Anda di halaman 1dari 33

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

PADACEDERA KEPALA
Makalah ini disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah

Dosen Pembimbing:
Ns. Diana Irawati. M.Kep.Sp.Kep.MB
Disusun Oleh:
Kelompok 4
( Transfer B)

1. Reni Kurniati
2. Renita
3. Reviyana
4. Septianty Wulandari
5. Vabella Syifa
6. Yuni Setiawati
7. Yuliarna sari dewi
8. Yuliana ferawati
9. Zulia dias wardani
10. Sarwinah
11. Sri wahyuni
12. Titik Suprapti
13. Raden roro

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
TAHUN 2020-2021

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan
rahmat-Nya dalam menyelesaikan penyusunan makalah ini. Makalah ini disusun
agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang “Asuhan Keperawatan Pada
Pasien dengan Cidera Kepala “yang penulis sajikan berdasarkan pengamatan
dari berbagai sumber. Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas yang
diberikan dalam mata kuliah keperawatan medikal bedah di Universitas
Muhammadiyah Jakarta.
Dalam penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-
kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan
kemampuan yang dimiliki penulis serta terbatasnya ruang gerak penulis untuk
mendapatkan informasi ataupun sumber-sumber yang dapat dijadikan referensi.
Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan
wawasan yang lebih luas kepada kita semua.
Ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam
menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada dosen kami yang telah
memberikan tugas dan petunjuk kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas ini.
Wassalamu’alaikum wr.wb

Jakarta, November 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI
COVER.....................................................................................................................i
KATA PENGANTAR .............................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................4
A. Latar belakang..................................................................................................4
B. Rumusan masalah.............................................................................................4
C. Tujuan ..............................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................5
A. Pengertian........................................................................................................5
B. Anataomi fisiologi ..........................................................................................5
C. Etiologi............................................................................................................11
D. Patofisiologi cedera kepala .............................................................................15
E. Manifestasi Klinik ..........................................................................................21
F. Pemeriksaan diagnostik...................................................................................22
G. Pemeriksaan diagnostik...................................................................................24
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN.....................................................26
A. Pengkajian......................................................................................................26
B. Diagnosa.........................................................................................................30
C. Intervensi........................................................................................................30
BAB IV PENUTUP...................................................................................................33
A. Kesimpulan....................................................................................................33
B. Saran ..............................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................34

iii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan
utama pada kelompok produktif dan Sebagian besar terjadi akibat kecelakaan
lalu lintas. Diperkirakan 100.000 orang meninggal setiap tahunnya dan lebih
700.000 mengalami cedera cukup berat yang memerlukan perawatan dirumah
sakit, dua pertiga berusia di bawah 30 tahun dengan jumlah laki-laki lebih
banyak dibandingkan jumlah Wanita, lebih dari setengah pasien cedera kepala
mempunyai signifikasi terhadap cedera bagian tubuh lainnya.
Kasus trauma terbanyak disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas,
disamping kecelakaan industry, kecelakaan olahraga, jatuh dari ketinggian
maupun akibat kekerasan. Trauma kepala didefinisikan sebagai trauma non
degenerative-non konginetal yang terjadi akibat ruda paksa mekanis ekternal
yang menyebabkan kepala mengalami gangguan kognitif, fisik dan psikososial
baik sementara atau permanen.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian cedera kepala?
2. Apa saja klasifikasi cedera kepala?
3. Bagaimana etiologi cedera kepala?
4. Bagaimana patofisiologi cedera kepala?
5. Bagaimana manifestasi klinis cedera kepala?
6. Apa saja pemeriksaan penunjang cedera kepala?
7. Bagaimana asuhan keperawatan cedera kepala ?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian cedera kepala
2. Mengetahui klasifikasi cedera kepala
3. Mengetahui etiologi cedera kepala
4. Mengetahui patofisiologi cedera kepala
5. Mengetahui manifestasi klinis cedera kepala
6. Mengetahui pemeriksaan penunjang cedera kepala
7. Mengetahui asuhan keperawatan cedera kepala

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian

Trauma atau cedera kepala juga dikenal sebagai cedera otak adalah gangguan
fungsi normal otak karena baik trauma tumpul maupun trauma tajam. Defisit
neurologis terjadi karena robeknya substansia alba, iskemia dan pengaruh massa
karena hemoragik, serta edema serebral disekitar jaringan otak. ( Fransisca, 2008,96).

Pada kecelakaan lalu lintas, cedera kepala biasanya terjadi karena kepala yang
sedang bergerak mendadak berhenti atau terpantul Kembali. Apa yang terjadi pada
kepala bergantung pada kekuatan benturan, tempat benturan serta factor-faktor pada
kepala itu sendiri. Gaya benturan dapat menimbulkan distorsi tengkorak,Gerakan
otak yang lurus atau memutar didalam rongga tengkorak dengan akibat bermacam-
macam. (Markam, 2009,71).

