Anda di halaman 1dari 42

ASUHAN KEPERAWATAN

TRAUMA KEPALA

MAKALAH
Tugas Mata Kuliah Keperawatan
Gawat Darurat
Yang dibimbing oleh:
Ibu Dian Ika Permatasari, S.Kep. Ns., M.Kep.

Oleh:

M. Narullah 717.6.2.0881
Yayak Kuntina 717.6.2.0921
Silvia Lestari 717.6.2.0920
Luluatul Jamilah 717.6.2.0925
Deny Feginurahman 717.6.3.0935
Abdul Aziz 714.6.2.0517

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP
Jl. Raya Sumenep-Pamekasan Km 05 Patean Sumenep
Maret, 2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ilmiah tentang “Asuhan Keperawatan Trauma Capitis”
ini.
Makalah ilmiah ini telah kami susun secara maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak, sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan
makalah ini. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua
pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa penulisan
makalah ini masih jauh dari kata sempurna baik dari segi susunan kalimat maupun
tata bahasanya. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik dari
pembaca agar kami dapat memperbaikinya dalam penulisan makalah selanjutnya.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang “Asuhan
Keperawatan Trauma Capitis” ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi
terhadap pembaca.

Sumenep, 31 Maret 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Trauma kepala merupakan suatu kegawatan yang paling sering dijumpai di
unit gawat darurat suatu rumah sakit. Trauma pada kepala dapat menyebabkan
fraktur pada tengkorak dan trauma jaringan lunak otak atau kulit seperti kontusio
atau memar otak, edema otak, perdarahan atau laserasi, dengan derajat yang
bervariasi tergantung pada luas daerah trauma. Trauma kepala dapat
menyebabkan Cedera otak salah satunya Cidera otak Sedang (COS). COS ini
merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok
usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas.
Akibat cedera ini, seseorang dapat mengalami kondisi kritis seperti tidak
sadarkan diri pada saat akut, dan yang tidak kalah penting adalah saat perawatan
karena jika penatalaksanaannya tidak akurat, dapat terjadi kematian atau
kecacatan berat. (Arif Mansjoer. 2002). Kecacatan ini biasa di akibatkan oleh
Gangguan perfusi jaringan serebral, sehingga apabila masalah gangguan perfusi
jaringan serebral ini tidak segera ditangani maka penderita akan mengalami
kematian yang lebih cepat.
Berdasarkan laporan dari World Health Organisation (WHO) Tahun 2006,
cedera kepala adalah penyebab utama kematian dan kecacatan pada anak dan
dewasa muda di seluruh dunia dan menduduki urutan ke empat penyebab
kematian di seluruh dunia. Lebih dari 50% kematian di sebabkan oleh cedera otak
atau cedera kepala.
Menurut M. akbar (2011), insiden trauma kepala pada tahun 2001 sampai
2009 terdiri dari 3 tingkat keparahan trauma kepala yaitu trauma kepala ringan
sebanyak 60.3% (2463 kasus), trauma kepala sedang sebanyak 27.3% (1114
kasus), dan trauma kepala berat sebanyak 12.4% (505 kasus),kematian akibat
trauma kepala mencatat sebanyak 11% berjumlah 448 kasus. Berdasarkan data
yang diperoleh dari rekam medik Rumah Sakit Siti Khotijah Sepanjang mulai
tanggal 01 Januari 2013 sampai tanggal 18 Maret 2014 didapatkan cedera kepala
ringan 56.3 % (115 kasus) semua pasien pulang dalam keadaan sembuh, cedera

1
kepala sedang sebanyak 29.4 % (60 kasus) 54 pasien pulang dalam keadaan
sembuh sedangkan 6 pasien meninggal sesudah 48 jam/ lebih sedangkan cedera
kepala berat sebanyak 14.3 % (29 kasus) 7 pasien meninggal sesudah 48 jam/
lebih, 10 pasien pulang dalam keadaan sembuh dan 12 pasien meninggal sebelum
48 jam.
Berdasarkan masalah diatas maka peran aktif perawat sangat dibutuhkan
dalam memberikan asuhan keperawatan secara tepat dan cepat guna mengurangi
dan mencegah timbulnya komplikasi. Asuhan keperawatan tersebut harus meliputi
tindakan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative. Tindakan promotif,
perawat memberikan pengetahuan nilai kesehatan tentang pentingnya perawatan
dalam meningkatkan kesehatan hidup. Tindakan preventif, perawat membantu
meningkatkan kelangsungan hidup penderita seperti jalan nafas tetap efektif,
kebutuhan cairan dan nutrisi tetap terpenuhi dan mencegah komplikasi. Tindakan
kuratif, yaitu perawat melakukan kolaborasi dengan dokter atau tanaga yang lain
dalam pemberian terapi. Tindakan rehabilitatif, perawat memberikan pengetahuan
dan keterampilan dalam usaha untuk mengembalikan kondisi penderita seperti
semula.
Pasien cedera otak sedang memerlukan perawat yang tepat, sehingga peran
perawat sangat penting dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien
cedera otak sedang secara professional dapat memberikan manfaat yang besar
bagi pasien dalam proses penyembuhan. Berdasarkan hal tersebut maka penulis
membuat karya tulis ilmiah tentang Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan
Trauma Kepala.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana Laporan Pendahuluan (LP) Trauma Kepala?
2. Bagiamana Konsep Asuhan Keperawatan Trauma Kepala?
3. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Trauma Kepala?

2
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui Laporan Pendahuluan (LP) Trauma Kepala.
2. Untuk mengetahui Konsep Asuhan Keperawatan Trauma Kepala.
3. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Trauma
Kepala?

3
BAB 2
LAPORAN PENDAHULUAN

2.1 Definisi
Trauma kepala merupakan kejadian cedera akibat trauma pada otak, yang
menimbulkan perubahan fisik, intelektual, emosional, social maupun vokasional
(Jennifer P, et al., 2012). Adapun menurut Brain Injury Assosiation of America
(2009), cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat
kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan
fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana
menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.
Trauma Capitis berat merupakan cidera kepala yang mengakibatkan
penurunan kesadaran dengan skor GCS 3 sampai 8, mengalami amnesia > 24 jam
(Haddad, 2012 dalam (Hariyani, 2012)).

2.2 Anatomi Fisiologi


Rata-rata otak manusia dewasa terdiri dari 2% berat badan tubuh, dengan
kisaran 1.2-1.4 kg. Otak merupakan organ yang sangat vital, dan sangat penting
untuk kehidupan dan fungsi tubuh kita. Oleh karena itu, otak mengkonsumsi
jumlah besar dari volume darah yang beredar. Seperenam dari semua keluaran
jantung melewati otak dalam satu waktu, dan sekitar seperlima dari seluruh
oksigen tubuh digunakan oleh otak ketika sedang beristirahat.
Otak terdiri dari serebrum, serebelum, dan batang otak yang dibentuk oleh
mesensefalon, pons, dan medulla oblongata. Bila kalvaria dan dura mater
disingkirkan, di bawah lapisan arachnoid mater kranialis dan pia mater kranialis
terlihat gyrus, sulkus, dan fisura korteks serebri. Sulkus dan fisura korteks serebri
membagi hemisfer serebri menjadi daerah lebih kecil yang disebut lobus (Moore,
et al., 2007).

