras diatas 70 dB dapat menyebabkan dampak buruk pada penerima
kebisingan seperti kegelisahan, kurang enak badan, gangguan konsentrasi, kejenuhan
mendengar, dan masalah peredaran darah.

Berdasarkan surat edaran Menteri Tenaga Kerja Nomor 51 Tahun 1999 tentang Nilai
Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja bahwa untuk NAB kebisingan adalah 85
dB untuk pemajanan 8 jam sehari artinya, tenaga kerja dapat bekerja dengan intensitas
kebisingan sebesar 85 dB maksimal hanya 8 jam, sedangkan kebisingan di bandara yang
mencapai 90-100 dB hanya boleh di alami tenaga kerja maksimal selama 2 jam. Untuk
itu tenaga kerja harus memakai alat pelindung diri, karena intensitas pekerjaan hampir
selama 24 jam.

Setiap hari manusia terlibat pada suatu kondisi lingkungan kerja yang berbeda-beda,
dimana perbedaan kondisi tersebut sangat mempengaruhi kemampuan manusia.
Manusia akan mampu melaksanakan suatu kegiatannya dengan baik dan mencapai hasil
yang optimal apabila lingkungan kerjanya dapat mendukung. Salah satu aspek yang
mendukung dalam lingkungan kerja adalah pencahayaan yang baik. Beberapa tempat
kerja membuktikan bahwa penerangan memberikan dampak positif seperti peningkatan
produksi yang maksimal, tersedianya barang dan jasa serta perluasan lingkungan kerja.
Penerangan yang baik yaitu penerangan yang memungkinkan objek untuk dapat terlihat

2
dengan jelas, cepat dan tanpa upaya yang tidak perlu. Penerangan yang baik akan
mengurangi PAK (Penyakit Akibat Kerja) bagi pekerja.

Pencahayaan ruangan, khususnya ditempat kerja yang kurang memenuhi persyaratan


tertentu dapat memperburuk penglihatan, karena ditempat kerja yang kurang memenuhi
persyaratan tertentu dapat memperburuk penglihatan, karena jika pencahayaan terlalu
besar ataupun lebih kecil, pupil mata harus berusaha menyesuaikan cahaya yang
diterima oleh mata agar tidak mengganggu aktivitas pekerja.

PT PLN (Persero) Sektor Pembangkitan Mahakam, PLTD Karang Asam Samarinda


merupakan lokasi industri yang didalamnya terjadi berbagai kegiatan produksi yang
menggunakan berbagai mesin yang tentunya mengeluarkan intensitas kebisingan yang
tinggi. Kegiatan di dalam lokasi tersebut membutuhkan kualitas pencahayaan yang baik
agar kegiatan berjalan dengan lancar selain itu kesehatan dan keselamatan kerja tetap
terjaga. PT PLN (Persero) Sektor Pembangkitan Mahakam, PLTD Karang Asam
Samarinda memiliki 2 ruang mesin, yaitu Ruang Mesin SWD (Stork Weakspoor
Diesel), dan Ruang Mesin Sulzer.

Oleh karena itu, Praktikum Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dilaksanakan agar
praktikan dapat mengetahui tingkat kebisingan dan pencahayaan dan perbandingannya
dengan regulasi terkait, dampak dan upaya pengendalian kebisingan, faktor-faktor yang
mempengaruhi intensitas pencahayaan di PT. PLN Unit Pelaksana Pengendalian
Pembangkitan Sektor Mahakam Unit Layanan PLTD Karang Asam Samarinda.

1.2 Tujuan Praktikum

Tujuan dari dilakukannya praktikum Kesehatan Keselamatan Kerja (K3) yaitu :


a. Mengetahui perbandingan intensitas kebisingan dengan Peraturan Menteri
Ketenagakerjaan Republik Indonesia No. 5 Tahun 2018 tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja di Ruang Mesin SWD (Stork Weakspoor
Diesel) PLTD Karang Asam.
b. Mengetahui hasil pengukuran tingkat kebisingan dan perbandingannya terhadap
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 5 Tahun 2018 pada Ruang Mesin Sulzer di

3
PT. PLN Unit Pelaksana Pengendalian Pembangkitan Sektor Mahakam Unit
Layanan PLTD Karang Asam Samarinda.
c. Mengetahui dampak dan upaya pengendalian kebisingan terhadap perkerja di lokasi
Ruang Mesin SWD (Stork Weakspoor Diesel) dan Ruang Mesin Sulzer pada PT.
PLN Unit Pelaksana Pengendalian Pembangkitan Sektor Mahakam Unit Layanan
PLTD Karang Asam Samarinda.
d. Mengetahui hasil pengukuran tingkat pencahayaan dan perbandingannya terhadap
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 5 Tahun 2018 pada Ruang Kontrol SWD
(Stork Weakspoor Diesel) di PT. PLN Unit Pelaksana Pengendalian Pembangkitan
Sektor Mahakam Unit Layanan PLTD Karang Asam Samarinda.
e. Mengetahui hasil pengukuran tingkat pencahayaan dan perbandingannya terhadap
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 5 Tahun 2018 pada Ruang Kontrol Sulzer
lantai 2 di PT. PLN Unit Pelaksana Pengendalian Pembangkitan Sektor Mahakam
Unit Layanan PLTD Karang Asam Samarinda.
f. Mengetahui hasil pengukuran tingkat pencahayaan dan perbandingannya terhadap
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 5 Tahun 2018 pada Ruang Kantor di PT.
PLN Unit Pelaksana Pengendalian Pembangkitan Sektor Mahakam Unit Layanan
PLTD Karang Asam Samarinda.

1.3 Prinsip Praktikum

1.3.1 Pengukuran Intensitas Kebisingan

Praktikum Keselamatan Kesehatan Kerja (K3) tentang kebisingan dilakukan pada


Ruang Mesin SWD (Stork Weakspoor Diesel) dan Ruang Mesin Sulzer di PT. PLN Unit
Pelaksana Pengendalian Pembangkitan Sektor Mahakam Unit Pelayanan PLTD Karang
Asam. Pengambilan data pengukuran tingkat kebisingan pada praktikum menggunakan
alat pengukur yaitu Sound Level Meter (SLM). Sound Level Meter memiliki komponen
berupa microphone yang berfungsi untuk menangkap gelombang suara di sekitarnya,
kemudian layar indikator akan menampilakan tingkat suara yang didapat. Pada
praktikum kali ini pengukuran tingkat kebisingan jumlah data yang diambil sebanyak
120 data dalam 1 titik. Pengambilan data dilakukan setiap 5 detik selama 10 menit.

4
1.3.2 Pengukuran Intensitas Pencahayaan

Praktikum Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) tentang pengukuran intensitas


pencahayaan dilaksanakan pada Ruang Kontrol SWD (Stork Weakspoor Diesel), dan
Ruang Kontrol Sulzer di PT. PLN (Persero) Unit Pelaksana Pengendalian Pembangkitan
Sektor Mahakam Unit Layanan PLTD Karang Asam, Samarinda. Pengukuran tingkat
pencahayaan pada praktikum menggunakan alat pengukur yaitu Lux Meter. Prinsip alat
ini mengubah energi dari foton menjadi elektron. Lux Meter memiliki sensor pada
bagiannya, sensor tersebut akan menangkap sumber cahaya yang akan diukur
intensitasnya. Cahaya akan menyinari sel foto sebagai energi yang diteruskan oleh sel
foto menjadi arus listrik, semakin banyak cahaya yang diserap oleh sel arus yang
dihasilkan semakin besar. Nilai atau hasil dari ntensitas cahaya yang didapat akan
ditampilkan pada layar panel. Pada praktikum pengukuran dilakukan dengan metode
pengukuran pencahayaan umum, terdapat 5 titik pengukuran dimana masing-masing
titik akan diambil sebanyak 3 data.

5
1.4 Bagan Alir

1.4.1 Pengukuran Intensitas Kebisingan

Alat Tulis APD


Disiapkan alat dan bahan

Sound Level
Kamera
Meter

Dilakukan kalibrasi pada alat


ukur

Dilakukan pengukuran
intensits kebisingan pada titik
yang telah ditentukan

Dicatat hasil pengukuran pada


form pengukuran

Dilakukan wawancara kepada


salah satu tenaga kerja

Didokumentasikan setiap
kegiatan praktikum

Gambar 1.1 Bagan Alir Pengukuran Intensitas Kebisingan

6
1.4.2 Pengukuran Intensitas Pencahayaan

Alat Tulis APD


Disiapkan alat dan bahan

Kamera Lux Meter

Dilakukan kalibrasi pada alat


ukur

Dilakukan pengukuran
intensitas pencahayaan pada
titik yang telah ditentukan

Dicatat hasil pengukuran pada


form pengukuran

Dilakukan wawancara kepada


salah satu tenaga kerja

Didokumentasikan setiap
kegiatan praktikum

Gambar 1.2 Bagan Alir Pengukuran Intensitas Pencahayaan

7
BAB 2
LANDASAN TEORI

2.1 Kebisingan

2.1.1 Pengertian Kebisingan

Bunyi atau suara di defenisikan sebagai serangkaian gelombang yang merambat dari
suara sumber getar sebagai akibat perubahan kerapatan dan juga tekanan. Defenisi lain
suara adalah sensasi yang dihasilkan apabila getaran longitudinal molekul-molekul dari
lingkungan luar, yaitu pemadatan dan perenggangan dari molekul-molekul yang silih
berganti, mengenai membran timpani. Pola dari gerakan ini digambarkan sebagai
perubahan-perubahan tekanan pada membran timpani tiap unit waktu merupakan
sederatan gelombang dan gerakan ini dalam lingkungan sekitar kita umumnya
dinamakan gelombang suara. Bunyi merupakan perubahan tekanan dalam udara yang
ditangkap oleh gendang telinga dan disalurkan ke otak (Bukhari, 2007).

Terkait dengan kebisingan itu sendiri diantara devisi tersebut yaitu bising dalam
kesehatan kerja diartikan sebagai suara yang dapat menurunkan pendengaran baik
secara kuantitatif tingkatan ambang pendengaran maupun secara kualitatif atau
penyempitan spektrum pendengaran berkaitan dengan faktor intensitas frekuensi durasi
dan pola waktu kebisingan merupakan salah satu faktor bahaya fisik yang sering
dijumpai tempat kerja terpapar oleh kebisingan yang berlebihan dapat merusak
kemampuan untuk mendengar atau menjadi tuli dan juga dapat pula mempengaruhi
anggota tubuh (Bukhari, 2007).

Bunyi atau suara yang tidak dikehendaki yang bersifat mengganggu pendengaran dan
dapat menurunkan daya dengar seseorang yang terpapar dan segi kualitas bunyi dapat
dibedakan menjadi dua yaitu frekuensi yang dinyatakan dalam jumlah getaran per detik
atau hal yaitu jumlah getaran dalam satu detik yang sampai ke telinga dan intensitas
atau arus energi yang dinyatakan dalam desibel yaitu perbandingan antara kekuatan

8
dasar bunyi dengan frekuensi yang dapat diterima oleh tingkat normal bunyi atau suara
didefinisikan sebagai serangkaian gelombang yang merambat dari suatu sumber getar
akibat kerapatan dan tekanan udara kebisingan merupakan terjadinya bunyi yang tidak
dikehendaki termasuk bunyi yang tidak beraturan dan bunyi yang tidak dikeluarkan oleh
transportasi dan industri sehingga dalam jangka waktu yang panjang akan dapat
mengganggu dan membahayakan konsentrasi kerja merusak pendengaran atau
kesehatan dan mengurangi aktivitas kerja (Suma'mur, 1995).

2.1.2 Jenis-Jenis Kebisingan

Menurut Bukhari (2007), kebisingan dibagi menjadi 4 jenis yaitu:


a. Kebisingan yang kontinyu dengan spektrum frekuensi yang luas misalnya mesin-
mesin dan berpijar dan lain-lain.
b. Kebisingan yang kontinyu dengan spektrum frekuensi yang sempit misalnya gergaji
sekuler katup gas dan lain-lain.
c. Kebisingan terputus-putus intermiten atau interlude adalah kebisingan di mana
suara mengeras dan kemudian lemah secara perlahan-lahan misalnya lalu lintas
suara kapal terbang di lapangan udara.

Menurut Bukhari (2007), berdasarkan pengaruhnya terhadap manusia bisa dibagi atas:
a. Bising yang mengganggu, intensitas tidak terlalu parah misalnya mendengkur dan
buang angin.
b. Bising yang menutupi, merupakan bunyi yang tidak kedengaran dengan jelas secara
tidak langsung bunyi ini akan mempengaruhi kesehatan dan keselamatan bekerja
karena gerakan isyarat atau tanda bahaya tenggelam dari sisi dari sumber lain.
c. Bising yang merusak adalah bunyi yang melampaui NAB jenis ini akan merusak
atau menurunkan fungsi pendengaran.