B. Anataomi fisiologi

System persayarafan terdiri atas otak, medulla spinalis dan saraf perifer. Struktur
ini bertanggung jawab untuk mengendalikan dan mengordinasikan aktivitas sel tubuh
melalui serat-serat saraf jaras-jaras secara langsung dan terus menerus. Perubahan
potensial elektrik menghasilkan respon yang akan mentransmisikan sinyal-sinyal.

1. Otak

 Otak Adalah salah satu organ yang paling


kompleks dalam tubuh manusia. Organ ini tersusun dari sejumlah jaringan
pendukung dan miliaran sel saraf yang saling terhubung. Otak dilindungi oleh

5
lapisan pembungkus yang disebut selaput otak (meninges) dan tulang
tengkorak, serta terhubung ke saraf tulang belakang.

Bersama saraf tulang belakang, otak berperan sebagai pusat kendali tubuh dan
menyusun sistem saraf pusat (SSP). Sistem saraf inilah yang kemudian bekerja
sama dengan sistem saraf tepi untuk memberi kemampuan manusia dalam
melakukan berbagai aktivitas, seperti berjalan, berbicara, bernapas, hingga makan
dan minum.

2. Meningen

Meninges adalah lapisan atau membran tipis


yang berfungsi menutupi dan melindungi otak dan saraf tulang belakang. Ada 3
lapisan meninges, yaitu dura mater (lapisan luar paling tebal),
lapisan arachnoid (membran tengah dan tipis), dan pia mater (lapisan dalam).

1) Duramater 

Adalah lapisan paling luar yang menutupi otak medulla spinalis, durameter
merupakan serabut berwarna abu-abu yang bersifat liat, tebal dan tidak
elastis.

2) Arakhnoid

Arakhnoid merupakan membrane bagian tengah yang tipis dan lembut yang
menyerupai sarang laba-laba, membarane ini berwarna putih karena tidak
dialiri aliran darah. Pada dinding arkhanoid terdapat pleksus khoroid yang
memproduksi cairan cerebrospinal (CSS). Pada orang dewasa, jumlah CSS
normal yang diproduksi adalah 500ml/hari dan sebanyak 150ml diabsorbsi
oleh vili. Vili juga mengabsorbsi CSS pada saat darah masuk kedalam system

6
(akibat trauma , pecahnya aneurisme , stroke dan lainnya) dan mengakibatkan
sumbatan. Bila vili arkhnoid tersumbat ( peningkatan ukuran vertikel) dapat
menyebabkan hidrosefalus.

3) Piameter

Piameter adalah membrane jyang paling dalam berupa dinding tipis dan
transparan yang menutupi otak dan meluas ke setiap lapisan daerah otak.

3. Serebrum

Serebrum adalah bagian terbesar dari otak yang terdiri dari dua
hemisfer serebri dan dihubungkan oleh massa substansia alba yang disebut korpus
kalosum dan empat lobus, yaitu lobus frontal (terletak didepan sulkus pusat
sentralis, lobus parietal (terletak dibelakang sulkus pusat dan di atas sulkus lateral,
lobus oksipital yang terletak dibawah sulkus parieto-oksipital) dan lobus
temporal (terletak dibawah sulkus lateral). Hemisfer dipisahkan oleh suatu celah
dalam yaitu fisura longitudinalis serebri, dimana ke dalamnya terjulur falx serebri.

Lapisan permukaan hemisfer disebut korteks, disusun oleh substansi grisea.


Substansi griseria terdapat pada bagian luar dinding serebrum bagian dalam. Pada
prinsipnya komposisi substansi griseria yang terbentuk dari badan-badan sel saraf
memenuhi korteks serebri, nucleus dan basal ganglia. Substansi alba terdiri atas
sel-sel saraf yang menghubungkan bagian-bagian otak lain. Sebagian besar
hemisfer serebri berisi jaringan system saraf pusat. Area inilah yang mengontrol
fungsi motorik tertinggi, yaitu fungsi individu dan intelegensia.

7
1) Lobus frontal

Lobus frontal merupakan lobus terbesar yang terletak pada fosa anterior area
ini mengontrol perilaku individu, membuat keputusan, kepribadian dan
menahan diri.

2) Lobus parietal

Lobus parietal disebut juga lobus sensorik. Area ini mengintreprestasikan


sensasi. Sensasi rasa yang tidak berpengaruh adalah bau. Lobus parietal
megatur individu untuk mengetahui posisi dan letak bagian tubuhnya.
Kerusakan pada daerah ini menyebabkan sindrom hemineglect.

3) Lobus temporal

Lobus temporal berfungsi untuk mengintegrasikan sensasi pengecap,


penciuman dan pendengaran. Memori jangka pendek sangat berhubungan
dengan daerah ini.

4) Lobus oksipital

Lobus oksipital terletak pada lobus posterior hemisfer serebri. Bagian ini
bertanggung jawab menginterprestasikan penglihatan.

