Disusun oleh:
Kelompok 1
1. Nurhariyati 170502165
2. Nurul Hasanah 170502132
3. Indrawati 170502156
4. Dina Elmina 170502145
5. Wildan Akbar 170502148
MAHASISWA SEMESTER VI D
PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM
TAHUN 2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini, bukan hal yang baru jika kita memperbincangkan tentang Bank
Syariah. Seperti yang telah kita ketahui bahwa Bank syariah merupakan lembaga keuangan
syari’ah, yang berorientasi pada laba (profit). Namun, Laba di sini bukan hanya untuk
kepentingan pemilik saja, melainkan untuk mengembangkan usaha bank syari’ah. Laba bank
syari’ah terutama diperoleh dari selisih antara pendapatan atas penanaman dana dan biaya-
biaya yang dikeluarkan selama periode tertentu. Untuk dapat memperoleh hasil yang
optimal, bank syari’ah dituntut untuk melakukan pengelolaan dananya secara efisien dan
efektif, baik atas dana-dana yang dikumpulkan dari masyarakat (Dana Pihak Ketiga), serta
dana modal pemilik/pendiri bank syari’ah maupun atas pemanfaatan atau penanaman dana
tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Manajemen Permodalan Bank Syariah ?
2. Apa saja Fungsi Modal Bank ?
3. Dari mana Sumber Permodalan Bank dan bank syariah ?
4. Bagaimana mengetahui Kecukupan Modal Bank Syariah ?
5. Bagaimana Penerapan CAR Untuk Perbankan di Indonesia ?
6. Bagaimana Aktiva Tertimbang Menurut resiko Bank Syariah ?
7. Bagaimana kualitas aktiva produktif bank syariah ?
C. Tujuan
1. Mengetahui Pengertian dan Manajemen Permodalan Bank Syariah.
2. Memahami Fungsi Modal Bank.
3. Mengklasifikasikan Sumber Permodalan Bank dan bank syariah.
4. Menguraikan Kecukupan Modal Bank Syariah.
5. Menaganalisa Penerapan CAR Untuk Perbankan di Indonesia.
6. Memahami Aktiva Tertimbang Menurut resiko Bank Syariah.
7. Mengidentifikasi Kualitas aktiva produktif bank syariah.
BAB II
PEMBAHASAN
Menurut Zainul Arifin secara tradisional, modal didefinisikan sebagai sesuatu yang
mewakili kepentingan pemilik dalam suatu perusahaan.1 Berdasarkan nilai buku, modal
didefinisikan sebagai kekayaan bersih yaitu selisih antara nilai buku dari aktiva dikurangi
dengan nilai buku dari kewajiban.
Modal merupakan bagian dari dana yang dapat digunakan bank dalam aktivitas
kesehariannya. Hal penting berkaitan dengan masalah modal adalah bagaimana melakukan
aktivitas manajemen modal.
pemiliknya/pemegang saham
Bank sebagai unit bisnis membutuhkan darah bisnis, yaitu berbentuk modal. Dengan
kata lain, modal bank adalah aspek penting bagi suatu unit bisnis bank. Sebab beroperasi
tidaknya atau dipercaya tidaknya suatu bank, salah satunya sangat dipengarui oleh kondisi
kecukupan modalnya. Menurut Johnson and Johnson, modal bank mempunyai tiga fungsi.2
Lebih lanjut mereka menjelaskan sebagai berikut:
1. Sebagai penyangga untuk menyerap kerugian operasional dan kerugian lainya. Dalam
fungsi ini modal memberikan perlindungan terhadap kegagalan atau kerugian bank dan
perlindungan terhadap kepentingan para deposan.
2. Sebagai dasar untuk menetapkan batas maksimum pemberian pembiayaan. Hal ini adalah
merupakan pertimbangan operasional bagi bank sentral, sebagai regulator, untuk
membatasi jumlah pemberian pembiayaan kepada setiap individu nasabah bank.
3. Modal juga menjadi dasar perhitungan bagi para partisipan pasar untuk mengevaluasi
tingkat kemampuan bank secara relative untuk menghasilkan keuntungan.
2 http://mp3soim.blogspot.com/2012/11/manajemen-permodalan-bank-syariah_29.html mengutip dari Frank P.
Johnson dan Richard D. Johnson, Commerscial Bank Manajement, New York: The Dryden Press, 1985, hlm.