2.1.3 Pengukuran Kebisingan

Menurut Andriani (2017), untuk mengukur kebisingan di lingkungan kerja dapat


dilakukan dengan menggunakan alat Sound Level Meter sebelumnya intensitas bunyi

9
adalah jumlah energi bunyi yang merambat tegak lurus bidang perdetik metode
pengukuran akibat kebisingan di lokasi kerja yaitu:
a. Pengukuran dengan listrik sampling
cobaan ini dilakukan bila kebisingan diduga melebihi ambang batas hanya pada
satu atau beberapa lokasi saja kompor ini juga dapat dilakukan untuk mengevaluasi
kebisingan yang disebabkan oleh suatu peralatan sederhana misalnya kompresor.
b. Pengukuran dengan membuat peta atau kontur
Dalam mengukur kebisingan karena peta tersebut dapat menentukan gambar
tentang kondisi kebisingan dengan cakupan area. Pengukuran ini dilakukan dengan
membuat gambar di isoplet pada kertas skala sesuai dengan pengukuran yang
dibuat

2.1.4 Alat Pengukur Kebisingan

Alat utama pengukur kebisingan adalah Sound Level Meter atau SLM alat ini mengukur
kebisingan antara 30-130 dB dengan frekuensi antara 20-20000 Hz suatu sistem
kalibrasi terdapat dalam alat itu sendiri kecuali untuk kalibrasi microphone diperlukan
dengan kalibrasi tersendiri sebagai kalibrasi dapat di pakai pengeras suara yang
kekuatannya suaranya diatur amplifier atau suatu pistonphone dibuat untuk maksud
kalibrasi ini yang tergantung dari tekanan udara sehingga perlu koreksi tergantung dari
barometer kalibrator dengan intensitas tinggi 125 dB lebih disenangi oleh manusia
karena alam itu mungkin dipakai mengukur intensitas tinggi (Suma'mur, 1995).

2.1.5 Pengaruh Kebisingan Terhadap Kesehatan

Menurut Mediastika (2008), kebisingan sangat berpengaruh terhadap manusia banyak


penyakit atau gangguan yang dapat ditimbulkan oleh bising maka penyakit atau
gangguan ini dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a. Gangguan fisiologis kebisingan dapat menyebabkan gangguan fisiologis itu internal
body sistem. Internal Body System adalah sistem fisiologis yang terpenting untuk
kehidupan yang kurang nafsu dapat menimbulkan kelelahan dada berdebar jantung

10
mempercepat pernapasan pusing sakit kepala dan flu nafsu makan selain itu juga
dapat meningkatkan tekanan darah.
b. Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman Kurang konsentrasi rasa
jengkel rasa khawatir cemas bisa tidur mudah marah dan tersinggung suara secara
psychologist dianggap bising dapat disebabkan oleh 3 faktor yaitu volume perkiraan
dan pengendalian faktor volume dapat dijelaskan bahwa suara yang semakin keras
akan dirasakan mengganggu Jika suara bising itu dapat diperkirakan datangnya
secara teratur pesan gangguan yang ditimbulkan akan lebih kecil daripada suara itu
datang tiba-tiba atau tidak teratur lain halnya jika semua itu bisa dikendalikan.
c. Komunikasi risiko potensial terhadap pendengaran terjadi apabila komunikasi
pembicaraan harus dijalankan dengan berteriak gangguan ini dapat menyebabkan
terganggunya pekerjaan dan kadang-kadang mengakibatkan salah pengertian secara
tidak langsung dapat menurunkan kualitas dan kuantitas kerja
d. Gangguan pendengaran seorang pekerja yang di lingkungan bisingmaka akan
mengalami penurunan daya dengat dan pengaruh penurunan ini dapat terjadi selama
bebrapa menit, jam dan perhari. paparan yang terus menerus berlangsung prediksi
las yang tinggi maka akan menyebabkan penurunan pendengaran secara perlahan
menurun dengan ini disebabkan karena destruksi sel rambut yang terdapat pada
koklea.

2.1.6 Pengendalian Kebisingan

Mengingat dampak negatif dari paparan kebisingan bagi manusia sebisa mungkin
diusahakan agar tingkat kebisingan yang memanfaatkan manusia lebih rendah dari baku
tingkat kebisingan hal ini dapat dilakukan dengan pengendalian kebisingan pada
sumbernya penempatan penghalang pada jalan transmisi ataupun proteksi pada manusia
yang terpapar pengendalian pada sumbernya dapat melalui pemberlakuan peraturan
yang melarang sumber bising misalnya mesin pabrik, mengeluarkan bunyi dengan
tingkat kebisingan yang tinggi penampakan penghalang pada jalan transmisi di antara
sumber bising dengan manusia yang terpapar (Andriani, 2017).

Menurut Suma'mur (1995), pengendalian kebisingan dapat dilakukan antara lain:

11
a. Pengurangan kebisingan
Pengalaman menekankan bahwa modifikasi mesin atau bangunan untuk pengurangan
kebisingan adalah sangat mahal dan kurang
b. Penempatan penghalang pada jalan transmisi
Isolasi mesin adalah usaha yang baik mengurangi kebisingan untuk perencanaan
harus alat dan bahan yang dipakai harus mampu menyerap suara
c. Deteksi dengan sumbat atau tutup telinga
Biasanya lebih efektif dari penyumbat telinga saat ini dipakai mengurangi intensitas
kebisingan sekitar 20-25 dB.

2.1.7 Baku Mutu Kebisingan

Menyadari dampak yang ditimbulkan oleh suatu kebisingan pada pemerintah negara
maju telah berupaya agar permasalahan kebisingan dapat dipahami oleh kepada
masyarakat umum dan diatur dalam perundang-undangan yang disertai dengan sanksi
bagi yang menghasilkan kebisingan tersebut meski demikian negara-negara
berkembang sering menghadapi kendala untuk menerapkan peraturan yang ketat alasan
utamanya adalah tingkat pertumbuhan ekonomi masyarakat yang rendah hal ini
mengakibatkan banyaknya peralatan dan mesin yang sesungguhnya tidak layak pakai
lagi masih dipergunakan peralatan mesin ini menimbulkan kebisingan yang tinggi
(Mediastika, 2008).

Pemerintah Indonesia memiliki aturan kebisingan yaitu Peraturan Menteri Kesehatan


Nomor 718/Menkes/per/XI/97, diperoleh bahwa tingkat kebisingan sebagai berikut
pada laboratorium Rumah Sakit Panti perawat tingkat kebisingan hasilnya adalah 35-45
dB, pada rumah sekolah tempat rekreasi tingkat kebisingan hasilnya adalah 45-55 dB
pada kantor atau perkantoran tingkat kebisingan hasilnya adalah 50-60 dB pada industri
Terminal dan stasiun kereta api tingkat kebisingan maksimumnya adalah 60-70 dB
semakin bertambahnya pemakaian kendaraan bermotor tingkat kebisingan di tepi jalan
raya di beberapa kota besar di Indonesia umumnya mendekati 70-80 dB pernyataan ini
menunjukkan bahwa bangunan harus dirancang dengan cermat (Mediastika, 2008).

12
2.1.8 Dampak Kebisingan Terhadap Kesehatan

Pengaruh utama besarnya intensitas kebisingan terhadap kesehatan pada makhluk hidup
khusunya pada manusia adalah kerusakan indra pendengaran yang dapat menyebabkan
ketulian progresif. Pengaruh tersebut tentunya sangat-sangat penting bagi hygiene
perusahaan dan kesehatan kerja. Efek kebisingan yang terpapar pada penerima
kebisingan pada pendengaran biasanya bersifat sementara dan pemulihan dapat terjadi
secara cepat, apabila seseorang berada terus menerus ditempat yang bising dan terpajan
pada kebisingan itu, orang tersebut akan kehilangan daya dengar yang sifatnya menetap
(tuli tetap) dan tidak dapat pulih kembali. Ketulian pada telinga biasanya dimulai pada
frekuensi suara sekiar 4.000 Hz yang kemudian meningkat dan meluas ke frekuensi di
sekitarnya dan akhirnya mengenai frekuensi suara yang digunakan untuk suatu
percakapan (Slamet, 2006).

Gangguan fisiologis adalah gangguan yang mula-mula timbul akibat kebisingan.


Pembicaraan atau instruksi dalam pekerjaan tidak dapat didengar secara jelas,
pembicara terpaksa berteriak-teriak selain memerlukan ekstra tenaga juga menambah
kebisingan. Misalnya, naiknya tekanan darah, nadi menjadi cepat, vasokontriksi
pembuluh darah (semutan), mempengaruhi keseimbangan, sakit kepala (pusing),
perasaan mual, otot leher terasa tegang atau metabolisme tubuh meningkat. Kebisingan
juga dapat menurunkan kinerja otot yaitu berkurangnya kemampuan otot untuk
melakukan kontraksi dan relaksasi, berkurangnya kemampuan otot tersebut
menunjukkan terjadi kelelahan pada otot untuk pendengaran. Toleransi manusia
terhadap kebisingan bergantung pada faktor akustikal dan faktor non-akustikal. Faktor
akustikal meliputi: tingkat kekerasan bunyi, frekuensi bunyi, durasi munculnya bunyi,
fluktuasi kekerasan bunyi, fluktuasi frekuensi bunyi, dan waktu munculnya bunyi.
Sementara faktor non-akustikal meliputi: pengalaman terhadap kebisingan, kegiatan,
perkiraan terhadap kemungkinan munculnya kebisingan, kepribadian, lingkungan dan
keadaan. Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, rasa jengkel,
kebingungan, ketakutan, emosi meningkat, susah berkonsentrasi, motivasi untuk
berfikir dan bekerja berkurang karena bising. Pemaparan jangka waktu lama juga dapat
menimbulkan penyakit psikosomatik (Chandra, 2007).

13
2.1 Pencahayaan

2.2.1 Definisi Pencahayaan

Cahaya merupakan satu bagian berbagai jenis gelombang elektromagnetis yang terbang
ke angkasa dimana dari gemebung tersebut memiliki panjang dan frekuensi tertentu
yang nilainya dapat dibedakan dari energi cahaya lainnya dalam spektrum
elekromagnetisnya. Menurut Kepmenkes Nomor 1405 tahun 2002 tentang Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri, pencahayaan adalah jumlah
penyinaran pada suatu bidang kerja yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan
secara efektif tidak terhambat. Pencahayaan dalam suatu ruang dapat diperoleh melalui
sistem pencahayaan buatan dan sistem pencahayaan alami atau kombinasi keduanya
(Gabriel, 2001).

Cahaya didefinisikan gejala fisis di mana sumber suatu cahaya memancarkan energi dan
sebagian energi diubah menjadi cahaya tampak. Perambatan cahaya di ruang batas
dilakukan oleh gelombang-gelombang elektromagnetik sehingga merupakan suatu
gejala getaran. Gejala yang sejenis dengan cahaya ialah gelombang panas, radio, televisi
dan sebagainya gelombang ini hanya berbeda frekuensinya saja. Fluks cahaya adalah
lumens. Lux cahaya per satuan sudut yang dipancarkan ke suatu arah tertentu disebut
dengan intensitas cahaya (Atmam, 2015).

Pencahayaan didefiniskan sebagai jumlah cahaya yang jatuh pada sebuah bidang
permukaan tingkat pencahayaan pada suatu ruangan didefinisi sebagai tingkat
pencahayaan rata-rata bidang kerja dengan bidang kerja adalah sebuah bidang
horizontal imajiner yang terletak 0,75 m permukaan lantai pada seluruh ruangan.
pencahayaan memiliki satuan lux (Im/m2), dimana Im adalah lumens dan m2 adalah
satuan luas permukaan, pencahayaan yang baik menyebabkan manusia dapat melihat
objek-objek yang dikerjakannya dengan jelas. Cahaya merupakan satu bagian berbagai
jenis gelombang elektromagnetik yang terbang ke angkasa dimana gelombang tersebut
memiliki panjang dan frekuensi tertentu yang nilainya dapat dibedakan dari energi
cahaya dalam suatu spektrum elektromagnetik (Suhardi, 2008).

14
2.2.2 Sumber Pencahayaan

Menurut Siswanto (1993), ada dua sumber pencahayaan yaitu:


a. Penerangan alami berasal dari serat alami dari matahari pada siang hari selama 12
jam dalam sehari, untuk mendapatkan cahaya matahari harus memperhatikan letak
jendela dan lebar jendela. Luas jendela untuk penerangan alam sekitar 20% luas
lantai ruangan penerangan alami dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain musim,
waktu, jarak dan luas jalan termasuk penerangan alami.Penerangan alami lebih baik
dibandingkan penerangan buatan.
b. Penerangan buatan, berasal dari lampu, listrik, gas dan minyak. Pencahayaan buatan
suatu tempat kerja bertujuan untuk melengkapi pencahayaan alami sehinggan tercipta
suatu ruangan kerja yang menyenangkan dan nyaman. Penerangan buatan yang
berkualitas harus memenuhi standar baku mutu pada Peraturan Menteri Kesehatan
No. 48 tahun 2016 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

Menurut Suma'mur (1998), dalam penggunaan penerangan listrik harus memenuhi


syarat-syarat sebagai berikut:
a. Penerangan listrik tidak menimbulkan pertambahan Suhu di tempat kerja yang
berlebihan
b. Jika itu terjadi maka diusahakan suhu dapat turun misalnya dengan pemasangan
ventilasi dan kipas angin
c. Sumber daya listrik harus memberikan penerangan dengan intensitas yang tepat
menyebar merata tidak berkedip tidak menyilaukan serta tidak menimbulkan
bayangan mengganggu.