5) Korpus kalosum

Korpus kolosum adalah kumpulan serat-serat saraf tepi. Korpus kolosum


menghubungkan kedua hemisfer otak dan bertanggung jawab dalam transmisi
informasi dari salah satu sisi otak kebagian lain. Informasi ini meliputi sensorik
memori dan belajar menggunakan alat gerak kiri. Beberapa orang yang
dominan menggunakan tangan kiri mempunyai bagian serebri kiri dengan
kemampuan lebih pada bicara, Bahasa, aritmatika, dan fungsi analisis. Daerah
hemifiser yang tidak dominan bertanggung jawab dalam kemampuan
geometric , penglihatan, serta membuat pola dan terletak dibagian terdalam
hemifiser serebri, bertanggung jawab mengontrol Gerakan halus tubuh, kedua
tangan dan ekstermitas bagian bawah.

8
4. Diensefalon

Merupakan bagaian dalam dari serebrum yang menghubungkan otak tengah


dengan hemisfer serebrum dan tersusun oleh thalamus, hipotalamus, epitalamus
dan subtalamus.

5. Talamus

Merupakan suatu kompleks inti yang berbentuk bulat telur dan merupakan
4/5 bagian dari diensefalon . bagian ini terletak di lateral ventrikel III. Bagian
atasnya berbatasan dengan velum interpositum dan ventrikel lateral. Di bawahnya
terdapat hipotalamus dan subtalamus. Thalamus sering disebut “gerbang
kesadaran” mengingat fungsinya sebagai stasiun penyampaian semua impuls yang
masuk sebelum mencapai korteks serebri.

6. Hipotalamus

Terletak tepat dibawah thalamus dan dibatasi oleh sulkus hipotalamus.


Hipotalamus berlokasi di dasar diensefalon dan Sebagian dinding lateral venrtikel
III. Hipotalamus meluas ke bawah sebagai kelenjar yang terletak di dalam sela
tursika os sfenoid.

7. Epitalamus

Merupakan bagian yang terletak di posterior ventrikel III dan terdiri dari
nukleus dan komisura habenulare, korpus pineal dan komisura posterior. Nukleus
dan komisura habenulare berhubungan dengan fungsi system limbik, sedangkan
komisura posterior berkaitan dengan reflek-reflek system optik. Korpus pineal
(kelenjar epifise) menghasilkan hormone melatonin yang mempengaruhi modulasi
pola bangun-tidur.

8. Subtalamus

Merupakan bagian dari diensefalon yang terletak antara talamus dan


hipotalamus. Bagian ini berperan penting dalam meregulasi pergerakan yang

9
dilakukan oleh otot rangka. Subtalamus berkaitan dengan struktur penting dalam
pergerakan seperti basal ganglia dan substansia nigra.

9. Batang otak

Batang otak terletak pada fosa anterior. Bagian otak terdiri atas mesenfalon,
pons dan medulla oblongata. Otak tengah atau mesenfalon adalah bagian sempit
otak yang melewati incisura tertori yang menghubungkan pons dan serebellum
dengan hemisfer serebrum. Bagian ini terdiri atas jalur sensorik dan motorik serta
sebagai pusat terletak didepan serebellum, diantara mensefalon dan medulla
oblongata dan merupakan jembatan antara dua bagian serebrum, serta antara
medulla dan serebrum. Pons berisi jaras sensorik dan motorik.

Medulla oblongata meneruskan serabut-serabut motoric dari medulla spinalis


ke otak. Medulla oblongata berbentuk kerucut yang menghubungkan pons dengan
medulla spinalis. Serabut-serabut motorik menyilang pada daerah ini. Pons juga
berisi pusat-pusat penting dalam mengontrol jantung,pernafasan,dan tekanan
darah serta sebagai inti saraf otak ke 5 s/d ke 8.

10. Serebellum ( otak kecil )

Serebellum dan batang otak menempati fosa kranialis posterior, yang


mempunyai atap tentorium sebagai pemisah serebellum dan serebrum. Permukaan
serebellum berbeda dengan serebrum, karena tampak berlapis-lapis. Kedua
hemisfer serebellum dipisahkan oleh suatu subdivisi kortikal berbentuk seperti
cacing yang disebut vermis. Bagian rostral vermis disebut lingula dan bagian
kaudalnya disebut nodulus. Korteks nodulus meluas ke lateral sebagai subdivisi
dengan nama flokulus.

Sirkulasi Serebral

Sirkulasi serebral menerima kira-kira 20% dari curah jantung atau 750 ml
per menit. Sirkulasi ini sangat dibutuhkan karena otak tidak menyimpan makanan,
sementara kebutuhan metabolismenya tinggi. Aliran darah otak unik karena
melawan gravitasi. Darah arteri mengalir dari bawah dan darah vena mengalir dari
atas. Kurangnya penambahan aliran darah kolateral dapat menyebabkan jaringan

10
rusak secara permanen ini berbeda dengan organ tubuh lainnya yang cepat
menoleransi bila aliran darah menurun karena aliran kalateralnya adekuat.