4
Gambar 2.1 Bagian-Bagian Otak Sumber: Centers for Disease Control and
Prevention (CDC), 2004. Dalam Yuvinitasari, 2016)

Seperti terlihat pada gambar di atas, otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:
1. Serebrum (Otak Besar)
Serebrum adalah bagian terbesar dari otak yang terdiri dari dua hemisfer.
Hemisfer kanan berfungsi untuk mengontrol bagian tubuh sebelah kiri dan
hemisfer kiri berfungsi untuk mengontrol bagian tubuh sebelah kanan. Masing-
masing hemisfer terdiri dari empat lobus. Bagian lobus yang menonjol disebut
gyrus dan bagian lekukan yang menyerupai parit disebut sulkus. Keempat
lobus tersebut masing-masing adalah lobus frontal, lobus parietal, lobus
oksipital dan lobus temporal
a. Lobus parietal merupakan lobus yang berada di bagian tengah serebrum.
Lobus parietal bagian depan dibatasi oleh sulkus sentralis dan bagian
belakang oleh garis yang ditarik dari sulkus parieto-oksipital ke ujung
posterior sulkus lateralis (Sylvian). Daerah ini berfungsi untuk menerima
impuls dari serabut saraf sensorik thalamus yang berkaitan dengan segala
bentuk sensasi dan mengenali segala jenis rangsangan somatik.
b. Lobus frontal merupakan bagian lobus yang ada di bagian paling depan dari
serebrum. Lobus ini mencakup semua korteks anterior sulkus sentral dari
Rolando. Pada daerah ini terdapat area motorik untuk mengontrol gerakan
otot-otot, gerakan bola mata; area broca sebagai pusat bicara; dan area
prefrontal (area asosiasi) yang mengontrol aktivitas intelektual.

5
c. Lobus temporal berada di bagian bawah dan dipisahkan dari lobus oksipital
oleh garis yang ditarik secara vertikal ke bawah dari ujung atas sulkus
lateral. Lobus temporal berperan penting dalam kemampuan pendengaran,
pemaknaan informasi dan bahasa dalam bentuk suara.
d. Lobus oksipital berada di belakang lobus parietal dan lobus temporal. Lobus
ini berhubungan dengan rangsangan visual yang memungkinkan manusia
mampu melakukan interpretasi terhadap objek yang ditangkap oleh retina
mata.

2. Cerebellum (Otak Kecil)


Serebelum atau otak kecil adalah komponen terbesar kedua otak. Serebelum
terletak di bagian bawah belakang kepala, berada dibelakang batang otak dan
di bawah lobus oksipital, dekat dengan ujung leher bagian atas. Serebelum
adalah pusat tubuh dalam mengontrol kualitas gerakan. Serebelum juga
mengontrol banyak fungsi otomatis otak, diantaranya: mengatur sikap atau
posisi tubuh, mengontrol keseimbangan, koordinasi otot dan gerakan tubuh.
Selain itu, serebelum berfungsi menyimpan dan melaksanakan serangkaian
gerakan otomatis yang dipelajari seperti gerakan mengendarai mobil, gerakan
tangan saat menulis, gerakan mengunci pintu dan sebagainya. (Ellis, 2006
dalam Yuvinitasari, 2016).

3. Batang Otak
Batang otak berada di dalam tulang tengkorak atau rongga kepala bagian dasar
dan memanjang sampai medulla spinalis. Batang otak bertugas untuk
mengontrol tekanan darah, denyut jantung, pernafasan, kesadaran, serta pola
makan dan tidur. Bila terdapat massa pada batang otak maka gejala yang sering
timbul berupa muntah, kelemahan otat wajah baik satu maupun dua sisi,
kesulitan menelan, diplopia, dan sakit kepala ketika bangun. Batang otak terdiri
dari tiga bagian, yaitu:
a. Mesensefalon atau otak tengah (disebut juga mid brain) adalah bagian
teratas dari batang otak yang menghubungkan serebrum dan serebelum.

6
Saraf kranial III dan IV diasosiasikan dengan otak tengah. Otak tengah
berfungsi dalam hal mengontrol respon penglihatan, gerakan mata,
pembesaran pupil mata, mengatur gerakan tubuh dan pendengaran.
b. Pons merupakan bagian dari batang otak yang berada diantara midbrain dan
medulla oblongata. Pons terletak di fossa kranial posterior. Saraf Kranial
(CN) V diasosiasikan dengan pons.
c. Medulla oblongata adalah bagian paling bawah belakang dari batang otak
yang akan berlanjut menjadi medulla spinalis. Medulla oblongata terletak
juga di fossa kranial posterior. CN IX, X, dan XII disosiasikan dengan
medulla, sedangkan CN VI dan VIII berada pada perhubungan dari pons
dan medulla. (Moore, et al., 2007).

2.3 Klasifikasi
Trauma kepala diklasifikasikan berdasarkan nilai dari Glasgow Coma Scale
(GCS) nya, yaitu:
1. Ringan
a. GCS = 13 – 15
b. Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30
menit.
c. Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.
2. Sedang
a. GCS = 9 – 12
b. Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi
kurang dari 24 jam.
c. Dapat mengalami fraktur tengkorak.
3. Berat
a. GCS = 3 – 8
b. Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
c. Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.
(Nurarif, et al., 2015).

7
Menurut, (Brunner, et al., 2001) cedera kepala ada 2 macam yaitu:
1. Cedera kepala terbuka
Luka kepala terbuka akibat cedera kepala dengan pecahnya tengkorak atau luka
penetrasi, besarnya cedera kepala pada tipe ini ditentukan oleh massa dan
bentuk dari benturan, kerusakan otak juga dapat terjadi jika tulang tengkorak
menusuk dan masuk kedalam jaringan otak dan melukai durameter saraf otak,
jaringan sel otak akibat benda tajam/tembakan, cedera kepala terbuka
memungkinkan kuman pathogen memiliki abses langsung ke otak.
2. Cedera kepala tertutup
Benturan kranial pada jaringan otak didalam tengkorak ialah goncangan yang
mendadak. Dampaknya mirip dengan sesuatu yang bergerak cepat, kemudian
serentak berhenti dan bila ada cairan akan tumpah. Cedera kepala tertutup
meliputi: kombusio gagar otak.

Menurut (Nurarif, et al., 2015) ada beberapa kondisi cedera kepala yang dapat
terjadi yaitu:
1. Komosio serebri
Tidak ada jaringan otak yang rusak, tetapi haya kehilangan fungsi otak
(pingsan < 10 menit) atau amnesia pasca cedera kepala.
2. Kontusio serebri
Adanya kerusakan jaringan otak dan fungsi otak (pingsan > 10 menit) atau
terdapat lesi neurologic yang jelas. Kontusio serebri sering terjadi dan sebagian
besar terjadi dilobus frontal dan lobus temporal, walaupun dapat juga terjadi
pada sebagian dari otak. Kontusio serebri dalam waktu beberapa jam atau hari,
dapat berubah menjadi perdarahan intraserebral yang membutuhkan tindakan
operasi.
3. Laserasi serebri
Kerusakan otak yang luas disertai robekan durameter serta fraktur terbuka pada
cranium.