2.2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Pencahayaan

Menurut Soeripto (2008), faktor yang mempengaruhi intensitas pencahayaan sebagai


berikut:
a. Kontras, sifat terlihat dengan memberi cahaya dari lampu sebagai contoh tinta tulis
yang berwarna hitam memantulkan sedikit cahaya atau sama sekali tidak
memantulkan cahaya. Oleh karena itu adanya kontras atau perbedaan yang tinggi

15
maka sifat dapat dilihat pada tempat kerja menjadi baik dan membaca dapat
dilakukan dengan mudah.
b. Arah dan distribusi cahaya, ditinjau dari cahaya distribusinya ada 6 macam sistem
sumber cahaya buatan atau lampu yaitu langsung 90% semi langsung 60 -90%
general diffuse 40-60%, semi tidak langsung 10-40% dan tidak langsung <40%.
berdasarkan presentasi ini menghasilkan arah tujuan antara garis vertikal dan
horizontal.

Kualitas warna suatu lampu mempunyai dua karakteristik yang berbeda sifatnya yaitu
tampak warna yang dinyatakan dalam temperatur warna dan redarasi warna yang dapat
mempengaruhi penampilan objek yang diberikan cahaya. Suatu lampu sumber cahaya
yang mempunyai tampak warna yang sama dapat mempunyai renderasi warna yang
berbeda redensi warna adalah efek psikofisik suatu sumber cahaya atau lampu terhadap
warna objek objek yang diterangi dinyatakan dalam suatu angka indeks yang diperoleh
berdasarkan perbandingan dengan efek warna sumber cahaya (Wisnu, 2014).

Sistem pencahayaan alami perlu ditata dengan sebaik mungkin guna membantu manusia
memperoleh kemudahan ketika melakukan aktivitasnya pencahayaan alami merupakan
bagian utama pada desain pencahayaan alami atau daylighting design. Upaya ini
kelihatannya sangat mudah meski kenyataannya tidaklah sederhana yang terlihat cahaya
yang masuk tidak semata-mata membuat akses cahaya dari ruang luar ke ruang dalam
bukaan sebesar atau memasang bidang yang transparan seluas-luasnyaa, agar cahaya
dapat masuk dengan leluasa cara ini tentu bukan pendekatan desain yang tepat karena
bukan kuantitas semata yang menjadi pertimbangan tapi kualitas cahaya serta berbagai
faktor lain pun harus diperhatikan penerangan yang baik akan membantu kita menger
jakan dan membuat kita merasa nyaman ketika mengerjakannya walaupun sederhana ini
menciptakan kenyamanan (Nova, 2017).

Pencahayaan merupakan bagian penting dari bangunan dalam menunjang produktivitas


kerja manusia. pencahayaan buruk dapat mengganggu aktivitas manusia yang dapat
menimbulkan gangguan kesehatan khususnya gangguan mata. Desain bangunan harus
diperhatikan dan dipertimbangkan fungsi dan kebutuhan agar penghuni dapat merasa

16
nyaman pencahayaan yang baik dapat dicapai dengan pemanfaatan pencahayaan alami
dan buatan namun dengan Indonesia yang terletak di iklim tropis dengan penerimaan
cahaya matahari berlebih maka pencahayaan alami dioptimalkan. Tersedianya
pencahayaan alami secara optimal sangat diinginkan karena memenuhi 2 kebutuhan
dasar manusia kebutuhan visual untuk melihat baik bidang kerja maupun ruang dan
untuk mengalami stimulasi lingkungan dari efek pencahayaan tersebut optimalisasi
pencahayaan alami dipengaruhi oleh distribusi cahaya matahari yang masuk ke dalam
ruangan yang tergantung pada lebar dan orientasi bukaan (Tri, 2015)

Selain untuk mencapai kenyamanan visual optimalisasi pencarian alami dapat


mereduksi pemakaian energi bangunan suatu bangunan tinggi perkantoran tipikal
proporsi penggunaan energi umumnya meliputi 55% untuk sistem kondisi udara 25%
untuk sistem tata cahaya dan 20% sisanya untuk peralatan lainnya data tersebut
menunjukkan bahwa sistem tata cahaya memiliki kontribusi energi terbesar kedua
setelah sistem tata udara besarnya energi yang dihasilkan oleh sistem tata udara juga
akibat dari serapan kalor yang diterima dari radiasi matahari semakin lebar bukaan
semakin besar kalor yang diterima yang mengakibatkan sistem tata udara bekerja ekstra
sehingga perlu adanya kontrol untuk mengendalikan lebar bukaan dan orientasi bukaan
(Tri, 2015).

2.2.4 Lux Meter

Luxmeter adalah alat ukur kuat penerangan dalam suatu ruangan satuan ukuran
luxmeter adalah lux. Luxmeter juga disebut digital light meter alat ini dilengkapi sensor
cahaya yang sangat peka terhadap perubahan jumlah cahaya yang diterima prinsip kerja
luxmeter yaitu menangkap energi cahaya melalui photocell yang ada dan mengubahnya
menjadi energi listrik selanjutnya energi listrik dalam bentuk arus digunakan untuk
menggerakkan jarum skala untuk alat digital energi listrik diubah menjadi angka yang
dapat dibaca pada layar monitor (Latifah, 2015).

Terdapat beberapa penentu kuat larangan yang terukur pada bidang kerja yaitu
hubungan geometris antara titik ukur dan gelombang cahaya yang terdapat sistem

17
pencarian lubang cahaya efektif dari titik ukur ke arah lubang cahaya ukuran dan posisi
lubang cahaya akan menentukan besar kuat penerangan yang terukur di titik ukur
distribusi terang langit yaitu kondisi langit terkait dengan distribusi awan dan cuaca
akan menentukan besar kuat penerangan yang terukur diukur bagian langit yang dapat
diukur dari titik ukur besarnya terdapat penghalang sehingga tidak semua langit terlihat
dari titik ukur tingkat transparansi lubang-lubang cahaya semakin besar kuat arus yang
terukur di titik ukur tersebut (Latifah, 2015).

Pengukuran intensitas penerangan di tempat kerja diatur dalam SNI 16-7062-2004


menurut standar tersebut pengukuran tingkat pada pencahayaan dalam satuan lux harus
dilakukan dengan luxmeter. Luxmeter merupakan alat yang mengubah energi cahaya
menjadi energi listrik menggunakan energi listrik dalam bentuk arus digunakan untuk
menggerakkan jarum skala sedangkan alat digital energi listrik diubah menjadi angka
yang dapat dibaca pada layar monitor. Sebelum digunakan luxmeter terlebih dahulu
dikalibrasi oleh praktikan di laboratorium kalibrasi yang terakreditasi langkah-langkah
selain untuk mengukur intensitas penerangan adalah penentuan titik pengukuran
pengukuran dibedakan menjadi dua macam yaitu untuk penerangan setempat dan umum
(Karien, 2007).

Salah satu luxmeter yang umum digunakan adalah keluaran extech model 401025. luas
negara ini memiliki rentang pengukuran untuk Jika cahaya dari 0-50.000 lux yang
terbagi dalam tiga rentang yaitu 0-2000 lux; 0-20.000 lux; dan 0-50.000 lux. Selain itu
luxmeter ini memiliki rentang pengukuran untuk foot-candle dari 0 hingga 5000 fc.
yang terbagi menjadi tiga rentang yaitu 0- 200 fc; 0 -2000 fc; dan 0-5000 fc. pemilihan
rentang yang tepat akan menghasilkan bacaan yang paling akurat tentang yang
menghasilkan digit angka maksimum tanpa melebihi hitungan maksimum dari rentang
tersebut. Fungsi utama pencahayaan adalah sebagai penerang ruangan untuk
mendukung kegiatan yang berlangsung dalam ruangan tersebut. Selain itu pencahayaan
juga dapat memberikan nilai lebih dalam suatu ruang, antara lain dapat membangun
suasana ruang, efek fisik dan psikologis. Semua itu adalah satu kesatuan yang saling
mempengaruhi dalam pencahayaan (Karien, 2007).

18
BAB 3
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Lokasi Praktikum

3.1.1 PT. PLN Unit Pelaksana Pengendalian Pembangkitan Sektor Makaham


Unit Layananan PLTD Karang Asam Samarinda

3.1.1.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktikum Pengukuran Intensitas Kebisingan di


PT. PLN Unit Pelaksana Pengendalian Pembangkitan Sektor Mahakam Unit
Layanan PLTD Karang Asam Samarinda
Praktikum Keselamatan Kesehatan Kerja tentang Pengukuran Intensitas Kebisingan
dilaksanakan pada hari Jum’at, 18 Oktober 2019 pada pukul 13.30 - 17.30 WITA
bertempat di Ruang Mesin SWD (Stork Weakspoor Diesel), pada pukul 15.45-16.15
WITA di Ruang Mesin Sulzer di PT. PLN Unit Pelaksana Pengendalian Pembangkitan
Sektor Mahakam Unit Layanan PLTD Karang Asam, Samarinda, Kalimantan Timur.

3.1.1.2 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktikum Pengukuran Intensitas Pencahayaan


di PT. PLN Unit Pelaksana Pengendalian Pembangkitan Sektor Mahakam Unit
Layanan PLTD Karang Asam Samarinda
Praktikum Keselamatan Kesehatan Kerja tentang Pengukuran Intensitas Pencahayaan
dilaksanakan pada hari Jum’at, 18 Oktober 2019 pada pukul 13.30-17.30 WITA
bertempat di Ruang Kontrol SWD (Stork Weakspoor Diesel), pada pukul 15.45-16.15
WITA di ruang Kontrol Mesin Sulzer lantai 2 di PT. PLN Unit Pelaksana Pengendalian
Pembangkitan Sektor Mahakam Unit Layanan PLTD Karang Asam, Samarinda,
Kalimantan Timur.

19
3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat dan Bahan Pengukuran Intensitas Kebisingan

3.2.1.1 Alat
Alat yang digunakan pada Praktikum Pengukuran Intensitas Kebisingan adalah sebagai
berikut :
a. Sound Level Meter Luxtron tipe SL-4011
b. Earmuff atau Earplug
c. Stopwatch
d. Safety Vest
e. Safety Shoes
f. Kamera
g. Meteran 50 Meter
h. Safety Helmet
i. Kalkulator

3.2.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada Praktikum Pengukuran Intensitas Kebisingan adalah
sebagai berikut :
a. Baterai
b. Form Pengukuran
c. Alat Tulis
d. Papan Scanner

3.2.2 Alat dan Bahan Pengukuran Intensitas Pencahayaan

3.2.2.1 Alat
Alat yang digunakan pada Praktikum Pengukuran Intensitas Pencahayaan adalah
sebagai berikut :
a. Lux Meter Luxtron tipe LX-101A
b. Stopwatch

20
c. Safety Vest
d. Safety Shoes
e. Kamera
f. Meteran
g. Safety Helmet
h. Kalkulator

3.2.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada Praktikum Pengukuran Intensitas Pencahayaan adalah
sebagai berikut :
a. Baterai
b. Form Pengukuran
c. Alat Tulis
d. Papan Scanner

3.3 Cara Kerja

3.3.1 Cara Kerja Praktikum Kebisingan

Cara kerja Pengukuran Intensitas Kebisingan dalam Praktikum Keselamatan Kesehatan


Kerja K3 adalah :
a. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
b. Dilakukan pengecekan APD (Alat Pelindung Diri) berupa earplug, earmuff, helm
safety, sepatu safety, dan rompi safety.
c. Ditentukan titik pengukuran.
d. Diatur posisi pemegang alat, stopwatch, dan pencatat hasil kebisingan.
e. Dinyalakan alat Sound Level Meter lalu diarahkan ke sumber bising.
f. Dinyalakan stopwatch selama 10 menit dan dicatat data kebisingan setiap 5 detik
sehingga didapatkan data sebanyak 120 data.
g. Dicatat hasil pengukuran pada form pengukuran data yang telah disediakan.
h. Dilakukan wawancara singkat kepada tenaga kerja mengenai kebisingan.
i. Didokumentasikan setiap prosedur praktikum yang dilakukan.

21
3.3.2 Cara Kerja Praktikum Pencahayaan

Cara kerja Pengukuran Intensitas Pencahayaan dalam Praktikum Keselamatan


Kesehatan Kerja (K3) adalah :
a. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
b. Dilakukan pengecekan APD (Alat Pelindung Diri) berupa helm safety, sepatu
safety, dan rompi safety.
c. Ditentukan titik pengukuran.
d. Dinyalakan lux meter.
e. Dikalibrasikan alat dengan menutup sensor hingga nilai pada display menunjukkan
angka 0 setelah itu sensor diarahkan ke arah sumber cahaya.
f. Ditunggu hingga angka pada layar konstan kemudian dicatat.
g. Dilakukan pengukuran sebanyak 3 kali di setiap titik dalam 1 menit, lalu dihitung
rata-ratanya.
h. Diulangi langkah-langkah diatas untuk 4 titik selanjutnya.
j. Dilakukan wawancara singkat kepada tenaga kerja mengenai kebisingan.
k. Didokumentasikan setiap prosedur praktikum yang dilakukan.