a) Arteri

Otak diperdarahi oleh dua arteri karotis interna dan dua arteri vertebralis,
daerah arteri yang disuplai ke otak berasal dari dua arteri karotis interna dan
dua arteri vertebralis serta meluas ke sistem percabangan karotis interna
dibentuk dari percabangan dua karotis dan memberikan sirkulasi darah otak
bagian anterior. Arteri-arteri vertebralis adalah cabang dari arteri subklavia
yang mengalir ke belakang bagian vertical dan masuk tengkorak melalui
foramen magnum, lalu saling berhubungan menjadi arteri basilaris pada batang
otak. Arteri vertebrobasilaris paling banyak memperdarahi otak bagian
posterior. Arteri basilaris terbagi menjadi dua cabang pada arteri serebralis
bagian posterior

b) Vena

Aliran vena untuk otak tidak menyertai sirkulasi arteri sebagaimana pada
struktur organ lain. Vena-vena pada otak menjangkau daerah otak dan
bergabung menjadi vena-vena besar. Persilangan pada subarachnoid dan
pengosongan sinus dural yang luas dapat mempengaruhi vascular yang
terbentang dalam duramater yang kuat. Jaringan kerja pada sinus-sinus
membawa vena jugularis interna menuju system sirkulasi pusat, vena-vena
serebri tidak berkatup sehingga tidak dapat mencegah aliran darah balik.

Barier darah otak

System saraf pusat tidak dapat ditembus beberapa zat yang ada pada
sirkulasi darah ( misalnya zat warna, obat-obatan, antibiotic). Setelah disuntikan
kedalam aliran darah, zat-zat ini tidak dapat menjangkau neuron SSP. System ini
disebut dengan barrier darah otak. Sel endotel pada kapiler otak membentuk
pertautan yang kuat sehingga tercipta barrier terhadap molekul makro dan
gabungan beberapa zat.

11
C. Etiologi

cedera kepala dapat ditimbulkan dari berbagai macam hal, yaitu :

a) Akibat kecelakaan, baik kecelakaan dalam kehidupan sehari-hari dirumah,


ditempat kerja, bahkan kecelakaan saat olah raga.

b) Kerena bencana alam maupun kecelakaan lalu lintas

c) Akibat perselisihan baik perorangan, golongan, maupun bangsa yang berakhir


dengan penggunaan senjata.

Perlukaan dikepala umumnya memberi perdarahan yang banyak, pertolongan


segera terhadap kehilangan cairan badan yang penting ini merupakan Tindakan
pertama penyelamat penderita. ( Soemarmo, 2009,94).

1. Jenis trauma kepala

a. Cedera kepala dibagi menjadi 3 kelompok berdasarkan nilai GCS ( Glow


Coma Scale) yaitu :

a) CKR (Cidera Kepala Ringan)

GCS >13, tidak terjadi kelainan pada CT scan Otak, tidak memerlukan
tindakan oprasi, lama dirawat di RS <48 Jam.

b) CKS (Cidera Kepala Sedang)

GCS 9-13, ditemukan kelainan pada CT scan otak, diperlukan Tindakan


oprasi untuk lesi intracranial, dirawat di RS setidaknya 48 jam.

c) CKB (Cidera Kepala Berat)

GCS<9

b. Cidera kepala dapat diklasifikasikan berdasarkan patologi seperti berikut :

a) Cidera kulit kepala

Luka pada kulit kepala merupakan tempat masuknya kuman yang


dapat menyebabkan infeksi intrakinal. Trauma dapat menyebabkan abrasi
kontusio atau avuisi. (Fransisca,2008,96).

12
b) Fraktur tengkorak

Fraktur tengkorak adalah rusaknya kontinuitas tulang tengkorak yang


disebabkan oleh trauma. Ini dapat terjadi dengan atau tanpa kerusakan
otak. Adanya fraktur tengkorak dapat menimbulkan dampak tekanan yang
kuat. Fraktur tengkorak dapat menmbulkan dampak tekanan yang kuat.
Fraktur tengkorak dapat terbuka ataupun tertutup. Pada fraktur tengkorak
terbuka terjadi kerusakan pada durameter sedangkan fraktur tertutup
keadaan durameter tidak rusak.

c) Cedera otak

Pertimbangan paling penting pada cedera kepala manapun adalah


apakah otak tengah atau tidak mengalami cedera. Cedera minor dapat
menyebabkan kerusakan otak bermakna. Otak tidak dapat menyimpan
oksigen dan glukosa sampai derajat tertentu yang bermakna. Sel-sel otak
membutuhkan suplai darah terus-menerus untuk memperoleh nutrisi.
Kerusakan otak bersifat irreversible. Sel-sel otak yang mati diakibatkan
karena aliran darah berhenti mengalir hanya beberapa menit saja dan
kerusakan neuron tidak dapat mengalami regenerasi. Cedera otak serius
dapat terajdi, dengan / tanpa fraktur tengkorak. Setelah pukulan atau
cedera pada kepala yang menimbulkan konstusio, laserasi dan perdarahan
(hemoragik) otak.