331-332., diakses tanggal 27 Maret 2020
Untuk mendapatkan modal bank dapat diperoleh melalui berbagai sumber. Modal
bank menurut George H Hempel membagi modal bank dalam tiga bentuk yaitu: pinjaman
subordinasi, saham preferen, dan saham biasa. Beberapa jenis pinjaman subordinasi dan
saham preferen dapat dikonversikan menjadi saham biasa,dan saham biasa dapat
dikembangkan baik secara eksternal maupun internal.
Penentuan sumber sumber permodalan bank yang dapat didasarkan atas beberapa
fungsi penting yang dapat dipengaruhi oleh modal bank, misalnya bila bank harus
menyediakan proteksi terhadap kegagalan bank . maka sumber yang paling tepat adalah
modal ekuitas (equity capital). Modal ekuitas merupakan penyangga untuk menyerap
kerugian dan kecukupan penyangga itu adalah kritikal bagi solvabilitas bank. Oleh karena itu
bila kerugian bank melebihi net worth maka likuidasi harus terjadi. Bila modal itu disediakan
untuk memberikan proteksi terhadap kepentingan para deposan, maka pinjaman subordinasi
dan debentures juga berfungsi seperti equity capital. Bila kerugian melebihi modal ekuitas
maka bank harus dilikuidasi, tetapi dana yang dipasok oleh pemberi modal pinjaman dan
pemilik debentures harus menjadi penyangga untuk melindungi kepentingan para deposan.
Jadi modal pinjaman tidak secara langsung melindungi kegagalan atau kerugian bank.
3 Muhammad Syafe’I Antonio, Bank Syari’ah, Wacana Umum dan Cendekiawan, Jakarta: Diterbitkan atas kerja
sama BI dan Tazkia Institute, 1999, hal. 223.
Sumber Utama Modal Bank Syari’ah
Modal inti adalah modal yang berasal dari para pemilik bank, yang terdiri
dari modal yang disetor oleh para pemegang saham, cadangan dan laba ditahan.
a. Modal yang disetor oleh para pemegang saham. Modal ini timbul apabila
pemilik menyertakan dananya pada bank melalui pembelian saham
b. Modal cadangan yaitu modal dari sebagian laba yang tidak dibagi disisihkan
untuk menutup timbulnya resiko kemudian
c. Laba ditahan, maksudnya adalah sebagian laba yang seharusnya dibagi kepada
para pemegang saham, tetapi oleh para pemegang saham ditanam kembali untuk
menambah dana modal
Modal inti inilah yang berfungsi sebagai penyangga dan penyerap kegagalan
atau kerugian bank dan melindungi kepentingan para pemegang rekening
titipan (wadiah) atau pinjaman (qard), terutama atas aktiva yang didanai oleh modal
sendiri dan dana-dana wadi’ah atau qard.
2. Kuasi Ekuitas
Bank menghimpun dana bagi hasil atas dasar prinsip mudharabah yaitu akad
kerja sama antara pemilik dan ( shahibul maal) dengan pengusaha (mudharib) untuk
melakukan suatu usaha bersama dan pemilik dana tidak boleh mencampuri
pengelolaan bisnis sehari-hari. Berdasarkan prinsip ini, dalam kedudukannya
sebagai mudharib, bank menjadi jasa bagi para investor berupa:4
a. Rekening investasi umum dimana bank menerima simpanan dari nasabah yang
mencari kesempatan investasi atas dan mereka dalam bentuk investasi
berdasarkan prinsip mudharabah muthlaqah
b. Rekening investasi khusu, dimana bank bertindak sebagai manajer investasi bagi
nasabah institusi (pemerintah atau lembaga keuangan lain) atau nasabah korporasi
Dengan demikian sumber dana ini tidak dapat sepenuhnya berperan dalam
fungsi permodalan bank sebagaimana diuraikan di dalam bab ini. Namun demikian
tetap merupakan unsur yang dapat diperhitungkan dalam pengukuran ratio
kecukupan modal yang akan diuraikan
3. Wadiah
Dana titipan adalah dana pihak ketiga pada pihak bank pada umumnya
berupa giro dan tabungan. Pada umumnya motivasi utama orang menitipkan dana
pada bank adalah untuk keamana mereka dan memperoleh keluasan untuk menarik
dananya kembali
Tingkat kecukupan modal sangat tergantung dari portofoli asetnya. Sehingga semakin
besar penempatan dana pada aset beresiko tinggi, maka semakin rendah rasio kecukupan
modal yaitu dengan asumsi bahwa tidak ada tambahan modal yang proporsional. Sebaliknya,
penempatan dana pada aset beresiko rendah, maka dapat menaikkan tingkat kecukupan
modal.5 Tingkat kecukupan modal bank dinyatakan dengan suatu ratio tertentu yang disebut
ratio kecukupan modal atau capital edequasy ratio (CAR). Tingkat kecukupan modal ini
dapat diukur dengan cara (1) membandingkan modal dengan dana-dana pihak ketiga dan (2)
membandingkan modal dengan aktiva beresiko.6
————————— = 10 %
Dari perhitungan tersebut diketahui bahwa ratio modal atas simpanan cukup
dengan 10 % dan dengan ratio itu permodalan bank dianggap sehat. Ratio antara modal
dan simpanan masyarakat harus dipadukan dengan memperhitungkan aktiva yang
mengandung resiko. Oleh karena itu modal harus dilengkapi oleh berbagai cadangan
sebagai penyangga modal, sehingga secara umum modal bank terdiri dari modal inti dan
modal pelengkap.