22
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan dan Pengukuran

4.1.1 Pengukuran Intensitas Kebisingan

4.1.1.1 PT. PLN Unit Pelaksana Pengendalian Pembangkitan Sektor Mahakam Unit
Pelaksana Pengendalian Pembangkitan Sektor Mahakam Unit Layanan PLTD
Karang Asam, Samarinda pada Ruang Mesin Stork Weakspoor Diesel (SWD).

a. Data Pengukuran Kebisingan pada Jarak 0 Meter

Tabel 4.1 Data Pengukuran Kebisingan di Ruang Mesin Stork Weakspoor Diesel
(SWD) pada Jarak 0 Meter
Data Pengukuran (dB)
99, 100,
99,1 99,0 99 100 98,7 98,8 98,8 100 100,4 99,8
4 6
99, 100,
99,3 99,1 99,4 102,5 98,8 100 100,1 101 100,4 99
9 6
99,
99,0 99,4 98,8 99,7 99,5 99,4 99,2 99,5 100,2 99,3 98,9
7
98,7 99,1 99,7 99 100 100,7 98,7 100 99,7 101,2 99,7 98,6
99, 100, 100,
99,5 99,5 99,4 99,4 100 99,4 99,4 100,3 99,3
3 4 4
99, 100,
99,7 98,9 99,4 98 98,8 99,5 100 100,9 99,2 99,5
4 1
100, 99,
99,1 98,8 99,4 99,7 99,4 100 99,7 99,5 99,6 99
4 1
100, 99, 100,
100,5 99,9 99,1 99,3 99,5 99,9 100 99,7 98,7
1 4 3
100, 98, 100,
100 99,5 99,6 98,6 99,4 100,2 99,3 98,7 99,9
7 9 3
99,
99,3 99 99,7 99,2 99 99,2 100,2 99,5 99,8 98,7 100,3
2
(Data Primer, 2019).

Tabel 4.2 Tabulasi Data Pengukuran Kebisingan di Ruang Mesin Stork Weakspoor
Diesel (SWD) pada Jarak 0 Meter

23
No. Lk (dB) nk Hasil
1 98 1
2 98,6 2
3 98,7 7
4 98,8 6 99,63 dB
5 98,9 3
99 8
7 99,1 6
8 99,2 5
Tabel 4.3 Tabulasi Data Pengukuran Kebisingan di Ruang Mesin Stork Weakspoor
Diesel (SWD) pada Jarak 0 Meter (Lanjutan)
No. Lk (dB) nk Hasil
9 99,3 7
10 99,4 10
11 99,5 10
12 99,6 2
13 99,7 9
14 99,8 2
15 99,9 4
16 100 10
17 100,1 3
18 100,2 3 99,63 dB
19 100,3 4
20 100,4 5
21 100,5 1
22 100,6 2
23 100,7 2
24 100,9 1
25 101 1
26 101,2 1
27 102,5 1
(Data Primer, 2019).

Grafik Pengukuran Kebisingan di Stork Weakspoor Diesel (SWD) Pada Jarak 0


Meter
103
Tingkat Kebisingan (dB)

102
101
100
99
98
97
96
95
5 35 65 95 125 155 185 215 245 275 305 335 365 395 425 455 485 515 545 575
Waktu (Detik)
Gambar 4.1 Grafik Pengukuran Kebisingan di Ruang Stork Weakspoor Diesel (SWD)
pada Jarak 0 Meter

24
b. Data Pengukuran Kebisingan pada Jarak 5 Meter

Tabel 4.4 Data pengukuran kebisingan pada ruang Stork Weakspoor Diesel (SWD)
pada Jarak 5 meter.
Data pengukuran (dB)
100, 100, 100, 99, 100, 101,
99,8 99,9 99,8 99,8 99,7 99,6
3 3 9 8 3 3
101, 100, 100, 99, 101, 100,
99,7 99,9 99,8 99,5 99 99,2
3 7 2 8 6 3
100, 99, 100, 100,
99,9 99,9 99,4 99,1 98,6 99,9 99,5 99,3
4 8 9 9
Tabel 4.5 Data pengukuran kebisingan pada ruang Stork Weakspoor Diesel (SWD)
pada
Jarak 5 meter (Lanjutan)
Data pengukuran (dB)
100, 100, 100, 99,
99,5 99,3 99,7 99,6 99,9 100 99,4 99,4
4 7 2 8
100, 99,
99,5 99,3 99,6 99 99,4 99,7 99,7 99,5 99,9 99,5
1 6
99, 100,
99,9 100 100 99,4 99,6 99,5 99,1 100 99,6 99,7
5 3
100, 100, 99, 100, 100,
99,7 99,5 101 99,2 99,9 99,7 99,2
2 8 4 6 4
100, 99, 100,
100 99,5 99,5 98,2 99,7 99,7 100 99,9 99,5
2 9 3
100, 99,
99,4 99,7 99 99,6 99,8 99,6 100 99,7 99,2 100
4 9
100, 100, 99,
99,8 99,6 100 99,4 100 100 99,3 99,8 99,2
6 5 9
(Data Primer, 2019).

Tabel 4.6 Tabulasi Data Pengukuran Kebisingan pada Ruang Stork Weakspoor Diesel
(SWD) pada Jarak 5 meter
No. Lk (dB) nk Hasil
1. 98,2 1
2. 98,6 1
3. 99 3
4. 99,1 2
5. 99,2 5
6. 99,3 4
7. 99,4 8
8. 99,5 12
9. 99,6 9 99,85 dB
10. 99,7 12
11. 99,8 11
12. 99,9 13
13. 100 11
14. 100,1 1
15. 100,2 4
16. 100,3 6

25
17. 100,4 4
18. 100,5 1
19. 100,6 2
20. 100,7 2
21. 100,8 1
22. 100,9 3
23. 101,0 1
24. 101,3 2
25. 101,6 1
(Data Primer, 2019).

Grafik Pengukuran Kebisingan di Ruang Stork Weakspoor Diesel (SWD) Pada


Jarak 5 Meter
102

101
Tingkat Kebisingn (dB)

100

99

98

97

96
5 35 65 9 5 1 2 5 15 5 1 8 5 2 1 5 24 5 2 7 5 30 5 33 5 3 6 5 39 5 42 5 4 5 5 48 5 5 1 5 5 4 5 57 5

Waktu (Detik)

Gambar 4.2 Grafik Pengukuran Kebisingan di Ruang Stork Weakspoor Diesel (SWD)
pada Jarak 5 Meter

c. Data Pengukuran Kebisingan pada Jarak 10 Meter

Tabel 4.7 Data pengukuran kebisingan pada ruang Stork Weakspoor Diesel (SWD)
pada Jarak 10 meter.
Data Pengukuran (dB)
99 99,2 100,5 99,6 99,1 98,8 98,3 97 99,5 98,9 98,7 98,6
99 98,9 99,5 98,8 98,2 98,4 98,2 97,7 98,7 98,1 98 99,6
98,8 98,7 98,9 98,9 98,8 97,9 98 98,2 98,2 99,8 98,7 99,1
100,
98,3 98,2 99,0 98,5 98,2 98,8 98,1 98,3 98,1 99,4 98,9
2
98,3 99,2 99,3 99,9 98,8 99,4 98,2 98,3 99,4 99,2 98,2 98,8
100,6 99,9 99,1 98,7 98,3 98,4 98,4 97,5 99,2 98,4 98,8 99,6
98,9 99 99,1 98,9 98,3 97,8 99 99,2 99 99,4 98,6 98,9
101,
99,6 99,2 98,4 99,5 98,7 98,3 98,4 98,1 98 98,1 98,8
0
98,8 98,6 98,5 99 99 98 99 98,5 98,7 99,3 99,1 99,8

26
99,9 99,4 100,3 97,6 98,6 98 97,9 98 99,8 101 99,2 100
(Data Primer, 2019).

Tabel 4.8 Tabulasi Data Pengukuran Kebisingan pada Stork Weakspoor Diesel
(SWD) pada Jarak 10 meter.
No. Lk (dB) Nk Hasil
1 97 1
2 97,5 1
3 97,6 1 98,91 dB
4 97,7 1
5 97,8 1
Tabel 4.9 Tabulasi data pengukuran kebisingan pada Stork Weakspoor Diesel
(SWD) pada jarak 10 meter (Lanjutan)
No. Lk (dB) nk Hasil
7 98 6
8 98,1 5
9 98,2 7
10 98,3 7
11 98,4 3
12 98,5 3
13 98,6 5
14 98,7 9
15 98,8 11
16 98,9 11
17 99 9
18 99,1 4
19 99,2 7
98,91 dB
20 99,3 2
21 99,4 5
22 99,5 3
23 99,6 4
24 99,7 1
25 99,8 2
26 99,9 3
27 100 1
28 100,2 1
29 100,5 1
30 100,6 1
31 100,8 1
32 101 2
(Data Primer, 2019).

27
Grafik Pengukuran Kebisingan di Ruang Stork Weakspoor Diesel (SWD) Pada Jarak
10 Meter

102
Tingkat Kebisingan (dB)

101
100
99
98
97
96
95
5 35 65 95 1 2 5 15 5 1 8 5 2 1 5 2 4 5 2 7 5 30 5 3 3 5 36 5 3 9 5 4 2 5 45 5 4 8 5 51 5 5 4 5 57 5

Waktu (Detik)

Gambar 4.3 Grafik Pengukuran Kebisingan di Ruang Stork Weakspoor Diesel (SWD)
pada Jarak 10 Meter

28
4.1.1.2 Data kebisingan rata-rata Ruang Mesin Stork Weakspoor Diesel (SWD) pada
jarak 0 m, 5 m, 10 m
Tabel 4.10 Data kebisingan rata-rata ruang Sulzer pada jarak 0 m, 5 m, 10 m
Nilai Kebisingan (dB) Rata-rata(dB)
99,63
99,85 99,46
98,91
(Data Primer, 2019).

4.1.1.3 PT. PLN Unit Pelaksana Pengendalian Pembangkitan Sektor Mahakam Unit
Pelaksana Pengendalian Pembangkitan Sektor Mahakam Unit Layanan PLTD
Karang Asam, Samarinda pada Ruang Mesin Sulzer.

a. Data Pengukuran kebisingan di Ruang Mesin Sulzer Jarak 0 meter

Tabel 4.11 Data pengukuran kebisingan di Ruang Mesin Sulzer pada jarak 0 m
Data Pengukuran (dB)
67,
79,9 60,6 79,7 59,4 57,6 59,1 73 59,6 58,9 6
63,
91,2 59,2 72,1 62,4 57,7 62,4 65,5 58,3 58,8 5
60,
83,9 59,1 63,7 58,7 57,6 60 67,4 57,7 60,3 8
69,9 58,2 69,2 63,2 57,7 57,8 65,5 57,9 60,8 62
59,
59,6 58,3 75,7 68,9 57,7 69,9 61,2 57,7 60,2 2
58,
58,2 58,2 64,5 57,8 58,7 79 59,3 57,5 58,7 2
57,
75,1 53,1 61,3 57,7 64 69,5 69 57,3 59,1 9
57,
63,7 58 63 57,3 61,1 63,1 61,8 57,3 60,2 5
57,
59,3 58 58,8 58,8 65,2 60,3 58,2 57,3 58,5 5
59,8 58,4 59,3 57,8 66,5 59,9 60,5 57,3 57,5 59
57,
66,5 58,7 58,4 57,6 59,6 61,2 59,4 57,5 57,4 5
57,
59,4 63,9 69 57,6 58,6 60,8 59,1 57,3 57,4 5
(Data Primer ,2019).

Tabel 4.12 Tabel Tabulasi Pengkuruan Kebisingan di Ruang Mesin Sulzer 0 m


No Lk (dB) nk Nilai
1 102.2 1 103,26 dB

29
2 102.5 6
3 102.6 2
4 102.7 1
5 102.8 9
6 102.9 5
7 103 15
8 103.1 12
9 103.2 18
10 103.3 4
Tabel 4.13 Tabel Tabulasi Pengkuruan Kebisingan di Ruang Mesin Sulzer 0 m (Lanjutan)
No Lk (dB) nk Nilai
11 103.4 10
12 103.5 7
13 103.6 1
14 103.7 2 103,26 dB
15 103.8 2
16 103.9 3
17 104.4 1
(Data Primer,2019).