d) Komonsio serebri ( cedera otak ringan )

Setelah cidera kepala ringan, akan terjadi kehilangan fungsi


neurologis sementara dan tanpa kerusakan struktur. Komosio umumnya
meliputi suatu periode tidak sadar yang berakhir selama beberapa detik
sampai beberapa menit. Keadaan komosio ditunjukan dengan gejala
pusing atau berkunang-kunang dan terjadi kehilangan kesadaran penuh
sesaat. Jika jaringan otak dilobus prontal terkena, klien akan berperilaku
sedikit aneh sementara jika lobus temporal yang terkena maka akan
menimbulkan amnesia atau disorientasi.

e) Kontusio serebri ( cedera kepala berat )

13
Kontusio serebri ( cerebri contusion ) merupakan cedera kepala berat,
dimana otak mengalami memar dengan kemungkinan adanya daerah yang
mengalami perdarahan (hemoragik-hemorrhage). Klien berada pada
periode tidak sadarkan diri. Gejala akan timbul dan lebih khas. Klien
terbaring kehilangan Gerakan, denyut nadi lemah,pernafasan dangkal ,
kulit dingin dan pucat. Sering terjadi defikasi dan berkemih tanpa sadar.
Klien dapat diusahakan bangun tetapi segera bangun Kembali kedalam
keadaan tidak sadar. Tekanan darah dan suhu subnormal dan gambaran
sama dengan syok.

Umumnya individu yang mengalami cedera luas mengalami fungsi


motoric abnormal, Gerakan mata abnormal dan peningkatan TIK yang
merupakan prognosis buruk. Sebaliknya, klien dapat mengalami
pemulihan kesadaran penuh dan mungkin melewati tahap peka rangsang
serebral.

f) Hemoragik intrakanial

Penggumpalan darah ( hematoma) yang terjadi di dalam kubah cranial


adalah akibat yang paling serius dari hemoragik cedera kepala.
Penimbunan darah pada rongga epidural (epidural hematoma), subdural,
atau intraserebral, bergantung pada lokasinya. Deteksi dan penanganan
hematoma seringkali lambat dilakukan sehingga akhirnya hematoma
tersebut cukup besar untuk menyebabkan distorsi dan herniasi otak serta
peningkatan TIK.

g) Hematoma epidural

Setelah cedera kepala, darah berkumpul didalam ruang epidural


(ekstradural) di antara tengkorak dan dura meter. Keadaan ini sering
diakibatkan karena terjadi fraktur tulang tengkorak yang menyebabkan
arteri meninggal tengah putus atau rusak (laserasi) dimana arteri ini berada
diantara durameter dan tengkorak daerah infrerior menuju bagian tipis
tulang temporal dan terjadi hemoragik sehingga menyebabkan penekanan
pada otak.

14
h) Hematoma subdural

Hematoma subdural adalah penggumpalan darah pada ruang diantara


durameter dan dasar otak, yang pada keadaan normal diisi oleh cairan.
Hematoma subdural paling sering disebabkan karena trauma, tetapi dapat
juga terjadi karena kecenderungan pendarahan yang serius dan aneurisme.
Hematoma subdural lebih sering terjadi pada vena dan merupakan akibat
dari putusnya pembuluh darah kecil yang menjembatani ruang subdural.

i) Hemoragik intraserebral

Hemoragik intraserebral adalah perdarahan kedalam subtansi otak.


Hemoragik ini biasanya terjadi pada cedera kepala dimana tekanan
mendesak ke kepala sampai ke daerah kecil (cedera peluru atau luka
tembak, cedera tumpul). Hemoragik ini di dalam otak mungkin juga
diakibatkan oleh hiperensi sistemik yang menyebabkan degenerasi dan
rupture pembuluh darah, rupture kantong aneurisma, anomaly vaskuler,
tumor intrakanial, penyebab sistemik termasuk gangguan perdarahan
seperti leukimia, hemofolia , anemia aplastic dan trombositopenia dan
komplikasi terapi antikoagulan.

D. Patofisiologi cedera kepala

Trauma saraf primer atau sekunder akan menimbulkan gejala-gejala neurologis


yang tergantung pada lokasi kerusakan. Kerusakan system saraf motoric yang
berpusat dibagaian belakang lobus frontalis akan mengakibatkan kelumpuhan pada
sisi lain. Gejala kerusakan lobus-lobus lainnya baru akan ditemui setelah penderita
sadar. Pada kerusakan lobus oksipital akan dijumpai gangguan dalam lapang
pandang, kerusakan di lobus parietalis menimbulkan gangguan sensibilitas kulit pada
sisi bertentangan. Pada kerusakan lobus frontalis bagian lateral bawah sisi dominan
akan terjadi afasia. Gangguan dalam lobus temporalis dapat mengakibatkan
timbulnya seperti dijumpai pada epilepsy lobus temporalis (Markam,2009).