8
4. Epidural Hematom (EDH)
Hematom antara durameter dan tulang, biasanya sumber perdarahannya adalah
robeknya arteri meningea media. Ditandai dengan penurunana kesadaran
dengan ketidaksamman neutrologis sisi kri dan kanan (Hemiparese/plegi, pupil
anishokor, reflex patologis satu sisi). Gambaran CT Scan area hiperdens
dengan bentuk biokonvek atau lentikuler diantara 2 sutura. Jika perdarahan >
20 cc atau < 1 cm midline shift > 5 mm dilakukan operasi untuk menghentikan
perdarahan.
5. Subdural Hematom (SDH)
Hematom dibawah lapisan durameter denga sumber perdarahan dapat berasal
dari Bridging Vein, a/v cortical, sinus venous. Subdural hematom adalah
terkumpulnya darah antara durameter dan jaringan otak, dapat terjadi akut atau
kronik. Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah vena, perdarahan lambat dan
sedikit. Periode akut dapat terjadi dalam 48 jam-2 hari, 2 minggu atau beberapa
bulan. Gejala-gejalanya adalah nyeri kepala, bingung, mengatuk, berfikir
lambat, kejang dan udem pupil, dan secara klinis ditandai dengan penuruna
kesadaran, disertai adanya laserasi yang paling sering berupa hemiparese/plegi.
Pada pemeriksaan CT Scan didapatkan gambar hiperdens yang berupa bulan
sabit (Cresent). Indikasi operasi jika perdaraha tebalnya >1 cm dan terjadi
pergeseran garis tengah > 5 mm.
6. Subarachnoid Hematom (SAH)
Merupakan perdarahan fokal di dareah subarachnoid gejala klinisnya
menyerupai kontusio serebri. Pada pemeriksaan CT Scan didapatkan lesi
hiperdens yang mengikuti area gyrus-gyrus serebri didaerah yang berdekatan
dengan hematom. Haya diberikan terapi konservatif, tidak memerlukan terapi
operatif.
7. Intracerebral Hematom (ICH)
Perdarahan intracerebral adalah perdarahan yang terjadai pada jaringan otak
biasaya akibat robekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan ota. Pada
pemeriksaan CT Scan didapatka lesi perdarahan diantara neuron otak yang

9
relative normal. Indikasi dilakukan operasi adanya daerah hiperdens, diameter
> 3cm, perifer, adanya pergeseran garis tengah.
8. Fraktur basii crania
Fraktur dari dasar tengkorak, biasanya melibatkan tulang temporal, oksipital,
sphenoid, ethmoid. Terbagi menjadi basis cranii anterior dan posterior. Pada
fraktur anterior melibatakan tulang ethmoid dan sphenoid, sedangkan pada
fraktur posterior melibatka tulang temporal, oksipital, dan beberapa bagian
tulang sphenoid, tanda terdapat fraktur basis crania antara lain:
a. Ekimosisi periorbital (Rocoon’s eyes)
b. Ekimosis mastoid (Battle’Sign)
c. Keluar darah beserta cairan cerebrospinal dari hidung atau telinga (Rinore
atau Otore)
d. Kelumpuhan nervus cranial. (Nurarif, et al., 2015)

2.4 Patofisiologi
Cedera memang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat
ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu kepala. Cedera percepatan
aselerasi terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam,
seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena kena lemparan benda
tumpul. Cedera perlambatan deselerasi adalah bila kepala membentur objek yang
secara relatif tidak bergerak, seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini
mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa
kontak langsung, seperti yang terjadi bila posisi badan diubah secara kasar dan
cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada
kepala, yang menyebabkan trauma regangan dan robekan pada substansi alba dan
batang otak.
Berdasarkan patofisiologinya, kita mengenal dua macam cedera otak, yaitu
cedera otak primer dan cedera otak sekunder. Cedera otak primer adalah cedera
yang terjadi saat atau bersamaan dengan kejadian trauma, dan merupakan suatu
fenomena mekanik. Umumnya menimbulkan lesi permanen. Tidak banyak yang
bisa kita lakukan kecuali membuat fungsi stabil, sehingga sel-sel yang sedang

10
sakit bisa mengalami proses penyembuhan yang optimal. Cedera primer, yang
terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada permukaan otak,
laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi karena terjatuh, dipukul,
kecelakaan dan trauma saat lahir yang bisa mengakibatkan terjadinya gangguan
pada seluruh sistem dalam tubuh. Sedangkan cedera otak sekunder merupakan
hasil dari proses yang berkelanjutan sesudah atau berkaitan dengan cedera primer
dan lebih merupakan fenomena metabolik sebagai a`kibat, cedera sekunder dapat
terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada area
cedera.
Cidera kepala terjadi karena beberapa hal diantanya, bila trauma ekstra
kranial akan dapat menyebabkan adanya leserasi pada kulit kepala selanjutnya
bisa perdarahan karena mengenai pembuluh darah. Karena perdarahan yang
terjadi terus- menerus dapat menyebabkan hipoksia, hiperemi peningkatan volume
darah pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial,
semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan
tekanan intrakranial (TIK), adapun, hipotensi (Soetomo, 2002).
Namun bila trauma mengenai tulang kepala akan menyebabkan robekan dan
terjadi perdarahan juga. Cidera kepala intra kranial dapat mengakibatkan laserasi,
perdarahan dan kerusakan jaringan otak bahkan bisa terjadi kerusakan susunan
syaraf kranial tertama motorik yang mengakibatkan terjadinya gangguan dalam
mobilitas (Brain, 2009).

2.5 Manifestasi Klinis


Gejala-gejala yang ditimbulkan tergantung pada besarnya dan distribusi
cedera otak.
1. Cedera kepala ringan menurut Sylvia A (2005).
a. Kebingungan saat kejadian dan kebinggungan terus menetap setelah
cedera.
b. Pusing menetap dan sakit kepala, gangguan tidur, perasaan cemas.
c. Kesulitan berkonsentrasi, pelupa, gangguan bicara, masalah tingkah
laku.

11
Gejala-gejala ini dapat menetap selama beberapa hari, beberapa
minggu atau lebih lama setelah konkusio cedera otak akibat trauma
ringan.
2. Cedera kepala sedang, Diane C (2002)
a. Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai dengan kebinggungan
atau bahkan koma.
b. Gangguan kesedaran, abnormalitas pupil, awitan tiba-tiba deficit
neurologik, perubahan TTV, gangguan penglihatan dan pendengaran,
disfungsi sensorik, kejang otot, sakit kepala, vertigo dan gangguan
pergerakan.
3. Cedera kepala berat, Diane C (2002)
a. Amnesia tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah
terjadinya penurunan kesehatan.
b. Pupil tidak aktual, pemeriksaan motorik tidak aktual, adanya cedera
terbuka, fraktur tengkorak dan penurunan neurologik.
c. Nyeri, menetap atau setempat, biasanya menunjukan fraktur.
d. Fraktur pada kubah kranial menyebabkan pembengkakan pada area
tersebut.