Grafik Pengukuran Kebisingan di Ruang Mesin Sulzer Pada Jarak 0 Meter


96.5
96
Tingkat Kebisingan (dB)

95.5
95
94.5
94
93.5
93
5 35 65 95 125155185215245275305335365395425455485515545575
Waktu (detik)

30
Gambar 4.4 Grafik Data Pengukuran Kebisingan di Ruang Mesin Sulzer Pada Jarak 0
Meter

c. Data Pengukuran kebsingan di Ruang Mesin Sulzer Jarak 5 meter

Tabel 4.14 Data pengukuran kebisingan di Ruang Mesin Sulzer pada jarak 5 m
Data Pengukuran (dB)
79,9 60,6 79,7 59,4 57,6 59,1 73 59,6 58,9 67,6
91,2 59,2 72,1 62,4 57,7 62,4 65,5 58,3 58,8 63,5
83,9 59,1 63,7 58,7 57,6 60 67,4 57,7 60,3 60,8
69,9 58,2 69,2 63,2 57,7 57,8 65,5 57,9 60,8 62
59,6 58,3 75,7 68,9 57,7 69,9 61,2 57,7 60,2 59,2
58,2 58,2 64,5 57,8 58,7 79 59,3 57,5 58,7 58,2
75,1 53,1 61,3 57,7 64 69,5 69 57,3 59,1 57,9
63,7 58 63 57,3 61,1 63,1 61,8 57,3 60,2 57,5
59,3 58 58,8 58,8 65,2 60,3 58,2 57,3 58,5 57,5
59,8 58,4 59,3 57,8 66,5 59,9 60,5 57,3 57,5 59
66,5 58,7 58,4 57,6 59,6 61,2 59,4 57,5 57,4 57,5
59,4 63,9 69 57,6 58,6 60,8 59,1 57,3 57,4 57,5
(Data Primer ,2019).
Tabel 4.15 Tabel Tabulasi Pengkuruan Kebisingan di Ruang Mesin Sulzer 5 m
No Lk(dB) nk Nilai
1 103.2 1
2 103.4 1
3 103.6 1
4 103.7 2
5 103.8 7
6 103.9 17
7 104 12
102,77 dB
8 104.1 29
9 104.2 15
10 104.3 3
11 104.4 6
12 104.5 2
13 104.6 2
14 104.7 2

31
(Data Primer, 2019).

Grafik Pengukuran Kebisingan di Ruang Mesin Sulzer Pada Jarak 5 Meter


97
Tingkat Kebsingan (dB)

96.5
96
95.5
95
94.5
94
5 30 55 80 105 130 155 180 205 230 255 280 305 330 355 380 405 430 455 480 505 530 555 580

Waktu (detik)

Gambar 4.5 Grafik Data Pengukuran Kebisingan di Ruang Mesin Sulzer Pada Jarak 5
Meter

Tabel 4.16 Data pengukuran kebisingan di Ruang Mesin Sulzer pada jarak 10 m
Data Pengukuran (dB)
79,9 60,6 79,7 59,4 57,6 59,1 73 59,6 58,9 67,6
91,2 59,2 72,1 62,4 57,7 62,4 65,5 58,3 58,8 63,5
83,9 59,1 63,7 58,7 57,6 60 67,4 57,7 60,3 60,8
69,9 58,2 69,2 63,2 57,7 57,8 65,5 57,9 60,8 62
59,6 58,3 75,7 68,9 57,7 69,9 61,2 57,7 60,2 59,2
58,2 58,2 64,5 57,8 58,7 79 59,3 57,5 58,7 58,2
75,1 53,1 61,3 57,7 64 69,5 69 57,3 59,1 57,9
63,7 58 63 57,3 61,1 63,1 61,8 57,3 60,2 57,5
59,3 58 58,8 58,8 65,2 60,3 58,2 57,3 58,5 57,5
59,8 58,4 59,3 57,8 66,5 59,9 60,5 57,3 57,5 59
66,5 58,7 58,4 57,6 59,6 61,2 59,4 57,5 57,4 57,5
59,4 63,9 69 57,6 58,6 60,8 59,1 57,3 57,4 57,5
(Data Primer ,2019).
Tabel 4.17 Tabel Tabulasi Pengkuruan Kebisingan di Ruang Mesin Sulzer 10 m

32
No Lk(dB) nk Nilai
1 101 1
2 101.1 7
3 101.2 16
4 101.3 21
5 101.4 22 103,26 dB
6 101.5 17
7 101.6 11
8 101.7 4
9 101.9 1
(Data Primer, 2019).

Grafik Data Pengukuran Kebisingan di Ruang Mesin Sulzer Pada Jarak 10 Meter
96
Tingkat Kebisingan (dB)

95.5
95
94.5
94
93.5
93
5 35 65 95 125 155 185 215 245 275 305 335 365 395 425 455 485 515 545 575
Waktu (Detik)

Gambar 4.6 Grafik Data Pengukuran Kebisingan di Ruang Mesin Sulzer Pada Jarak 10
Meter

33
4.1.1.4 Data kebisingan rata-rata Ruang Mesin Sulzer pada jarak 0 m, 5 m, 10

Tabel 4.18 Data kebisingan rata-rata ruang Sulzer pada jarak 0 m, 5 m, 10 m


Nilai Kebisingan (dB) Rata-rata(dB)
103,26
102,77 102,47
101,38
(Data Primer, 2019).

34
4.1.2 Pengukuran Intensitas Pencahayaan

4.1.2.1PT. PLN (Persero) Unit Pelaksana Pengendalian Pembangkitan Sektor


Mahakam Unit Layanan PLTD Karang Asam, Samarinda pada Ruang Kontrol
SWD (Stork Weakspoor Diesel)

Tabel 4.19 Hasil Pengukuran Pencahayaan di Ruang Kontrol SWD (Stork Weakspoor
Diesel)
Hasil Pengukuran (Lux)
Titik Rata-rata (Lux)
Pengukuran 1 Pengukuran 2 Pengukuran 3
1 140 141 139 140
2 215 217 216 216
3 89 88 90 83
4 116 115 114 115
5 216 218 217 217
Rata-rata 155,4
(Data Primer, 2019).

Grafik Pengukuran Pencahayaan di Ruang Kontrol SWD (Stork Weakspoor Diesel)

250

200

150

100

50

0
Titik 1 Titik 2 Titik 3 Titik 4 Titik 5

Gambar 4.7 Grafik Pengukuran Pencahayaan di Ruang SWD (Stork Weakspoor Diesel)

35
4.1.2.2PT. PLN (Persero) Unit Pelaksana Pengendalian Pembangkitan Sektor
Mahakam Unit Layanan PLTD Karang Asam, Samarinda pada Ruang Kontrol
Sulzer

Tabel 4.20 Data Pengukuran Pencahayaan di Ruang Control Room Sulzer


Hasil Pengukuran (Lux) Rata-Rata
Titik
Pengukuran I Pengukuran II Pengukuran III (Lux)
Titik 1 140 137 124 133,6
Titik 2 214 219 225 219,3
Titik 3 88 82 91 87
Titik 4 115 110 125 116,6
Titik 5 37 35 34 35,3
Rata-rata 118,36
(Data Primer, 2019).

Grafik Pengukuran Pencahayaan Di Ruang Control Room Sulzer

250

200

150

100

50

0
Titik 1 Titik 2 Titik 3 Titik 4 Titik 5

Gambar 4.8 Grafik Pengukuran Pencahayaan di Ruang Control Room Sulzer

36
4.1.2.3PT. PLN (Persero) Unit Pelaksana Pengendalian Pembangkitan Sektor
Mahakam Unit Layanan PLTD Karang Asam, Samarinda pada Ruang Kantor

Hasil Pengukuran (Lux) Rata-Rata


Titik
Pengukuran I Pengukuran II Pengukuran III (Lux)
Titik 1 50 50 50 50
Titik 2 46 48 48 46
Titik 3 46 46 46 46
Titik 4 49 48 48 48
Titik 5 77 78 76 77
Rata-rata 53,6
Tabel 4.21 Data Pengukuran Pencahayaan Di Ruang Kantor

Grafik Pengukuran Pencahayaan di Ruang Kantor

90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
Titik 1 Titik 2 Titik 3 Titik 4 Titik 5

Gambar 4.9 Grafik Pengukuran Pencahayaan di Ruang Kantor

37
4.2 Perhitungan

4.2.1 Perhitungan Intensitas Kebisingan

4.2.1.1 PT. PLN Unit Pelaksana Pengendalian Pembangkitan Sektor Mahakam Unit
Layanan PLTD Karang Asam, Samarinda pada Ruang Mesin Stork Weakspoor
Diesel (SWD)

a. Perhitungan Kebisingan di Ruang Mesin Stork Weakspoor Diesel (SWD) pada


Jarak 0 Meter
1
LTMS 0 = 10 log Σn 100,1×Lk
n k
1
10 log (100,1×98) + (2 × 100,1×98,6) + (7 x 100,1×98,7) + (6 x 100,1×98,8) + (3 x
120
100,1×98,9) + (8 x 100,1×99) + (6 × 100,1×99,1) + (5 x 100,1×99,2) + (7 x 100,1x99,3) + (10
x 100,1×99,4) + (10 × 100,1×99,5) + (2 × 100,1×99,6) + (9 x 100,1×99,7) + (2 × 100,1×99,8) +
(4 × 100,1×99,9) + (10 x 100,1×100) + (3 × 100,1×100,1) + (3 × 100,1×100,2) + (4 x
100,1×100,3) + (5 × 100,1×100,4) + (100,1×100,5) + (2 x 100,1×100,6) + (2 x 100,1×100,7) + (1
x 100,1×100,9) + (1 x 100,1×101) + (1 x 100,1×101,2) + (1 x 100,1×102,5)
= 99,63 dB

b. Perhitungan Kebisingan di Ruang Mesin Stork Weakspoor Diesel (SWD) pada


Jarak 5 Meter
1
LTMS 5 = 10 log Σnk100,1×Lk
n
1
10 log (100,1×98,2) + (100,1×98,6) + (3 x 100,1×99) + (2 × 100,1×99,1) + (5 x
120
100,1×99,2) + (4 x 100,1x99,3) + (8 x 100,1×99,4) + (12 × 100,1×99,5) + (9 × 100,1×99,6) +
(12 x 100,1×99,7) + (11 × 100,1×99,8) + (13 × 100,1×99,9) + (11 x 100,1×100) +
(100,1×100,1) + (4 × 100,1×100,2) + (6 x 100,1×100,3) + (4 × 100,1×100,4) + (100,1×100,5) + (2
x 100,1×100,6) + (2 x 100,1×100,7) + (100,1×100,8) + (3 x 100,1×100,9) + (1 x 100,1×101) + (2
x 100,1×101,3) + (1 x 100,1×101,6)
= 99,85 dB

38
c. Perhitungan Kebisingan di Ruang Mesin Stork Weakspoor Diesel (SWD) pada
Jarak 10 Meter
1
LTMS 10 = 10 log Σnk100,1×Lk
n
1
10 log (100,1×97) + (100,1×98,6) + (100,1×98,7) + (100,1×98,8) + (100,1×98,9) + (2 x
120
100,1×99) + (6 × 100,1×99,1) + (5 x 100,1×99,2) + (7 x 100,1x99,3) + (7 x 100,1×99,4) + (3 ×
100,1×99,5) + (3 × 100,1×99,6) + (5 x 100,1×99,7) + (9 × 100,1×99,8) + (11 × 100,1×99,9) +
(11 x 100,1×100) + (9 × 100,1×100,1) + (4 × 100,1×100,2) + (7 x 100,1×100,3) + (2 ×
100,1×100,4) + (5 x 100,1×100,5) + (3 x 100,1×100,6) + (4 x 100,1×100,7) + (2 x 100,1×100,9) +
(3 x 100,1×101) + (1 x 100,1×101,2) + (1 x 100,1×102,5)
= 98,91 dB

d. Perhitungan Rata-rata Total Intensitas Kebisingan di Ruang Mesin


Stork Weakspoor Diesel (SWD)

Jarak 0 Meter + Jarak 5 Meter + Jarak 10 Meter


Rata-Rata Total .=
n

99,63 + 99,85 +98,81 dB


I =
3
= 99,43 dB

4.2.1.2 PT. PLN Unit Pelaksana Pengendalian Pembangkitan Sektor Mahakam Unit
Layanan PLTD Karang Asam, Samarinda pada Ruang Mesin Sulzer

a. Perhitungan Kebisingan di Ruang Mesin Sulzer pada Jarak 0 Meter


1
LTMS = 10 Log ( 1x100,1x101,7) + (1x100,1x101,6) + (1x100,1x101,0) + (5x100,1x100,9)
120
+ (9x100,1x100,8) + (14x100,1x100,7) + (14x100,1x100,6) + (15x100,1x100,5)
+(17x10 0,1x100,4) + (10x100,1x100,3) + (13x100,1x100,2) + (10x100,1x100,1)
+ (10x100,1x100,0 )
1
LTMS = 10 Log (133,67027798)
120

