Anda di halaman 1dari 11

Standar Pemeriksaan merupakan patokan bagi para pemeriksa dalam melakukan tugas pemeriksannya.

Seiring dengan perkembangan teori pemeriksaan, dinamika masyarakat yang menuntut adanya
transparansi dan akuntabilitas, dan kebutuhan akan hasil pemeriksaan yang bernilai tambah menuntut
BPK menyempurnakan standar audit pemerintahan (SAP) 1995.

SAP 1995 dirasa tidak dapat memenuhi tuntutan dinamika masa kini. Terlebih lagi sejak adanya
reformasi konstitusi di bidang pemeriksaan maka untuk memenuhi amanat Pasal 5 Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dan
Pasal 9 ayat (1) huruf e Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, BPK
harus menyusun Standar Pemeriksaan yang dapat menampung hal tersebut. Oleh karena itulah, BPK
telah berhasil menyelesaikan penyusunan standar pemeriksaan yang diberi nama ‘Standar Pemeriksaan
Keuangan Negara’ atau disingkat dengan ‘SPKN’.

Dengan menyadari bahwa SAP 95 telah tidak mukhtahir, maka kondisi kekinian menjadi titik awal yang
perlu diidentifikasikan dalam melakukan penyusunan SPKN ini. Kondisi kekinian tersebut yang menjadi
pertimbangan adalah (1) Tuntutan akan akuntabilitas yang makin kencang, inilah yang mendorong SPKN
mengatur formulasi pelaporan yang lebih familiar dengan para pengguna. Namun ini bukanlah tugas
semata-mata SPKN, namun juga harus dibarengi dengan kesediaan para pengguna LHP BPK untuk
memahami dan mempelajari SPKN. Untuk itulah SPKN ini akan BPK muat dalam website BPK dan
mendapat nomor ISBN agar mudah diakses di berbagai perpustakaan dan toko buku dan secara internal,
Mengaktifkan Kolom SPKN di Majalah Pemeriksa dan Buletin Intern BPK adalah hal yang tak kalah
pentingnya. Membuka akses inilah yang akan membawa pengembangan terus menerus atas pentingnya
pemeriksaan BPK. (2) kronisnya penyalagunaan kewenangan yang merugiakan keuangan negara atau
yang biasa dikenal dengan KKN (korupsi, Kolusi dan Nepotisme).

Untuk memenuhi kondisi kekinian tersebut, BPK telah melakukan proses penyusunan SPKN
sebagaimana diatur dalam UU maupun kelaziman dalam profesi. Hal hal yang dilakukan untuk
mengetahui kondisi kekinian di bidang audit dan pengelolaan yang akan diaudit antara lain (1)
penjaringan masukan via web site (2) publik hearing; (3) pertemuan konsultasi dengan pemerintah.
Penyusunan SPKN ini telah melalui proses sebagaimana diamanatkan dalam undang-undang maupun
dalam kelaziman penyusunan standar profesi. Hal ini tidaklah mudah, oleh karenanya, SPKN ini akan
selalu dipantau perkembangannya dan akan selalu dimutakhirkan agar selalu sesuai dengan dinamika
yang terjadi di masyarakat.

II. Standar Akuntansi Pemerintahan


Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) adalah prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam
menyusun dan menyajikan Laporan Keuangan Pemerintah[1], yang terdiri atas Laporan Keuangan
Pemerintah Pusat (LKPP) dan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD), dalam rangka transparansi
dan akuntabilitas penyelenggaraan akuntansi pemerintahan, serta peningkatan kualitas LKPP dan LKPD.

SAP dinyatakan dalam bentuk Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP), yaitu SAP yang diberi
judul, nomor, dan tanggal efektif. Selain itu, SAP juga dilengkapi dengan Kerangka Konseptual Akuntansi
Pemerintahan. PSAP dapat dilengkapi dengan Interpretasi Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan
(IPSAP) atau Buletin Teknis SAP.IPSAP dan Buletin Teknis SAP disusun dan diterbitkan oleh Komite
Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP) dan diberitahukan kepada Pemerintah dan Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK).Rancangan IPSAP disampaikan kepada BPK paling lambat empat belas hari kerja
sebelum IPSAP diterbitkan.