2.6 Pemeriksaan Penunjang


1. CT Scan (dengan atau tanpa kontras): mengidentifikasi luasnya lesi,
perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Cat:
untuk me ngetahui adanya infark/ iskemia, jangan dilakukan pada 24-72
jam setelah injury.
2. MRI: digunakan sama seperti CT Scan dengan atau tanpa kontras
radioaktif.
3. Cerebral angiografi: menunjukkan anomali sirkulasi cerebral, seperti:
perubahan jaringan otak menjadi udema, perdarahan dan trauma.
4. Serial EEG: dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis
5. X ray: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan
struktur garis (perdarahan /edema), fragmen tulang.

12
6. BAER: mengoreksi batas fungsi korteks dan otak kecil
7. PET: mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
8. CSF: lumbal punkis dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan
subarachnoid.
9. ABGs: mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernafasan
(oksigenasi) jika terjadi peningkatan TIK.
10. Kadar elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai
akibat peningkatan tekanan TIK.
11. Screen toxicologi: untuk mendeteksi pengaruh obat, sehingga
menyebabkan penurunan kesadaran.

2.7 Penatalaksanaan
Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma kepala
adalah sebagai berikut:
1. Observasi 24 jam
2. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.
3. Berikan terapi intravena bila ada indikasi.
4. Anak diistirahatkan atau tirah baring.
5. Profilaksis diberikan bila ada indikasi.
6. Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi.
7. Pemberian obat-obat analgetik.
8. Pembedahan bila ada indikasi.

Penatalaksanaan pada pasien cedera kepala juga dapat dilakukan dengan


cara:
1. Obliteri sisterna: Pada semua pasien dengan cedera kepala / leher,
lakukan foto tulang belakang servikal kolar servikal baru dilepas setelah
dipastikan bahwa seluruh tulang servikal c1-c7 normal.
2. Pada semua pasien dengan cedera kepala sedang berat, lakukan
prosedur berikut: pasang infuse dengan larutan normal salin (nacl 0,9
%)/ larutan ringer rl dan larutan ini tidak menambah edema cerebri.

13
3. Lakukan CT Scan, pasien dengan cedera kepala ringan, sedang dan
berat harus dievaluasi adanya:Hematoma epidural, Darah dalam
subraknoid dan infra ventrikel, Kontusio dan perdarahan jaringan otak,
Edema serebri,
4. Elevasi kepala 300
5. Hiperventilasi : intubasi dan berikan ventilasi mandotorik intermitten
dengan kecepatan 16-20 kali /menit dengan volume tidal 10-12 ml/kg
6. Berikan manitol 20 % 19/kg intravena dalam 20-30 menit
7. Pasang kateter foley
8. Konsul bedah syaraf bila terdapat indikasi operasi

2.8 Komplikasi
Rosjidi, 2007 mengatakan kemunduran pada kondisi klien diakibatkan dari
perluasan hematoma intrakranial edema serebral progresif dan herniasi otak,
komplikasi dari cedera kepala adalah:
1. Edema pulmonal
Komplikasi yang serius adalah terjadinya edema paru, etiologi mungkin
berasal dari gangguan neurologis atau akibat sindrom distress pernafasan
dewasa. Edema paru terjadi akibat refleks cushing/perlindungan yang
berusaha mempertahankan tekanan perfusi dalam keadaan konstan. Saat
tekanan intrakranial meningkat tekanan darah sistematik meningkat
untuk memcoba mempertahankan aliran darah keotak, bila keadaan
semakin kritis, denyut nadi menurun bradikardi dan bahkan frekuensi
respirasi berkurang, tekanan darah semakin meningkat. Hipotensi akan
memburuk keadan, harus dipertahankan tekanan perfusi paling sedikit 70
mmHg, yang membutuhkan tekanan sistol 100-110 mmHg, pada
penderita kepala. Peningkatan vasokonstriksi tubuh secara umum
menyebabkan lebih banyak darah dialirkan ke paru, perubahan
permiabilitas pembulu darah paru berperan pada proses berpindahnya
cairan ke alveolus. Kerusakan difusi oksigen akan karbondioksida dari
darah akan menimbulkan peningkatan TIK lebih lanjut.

14
2. Peningkatan TIK
Tekanan intrakranial dinilai berbahaya jika peningkatan hingga 15
mmHg, dan herniasi dapat terjadi pada tekanan diatas 25 mmHg.
Tekanan darah yang mengalir dalam otak disebut sebagai tekan perfusi
rerebral. yang merupakan komplikasi serius dengan akibat herniasi
dengan gagal pernafasan dan gagal jantung serta kematian.
3. Kejang
Kejang terjadi kira-kira 10% dari klien cedera otak akut selama fase akut.
Perawat harus membuat persiapan terhadap kemungkinan kejang dengan
menyediakan spatel lidah yang diberi bantalan atau jalan nafas oral
disamping tempat tidur klien, juga peralatan penghisap. Selama kejang,
perawat harus memfokuskan pada upaya mempertahankan, jalan nafas
paten dan mencegah cedera lanjut. Salah satunya tindakan medis untuk
mengatasi kejang adalah pemberian obat, diazepam merupakan obat yang
paling banyak digunakan dan diberikan secara perlahan secara intavena.
Hati-hati terhadap efek pada system pernafasan, pantau selama
pemberian diazepam, frekuensi dan irama pernafasan.
4. Kebocoran cairan serebrospinalis
Adanya fraktur di daerah fossa anterior dekat sinus frontal atau dari
fraktur tengkorak basilar bagian petrosus dari tulangan temporal akan
merobek meninges, sehingga CSS akan keluar. Area drainase tidak boleh
dibersihkan, diirigasi atau dihisap, cukup diberi bantalan steril di bawah
hidung atau telinga.
5. Infeksi.