Beberapa gejala dan kelainan metabolisme yang dijumpai pada penderita cedera
kepala disebabkan adanya kerusakan atau perangsangan di daerah hipotalamus. Pada
kerusakan dibagian depan hipotalamus akan terjadi hipertermi. Lesi di regio optika

15
berakibat timbulnya edema paru karena konstriksi vena. Retensi air natrium dan klor
yang terjadi pada hari-hari pertama setelah trauma tampaknya disebabkan oleh
dilepasnya hormone antidiuretic dari daerah belakang hipotalamus yang
berhubungan dengan hipofisis. (Markam,2009).

Setelah kurang lebih 5 hari natrium dan klor akan dikeluarkan dalam urin dalam
jumlah berlebihan sehingga keseimbangannya menjadi negative. Hiperglikemi dan
glukosuria yang timbul juga disebabkan keadaan perangsangan pusat-pusat yang
mempengaruhi metabolisme karbohidrat didalam batak otak. (Markam.,2009).

Batang otak dapat mengalami kerusakan langsung karena benturan atau


sekunder akibat fleksi atau torsi akut pada sambungan servikomedula, karena
kerusakan pembuluh darah atau karena penekanan oleh herniasi unkus.
(Markam.,2009)

Gejala-gejala yang dapat timbul ialah flaksi diatas umumnya yang terjadi pada
lesi transversal di bawah nucleus nervus statoakustikus, rigiditas deserebrasi pada
lesi transversal setinggi nucleus ruber, lengan dan tungkai kaku dalam sikap ekstensi
dan rigiditas dekortikasi yaitu tungkai kaku dalam sikap ekstensi dan kedua lengan
kaku dalam sikap fleksi pada sendi siku terjadi bila hubungan batang otak dengan
korteks serebri terputus. (Markam,2009).

Mutisme akinetik timbul pada kedua kerusakan system formasio retikularis yang
terputus pada hubungannya dengan korteks otak. Pada mutisme akinetik ini atau
disebut juga koma vigil pasien hidup pada taraf vegetative. Reaksi terjadap
rangsangan sangat sedikit. Gejala-gejala parkinsonisme timbul pada keruskan
ganglion basal. Kerusakan saraf-saraf cranial dan tractus-traktus Panjang
menimbulkan gejala-gejala neurologis yang khas. Napas yang dangkal tidak teratur
yang dijumpai pada kerusakan medulla oblongata akan mengakibatkan timbulnya
asidosis. Napas yang cepat dan dalam yang terjadi pada gangguan setinggi
diensefalon akan mengakibatkan alkalosis respiratori. (Markam,2009).

Cedera kepala pada kecelakaan lalu lintas pada umunya kepala yang sedang
bergerak terbentur pada benda yang diam. Pada cedera demikian dapat terjadi
komosio serebri, kontusio serebri, hematoma epidural, hematoma subdural,

16
hematoma subaraknoid atau kombinasi antara jenis-jenis perdarahan ini
(Markam,2009).

Disamping itu dapat pula timbul fraktura pada tengkorak yang jalannya
tergantung pada kekuatan dan tempat benturan pada kepala. Dari pemeriksaan
seorang penderita dengan cedera kepala , terutama sekali yang berat, seorang dokter
harus dapat menarik kesimpulan tentang kelainan-kelainan yang mungkin terjadi
pada dan didalam tengkorak. (Markam,2009).

Tekanan intracranial (TIK) adalah tekanan relatif didalam rongga kepala


terhadap tekanan atmosfer yang dihasilkan oleh keberadaan jaringan otak, volume
darah intracranial dan cairan serebrospinal (CCS) dalam tengkorak pada satu satuan
waktu. Keadaan normal dari tekanan intracranial bergantung pada posisi pasien dan
berkisar kurang atau sama dengan 15 mmHg. (Brunner&Suddarth,20002).

Ruang kranial yang kaku berisi jaringan otak (1400gr) darah (75ml) dan cairan
serebrospinal (75ml). volume dan tekanan pada ketiga komponen ini selalu
berhubungan dengan keadaan keseimbangan.

Hipotesa Monro-Kellie Burrows

Menyatakan bahwa karena keterbatasan ruang ini untuk ekspansi di dalam
tengkorak, adanya peningkatan salah satu dari komponen ini menyebabkan perubaha
n pada volume yang lain, dengan mengubah posisi atau menggeser CSS,
meningkatkan absorbsi CSS, atau menurunkan volume darah serebral. Tanpa adanya
perubahan, tekanan intra kranial akan naik. Bila pada suatu keadaan dimana
didapatkan adanya suatu penambahan masa intracranial, maka sebagai kompensasi
awal adalah penurunan volume darah vena dan likuor secara resiprokal. System vena
akan segera menyempit bahkan kolaps dan darah akan diperas ke luar melalui bena
jugularis atau vena-vena emisaria dan kulit kepala. Kompensasi selanjutnya adalah
CSS juga akan terdesak melalui foramen magnum kea rah rongga subarachnoid
spinalis. Mekanisme kompensasi ini hanya berlangsung sampai batas tertentu yang
disebut sebagai titik batas kompensasi dan kemudian akan terjadi peningkatan
tekanan intracranial yang hebat secara tiba-tiba. (Brunner&Suddarth,2002).