IPSAP dimaksudkan untuk menjelaskan lebih lanjut topik tertentu guna menghindari salah tafsir
pengguna PSAP.Sedangkan Buletin Teknis SAP dimaksudkan untuk mengatasi masalah teknis akuntansi
dengan menjelaskan secara teknis penerapan PSAP atau IPSAP.

1. Penetapan SAP

Sebelum dan setelah dilakukan publik hearing, Standar dibahas bersama dengan Tim Penelaah Standar
Akuntansi Pemerintahan BPK.Setelah dilakukan pembahasan berdasarkan masukan-masukan KSAP
melakukan finalisasi standar kemudian KSAP meminta pertimbangan kepada BPK melalui Menteri
Keuangan.Namun draf SAP ini belum diterima oleh BPK karena komite belum ditetapkan dengan
Keppres.Suhubungan dengan hal tersebut, melalui Keputusan Presiden Nomor 84 Tahun 2004 dibentuk
Komite Standar Akuntansi Pemerintahan. Komite ini segera bekerja untuk menyempurnakan kembali
draf SAP yang pernah diajukan kepada BPK agar pada awal tahun 2005 dapat segera ditetapkan.

2. SAP yang Berlaku di Indonesia

a. Pada tanggal 13 Juni 2005 Presiden menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan

b. Pada tahun 2010 diterbitkan PP No. 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan,
sehingga sejak saat itu PP No. 24 Tahun 2005 dinyatakan tidak berlaku lagi. PP No. 71 Tahun 2010
mengatur penyusunan dan penyajian laporan keuangan berbasis akrual.

3. PP No.71 Tahun 2010

SAP tercantum dalam dua lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010, yaitu:

a. SAP Berbasis Akrual

Pemerintah menerapkan SAP Berbasis Akrual, yaitu SAP yang mengakui pendapatan, beban, aset, utang,
dan ekuitas dalam pelaporan finansial berbasis akrual, serta mengakui pendapatan, belanja, dan
pembiayaan dalam pelaporan pelaksanaan anggaran berdasarkan basis yang ditetapkan dalam
APBN/APBD. SAP Berbasis Akrual tersebut dinyatakan dalam bentuk PSAP dan dilengkapi dengan
Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan. PSAP dan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan
dalam rangka SAP Berbasis Akrual dimaksud tercantum dalam Lampiran I Peraturan Pemerintah Nomor
71 Tahun 2010.

Penyusunan SAP Berbasis Akrual dilakukan oleh KSAP melalui proses baku penyusunan (due process).
Proses baku penyusunan SAP tersebut merupakan pertanggungjawaban profesional KSAP yang secara
lengkap terdapat dalam Lampiran III Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010. Yang membedakan
antara Laporan Keuangan Perusahaan dengan Laporan Keuangan Pemerintahan adalah terletak pada
jenis bidang usaha yaitu pelayanan publik serta nomor rekening perkiraan yang digunakan.

b. SAP Berbasis Kas Menuju Akrual

Penerapan SAP Berbasis Akrual dilaksanakan secara bertahap dari penerapan SAP Berbasis Kas Menuju
Akrual menjadi penerapan SAP Berbasis Akrual. SAP Berbasis Kas Menuju Akrual yaitu SAP yang
mengakui pendapatan, belanja, dan pembiayaan berbasis kas, serta mengakui aset, utang, dan ekuitas
dana berbasis akrual. Ketentuan lebih lanjut mengenai penerapan SAP Berbasis Akrual secara bertahap
pada pemerintah pusat diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.Ketentuan lebih lanjut mengenai
penerapan SAP Berbasis Akrual secara bertahap pada pemerintah daerah diatur dengan Peraturan
Menteri Dalam Negeri.Penerapan SAP Berbasis Akrual secara bertahap dilakukan dengan
memperhatikan urutan persiapan dan ruang lingkup laporan.

SAP Berbasis Kas Menuju Akrual dinyatakan dalam bentuk PSAP dan dilengkapi dengan Kerangka
Konseptual Akuntansi Pemerintahan. PSAP dan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan dalam
rangka SAP Berbasis Kas Menuju Akrual tercantum dalam Lampiran II Peraturan Pemerintah Nomor 71
Tahun 2010.