15
BAB 3
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian Keperawatan


1. Identitas: identitas adalah tanda pengenal bagi klien, identitas dibagi
menjadi 2 yaitu identitas pribadi dan identitas sosial. Identitas pribadi
yaitu identitas yang   melekat pada pribadi pasien (termasuk ciri-cirinya)
misalnya Nama, Tanggal Lahir/Umur, Jenis Kelamin, Alamat, Status
Perkawinan dan lain-lain.Sedangkan identitas sosial meliputi identitas
yang menjelaskan tentang sosial,ekonomi dan budaya pasien misalnya,
agama, pendidikan, pekerjaan, identitas orang tua, identitas penanggung
jawab pembayaran dan lain-lain.
2. Pengkajian Primer (Primary Survey)
a. Airway (Jalan napas) dengan control cervical
1) Kaji ada tidaknya sumbatan jalan napas
Sumbatan jalan napas total:
a) Pasien sadar : memegang leher, gelisah, sianosis
b) Pasien tidak sadar : tidak terdengar suara napas, mendengkur
Sumbatan jalan napas parsial:
a) Tampak kesulitan bernapas
b) Retraksi supra sterna
c) Masih terdengar suara sursling, snoring, atau stridor
2) Distress pernapasan
3) Kemungkinan fraktur cervical.

b. Breathing (Pernapasan)
1) Kaji frekuensi napas
2) Suara napas
3) Adanya udara keluar dari jalan napas
Cara pengkajian: look (lihat pergerakan dada, kedalaman, simetris
atau tidak), listen (suara napas dengan atau tanpa stetoskop), feel
(rasakan hembusan napas, atau dengan perkusi dan palpasi).

16
c. Circulation (Sirkulasi)
1) ada tidaknya denyut nadi karotis
2) Ada tidaknya tanda-tanda syok
3) Ada tidaknya perdarahan eksternal
d. Disability (Tingkat Kesadaran)
Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang
terhadap rangsangan dari lingkungan, tingkat kesadaran dibedakan
menjadi:
1) Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar
sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan
sekelilingnya.
2) Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan
dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
3) Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu),
memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
4) Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon
psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat
pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur
lagi, mampu memberi jawaban verbal.
5) Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi
ada respon terhadap nyeri.
6) Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon
terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun
reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap
cahaya).
Tingkat kesadaran ini bisa dijadikan salah satu bagian dari vital sign.
GCS (Glasgow Coma Scale) yaitu skala yang digunakan untuk menilai
tingkat kesadaran pasien, (apakah pasien dalam kondisi koma atau tidak)
dengan menilai respon pasien terhadap rangsangan yang diberikan.

17
Tabel 2.1 Tingkat Kesadaran Glasglow Coma Scale

e. Exposure (control pada kasus trauma, dengan membuka pakaian


pasien tetapi cegah hipotermi). (HIPGABI.Sulsel, 2014).

3. Pengkajian Sekunder (Secondary Survey)


Survey sekunder merupakan pemeriksaan secara lengkap yang dilakukan
secara head to toe, dari depan hingga belakang. Secondary survey hanya
dilakukan setelah kondisi pasien mulai stabil, dalam artian tidak
mengalami syok atau tanda-tanda syok telah mulai membaik.
Anamnesis juga harus meliputi riwayat AMPLE yang bisa didapat dari
pasien dan keluarga (Emergency Nursing Association, 2007):
A : Alergi (adakah alergi pada pasien, seperti obat-obatan, plester,
makanan)
M : Medikasi/obat-obatan (obat-obatan yang diminum seperti sedang
menjalanI pengobatan hipertensi, kencing manis, jantung, dosis, atau
penyalahgunaan obat.
P : Pertinent medical history (riwayat medis pasien seperti penyakit
yang pernah diderita, obatnya apa, berapa dosisnya, penggunaan obat-
obatan herbal)

18
L : Last meal (obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi,
dikonsumsi berapa jam sebelum kejadian, selain itu juga periode
menstruasi termasuk dalam komponen ini)
E : Events, hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cedera (kejadian
yang menyebabkan adanya keluhan utama)

Akronim PQRST ini digunakan untuk mengkaji keluhan nyeri pada


pasien yang meliputi:
P: Provokes/palliates: Apa yang menyebabkan nyeri? Apa yang
membuat nyerinya lebih baik? apa yang menyebabkan nyerinya
lebih buruk? apa yang anda lakukan saat nyeri? Apakah rasa nyeri
itu membuat anda terbangun saat tidur?
Q: Quality: bisakah anda menggambarkan rasa nyerinya? Apakah seperti
diiris, tajam, ditekan, ditusuk tusuk, rasa terbakar, kram, kolik,
diremas? (Biarkan pasien mengatakan dengan kata-katanya sendiri.
R: Radiates: apakah nyerinya menyebar? Menyebar kemana? Apakah
nyeri terlokalisasi di satu titik atau bergerak?
S: Severity: seberapa parah nyerinya? Dari rentang skala 0-10 dengan 0
tidak ada nyeri dan 10 adalah nyeri hebat.
T: Time: kapan nyeri itu timbul? Apakah onsetnya cepat atau lambat?
Berapa lama nyeri itu timbul? Apakah terus menerus atau hilang
timbul? Apakah pernah merasakan nyeri ini sebelumnya? Apakah
nyerinya sama dengan nyeri sebelumnya atau berbeda?

Setelah dilakukan anamnesis, maka langkah berikutnya adalah


pemeriksaan tanda-tanda vital. Tanda tanda vital meliputi suhu, nadi,
frekuensi nafas, saturasi oksigen, tekanan darah, berat badan, dan skala
nyeri.

19
3.2 Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
Menurut (Wahyu Widagdo, 2008) disesuaikan dengan (Herdman, 2017)
dalam NANDA Internasional.
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d gangguan neuromuscular,
ketidakmampuan mengelurkan secret
2. Pola napas tidak efektif b.d Gangguan neurologis (Trauma Kepala)
3. Ketidakfektifan perfusi jaringan otak b.d gangguan aliran darah ke otak
(Iskemia)
4. Nyeri Akut b.d Agen cedera fisik (trauma), peningkatan TIK
5. Resiko Infeksi
6. Resiko perdarahan

3.3 Intervensi dan Implementasi Keperawatan


Serangkaian kegiatan yang direncanakan dan dilakukan oleh perawat untuk
membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus
kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang
diharapkan (Gordon, 1994, dalam Potter & Perry, 1997).

3.4 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan
keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan
klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan.
Adapun ukuran pencapaian tujuan pada tahap evaluasi meliputi:
1. Masalah teratasi; jika klien menunjukkan perubahan sesuai dengan tujuan dan
kriteria hasil yang telah ditetapkan.
2. Masalah sebagian teratasi; jika klien menunjukkan perubahan sebahagian dari
kriteria hasil yang telah ditetapkan.
3. Masalah tidak teratasi; jika klien tidak menunjukkan perubahan dan kemajuan
sama sekali yang sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan
dan atau bahkan timbul masalah/ diagnosa keperawatan baru.

20
Untuk penentuan masalah teratasi, teratasi sebahagian, atau tidak teratasi
adalah dengan cara membandingkan antara SOAP dengan tujuan dan kriteria
hasil yang telah ditetapkan.
S: Subjective adalah informasi berupa ungkapan yang didapat dari klien
setelah tindakan diberikan.
O: Objective adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan,
penilaian, pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan
dilakukan.
A: Analisis adalah membandingkan antara informasi subjective dan objective
dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan bahwa
masalah teratasi, teratasi sebahagian, atau tidak teratasi.
P: Planning adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan
berdasarkan hasil analisa.