39
= 10 Log (11133564983,3)
= 100,46 dB

b. Perhitungan Kebisingan di Ruang Mesin Sulzer pada Jarak 5 Meter


1
LTMS = 10 Log ( 1x100,1x99,6) + (1x100,1x98,9) + (1x100,1x98,8) + (1x100,1x98,6)
120
+(1x100,1x98,4) + (3x100,1x98,3) + (2x100,1x98,2)+( 2x100,1x98,0) + (1x100,1x97,9 )+
(3x100,1x97,8)+ (8x100,1x97,7)+ (9x100,1x97,6)+ (6x100,1x97,5) + (15x100,1x97,4) +
(13x100,1x97,3) + (11x100,1x97,2) + (7x100,1x97,1) + (6x100,1x97,0)+ (7x100,1x96,9 )+
(5x100,1x96,8)+ (3x100,1x96,7) + (3x100,1x96,6) + (2x100,1x96,5)=+ (1x100,1x96,3) +
(2x100,1x96,2) + (2x100,1x96,1 )+ (4x100,1x96,0 )
1
LTSM = 10 Log (64,91419174)
120
= 10 Log (5409515978,3)
= 97,33 dB

c. Perhitungan Kebisingan di Ruang Mesin Sulzer pada Jarak 10 Meter

1
LTMS = 10 Log ( 1x100,1x96,1 )+ ( 1x100,1x95,6 ) + ( 1x100,1x95,3 ) + ( 1x100,1x95,2 ) +
120
(1x100,1x95,0)+ (1x100,1x94,9) + (1x100,1x94,8) + (3x100,1x94,7) + (6x100,1x94,6) + (7x10-
0,1x94,5
) + (9x100,1x94,4)+ (12x100,1x94,3)+ (16x100,1x94,2) + (9x100,1x94,1) + (13x10-
0,1x94,0
) + (4x100,1x93,9) + (6x100,1x93,8) + (6x100,1x93,7) + (1x100,1x93,6) + (1x100,1x93,5 )+
(2x100,1x93,2 )+( 6x100,1x93,1 )+( 5x100,1x93,0) +( 3x100,1x92,4 ))+ (1x100,1x92,3)+ (1x10-
0,1x92,2
) + (2x100,1x92,1) +( 1x100,1x91,6) +( 1x100,1x91,0 )
1
LTSM = 10 Log (30,8253551)
120
= 10 Log (2568779591,6)
= 97,29 dB

d. Perhitungan Rata-rata Total Intensitas Kebisingan di Ruang Mesin


Sulzer

40
Jarak 0 Meter + Jarak 5 Meter + Jarak 10 Meter
Rata-Rata Total =
3
100,46+ 97,33 + 94,09
=3

= 97,29 dB

4.2.2 Perhitungan Intensitas Pencahayaan

4.2.2.1 PT. PLN Unit Pelaksana Pengendalian Pembangkitan Sektor Mahakam Unit
Layanan PLTD Karang Asam, Samarinda pada Ruang Kontrol Stork Weakspoor
Diesel (SWD)

a. Rata-rata Pengukuran Intensitas Pencahayaan pada Titik 1


∑ Pengukuran 1 + Pengukuran 2 + Pengukuran 3
Rata-rata titik 1 =
n pengukuran titik
140 Lux + 141 Lux + 139 Lux
=
3
= 140 Lux

b. Rata-rata Pengukuran Intensitas Pencahayaan pada Titik 2


∑ Pengukuran 1 + Pengukuran 2 + Pengukuran 3
Rata-rata titik 2 =
n pengukuran titik
215 Lux +217 Lux + 218 Lux
=
3
= 216 Lux

c. Rata-rata Pengukuran Intensitas Pencahayaan pada Titik 3


∑ Pengukuran 1 + Pengukuran 2 + Pengukuran 3
Rata-rata titik 3 =
n pengukuran titik
89 Lux + 88 Lux + 90 Lux
=
3
= 89 Lux

41
d. Rata-rata Pengukuran Intensitas Pencahayaan pada Titik 4
∑ Pengukuran 1 + Pengukuran 2 + Pengukuran 3
Rata-rata titik 4 =
n pengukuran titik

116 Lux + 115 Lux + 114 Lux


=
3
= 115 Lux

e. Rata-rata Pengukuran Intensitas Pencahayaan pada Titik 5


∑ Pengukuran 1 + Pengukuran 2 + Pengukuran 3
Rata-rata titik 5 =
n pengukuran titik
216 Lux + 218 Lux + 217 Lux
=
3
= 155,4 Lux

f. Rata-rata Pengukuran Intensitas Pencahayaan Total


∑ rata-rata tiap titik
Rata-Rata Total =
n titik
140 Lux + 216 Lux + 89 Lux +115 Lux +217 Lux
=
5
= 155,4 Lux
4.2.2.2 PT. PLN Unit Pelaksana Pengendalian Pembangkitan Sektor Mahakam Unit
Layanan PLTD Karang Asam, Samarinda pada Ruang Kontrol Sulzer

a. Rata-rata Pengukuran Intensitas Pencahayaan pada Titik 1


∑ Pengukuran 1 + Pengukuran 2 + Pengukuran 3
Rata-rata Titik 1 =
n pengukuran titik
140 Lux + 137 Lux + 124 Lux
=3

= 133,6 Lux
b. Rata-rata Pengukuran Intensitas Pencahayaan pada Titik 2
∑ Pengukuran 1 + Pengukuran 2 + Pengukuran 3
Rata-rata Titik 2 =
n pengukuran titik
214 Lux + 219 Lux + 225 Lux
=3

42
= 219,3 Lux
c. Rata-rata Pengukuran Intensitas Pencahayaan pada Titik 3
∑ Pengukuran 1 + Pengukuran 2 + Pengukuran 3
Rata-rata Titik 3 =
n pengukuran titik
88 Lux + 82 Lux + 91 Lux
=3
= 87 Lux

d. Rata-rata Pengukuran Intensitas Pencahayaan pada Titik 4


∑ Pengukuran 1 + Pengukuran 2 + Pengukuran 3
Rata-rata Titik 4 =
n pengukuran titik
115 Lux + 110 Lux + 125 Lux
=3
= 116,6 Lux

e. Rata-rata Pengukuran Intensitas Pencahayaan pada Titik 4


∑ Pengukuran 1 + Pengukuran 2 + Pengukuran 3
Rata-rata Titik 4 =
n pengukuran titik
37 Lux + 35 Lux + 34 Lux
=3
= 35,3 Lux

f. Rata-rata Pengukuran Intensitas Pencahayaan Total


∑ rata-rata tiap titik
Rata-Rata Total =
n titik
133,6 lux + 219,3 lux + 87 lux + 116,6 lux + 35,3 lux
Rata-rata total =5

= 118,36 lux

4.2.2.3 PT. PLN Unit Pelaksana Pengendalian Pembangkitan Sektor Mahakam Unit
Layanan PLTD Karang Asam, Samarinda pada Ruang Kantor

a. Rata-rata Pengukuran Intensitas Pencahayaan pada Titik 1


∑ Pengukuran 1 + Pengukuran 2 + Pengukuran 3
Rata-rata Titik 1 =
n pengukuran titik

43
50 Lux + 50 Lux + 50 Lux
=3

= 50 Lux

b. Rata-rata Pengukuran Intensitas Pencahayaan pada Titik 2


∑ Pengukuran 1 + Pengukuran 2 + Pengukuran 3
Rata-rata Titik 2 =
n pengukuran titik
46 Lux + 48 Lux + 48 Lux
=3
= 46 Lux

c. Rata-rata Pengukuran Intensitas Pencahayaan pada Titik 3


∑ Pengukuran 1 + Pengukuran 2 + Pengukuran 3
Rata-rata Titik 3 =
n pengukuran titik
46 Lux + 46 Lux + 46 Lux
=3
= 46 Lux

d. Rata-rata Pengukuran Intensitas Pencahayaan pada Titik 4


∑ Pengukuran 1 + Pengukuran 2 + Pengukuran 3
Rata-rata Titik 4 =
n pengukuran titik
49 Lux + 48 Lux + 48 Lux
=3
= 48 Lux

e. Rata-rata Pengukuran Intensitas Pencahayaan pada Titik 5


∑ Pengukuran 1 + Pengukuran 2 + Pengukuran 3
Rata-rata Titik 5 =
n pengukuran titik
77 Lux + 78 Lux +76 Lux
=3
= 77 Lux

f. Rata-rata Pengukuran Intensitas Pencahayaan Total


∑ rata-rata tiap titik
Rata-Rata Total =
n titik
50 Lux + 47 Lux + 46 Lux +48 Lux +47 Lux
=
5

44
= 53,6 Lux

4.3 Pembahasan

d.3.1 Analisis Kebisingan

4.3.1.1 Kebisingan di Ruang Mesin Stork Weakspoor Diesel (SWD)


Faktor yang mempengaruhi nilai tingkat kebisingan pada lokasi pengukuran di ruangan
generator yaitu suara mesin generator yang sedang beroperasi. Faktor ini merupakan
sumber kebisingan utama pada lokasi, terdapat pula suara dari mesin kendaraan. Jarak
sumber mesin yang terhitung relatif dekat yang dapat mengakibatkan intensitasnya
tinggi.

Hasil pengukuran yang di lakukan di PLTD Karang Asam dengan menggunakan alat
sound level meter pengukuran padak jarak 0 meter didapat 99,63 dB. Pada pengukuran
jarak 5 meter didapatkan 99,8 dB, dan pengukuran pada jarak 10 meter didapatkan
98,91 dB. Rata-rata dari pengukuran kali ini adalah 99,46 dB. Pengukuran dilakukan
selama 10 menit dengan jumlah data 120 data.

Lokasi pengukuran yaitu diruang SWD (Stork Weakspoor Diesel). Terdapat 6 mesin
diesel yang ada di titik pengukuran serta terdapat ruang mesin yang digunakan untuk
mengatur jalannya alat yang dinamakan control room. Sumber kebisingan yang ada di
lokasi di ruang tersebut adalah mesin generator yang sedang beroperasi. Jarak sumber
bising juga relatif dekat yang mengakibatkan intensitasnya cukup tinggi. Berikut denah
pengukuran kebisingan di PLTD Karang Asam :

5M 5M

Gambar 4.10 Denah Ruangan SWD (Stork Weakspoor Diesel)

45
Keterangan :
= APAR (alat pemadam api ringan)
= Titik Pengukuran

Hasil pengukuran pada praktikum kali ini rata-rata nya adalah 99,46 dB hasil tersebut
dibandingkan dengan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 5
Tahun 2018 tentang Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja, nilai
ambang batas kebisingan untuk 8 jam per hari adalah 85 dB dengan menggunanakan
alat pelindung telinga dengan waktu 8 jam kerja. Maka nilai kebisingannya pada lokasi
tersebut melebihi nilai ambang batas sesuai dengan regulasi terkait.

Dampak yang ditimbulkan dari paparan kebisingan jangka panjang yaitu terganggunya
pendengaran para pekerja, terutama pekerja yang bertugas disamping mesin generator.
Dampak yang ditimbulkan dari tingkat kebisingan jangka panjang adalah dapat
menimbulkan berbagai penyakit seperti peningkatan tekanan darah tinggi, sakit kepala,
mual, susah tidur, gangguan pendengaran, stress, gangguan pencernaan. Cara
penanggulangannya ialah sebaiknya pekerja menggunakan APD yang lengkap sesuai
dengan ketentuan agar pekerja tidak mengalami berbagai macam dampak yang
ditimbulkan akibat kebisingan dan bisa bekerja secara produktif.

Berdasarkan hasil wawancara diruang SWD (Stork Weakspoor Diesel), dengan


karyawan yang bernama Bapak Yohanes yang berumur 55 tahun dan bekerja sebagai
operator selama 30 tahun. Narasumber mengatakan tidak menmiliki keluhan
pendengaran. Terkait permeriksaan kesehatan pernah dilakukan 1 tahun sekali serta
sosialisasi dari pihak PLTD terkait penggunaan APD selalu ditekankan. Informasi
waktu kerja narasumber mengatakan 8 jam sehari kerja dan waktu istirahat ditentukan
pekerja.

Faktor kesalahan yang terjadi pada praktikum kali ini yaitu saat pengamatan sound level
meter tidak memperhatikan stopwatch. Sehingga mempengaruhi hasil yang didapatkan.
Pada saat pengukuran menggunakan alat sound level meter tidak diletakkan tepat pada
sumber bising tersebut sehingga tidak sesuai dengfan prosedur yang ada. Faktor
kesalahannya yaitu pada saat pektikum berlangsung, praktikkan tidak fokus dalam

46
memperhatikan atau membaca display alat sound level meter (SLM) sehingga ketika
stopwatch menunjukkan waktu yang ditentukan, data yang dilihat tidak valid.

4.3.1.2 Kebisingan di Ruang Mesin Sulzer


Faktor-faktor yang mempengaruhi kebisingan pada ruang Sulzer Pembangkit Listrik
Tenaga Diesel adalah adanya suara mesin yang selalu bergerak untuk menghasilkan
listrik. suara yang dihasilkan pada mesin diesel disebabkan karena adanya gesekan
gesekan mesin hingga bergetar dan menghasilkan suara yang sangat bising sehingga
seluruh area PLTD Karang Asam Samarinda menjadi bising.