Sebelumnya, SAP Berbasis Kas Menuju Akrual digunakan dalam SAP berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 2005. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003menyatakan bahwa selama pengakuan
dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual belum dilaksanakan, digunakan pengakuan dan
pengukuran berbasis kas. Pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual menurut
Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 dilaksanakan paling lambat limatahun. Karena
itu, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 digantikan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71
Tahun 2010.

4. Perubahan PSAP

Dalam hal diperlukan perubahan terhadap PSAP, perubahan tersebut diatur dengan Peraturan Menteri
Keuangan setelah mendapat pertimbangan dari BPK.Rancangan perubahan PSAP disusun oleh KSAP
sesuai dengan mekanisme yang berlaku dalam penyusunan SAP.Rancangan perubahan PSAP
disampaikan oleh KSAP kepada Menteri Keuangan.Menteri Keuangan menyampaikan usulan rancangan
perubahan PSAP kepada BPK untuk mendapat pertimbangan.Perubahan yang dimaksud adalah
penambahan, penghapusan, atau penggantian satu atau lebih PSAP.
IV. Standar Pemeriksaan Keuangan Negara

Dalam pelaksananaan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara diperlukan suatu
standar. Standar pemeriksaan keuangan negara adalah amanat dari UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dan UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang
Badan Pemeriksa Keuangan. Standar Pemeriksaan diperlukan untuk menjaga kredibilitas serta
profesionalitas dalam pelaksanaan maupun pelaporan pemeriksaan baik pemeriksaan keuangan, kinerja,
serta pemeriksaan dengan tujuan tertentu.Standar Pemeriksaan Keuangan Negara ditetapkan dengan
Peraturan BPK Nomor 1 Tahun 2007 yang berlaku sejak 7 Maret 2007.

SPKN ini berlaku untuk semua pemeriksaan yang dilaksanakan terhadap entitas, program,kegiatan serta
fungsi yang berkaitan dengan pelaksanaan pengelolaan dan tanggung jawab Keuangan Negara sesuai
dengan peraturan perundang-undangan. SPKN berlaku bagi BPK atau akuntan publik serta pihak lain
yang diberi amanat untuk melakukan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara
untuk dan atas nama BPK. SPKN juga dapat menjadi acuan bagi aparat pengawasan internal pemerintah
maupun pihak lain dalam penyusunan standar pengawasan sesuai kedudukan, tugas, dan fungsinya.

Tujuan SPKN adalah untuk menjadi ukuran mutu bagi para pemeriksa dan organisasi pemeriksa dalam
melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.Pemeriksaan
Pengeloaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dalam rangka mewujudkan akuntabilitas publik
adalah bagian dari reformasi bidang keuangan negara yang dimulai sejak tahun 2003. Pengertian
pengelolaan dan tanggung jawab Keuangan Negara mencakup akuntabilitas yang harus diterapkan
semua entitas oleh pihak yang melakukan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
negara.Akuntabilitas diperlukan untuk dapat mengetahui pelaksanaan program yang dibiayai dengan
keuangan negara, tingkat kepatuhannya terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, serta untuk mengetahui tingkat kehematan, efisiensi, dan efektivitas dari program tersebut.

Setiap pemeriksaan dimulai dengan penetapan tujuan dan penentuan jenis pemeriksaan yang akan
dilaksanakan serta standar yang harus diikuti oleh pemeriksa. Jenis pemeriksaan yang diuraikan dalam
SPKN meliputi: pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu.

Pemeriksaan keuangan adalah pemeriksaan atas laporan keuangan.Pemeriksaan keuangan tersebut


bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai (reasonable assurance) apakah laporan
keuangan telah disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material sesuai dengan prinsip akuntansi
yang berlaku umum di Indonesia atau basis akuntansi komprehensif selain prinsip akuntansi yang
berlaku umum di Indonesia.Pemeriksaan kinerja adalah pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara
yang terdiri atas pemeriksaan aspek ekonomi dan efisiensi serta pemeriksaan aspek efektivitas. Contoh
tujuan pemeriksaan atas hasil dan efektivitas program serta pemeriksaan atas ekonomi dan efisiensi
adalah penilaian atas:
a. Sejauh mana tujuan peraturan perundang-undangan dan organisasi dapat dicapai