21
BAB 4
ASUHAN KEPERAWATAN

4.1 Pengkajian
Deskripsi kasus:
Tn.W (28 tahun) dibawa ke IGD RSUD Sukamaju pada tanggal 14 Februari
2016 pukul 19.30 WIB akibat kecelakaan lalu lintas, pasien mengalami penurunan
kesadaran. Hasil pengkajian terdapat perdarahan aktif telinga kanan, hematoma
pada kepala kanan atas ukuran 3 x 3 cm, hematoma pada alis kiri ukuran 4 x 5 cm
+ luka robek ukuran 2 x 1 cm, lecet pada pipi kiri ukuran 1 x 1 cm, perdarahan
dari hidung. Tanda-tanda vital, Nadi: 104 x/menit, Temp: 38 0C, RR: 29 x/mnt,
TD: 100/60 mmHg. GCS = E: 2 V: 2 M: 3 (GCS = 7). Hasil CT Scan
menunjukkan Sub Dural Hematoma (SDH) dextra, Fraktur maxilla sinistra.

Tanggal masuk : 14 februari 2016


Jam masuk : 19.30 WIB
Tanggal Pengkajian : 14 februari 2016
Ruangan : IGD
No register : 6264xx
Dx : Cidera Kepala Berat
1. Identitas Klien
Nama : Tn. W
Umur : 28 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Karyawan
Agama : Islam Islam
Suku : Jawa
Alamat : Purwokerto
Penanggung jawab
Nama : Tn. X

22
Umur : 66 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Hub dengan klien : Ayah

2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Pasien mengalami penurunan kesadaran
b. Riwayat kesehatan sekarang
Pasien dibawa ke IGD pada tanggal 14 februari 2016 pukul 19.30 WIB.
Pasien bertabrakan dengan kendaraan bermotor dan mengalami penurunan
kesadaran. Terdapat perdarahan aktif telinga kanan, hematoma pada kepala
kanan atas ukuran 3 x 3 cm, hematoma pada alis kiri ukuran 4 x 5 cm + luka
robek ukuran 2 x 1 cm, lecet pada pipi kiri ukuran 1 x 1 cm, lecet pada bibir
atas, perdarahan dari hidung.
c. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Penyakit yang pernah dialami: Klien tidak pernah mengalami penyakit yang
berat, hanya flu dan demam biasa. Riwayat MRS (-), Riwayat DM (-), sakit
jantung (-), asma (-), hipertensi (-)
Alergi: Riwayat alergi terhadap makanan, obat dan benda lain (-)
Kebiasaan: Kebiasaan merokok (-), minum kopi (-), minum alkohol (-).

3. Pemeriksaan Fisik
a. Primary survey
1) Airway: terdapat sumbatan jalan nafas berupa darah dan lendir, ada suara
nafas tambahan (gurgling) seperti orang berkumur
2) Breathing  
Look : adanya penggunaan otot bantu pernafasan, gerakan dada simetris
Listen: terdengar bunyi nafas tambahan (gurgling)
Feel :  hembusan nafas tidak begitu terasa
3) Circulation : Akral dingin, basah, kulit pucat, terdapat perdarahan di
telinga, hidung, mulut, CRT  >  3 detik, terdapat sianosi di kuku

23
4) Disability :
A (Allert): klien tidak sadar
V (verbal): ketika dipanggil klien tidak berespons, hanya merintih
P (pain): klien masih berespons terhadap rangsang nyeri yang diberikan
U (unresponsive): klien masih dalam keadaan responsive
5) Exposure : Terdapat perdarahan aktif telinga kanan, hematoma pada
kepala kanan atas ukuran 3 x 3 cm, hematoma pada alis kiri ukuran 4 x 5
cm + luka robek ukuran 2 x 1 cm, lecet pada pipi kiri ukuran 1 x 1 cm,
lecet pada bibir atas, perdarahan dari hidung.

b. Secondary survey
Kesadaran : Sopor
KU : Jelek
GCS :7
TTV : Nadi: 104 x/menit, Temp: 380C, RR: 29 x/mnt, TD:
100/60 mmHg. GCS = E: 2 V: 2 M: 3 (GCS = 7)
Pemeriksaan fisik
1) B1 (breathing)
RR 29x/menit, bunyi nafas tambahan (gurgling) seperti orang berkumur,
penggunaan otot bantu nafas.
2) B2 (blood)
Pasien tampak pucat, Terdapat perdarahan aktif telinga kanan, hematoma
pada kepala kanan atas ukuran 3 x 3 cm, hematoma pada alis kiri ukuran
4 x 5 cm + luka robek ukuran 2 x 1 cm, lecet pada pipi kiri ukuran 1 x 1
cm, lecet pada bibir atas, perdarahan dari hidung, Akral dingin, kulit
pucat, terdapat perdarahan di telinga, hidung, mulut, CRT > 3 detik, TD
100/60 mmHg, N 104x/menit
3) B3 (Brain)
GCS = E: 2 V: 2 M: 3 (GCS = 7) dan kesadaran sopor
4) B4 (Bladder)

24
Perut simetris, tidak ada jejas, tidak terdapat nyeri tekan kandung kemih,
terpasang kateter, warna urin kuning
5) B5 (Bowel)
Bentuk simetris, tidak terdapat jejas, bising usus normal, turgor kulit
elastis, tidak ada nyeri tekan, perkusi timpani (redup pada organ)
6) B6 (Bone)
Pergerakan terbatas karena mengalami penurunan kesadaran.

c. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Laboratorium
No Jenis Pemeriksaan Hasil Normal
1 Haemoglobin 9,4 13,0-18,0 gr/dl
2. Hematokrit 31 40-50%
3 Leukosit 21.200 4000-11000/mm3
4 Trombosit 198000 150.000-400.000/mm3

2) Pemeriksaan CT- Scan


Sub Dural Hematoma (SDH) dextra, Fraktur maxilla sinistra
3) Terapi pengobatan
IVFD RL 30 tts/menit
Dexa metahson 3x1, injeksi ampul (IV)
Citicolin 3x1 ampul, injeksi (IV)
Asam transamin 3x1 ampul, injeksi (IV)
Vit k 3x1 ampul, injeksi (IV)
Keterolac 3x1 ampul, injeksi (IV)
Cefotaxime 2x1 gr, injeksi ST (-) / IV
Kateter
Suction

4. Analisa Data
Nama:  Tn. W No registrasi: 6264xxx

25
Umur: 28 tahun Ruangan: IGD
No Data Etiologi Masalah
1 DS : Spasme jalan napas Bersihan jalan
Ayah pasien mengatakan napas tidak efektif
anaknya sesak
DO :
a. Terdapat sumbatan
darah dan lendir
b. Bunyi nafas tambahan
(gurgling)
c. RR = 29x/mnt
d. Nafas tidak teratur
e. Batuk tidak efektif
2. DS : Gangguan Neurologis Pola napas tidak
Ayah pasien mengatakan (cedera kepala) efektif
anaknya sesak
DO :
a. Terdapat penggunaan
otot bantu pernapasan
b. RR = 29x/mnt
c. Nafas tidak teratur