Hasil pengukuran yang didapatkan pada pengukuran di ruang Sulzer adalah pada titik 0
meter didapatkan 100 data yang didapat rata-ratanya adalah 103,26 dB pada pengukuran
di titik 5 keyer didapatkan 100 data dan dirata-ratakan yaitu sebesar 102,77 dB. Dan
pada pengukuran di titik 10 meter didapatkan 100 data dan di rata-rata kan yaitu sebesar
101,38 dB. Dari rata-rata ketiga titik tersebut ditotalkan dan didapatkan 102,47 dB.

Pengukuran kebisingan dilakukan di antara kedua mesin yang menyala. Pada daerah
pengukuran terdapat dua mesin generator, satu ruang panel kontrol, wc dan loker. titik
pengukuran pertama dilakukan pada jarak 0 meter tepat di samping kedua mesin yang
menyala. Selanjutnya titik pengukuran kedua diukur pada jarak 5 meter dari pengukuran
titik pertama. Dan yang terakhir yaitu titik pengukuran ketiga diukur 10 meter dari
pengukuran titik kedua. pengukuran kebisingan dilakukan di dalam ruangan yang cukup
tertutup sehingga suara yang dihasilkan sangat bising.

47
Gambar 4.11 Denah Ruang Mesin Sulzer
keterangan
: APAR

Nilai ambang batas kebisingan yang didapatkan melalui perhitungan, dibandingkan


dengan nilai ambang batas sesuai dengan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik
Indonesia Nomor 5 Tahun 2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan
Kerja. nilai ambang batas kebisingan untuk 8 jam per hari adalah 85 dB, sedangkan
hasil rata-rata pengukuran di ruang Sulzer PLTD Karang Asam Samarinda adalah
102,47 dB. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tingkat intensitas kebisingan pada area
ruang Sulzer PLTD Karang Asam Samarinda dikatakan tidak baik, karena telah
melebihi nilai ambang batas yang ditetapkan.

Dampak yang terjadi terhadap lingkungan kerja yaitu pada pekerja berupa gangguan
komunikasi serta membuat telinga sakit apabila terlalu lama terpapar kebisingan, di
mana hasil pengukuran kebisingan yang melebihi nilai ambang batas. Penanggulangan
yang dapat dilakukan yaitu menggunakan peredam suara pada telinga seperti earmuff
atau earplug agar tidak terpapar langsung karena kebisingan.

Wawancara dilakukan dengan bapak sum aryanto yang telah bekerja selama 3 tahun di
PLTD Karang Asam PT. PLN (Persero) Sektor Mahakam, kota Samarinda. hasil
wawancara menyatakan bahwa beliau tidak memiliki keluhan pada pendengaran selama
48
bekerja. pemeriksaan kesehatan dilakukan setiap 6 bulan sekali dan diselenggarakan
rapat k3 setiap 1 bulan sekali kepada para pekerja. Terdapat tiga shift yang ada untuk
waktu pekerja yaitu 07.30-15.30 WITA, 15.30-23.30 WITA, dan 23.30-07.30 WITA.

Faktor kesalahan pada praktikum Keselamatan Kesehatan Kerja (K3) kali ini yaitu
praktikan menghalangi sumber bising sehingga hasil yang didapat tidak stabil. Selain itu
praktikan tidak fokus dalam mencatat data yang ada sehingga kurang mendapat data
yang valid. Suara komunikasi dari praktikan juga mempengaruhi nilai yang didapat
pada alat pengukuran kebisingan.

d.3.2 Analisis Pencahayaan

d.3.2.1 Pencahayaan di Ruang Kontrol Stork Weakspoor Diesel (SWD)


Pada praktikum pengukuran pencahayaan didapatkan hasil pengukuran, yaitu 140 lux,
pada titik kedua didapatkan 217 lux, dan pada titik ketiga didapatkan 89 lux, pada titik
keempat didapatkan 115 lux, dan pada titik kelima didapatkan 217 lux, ata-rata hasil
pengukurannya didapatkan yaitu sebesar 155,4 lux.

Lokasi pengukuran yaitu di ruang kontrol, terdapat 24 jendela sebuah pintu meja lemari
lampu dan kursi. Pada titik 1 yang berada pada sudut ruangan memiliki cahaya yang
cukup yang berasal dari lampu, kemudian pada titik 2 berada pada sudut ruangan
dengan penerangan yang cukup tinggi karena adanya lampu serta pencahayaan alami,
pada titik 3 di sudut ruangan pada sudut ini penerangan kurang karena terhalang lemari.
kemudian pada titik 4 pada sudut ruangan cahaya yang cukup karena adanya lampu dan
cahaya alami titik terakhir pada titik 5 pada sudut tengah ruangan memiliki penerangan
yang cukup.

49
Gambar 4.12 Denah Control Room SWD
Keterangan =

= Meja = Pintu
= AC

= Lemari = Jendela
= Kursi

Hasil pengukuran pada praktikum kali ini adalah 155,4 lux, jika dibandingkan dengan
nilai ambang batas Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 5
Tahun 2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja, nilai ambang
batasnya adalah 300 lux, maka dapat disimpulkan bahwa pada ruang kontrol SWD
belum memenuhi persyaratan yang ada, karena berada di bawah batas minimum nilai
pencahayaan pada tempat kerja.

Jumlah penyinaran pada suatu bidang kerja yang diperlukan untuk melaksanakan
kegiatan secara efektif. Apabila pencahayaan itu kurang dapat mengakibatkan mata
pekerja semakin cepat lelah, kerusakan mata, meningkatnya kecelakaan kerja.
Pencegahannya dapat dilakukan dengan memperbesar intensitas penerangan
memperhatikan jalan masuknya sinar serta pemakaian APD.

Hasil wawancara dilakukan kepada bapak Yohanes selaku operator pada ruang kontrol,
Bapak Yohanes berusia 53 tahun dan sudah bekerja sebagai operator selama 30 tahun.

50
Menurut beliau tidak ada keluhan pada mata saat bekerja dan pemeriksaan dilakukan
setiap tahun sekali. Untuk sosialisasi selalu dilakukan dari pihak manajemen, beliau
bekerja selama 8 jam perhari. Menurut beliau penerangan di ruang kerjanya sudah
cukup baik sebab beliau tidak pernah menderita kelelahan mata ataupun kerusakan pada
matanya.

Faktor kesalahan yang terjadi pada praktikum kali ini yaitu saat pengamatan lux meter
tidak memperhatikan stopwatch sehingga mempengaruhi hasil yang didapatkan pada
saat pengukuran dengan menggunakan alat lux meter tidak ditaruh tepat di dada alat lux
meter tersebut sehingga tidak sesuai prosedur yang ada serta pada pengukuran kali ini
dilakukan ulang pengukuran di titik 1 karena praktikan tidak memperhatikan bacaan
nilai pada detik ke 20.

d.3.2.2 Pencahayaan di Ruang Kontrol Sulzer


Pada pengukuran intensitas pencahayaan pada ruang kontrol generator di ruang control
room sulzer pada titik 1 didapatkan hasil pengukuran yaitu 140 lux, 137 lux dan 124 lux
dengan rata-rata 133,6 lux, pada titik 2 didapatkan hasil pengukuran yaitu 214 lux, 219
lux dan 225 lux dengan rata-rata 219,3 lux, pada titik 3 didapatkan hasil pengukuran
yaitu 88 lux, 82 lux dan 91 lux dengan rata-rata 87 lux, pada titik 4 didapatkan hasil
pengukuran 115 lux, 110 lux dan 125 lux dengan rata-rata 116,6 lux, pada titik 5
didapatkan hasil pengukuran yaitu 37 lux, 35 lux dan 34 lux dengan rata-rata 35,3 lux
rata-rata total intensitas pencahayaan di ruang kontrol mesin di unit pelaksanaan
pengendalian pembangkit sektor Mahakam unit layanan PLTD Karang asam Samarinda
adalah sebesar 118,36 lux.

Faktor yang mempengaruhi intensitas pencahayaan adalah kontras cahaya sifat terlihat
dengan memberi cahaya dan lampu dari lampu arah dan distribusi cahaya ditinjau dari
cara distribusi kita memiliki 6 macam sistem sumber cahaya buatan dan desain sistem
pencahayaan faktor ini berpengaruh terhadap penyebaran cahaya pada praktikum ini
didapat rata-rata total pencahayaan di ruang control room sulzer yaitu 118,62 lux yang
masih kurang jika dibandingkan dengan baku mutu hasil yang didapat dikarenakan

51
faktor yang mempengaruhi pencahayaan seperti distribusi cahaya sehingga cahaya tidak
menyebar secara merata.

Praktikum pengukuran intensitas pencahayaan dilaksanakan di ruang control room


sulzer lantai 2 pembangkit listrik tenaga diesel di dalam ruangan tersebut terdapat 7
lampu dan 5 lampu nyala dan 2 lampunya mati. Dalam ruangan terdapat juga jendela
sepanjang ruangan terdapat 14 jendela di area depan di area kanan terdapat 4 jendela
dan pada area kiri terdapat 7 jendela dan terdapat mesin panjang yang berisi tombol-
tombol pengatur mesin di dalam ruangan juga terdapat 2 meja dan 1 komputer pada
bagian tengah ruangan lalu terdapat suatu lemari berukuran besar di belakang meja dan
2 buah rak yang berada di pinggir ruangan yang berisikan berkas kantor dan terdapat
lemari dan kulkas pada bagian belakang lemari yang besar.

Gambar 4.13 Denah lokasi di control room

Berdasarkan Peraturan Menteri Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2018 Tentang


Kesehatan dan Keselamatan Kerja Lingkungan Kerja menyatakan bahwa pada ruang
kerja syarat pencahayaan yaitu 300 lux yang berarti dari hasil pengukuran yang
didapatkan dengan rata-rata sebesar 118,36 lux masih di bawah standar baku mutu dan
harus ditingkatkan karena dapat berdampak terhadap kesehatan dan keselamatan kerja
bagi para pekerja.

52
Dampak yang ditimbulkan oleh pencahayaan yaitu buruk yaitu dapat mengakibatkan
kelelahan pada mata, dapat memperpanjang waktu kerja keluhan pegal di daerah mata,
mata merah dan dapat juga mengakibatkan kecelakaan kerja, walau tidak ada keluhan
dari para pekerja namun intensitas dari pencahayaan masih kurang apalagi pekerja
berada di ruang kontrol yang membutuhkan ketelitian yang tinggi. Upaya pengendalian
terhadap penerangan yang buruk dapat dilakukan dengan memperbesar intensitas
penerangan di ruang tersebut seperti dengan menggunakan lampu yang wattnya tinggi
agar terlihat lebih jelas dan terang ruangan dapat diberi warna cat yang lebih cerah
seperti putih, dan juga kebersihan langit - langit dan lampu karena kotoran atau debu
yang ada dapat mengurangi intensitas pencahayaan hingga 35% Oleh karena itu
sebaiknya dilakukan perawatan minimal 2 kali dalam setahun.

Pada saat melakukan sesi wawancara dengan salah satu pekerja di bagian ruang control
room, yang bernama bapak Yohanis, beliau mengatakan bahwa tidak ada keluhan di
gangguan mata selama beliau bekerja di perusahaan pembangkit listrik tenaga diesel ini,
perusahaan pembangkit listrik tenaga diesel ini melakukan pemeriksaan kesehatan pada
indera penglihatan yang dilakukan secara rutin dalam jangka waktu setiap satu tahun
sekali, serta ada informasi pemeriksaan mata dari pihak perusahaan dan juga terdapat
kerja shift yang dibagi menjadi tiga shift.

Faktor kesalahan yang terjadi adalah kurangnya ketelitian perhatikan pada saat
menentukan data pengukuran yang stabil. Faktor kesalahan selanjutnya adalah praktikan
terlalu terburu-buru untuk pengambilan atau menentukan nilai sehingga hasil yang
didapat kurang akurat.

4.3.2.3 Pencahayaan di Ruang Kantor


Hasil pengukuran intensitas pencahayaan pada ruang kantor PT. PLN Unit Pelaksana
Pengendalian Pembangkitan Sektor Mahakam Unit Layanan PLTD Karang Asam
Samarinda adalah pada titik pertama dilakukan pengukuran sebanyak 3 kali yaitu 50,
50 dan 50 lux. Pada titik kedua dilakukan pengukuran sebanyak 3 kali yaitu 46, 48 dan
48 lux didapat rata-ratanya 47 lux. Pada titik ketiga dilakukan pengukuran sebanyak 3
kali yaitu 40,46 dan 46 dan rata-ratanya 46 pada titik keempat dilakukan pengukuran 3

53
kali yaitu 49, 48 dan 48 didapatkan rata-rata 48 lux. Pada titik 5 dengan nilai 77 lux , 78
lux, dan 76 lux, didapatkan rata-rata 77 lux telah didapatkan data dari setiap titik maka
akan di total dan didapatkan hasil rata-rata total adalah 53, 6 lux.