b. Kemungkinan alternatif lain yang dapat meningkatkan kinerja program atau menghilangkan
faktor-faktor yang menghambat efektivitas program

c. Perbandingan antara biaya dan manfaat atau efektivitas biaya suatu program

d. Sejauh mana suatu program mencapai hasil yang diharapkan atau menimbulkan dampak yang
tidak diharapkan

e. Sejauh mana program berduplikasi, bertumpang tindih, atau bertentangan dengan program
lain yang sejenis

f. Sejauh mana entitas yang diperiksa telah mengikuti ketentuan pengadaan yang sehat

g. Validitas dan keandalan ukuran-ukuran hasil dan efektivitas program, atau ekonomi dan
efisiensi

h. Keandalan, validitas, dan relevansi informasi keuangan yang berkaitan dengan kinerja suatu
program.

1. Standar Umum

Standar umum memberikan kerangka dasar untuk dapat menerapkan standar pelaksanaan dan standar
pelaporan secara efektif yang dijelaskan pada pernyataan standar berikutnya. Dengan demikian, standar
umum ini harus diikuti oleh semua pemeriksa dan organisasi pemeriksa yang melakukan pemeriksaan
berdasarkan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara. Beberapa standar umum yang termuat dalam PSP
Nomor 01 sebagai berikut:

a. Pemeriksa secara kolektif harus memiliki kecakapan profesional yang memadai untuk
melaksanakan tugas pemeriksaan

b. Dalam semua hal yang berkaitan dengan pekerjaan pemeriksaan, organisasi pemeriksa dan
pemeriksa, harus bebas dalam sikap mental dan penampilan dari gangguan pribadi, ekstern, dan
organisasi yang dapat mempengaruhi independensinya

c. Dalam pelaksanaan pemeriksaan serta penyusunan laporan hasil pemeriksaan, pemeriksawajib


menggunakan kemahiran profesionalnya secara cermat dan seksama

d. Setiap organisasi pemeriksa yang melaksanakan pemeriksaan berdasarkan SPKN harus memiliki
sistem pengendalian mutu yang memadai, dan sistem pengendalian mutu tersebut harus direviu oleh
pihak lain yang kompeten (pengendalian mutu ekstern).
Standar umum yang termuat dalam PSP Nomor 02 yaitu standar pelaksanaan pemeriksaan keuangan.
Untuk pemeriksaan keuangan, SPKN memberlakukan tiga pernyataan standar pekerjaan lapangan SPAP
yang ditetapkan IAI, berikut ini:

a. Pekerjaan harus direncanakan dengan sebaik-baiknya dan jika digunakan tenaga asisten harus
disupervisi dengan semestinya

b. Pemahaman yang memadai atas pengendalian intern harus diperoleh untuk merencanakan
audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang akan dilakukan

c. Bukti audit yang kompeten harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, pengajuan
pertanyaan, dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan
yang diaudit

SPKN juga memberikan standar pelaksanaan tambahan sebagai berikut:

a. Pemeriksa harus mengkomunikasikan informasi yang berkaitan dengan sifat, saat, lingkup
pengujian, pelaporan yang direncanakan, dan tingkat keyakinan kepada manajemen entitas yang
diperiksa dan atau pihak yang meminta pemeriksaan

b. Pemeriksa harus mempertimbangkan hasil pemeriksaan sebelumnyaserta tindak lanjut atas


rekomendasi yang signifikan dan berkaitan dengan tujuan pemeriksaan yang sedang dilaksanakan

c. (1)Pemeriksa harus merancang pemeriksaan untuk memberikan keyakinan yang memadai guna
mendeteksi salah saji material yang disebabkan oleh ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berpengaruh langsung dan material terhadap penyajian laporan keuangan.
Jika informasi tertentu menjadi perhatian pemeriksa, diantaranya informasi tersebut memberikan bukti
yang berkaitan dengan penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berpengaruh material tetapi tidak langsung berpengaruh terhadap kewajaran penyajian laporan
keuangan, pemeriksa harus menerapkan prosedur pemeriksaan tambahan untuk memastikan bahwa
penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan telah atau akan terjadi;