17
Dalam keadaan normal, perubahan ringan pada volum darah dan volum CSS
yang konstan tidak ada perubahan, tekanan intra torakal ( seperti batuk, bersin,
tegang), perubahan batuk dan tekanan darah dan fluktasi kadar gas darah srteri.
Keadaan patologis seperti cidera kepala , strok,lesi karena radang, tumor otak, bedah
intra kranial mengubah hubungan antara volum intra kranial dan tekanan.
(Brunner&Suddarth,2002).

Edema serebral. Edema atau pembengkakan serebral terjadi bila air yang ada
peningkatan di dalam system saraf pusat. Adanya tumor otak di hubungkan dengan
produksi yang berlebihan dari hormone antidiuretic, yang hasilnya terjadi retensi
urin. Bahkan adanya tumor kecil dapat menimbulkan peningkatan tekanan
intracranial (TIK) yang besar. (Brunner&Suddarth,2002).

Edema serebri didefinisikan sebagai suatu keadaan peningkatan volume otak


akibat peningkatan muatan cairan dijaringan otak. Ada tiga jenis edema serebri yaitu
edema vasogenic, edema sitotosik dan edema interstitial.

Edema vasogenik adalah bentuk edema otak yang paling sering dijumpai, terjadi
akibat peningkatan permeabilitas kapiler, di mana tight junction sel endotel kapiler
menjadi tidak kompeten karena kerusakan sawar darah otak sekuler keluar menuju
ruang interstisel. Edema vasogenik terjadi pada kasus-kasus trauma, tumor dan abses.
(Satyanegara,2010).

Edema sitotoksik biasanya terjadi sebagai akibat adanya hipoksia jaringan saraf.


hipoksia menyebabkan kelumpuhan mekanisme pompa Na-ATP dependen, sehingga
terjadi akumulasi natrium intraseluler serta diikuti oleh mengalirnya air ke dalam
sel untuk mempertahankan keseimbangan. (Satyanegara,2010).

Edema Interstisiel merupakan akibat dari transudasi CSS pada kasus
Hidrosefalus. Tampilan edema pada CT Scan terlihat sebagai area hipodedens perive
ntrikuler akibat rembesan transependimal. (Satyanegara,2010).

Herniasi terjadi bila jaringan otak bergeser dari daerah tekanan tinggi
ketekanan rendah.Herniasi jaringan berupa pergeseran sesuatu yang mendesak tekana
n dalam daerah otak  dan  mengganggu  suplai  darah  ke daerah  tersebut.

18
Penghentian  aliran darah serebral menyebabkan  hipoksia  serebral yang
menunjukkan “kematian otak” . (Satyanegara,2010).

Peningkatan tekanan intrakranial sebagai efek sekunder, walaupun peningkatan
TIK sering di hubungkan dengan cedera kepala, namun tekanan yang tinggi dapat
terlihat sebagai pengaruh sekunder dari kondisi lain : tumor
otak , perdarahan subaraknoid , keracunan dan ensifalopati virus.
Sehingga peningkatan TIK adalah penjumlahan dari proses fisiologi. Peningkatan
TIK dari penyebab apapun mempengaruhi perfusi serebral dan menimbulkan distorsi
dan bergesernya otak. (Brunner&Suddarth,2002). Respon serebral terhadap
peningkatan TIK. Ada 2 keadaan penyesuaian diri terhadap peningkatan TIK yaitu,
kpmpensai dan dekompensasi.

Kompensasi selama fase kompensasi otak dan komponennya dapat
mengubah volume untuk memungkinkan pengembangan volume jaringan otak. TIK
selama fase ini kuranga dari tekanan arteri, sehingga dapat mempertahankan tekanan
perfusi serebral. Tekanan perfusi serebral di hitung dengan mengurangi nilai TIK
dari tekanan arteri rerata (TAR). Nilai normal tekanan perfusi serebral
(TPS), adalah 60-150 mmHg. Mekanisme auto regulator dari  otak,  mengalami
kerusakan akan menyebabkan tekanan perfusi serebral (TPS) lebih dari 150 mmHg
atau kurang dari 60. Pasien dengan tekanan perfusi serebral (TPS) kurang dari 50
memperlihatkan disfungsi  neurologis yang tidak dapat pulih  kembali. Hal ini
terjadi di sebabkan oleh penurunan perfusi serebral yang mempengaruhi perubahan
keadaan sel dan hipoksis serebral. (Brunner&Suddarth,2002).

Dekompensasi . keadaan fase dekompensasi di mulai dengan tidak efektifnya


kemampuan otak untuk mengkompensasi peningkatan tekanan, dalam keadaan
volume yang sudah terbatas. Fase ini menunjukan keadaan perubahan status mental
dan tanda-tanda vital, bradikardi, tekanan denyut nadi melebar dan perubahan
pernapasan. Pada titik ini, terjadi herniasi batang otak dan sumbatan aliran darah
serebral dapat terjadi bila pengobatan tidak dilakukan. (Brunner&Suddarth,2002).