3. DS : Edema serebral, Ketidakefektifan


Ayah pasien mengatakan peningkatan TIK perfusi serebral
bahwa pasien tidak sadar
DO :
a. Perubahan status
mental: (GCS = 7) dan
kesadaran spoor
b. Perubahan respon
motorik: ketika
dipanggil klien tidak
berespons, hanya merintih

4. DS : Penurunan konsentrasi Perfusi perifer


Ayah pasien mengatakan kulit hemoglobin dalam darah. tidak efektif
anaknya pucat.
DO :
a. kulit pucat
b. CRT  >  3 detik
c. terdapat sianosis di
kuku

26
d. Akral dingin
5. DS: Faktor Mekanis/ Trauma Ganguan integritas
Ayah pasien mengatakan kulit
telinga pasien mengeluarkan
darah
DO:
a. Pasien Terdapat
perdarahan aktif telinga
kanan, perdarahan dari
hidung, terdapat
perdarahan di telinga,
dan mulut,
b. Hematoma pada kepala
kanan atas ukuran 3 x 3
cm, hematoma pada alis
kiri ukuran 4 x 5 cm +
luka robek ukuran 2 x 1
cm,
c. Lecet pada pipi kiri
ukuran 1 x 1 cm, lecet
pada bibir atas,
6. DS:- Infeksi Hipertermi
DO:
a. T= 38 0C
b. Kulit terasa hangat

27
4.2 Diagnosa Keperawatan berdasarkan prioritas
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d spasme jalan napas
2. Pola napas tidak efektif b.d Gangguan Neurologis (cedera kepala)
3. Ketidakefektifan perfusi serebral b.d edema serebral, peningkatan TIK
4. Perfusi perifer tidak efektif b.d Penurunan konsentrasi hemoglobin
dalam darah.
5. Ganguan integritas kulit b.d Faktor Mekanis/ Trauma
6. Hipertermi b.d Infeksi

28
4.3 Rencana Asuhan Keperawatan
Hari/ Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Tanggal Keperawatan
Senin, 14 Bersihan jalan Setelah dilakukan asuhan keperawatan a. Observasi TTV
Februari napas tidak efektif selama 1 X 15 menit diharapkan jalan b. Pertahankan kepala dan leher tetap posisi datar atau tengah (posisi
2016 b.d spasme jalan napas kembali efektif dengan kriteria supinasi)
napas hasil: c. Pastikan jalan nafas tetap terbuka
a. Tidak terdengar bunyi nafas d. Pemasangan guedele dan lakukan penghisapan lendir, batasi durasi
tambahan penghisapan 15 detik atau lebih
b. Secret dan lendir berkurang e. Observasi frekuensi pernafasan, dispnea atau perubahan tanda-tanda
c. RR = 16-24 X/ menit vital
f. Evaluasi pergerakan dinding dada dan auskultasi bunyinya.
g. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi dan O2.

Senin, 14 Pola napas tidak Setelah dilakukan asuhan keperawatan a. Observasi TTV
Februari efektif b.d selama 1 X 15 menit diharapkan pola b. Observasi Penggunaan otot bantu pernapasan
2016 Gangguan napas kembali efektif dengan kriteria c. Observasi frekuensi pernafasan, dispnea atau perubahan tanda-tanda
Neurologis (cedera hasil: vital
kepala) a. Tidak terdapat penggunaan d. Monitor adanya sianosis
otot bantu napas e. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi/obat bronkodilator
b. RR = 16-24 X/ menit dan O2.
c. Tidak ada sianosis
Senin, 14 Ketidakefektifan Setelah dilakukan asuhan keperawatan Meningkatkan perfusi serebral
Februari perfusi serebral b.d selama 1 X 30 menit diharapkan a. Pertahankan kepala dan leher tetap posisi datar  (posisi supinasi)
2016 edema serebral, perfusi serebral efektif dengan kriteria b. Monitor tanda-tanda pendarahan
peningkatan TIK hasil: c. Monitor status neurologi
a. Nilai GCS meningkat  yaitu d. Monitor TIK dan neurologi untuk aktivitas perawatan
(12-15) e. Monitor status respirasi
b. Perdarahan teratasi f. Monitor factor penentu dari transport oksigen ke jaringan seperti
c. Kesadaran membaik yaitu PaCO2,SaO2 dan Hb serta CO2
samnolen-compos mentis g. Montor hasil laboratorium untuk erubahan oksigenasi dan perubahan
d. Terbebas dari kejang asam basa
e. Tanda-tanda vital normal h. Monitor intake dan output
TD :120/80 mmhg,
N:60-100x/menit Monitoring tekanan intrakranium
RR : 20 x/menit a. Hindari tindakan valsava manufer (suction lama, mengedan, batuk
S : 36,5-37,5 0C terus menerus).
b. Berikan oksigen sesuai pengobatan diatas
c. Lakukan tindakan bedrest total
d. Minimalkan stimulasi dari luar.
e. Monitor Vital Sign serta tingkat kesadaran
f. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian steroid, aminofel, dan
antibiotik
Senin, 14 Perfusi perifer tidak
Setelah dilakukan asuhan keperawatan a. Observasi TTV
Februari efektif b.d
selama 1 X 30 menit diharapkan b. Kaji nadi perifer, edema, CRT, warna dan suhu ekstremitas
2016 Penurunan perfusi perifer kembali efektif dengan c. Pantau status intake dan output
konsentrasi kriteria hasil d. Pantau perbedaan ketajaman atau ketumpulan atau panas atau dingin
hemoglobin dalam a. Tanda-tanda vital normal pada perifer
darah. TD :120/80 mmhg, e. Pantau adanya kebas dan kesemutan
N:60-100x/menit f. Hindari trauma kimia, mekanis, atau panas yang melibatkan
RR : 20 x/menit ekstremita
S : 36,5-37,5 0C g. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat-obatan
b. kulit tidak pucat
c. CRT  <  3 detik
d. Tidak terdapat sianosis
e. Akral hangat
Senin, 14 Ganguan integritas Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1. Observasi adanya luka, epitalisasi, perubahan warna, perdarahan
Februari kulit b.d Faktor selama 1 X 24 jam diharapkan tidak edema, discharge dan frekuensi ganti balut luka.
2016 Mekanis/ Trauma terjadi gangguan integritas kulit 2. Observasi TTV.
dengan kriteria hasil: 3. Lakukan perawatan luka.
a. Luka menunjukkan perbaikan 4. Ajarkan keluarga dalam melakukan perawatan luka.
b. Tidak ada pendarahan 5. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
Senin, 14 Hipertermi b.d Setelah dilakukan asuhan keperawatan a. Observasi TTV
Februari Infeksi selama 1 X 30 jam diharapkan tidak b. Berikan kompres hangat dengan tekhnik tepid sponge
2016 terjadi hipertermi dengan kriteria c. Anjurkan dan berikan pakaian yang tipis dan mudah menyerap
hasil: keringat
a. Tanda-tanda vital normal d. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antipiretik dan antibiotik
TD :120/80 mmhg,
N:60-100x/menit
RR : 20 x/menit
S : 36,5-37,5 0C
a. Kulit tidak merah
4.4 Catatan Perkembangan
Hari/ Diagnosa Implementasi Evaluasi
Tangga Keperawatan
l
Senin, Bersihan jalan a. Observasi TTV S: Ayah pasien mengatakan bahwa sesak pada pasien
14 napas tidak efektif b. Pertahankan kepala dan leher tetap posisi datar atau berkurang
Februari b.d spasme jalan tengah (posisi supinasi) O:
2016 napas c. Pastikan jalan nafas tetap terbuka a. Tidak terdengar bunyi nafas tambahan
d. Pemasangan guedele dan lakukan penghisapan lendir, b. Secret dan lendir berkurang
batasi durasi penghisapan 15 detik atau lebih c. RR = 24 X/ menit
e. Observasi frekuensi pernafasan, dispnea atau A:Masalah Teratasi
perubahan tanda-tanda vital P: Hentikan Intervensi
f. Evaluasi pergerakan dinding dada dan auskultasi
bunyinya.
g. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi dan
O2.
Senin, Pola napas tidak a. Observasi TTV S: Ayah pasien mengatakan bahwa sesak pada pasien
14 efektif b.d b. Observasi Penggunaan otot bantu pernapasan berkurang
Februari Gangguan c. Observasi frekuensi pernafasan, dispnea atau O:
2016 Neurologis (cedera perubahan tanda-tanda vital a. Tidak terdapat penggunaan otot bantu napas
kepala) d. Monitor adanya sianosis b. RR = 24 X/ menit
e. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi/obat c. Tidak ada sianosis
bronkodilator dan O2. A:Masalah Teratasi
P: Hentikan Intervensi