Lokasi tempat pengukuran dilakukan di dalam ruangan kantor PT. PLN Unit Pelaksana
Pengendalian Pembangkitan Sektor Mahakam Unit Layanan PLTD Karang Asam
Samarinda. Pengukuran dilakukan di setiap pojok ruangan dan di tengah ruangan yang
dilakukan berukuran 6,6 m2 2,76 m di dalam ruangan terdapat 1 lembar kerja 1 kursi
kerja 1 jam dinding dan 1 buku tulis dan 2 dilengkapi dengan adanya pintu dan jendela
pada ruangan ini hanya berasal dari sebuah lampu yang berada di tengah ruangan yang
selalu menyala.

Gambar 4.14 Denah Lokasi Ruang Kantor

Keterangan:
Meja

Lemari

Kursi

Jendela

Ukuran pencahayaan di ruang kantor dilakukan pada lima titik. Pengukuran dilakukan
di pojok ruangan dan titik tengah ruangan hasil pengukuran pada. 1 adalah 50 cm:
adalah 47 lux adalah 46 lux adalah 48 Lux dan titik 5 adalah 77 lux nilai rata-rata . Yaitu
53, 60 lux. nilai intensitas pencahayaan tersebut akan dibandingkan dengan regulasi

54
untuk mengetahui nilai ambang batas nya berdasarkan Peraturan Menteri
Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Keselamatan
Kesehatan Kerja di lingkungan Kerja untuk pencahayaan yang digunakan untuk
menulis dan membaca diperlukan penerangan mencapai 300 hasil pengukuran
pencahayaan yang didapat pada ruang kantor masih belum memenuhi nilai ambang
batas maka penerangan di ruang kantor harus ditambah agar memenuhi nilai ambang
batas yang telah ditentukan.

Berdasarkan hasil pengamatan penanggulangan yang perlu dilakukan adalah dengan


menambah penerangan lampu agar ruang kantor tersebut sudah memenuhi nilai ambang
batas jika tidak maka akan berbahaya bagi Pekerja yang bekerja di dalam ruang kantor
tersebut karena akan sangat melelahkan mata jika berada di ruangan yang kurang terang
penerangannya dan menyebabkan sakit mata.

Kegiatan wawancara dengan tenaga kerja yang bernama Farel kalau sudah bekerja 1
tahun di ruang kantor dengan jabatan staf administratif selama ia bekerja tidak ada
keluhan pada penglihatan beliau saat bekerja hal tersebut telah dilakukan pemeriksaan
kesehatan rutin selama enam bulan sekali beliau bekerja di ruang tersebut selama
hampir 24 jam dikarenakan jabatannya sebagai staff administrasi di kantor tersebut.

Faktor kesalahan pada praktikum keselamatan kesehatan kerja kali ini adalah praktikan
menghalangi sumber cahaya sehingga hasil yang didapatkan tidak cukup stabil. Selain
itu pada saat pengukuran praktikan tidak maksimal dalam mengukur jarak ruangan
sehingga jarak ruangan tersebut tidak akurat hasilnya.

55
BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

a. Pengukuran dilakukan, yaitu diruang SWD (Stork Weakspoor Diesel). Terdapat 6


mesin diesel yang ada di titik pengukuran serta terdapat ruang mesin yang
digunakan untuk mengatur jalannya alat yang dinamakan control room. Sumber
kebisingan yang ada di lokasi di ruang tersebut adalah mesin generator yang sedang
beroperasi. Jarak sumber bising juga relatif dekat yang mengakibatkan intensitasnya
cukup tinggi. Hasil pengukuran yang di lakukan di PLTD Karang Asam dengan
menggunakan alat sound level meter pengukuran padak jarak 0 meter didapat 99,63
dB. Pada pengukuran jarak 5 meter didapatkan 99,8 dB, dan pengukuran pada jarak
10 meter didapatkan 98,91 dB. Rata-rata dari pengukuran kali ini adalah 99,46 dB.
hasil tersebut kemudian dibandingkan dengan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan
Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2018 nilai ambang batas kebisingan yaitu 85
dB dengan menggunakan alat pelindung telinga dengan waktu 8 jam kerja. Maka
nilai kebisingannya pada lokasi tersebut melebihi nilai ambang batas.
b. Berdasarkan praktikum pengukuran kebisingan di ruang mesin Sulzer di PT. PLN
Unit Pelaksana Pengendalian Pembangkitan Sektor Mahakam Unit Pelayanan PLTD
Karang Asam yang dilakukan sebanyak 3 kali pengukuran pada jarak 0 meter, 5
meter, dan 10 meter. Terdapat 2 alat New Sulzer Diesel France (78200 Mantes) di
ruang mesin Sulzer. Alat yang tidak beroperasi alat bernomor VIII. Kelompok 2
melakukan pengambilan data di antara unit VII dan unit VIII. Sumber kebisingan
berasal dari mesin unit VII yang beroperasi sehingga menghasilkan getaran, serta
kondisi lantai yang licin karena terdapat diesel. Berdasarkan hasil yang didapatkan
intensitas kebisingan pada jarak 0 meter sebesar 99,23 dB. Jarak 5 meter sebesar
98,55 dB. Jarak 10 meter sebesar 95,44 dB. Pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali
pada jarak 0 meter, 5 meter dan 10 meter. Data kebisingan tersebut diambil
menggunakan alat Sound Level Meter (SLM). Berdasarkan rata-rata yang didapat
jika dibandingkan dengan nilai ambang batas sesuai dengan Peraturan Menteri

56
Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2018, nilai ambang batas
kebisingan untuk 8 jam per hari adalah 85 dB. Hal ini dapat disimpulkan bahwa
tingkat intensitas kebisingan pada area ruang Sulzer PLTD Karang Asam Samarinda
dikatakan tidak baik, karena telah melebihi nilai ambang batas yang ditetapkan.
c. Dampak yang ditimbulkan oleh kebisingan ialah hilangnya konsentrasi para pekerja,
dapat menyebabkan ketulian sementara, menunrunkan kualitas indra pendengaran,
dapat mengganggu komunikasi pekerja hingga dapat menyebabkan kecelakaan kerja
dan apabila terpapar dalam jangka waktu yang lama maka ada kemungkinan akan
terjadi ketulian secara permanen. Penanggulangan dapat dilakukan dengan
penggunaan APD berupa earmuff yang terbukti efektif menurunkan intensitas
kebisingan, selain itu terdapat earplug, dan pekerja juga perlu melakukan Medical
Check Up (MCU). Terhadap sumber bising dapat diberi alat peredam atau
penghalang dan penanggulangan yang terakhir yaitu dapat dilakukan pengurangan
Shift kerja.
d. Lokasi pengukuran yaitu di ruang kontrol, terdapat 24 jendela sebuah pintu meja
lemari lampu dan kursi. Pada titik 1 yang berada pada sudut ruangan memiliki
cahaya yang cukup yang berasal dari lampu, kemudian pada titik 2 berada pada
sudut ruangan dengan penerangan yang cukup tinggi karena adanya lampu serta
pencahayaan alami, pada titik 3 di sudut ruangan pada sudut ini penerangan kurang
karena terhalang lemari. kemudian pada titik 4 pada sudut ruangan cahaya yang
cukup karena adanya lampu dan cahaya alami titik terakhir pada titik 5 pada sudut
tengah ruangan memiliki penerangan yang cukup. Hasil pengukuran pada
praktikum kali ini adalah 155,4 lux, jika dibandingkan dengan Peraturan Menteri
Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2018 tentang Keselamatan
dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja nilai ambang batas pencahayaan ruang kerja
adalah 300 lux, maka dapat disimpulkan bahwa pada ruang kontrol SWD tidak
memenuhi syarat yang sesuai dengan regulasi berlaku, yaitu dengan batas minimum
pencahayaan 300 lux.
e. Pada pengukuran intensitas pencahayaan pada ruang kontrol generator di ruang
control room sulzer pada titik 1 didapatkan hasil pengukuran yaitu 140 lux, 137 lux
dan 124 lux dengan rata-rata 133,6 lux, pada titik 2 didapatkan hasil pengukuran
yaitu 214 lux, 219 lux dan 225 lux dengan rata-rata 219,3 lux, pada titik 3

57
didapatkan hasil pengukuran yaitu 88 lux, 82 lux dan 91 lux dengan rata-rata 87 lux,
pada titik 4 didapatkan hasil pengukuran 115 lux, 110 lux dan 125 lux dengan rata-
rata 116,6 lux, pada titik 5 didapatkan hasil pengukuran yaitu 37 lux, 35 lux dan 34
lux dengan rata-rata 35,3 lux rata-rata total intensitas pencahayaan di ruang kontrol
mesin di unit pelaksanaan pengendalian pembangkit sektor Mahakam unit layanan
PLTD Karang asam Samarinda adalah sebesar 118,36 lux. Berdasarkan Peraturan
Menteri Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Kesehatan Dan
Keselamatan Kerja Lingkungan Kerja menyatakan bahwa pada ruang kerja batas
minimum untuk pencahayaan, yaitu 300 lux yang berarti dari hasil pengukuran yang
didapatkan dengan rata-rata sebesar 118,36 lux, pencahayaan ruang control Sulzer
tidak aman bagi kesehatan dan aktivitas pekerja karena berada dibawah batas
minimum nilai pencahayaan berdasarkan regulasi yang berlaku.
f. Praktikum pengukuran pencahayaan di ruang kantor dilakukan pada lima titik.
Pengukuran dilakukan di pojok ruangan dan titik tengah ruangan hasil pengukuran
pada. 1 adalah 50 cm: adalah 47 lux adalah 46 lux adalah 48 lux dan titik 5 adalah 77
lux nilai rata-rata, yaitu 53,60 lux. Nilai intensitas pencahayaan tersebut akan
dibandingkan dengan regulasi untuk mengetahui nilai ambang batas berdasarkan
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2018
Tentang Keselamatan Kesehatan Kerja di Lingkungan Kerja untuk pencahayaan
yang digunakan untuk menulis dan membaca diperlukan penerangan mencapai 300
lux, hasil pengukuran pencahayaan yang didapat pada ruang kantor tidak sesuai
dengan regulasi yang terkait karena nilai pencahayaan berada jauh di bawah nilai
ambang batas minimum pencahayaan, yaitu 300 lux.

5.2 Saran

Sebaiknya pada ruangan-ruangan kerja dengan tingkat intensitas pencahayaan yang


kurang, dapat ditambahkan penerangan yang sesuai dengan regulasi yang berlaku. Hal
ini dapat menunjang kinerja dari para pekerja dalam melakukan aktifitasnya dalam
sebuah ruangan, dan juga baik bagi kesehatan serta terhindar dari bahaya-bahaya yang
tidak diinginkan. Sosialisasi terhadap pekerja sangat penting untuk selalu mengenakan

58
APD (alat pelindung diri) dalam lingkungan kerja agar para pekerja dapat terhindar dari
PAK (penyakit akibat kerja) yang dapat merugikan.

59
DAFTAR PUSTAKA

1. Bukhari. 2007. Kebisingan Industri dan Hearing Concervation Program. Graham


Ilmu. Yogyakarta.

2. Chandra, Budiman., 2015. Pengantar Kesehatan Lingkungan, Katalog Dalam


Terbitan. Jakarta.

3. Gabriel, J. F., 2001, Fisika Lingkungan, Hipokrates, Jakarta.

4. Karien, 2007. Latifah, N.L. 2015. Fisika Bangunan 2. Jakarta: Erlangga.

5. Latifah, N.L. 2015. Fisika Bangunan 2. Jakarta: Erlangga.

6. Mediastika. 2008. Akustika bangunan. Erlangga. Jakarta.

7. Siswanto.1993. Penerangan. Balai Pelayanan Ergonomi Kesehatan Kerja: Jakarta

8. Soeripto. 2008. Higiene Industri. balai penerbit Fakultas Kedokteran UI: Jakarta

9. Suhardi, 2008. Penataan Sistem Kerja dan Ergonomi. gramedia: Jakarta

10. Suma’mur, 1995. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. PT. Gunung Agung:
Jakarta.

11. Atmaja, 2015. Hubungan Antara Iklim Kerja Panas dengan Tingkat Dehidrasi. Vol
1. No 1. Fakultas Kedokteran UNS. Jawa Timur (diakses pada tanggal 1 April 2019
pukul 19.00 WITA)

12. Dewanty, Rindy Astike. 2015. Analisis Dampak Intensitas Kebisingan Terhadap
Gangguan Pendengaran Petugas Laundy, Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol. 8

60
No. 2. Universitas Airlangga. Surabaya. Diakses Pada tanggal 20 April 2019 pukul
11.30 WITA.
13. Nova, 2017. Analisis Itensitas Pencahayaan Alami pada Ruang Kuliah. No. Vol. 1.
Perencanaan dan Perancangan Kota. Program Studi Arsitektur. Fakultas Teknik.
Universitas Malikussaleh. Lhokseumawe. Banda Aceh (Diakses pada tanggal 1
April 2019 pukul 19.00 WITA)

14. Tri. 2015. Optimalisasi Pencarian Alami dan Efisiensi Energi di Perpustakaan
UGM. vol 1. No.1 Fakultas Teknik. Universitas Gadjah Mada. Jogjakarta ( diakses
pada tanggal 1 April 2019 pukul 19.00 WITA)

61

Anda mungkin juga menyukai