Ukuran kedua inilah yang dewasa ini menjadi kesepakatan BIS (bank for
International Settlements) yaitu organisasi bank sentral dari negara-megara maju yang
disponsori oleh Amerika Serikat, Kanada, negara-negara Eropah Barat dan Jepang.
5 Taswan, Manajemen Perbankan, Konsep, Teknik dan Aplikasi (Yogyakarta: UPP STIM YKPN) hlm. 224.
6 http://zenky-maiyya.blogspot.com/2011/08/upah-islam-dan-konvensional.html, diakses tanggal 27 Maret 2020.
Kesepakatan tentang ketentuan permodalan itu dicapai pada tahun 1988, dengan
menetapkan CAR, yaitu ratio minimum yang mendasarkan kepada perbandingan antara
modal dengan aktiva beresiko.
ATMR aktiva neraca diperoleh dengan cara mengalikan nilai nominal items neraca
tersebut dengan bobot risiko. Misalnya pembiayaan pemilikan rumah (KPR) sebesar Rp.1
milyar dengan bobot risiko 50 % maka ATMR adalah Rp. 500 juta. ATMR aktiva
administratif diperoleh dengan cara mengalikan nilai nominal dengan bobot risiko aktiva
administratif tersebut. MiSalnya Jaminan bank yang diberikan atas permintaan Pemda
sebesar Rp.1 milyar dengan bobot risiko 20 % maka ATMR adalah Rp.200 juta. Setelah
angka ATMR diperoleh maka kebutuhan modal minimum atau CAR bank sedikit-dikitnya
adalah 8 % dari ATMR. Dengan membandingkan ratio modal dengan kewajiban
penyediaaan modal minimum, maka akan diketahui apakah bank telah memenuhi ketentuan
CAR atau tidak.
7 Lukman Dendawijaya, Majemen Perbankan, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005) hlm. 38.
F. Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR) bank syariah
Resiko atas modal berkaitan dengan dana yang diinvestasikan pada aktiva beresiko,
baik yang beresiko rendah ataupun yang resikonya lebih tinggi dari yang lain. ATMR adalah
faktor pembagi (denominator) dari CAR sedangkan modal adalah faktor yang dibagi
(numerator) untuk mengukur kemampuan modal menanggung resiko atas aktiva tersebut.
Dalam menelaah ATMR pada bank syariah, terlebih dahulu harus dipertimbangkan ,
bahwa aktiva bank syari’ah dapat dibagi atas:
1. Aktiva yang didanai oleh modal sendiri dan/atau kewajiban atau hutang
(wadi’ah atau qard dan sejenisnya) dan
2. Aktiva yang didanai oleh rekening bagi hasil (Profit and loss Sharing Investment
Account) yaitu mudharabah (baik General Investment Account/mudharabah mutlaqah
yang tercatat pada neraca/on balance sheet maupun Restricted Investment
Account/mudharabah muqayyadah yang dicatat pada rekening administratif/off balance
sheet)
Aktiva yang didanai oleh modal sendiri dan kewajiban atau hutang, resikonya
ditanggung oleh modal sendiri, sedangkan aktiva yang didanai oleh rekening bagi hasil,
resikonya ditanggung oleh dana rekening bagi hasil itu sendiri. Namun demikian,
sebagaimana telah diuraikan di atas, pemilik rekening bagi hasil dapat menolak untuk
menanggung resiko atas aktiva yang dibiayainya, apabila terbukti bahwa resiko tersebut
timbul akibat salah urus (mis management), kalalaian atau kecurangan yang dilakukan
oleh manajemen bank selaku mudharib. Oleh karenanya tetap ada potensi resiko,
(katakanlah dengan probability 50 %), yang harus ditanggung oleh modal bank sendiri.