Senin, Ketidakefektifan Meningkatkan perfusi serebral S: Ayah pasien mengatakan bahwa kesadaran pada
14 perfusi serebral b.d a. Pertahankan kepala dan leher tetap posisi datar  (posisi pasien meningkat
Februari edema serebral, supinasi) O:
2016 peningkatan TIK b. Monitor tanda-tanda pendarahan a. Nilai GCS meningkat  yaitu (12)
c. Monitor status neurologi b. Perdarahan teratasi
d. Monitor TIK dan neurologi untuk aktivitas perawatan c. Kesadaran membaik yaitu samnolen
e. Monitor status respirasi d. Terbebas dari kejang
f. Monitor factor penentu dari transport oksigen ke e. Tanda-tanda vital normal
jaringan seperti PaCO2,SaO2 dan Hb serta CO2 TD :120/80 mmhg,
g. Montor hasil laboratorium untuk erubahan oksigenasi N:100x/menit
dan perubahan asam basa RR : 20 x/menit
h. Monitor intake dan output S : 37,5 0C
A:Masalah Teratasi
Monitoring tekanan intrakranium P: Hentikan Intervensi
a. Hindari tindakan valsava manufer (suction lama,
mengedan, batuk terus menerus).
b. Berikan oksigen sesuai pengobatan diatas
c. Lakukan tindakan bedrest total
d. Minimalkan stimulasi dari luar.
e. Monitor Vital Sign serta tingkat kesadaran
f. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian steroid,
aminofel, dan antibiotik
Senin, Perfusi perifer tidak
a. Observasi TTV S: Ayah pasien mengatakan bahwa kulit pasien tidak
14 efektif b.d
b. Kaji nadi perifer, edema, CRT, warna dan suhu pucat
Februari Penurunan ekstremitas O:
2016 konsentrasi c. Pantau status intake dan output a. Tanda-tanda vital normal
hemoglobin dalam d. Pantau perbedaan ketajaman atau ketumpulan atau TD :120/80 mmhg,
darah. panas atau dingin pada perifer N:100x/menit
e. Pantau adanya kebas dan kesemutan RR : 20 x/menit
f. Hindari trauma kimia, mekanis, atau panas yang S : 37,5 0C
melibatkan ekstremita b. kulit tidak pucat
g. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat-obatan c. CRT  <  3 detik
d. Tidak terdapat sianosis
e. Akral hangat
A:Masalah Teratasi
P: Hentikan Intervensi
Senin, Ganguan integritas a. Observasi adanya luka, epitalisasi, perubahan warna, S: Ayah pasien mengatakan bahwa luka pada pasien
14 kulit b.d Faktor berkurang
perdarahan edema, discharge dan frekuensi ganti balut
Februari Mekanis/ Trauma O:
2016 luka. a. Luka menunjukkan perbaikan
b. Tidak ada pendarahan
b. Observasi TTV.
A:Masalah Teratasi
c. Lakukan perawatan luka. P: Hentikan Intervensi
d. Ajarkan keluarga dalam melakukan perawatan luka
e. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
Senin, Hipertermi b.d a. Observasi TTV S: Ayah pasien mengatakan bahwa kulit pada pasien
14 Infeksi b. Berikan kompres hangat dengan tekhnik tepid sponge tidah panas
Februari c. Anjurkan dan berikan pakaian yang tipis dan mudah O:
2016 menyerap keringat a. Tanda-tanda vital normal
d. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antipiretik TD :120/80 mmhg,
dan antibiotik N:60-100x/menit
RR : 20 x/menit
S : 36,5-37,5 0C
b. Kulit tidak merah
A:Masalah Teratasi
P: Hentikan Intervensi
BAB 5
PENUTUP

5.1 Simpulan
Trauma kepala merupakan suatu kegawatan yang paling sering dijumpai di
unit gawat darurat suatu rumah sakit. Trauma pada kepala dapat menyebabkan
fraktur pada tengkorak dan trauma jaringan lunak otak atau kulit seperti kontusio
atau memar otak, edema otak, perdarahan atau laserasi, dengan derajat yang
bervariasi tergantung pada luas daerah trauma. Trauma kepala dapat
menyebabkan Cedera otak salah satunya Cidera otak Sedang (COS). COS ini
merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok
usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas.

5.2 Saran
Perawat harus lebih kompeten dalam menangani pasien dengan trauma
kepala sesuai teori yang ada.
DAFTAR PUSTAKA

Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Diagnosa Medis Dan NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: Mediaction
Publishing
Kozier, Berman dan Audrey. 2009. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis. Edisi
5. Jakarta: EGC
Sylvia, Price dan Wilson LM. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit. Edisi 6. Vol. 2. Jakarta: EGC
Smeltzer, dan Bare, BG. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8.
Alih bahasa: Kuncara. Jakarta: EGC.

Sumber Lain:
Anonim. Asuhan Keperawatan Klien Trauma Kepala. Akses:
https://www.academia.edu/6854246/ASUHAN_KEPERAWATAN_PADA
_KLIEN_TRAUMA_KEPALA. 22 Maret 2019.
Anonim. Laporan Pendahuluan Trauma Capitis. Akses:
https://www.academia.edu/37081131/LAPORAN_PENDAHULUAN_TRA
UMA_CAPITIS. 22 Maret 2019

Anda mungkin juga menyukai