(2) Pemeriksa harus waspada pada kemungkinan adanya situasi dan/atau peristiwa yang merupakan
indikasi kecurangan dan/atau ketidakpatutan dan apabila timbul indikasi tersebut serta berpengaruh
signifikan terhadap kewajaran penyajian laporan keuangan, pemeriksa harus menerapkan prosedur
pemeriksaan tambahan untuk memastikan bahwa kecurangan dan/atau

ketidakpatutan telah terjadi dan menentukan dampaknya terhadap kewajaran penyajian laporan
keuangan

d. Pemeriksa harus merencanakan dan melaksanakan prosedur pemeriksaan untuk


mengembangkan unsur-unsur temuan pemeriksaan
e. Pemeriksa harus mempersiapkan dan memelihara dokumentasi pemeriksaan dalam bentuk
kertas kerja pemeriksaan. Dokumentasi pemeriksaan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan,
danpelaporan pemeriksaan harus berisi informasi yang cukup untuk memungkinkan pemeriksa yang
berpengalaman, tetapi tidak mempunyai hubungan dengan pemeriksaan tersebut dapat memastikan
bahwa dokumentasi pemeriksaan tersebut dapat menjadibukti yang mendukung pertimbangan dan
simpulan pemeriksa. Dokumentasi pemeriksaan harus mendukung opini, temuan,simpulan dan
rekomendasi pemeriksaan.

Standar umum yang termuat dalam PSP Nomor 03 tentang standar pelaporan pemeriksaan keuangan.
Untuk pemeriksaan keuangan, SPKN memberlakukan empat standar pelaporan SPAP yang ditetapkan IAI
berikut ini:

a. Laporan audit harus menyatakan apakah laporan keuangan disajikan sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum di Indonesia atau prinsip akuntansi yang lain yang berlaku secara
komprehensif (PSAP).

b. Laporan auditor harus menunjukkan, jika ada, ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi
dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip
akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya

c. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali


dinyatakan lain dalam laporan audit

d. Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara
keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara
keseluruhan tidak dapat diberikan maka alasannya harus Standar Pelaporan Pemeriksaan Keuangan
dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, laporan auditor harus memuat
petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggung
jawab yang dipikul auditor.

SPKN juga memberikan standar pelaporan tambahan sebagai berikut:

a. Laporan hasil pemeriksaan harus menyatakan bahwa pemeriksaan dilakukan sesuai dengan SPKN

b. Laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan harus mengungkapkan bahwa pemeriksa telah
melakukan pengujian atas kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berpengaruh langsung dan material terhadap penyajian laporan keuangan

c. Laporan atas pengendalian intern harus mengungkapkan kelemahan dalam pengendalian intern
atas pelaporan keuangan yang dianggap sebagai kondisi yang dapat dilaporkan
d. Laporan hasil pemeriksaan yang memuat adanya kelemahan dalam pengendalian intern,
kecurangan, penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan, dan ketidakpatutan, harus
dilengkapi tanggapan dari pimpinan atau pejabat yang bertanggung jawab pada entitas yang diperiksa
mengenai temuan dan rekomendasi serta tindakan koreksi yang direncanakan

e. Informasi rahasia yang dilarang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan untuk


diungkapkan kepada umum tidak diungkapkan dalam laporan hasil pemeriksaan. Namun laporan hasil
pemeriksaan harus mengungkapkan sifat informasi yang tidak dilaporkan tersebut dan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang menyebabkan tidak dilaporkannya informasi tersebut

f. Laporan hasil pemeriksaan diserahkan kepada lembaga perwakilan, entitas yang diperiksa, pihak
yang mempunyai kewenangan untuk mengatur entitas yang diperiksa, pihak yang bertanggung jawab
untuk melakukan tindak lanjut hasil pemeriksaan, dan kepada pihak lain yang diberi wewenang untuk
menerima laporan hasil pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