Hal ini mengandung konsekuensi bahwa atas aktiva ini harus pula dibentuk PPAP
(Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif).
Berdasarkan pembagian jenis aktiva tersebut di atas, maka pada prinsipnya bobot
resiko bank syari’ah atas :
1. Aktiva yang dibiaya oleh modal bank sendiri dan / atau dana pinjaman (wadi’ah,
card dan sejenisnya) adalah 100 %.
2. Aktiva yang dibiaya oleh pemegang rekening bagi hasil (baik general ataupun restricted
investment account) adalah 50 %
Jika kita amati lebih detail lagi, dari modal inti yang berupa; Modal Setor, Agio
saham, Modal sumbangan, Cadangan Umum, Cadangan tujuan, Laba ditahan, Laba tahun
lalu, Laba tahun berjalan, Bagian kekayaan bersih anak perusahaan yang laporan
keuangannya dikonsolidasikan, yaitu modal inti anak perusahaan setelah dikompensasikan
dengan penyertaan bank pada anak perusahaan tersebut, Maka jika dalam pembukuan bank
terdapat goodwill, maka jumlah modal inti harus dikurangkan dengan
nilai goodwill tersebut. Itu artinya, Bank syariah dapat mengikuti sepenuhnya pengkategorian
unsur-unsur tersebut di atas sebagai modal inti, karena tidak ada hal-hal yang bertentangan
dengan prinsp-prinsp syariah.
Sementara jika kita melihat dari modal pelengkap yang terdiri atas8;
Bank syari’ah adalah lembaga keuangan yang cukup unik. Sebab dalam mekanisme
produknya dapat dilakukan dengan cara jual beli atau memberikan dana untuk investasi. Hal
ini dapat dijalani oleh bank selain bank syari’ah. Dengan demikian, beragamnya model
transaksi tersebut menunjukan peluang besarnya aktiva yang dapat diproduktifkan.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Modal bank adalah kekayaan bersih yaitu selisih antara nilai buku dari aktiva
dikurangi dengan nilai buku dari kewajiban. Yang memiliki fungsi Sebagai penyangga untuk
menyerap kerugian operasional dan kerugian lainya Sebagai dasar untuk menetapkan batas
maksimum pemberian pembiayaan, menjadi dasar perhitungan bagi para partisipan pasar
untuk mengevaluasi tingkat kemampuan bank secara relative untuk menghasilkan
keuntungan.
Tingkat kecukupan modal ini dapat diukur dengan cara (1) membandingkan modal
dengan dana-dana pihak ketiga dan (2) membandingkan modal dengan aktiva
beresiko. Bobot resiko bank syari’ah atas : Aktiva yang dibiaya oleh modal bank sendiri dan /
atau dana pinjaman (wadi’ah, card dan sejenisnya) adalah 100 %, dan Aktiva yang dibiaya
oleh pemegang rekening bagi hasil (baik general ataupun restricted investment
account) adalah 50 %
B. Saran
Manajemen Modal bank yang dijadikan sebagi tolak ukur keberhasilan bank, menjadi
tugas kita agar menggunakan majemen yang baik sehingga bank tetap menjadi lembaga
keuangan yang dipercaya. Dengan berbagai keterbatas yang kami miliki, maka dengan ini,
kami berharap kritik dan saran kepada seluruh pembaca guna pembuatan makalah yang jauh
lebih baik
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad Syafe’I Antonio. 1999. Bank Syari’ah, Wacana Umum dan Cendekiawan. Jakarta:
Diterbitkan atas kerja sama BI dan Tazkia Institute.
Taswan. 2010. Manajemen Perbankan, Konsep, Teknik dan Aplikasi. Yogyakarta: UPP STIM
YKPN.
http://mp3soim.blogspot.com/2012/11/manajemen-permodalan-bank-syariah_29.html mengutip
dari Frank P. Johnson dan Richard D. Johnson, Commerscial Bank Manajement, New
York: The Dryden Press, 1985, hlm. 331-332., diakses tanggal 27 Maret 2020.
http://mp3soim.blogspot.com/2012/11/manajemen-permodalan-bank-syariah_29.html, diakses
tanggal 27 Maret 2020.