Standar umum yang termuat dalam PSP Nomor 04 tentang standar pelaksanaan pemeriksaan kinerja.
Untuk pelaksanaan pemeriksaan kinerja, SPKN memberikan beberapa standar sebagai berikut:

a. Pekerjaan harus direncanakan secara memadai

b. Staf harus disupervisi dengan baik

c. Bukti yang cukup, kompeten, dan relevan harus diperoleh untuk menjadi dasar yang memadai
bagi temuan dan rekomendasi pemeriksa

d. Pemeriksa harus mempersiapkan dan memelihara dokumen pemeriksaan dalam bentuk kertas
kerja pemeriksaan. Dokumen pemeriksaan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan
pelaporan pemeriksaan harus berisi informasi yang cukup untuk memungkinkan pemeriksa yang
berpengalaman tetapi tidak mempunyai hubungan dengan pemeriksaan tersebut dapat memastikan
bahwa dokumen pemeriksaan tersebut dapat menjadi bukti yang mendukung temuan, simpulan, dan
rekomendasi pemeriksa.

PSP 05 : Standar Pelaporan Pemeriksaan Kinerja. Untuk pelaporan pemeriksaan kinerja, SPKN
memberikan beberapa standar sebagai berikut:

a. Pemeriksa harus membuat laporan hasil pemeriksaan untuk mengkomunikasikan setiap hasil
pemeriksaan

b. Laporan hasil pemeriksaan harus mencakup:

- Pernyataan bahwa pemeriksaan dilakukan sesuai dengan SPKN


- Tujuan, lingkup, dan metodologi pemeriksaan

- Hasil pemeriksaan berupa temuan pemeriksaan, simpulan, dan rekomendasi

- Tanggapan pejabat yang bertanggung jawab atas hasil pemeriksaan

- Pelaporan informasi rahasia apabila ada

- Pernyataan bahwa Pemeriksaan Dilakukan Sesuai dengan SPKN

c. Laporan hasil pemeriksaan harus tepat waktu, lengkap, akurat, obyektif, meyakinkan, serta
jelas, dan seringkas mungkin

d. Laporan hasil pemeriksaan diserahkan kepada lembaga perwakilan, entitas yang diperiksa,
pihak yang mempunyai kewenangan untuk mengatur entitas yang diperiksa, pihak yang bertanggung
jawab untuk melakukan tindak lanjut hasil pemeriksaan, dan kepada pihak lain yang diberi wewenang
untuk menerima laporan hasil pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.

PSP 06 : Standar pelaksanaan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Untuk pemeriksaan dengan tujuan
tertentu, SPKN memberlakukan dua pernyataan standar pekerjaan lapangan perikatan/penugasan
atestasi SPAP yang ditetapkan IAI berikut ini:

a. Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi
dengan semestiny

b. Bukti yang cukup harus diperoleh untuk memberikan dasar rasional bagi simpulan yang
dinyatakan dalam laporan.

SPKN juga memberi standar pelaksanaan tambahan sebagai berikut:

- Pemeriksa harus mengkomunikasikan informasi yang berkaitan dengan sifat, saat, dan lingkup
pengujian serta pelaporan yang direncanakan atas hal yang akan dilakukan pemeriksaan, kepada
manajemen entitas yang diperiksa dan atau pihak yang meminta pemeriksaan

- Pemeriksa harus mempertimbangkan hasil pemeriksaan sebelumnya serta tindak lanjut atas
rekomendasi yang signifikan dan berkaitan dengan hal yang diperiksa

- Dalam merencanakan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu dalam bentuk eksaminasi dan
merancang prosedur untuk mencapai tujuan pemeriksaan, pemeriksa harus memperoleh pemahaman
yang memadai tentang pengendalian intern yang sifatnya material terhadap hal yang diperiksa
- (1)Dalam merencanakan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu dalam bentuk eksaminasi,
pemeriksa harus merancang pemeriksaan dengan tujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai
guna mendeteksi kecurangan dan penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan yang
dapat berdampak material terhadap hal yang diperiksa.

(2)Dalam merencanakan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu dalam bentuk reviu atau prosedur yang
disepakati, pemeriksa harus waspada terhadap situasi atau peristiwa yang mungkin merupakan indikasi
kecurangan dan penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan.Apabila ditemukan
indikasikecurangan dan/atau penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan yang secara
material mempengaruhi hal yang diperiksa, pemeriksa harus menerapkan prosedur tambahan untuk
memastikan bahwa kecurangan dan/atau penyimpangan tersebut telah terjadi dan menentukan
dampaknya terhadap halyang diperiksa.(3)Pemeriksa harus waspada terhadap situasi dan/atau peristiwa
yang mungkin merupakan indikasi kecurangan dan/atau ketidakpatutan, dan apabila ditemukan indikasi
tersebut serta berpengaruh signifikan terhadap pemeriksaan, pemeriksa harus menerapkan prosedur
tambahan untuk memastikan bahwa kecurangan dan/atau ketidakpatutan tersebut telah terjadi dan
menentukan dampaknya terhadap hasil pemeriksaan;

- Pemeriksa harus mempersiapkan dan memelihara dokumentasi pemeriksaan dalam bentuk


kertas kerja pemeriksaan. Dokumentasi pemeriksaan yang terkait dengan perencanaan, pelaksanaan,
dan pelaporan pemeriksaan harus berisi informasi yang cukup untuk memungkinkan pemeriksa yang
berpengalaman tetapi tidak mempunyai hubungan dengan pemeriksaan tersebut dapat memastikan
bahwa dokumentasi pemeriksaan tersebut dapat menjadi bukti yang mendukung pertimbangan dan
simpulan pemeriksa.

PSP 07 : Standar pelaporan pemeriksaan dengan tujuan tertentu.

Untuk pemeriksaan dengan tujuan tertentu, SPKN memberlakukan empat pernyataan standar pelaporan
perikatan/penugasan atestasi dalam SPAP yang ditetapkan IAI sebagai berikut:

a. Laporan harus menyebutkan asersi yang dilaporkan dan menyatakan sifat perikatan atestasi
yang bersangkutan

b. Laporan harus menyatakan simpulan praktisi mengenai apakah asersi disajikan sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan atau kriteria yang dinyatakan dipakai sebagai alat pengukur

c. Laporan harus menyatakan semua keberatan praktisi yang signifikan tentang perikatan dan
penyajian asersi

d. Laporan suatu perikatan untuk mengevaluasi suatu asersi yang disusun berdasarkan kriteria
yang disepakati atau berdasarkan suatu perikatan untuk melaksanakan prosedur yang disepakati harus
berisi suatu pernyataan tentang keterbatasan pemakaian laporan hanya oleh pihak-pihak yang
menyepakati kriteria atau prosedur tersebut.
SPKN juga memberikan standar pelaporan tambahan sebagai berikut:

a. Laporan hasil pemeriksaan harus menyatakan bahwa pemeriksaan dilakukan sesuai dengan
SPKN

b. Laporan Hasil Pemeriksaan dengan tujuan tertentu harus mengungkapkan:

- Kelemahan pengendalian internal yang berkaitan dengan hal yang diperiksa

- Kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangantermasuk pengungkapan atas


penyimpangan administrasi, pelanggaran atas perikatan perdata, maupun penyimpangan yang

mengandung unsur tindak pidana yang terkait dengan hal yang diperiksa

- Ketidakpatutan yang material terhadap hal yang diperiksa

c. Laporan hasil pemeriksaan yang memuat adanya kelemahan dalam pengendalian intern,
kecurangan, penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan, dan ketidakpatutan, harus
dilengkapi tanggapan dari pimpinan atau pejabat yang bertanggung jawab pada entitas yang diperiksa
mengenai temuan dan simpulan serta tindakan koreksi yang direncanakan

d. Informasi rahasia yang dilarang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan untuk


diungkapkan kepada umum tidak diungkapkan dalam laporan hasil pemeriksaan. Namun laporan hasil
pemeriksaan harus mengungkapkan sifat informasi yang tidak dilaporkan tersebut dan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang menyebabkan tidak dilaporkannya informasi tersebut

e. Laporan hasil pemeriksaan diserahkan kepada lembaga perwakilan, entitas yang diperiksa,
pihak yang mempunyai kewenangan untuk mengatur entitas yang diperiksa, pihak yang bertanggung
jawab untuk melakukan tindak lanjut hasil pemeriksaan, dan kepada pihak lain yang diberi wewenang
untuk menerima laporan hasil pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.

Anda mungkin juga menyukai