Dengan kenaikan TIK, sebuah respon cushing dapat terjadi. Trias cushing klasik
antara lain hipertensi sistemik dan depresi napas. Respon ini biasanya terjadi Ketika
perfusi serebri, Sebagian batang otak berkurang karena peningkatan TIK. Bradikardi

19
disini cenderung merupakan akibat dari perangsangan vagus dan bukan karena
pengarus sinus karotikus. Pada saat tekanan melampaui kemampuan otak untuk
berkompensasi, maka untuk meringankan tekanan, otak memindahkan kebagian
kaudal atau herniasi ke bawah. Sebagai akibat dari herniasi, batang otak akan terkena
pada berbagai tingkat, yang mana penekanannya bisa mengenai pusat vasomotor,
arteri serebral posterior, saraf akulimotorik, traktus kortiko spinal dan serabut-serabut
saraf ascending reticular activating system. Akibatnya akan menganggu mekanisme
kesadran, pengaturan tekanan darah, denyut nadi, pernapasan dan temperatur tubuh.
Tetapi anti hipertensi selama ini dapat memicu iskemik serebri dan kematian sel
yang kritis. (Duss,1996).

Aliran darah serebral . Peningkatan TIK secara signifikan menurunkan aliran


darah dan menyebabkan iskemia. Bila terjadi iskemia komplit dan lebih dari 3-5
menit, otak akan menderita kerusakan yang tidak dapat diperbaiki. Pada keadaan
iskemia serebral, pusat fasomotor terstimulasi dan tekanan sistemik meningkat untuk
mempertahankan aliran drah. Keadaan ini sering disertai dengan lambatnya denyutan
pembuluh darah dan pernapasan yang tidak teratur. Perubahan dalam tekanan darah,
frekuensi nadi adalah gejala klinis yang penting, yang memperlihatkan peningkatan
tekanan intracranial (Brunner&Suddart,2002).

Konsentrasi karbondioksida dalam darah dan dalam jaringan otak dan berperan
dalam pengaturan aliran darah serebral. Tingginya tekanan karbondioksida parsial
menyebabkan dilatasi pembuluh darah serebral, yang berperan penting dalam
peningkatan aliran darah serebral dan peningkatan TIK, sebaliknya menurunya
PaCO2 menyebabkan fase konstriksi. Menurnnya darah vena yang keluar dapat
meningkatkan volume darah serebral yang akhirnya menyebabkan peningkatan
tekanan intra kranial. (Brunner&Suddart,2002).

Dalam keadaan fisiologis ada tiga factor utama yang berperan pada pengaturan
aliran darah otak, yaitu tekanan darah sistemik, karbondioksida dan kadar ion H +
dalam darah arteri. Kemampuan untuk memelihara tingkat aliran darah ke dalam
otak pada nilai yang konstan didalam rentang tekanan arteri rata-rata yang cukup
lebar, yaitu sebagai mekanisme otoregulasi. Bila tekanan arteri rata-rata yang ckup
lebar, yaitu sebagai mekanisme otoregulasi. Bila tekanan arteri rata-rata rendah,

20
arteriol serebral akan mengalami dilatasi untuk membuat aliran darah otak (ADO)
yang adekuat pada tekanan darah sistemik yang tinggi, arteriol akan mengalami
konstriksi sehingga darah otak (ADO) akan tetap terpelihara dalam kondisi fisiologis.
Bila tekanan arteri rata-rata menurun sampai dibawah 90 mmHg seperti pada
keadaan syok, perfusi otak menjadi tidak adekuat. (Satyanegara,2010).

Kadar karbondioksida dalam darah merupakan factor paling potensial untuk


menyebabkan, dilatasi vaskuler otak. Peningkatan PCO2 dalam tubuh dari 15-
80mmHg akan meningkatkan aliran darah otak secara bertahap. Hiperventilasi
(menurunkan CO2 darah) akan menurukan aliran darah kurang dari 15 mmHg atau
lebih dari 80 mmHg maka yang terjadi adalah kelumpuhan pembuluh darah atau
disebut vasoparalisa. (Satyanegara,2010).

E. Manifestasi Klinik

Gejala yang timbul berupa gangguan kesadaran, konfusi, abnormalitas pupil,


serangan (opset) tiba-tiba berupa deficit neurologi ,perubahan tanda vital, gangguan
penglihatan , disfungsi sensorik, kejang otot, sakit kepala, vertigo, gangguan
pergerakan, kejang dan syok akibat cedera. Berikut ini beberapa gejala dari macam-
macam cedera kepala :

a) Fraktur tengkorak

Gejala-gejala yang timbul bergantung pada jumlah dan distribusi cedera otak.
Nyeri yang menetap atau setempat, biasanya menunjukan adanya fraktur. Fraktur
pada kubah kranial menyebabkan bengkak pada sekitar fraktur, sehingga
penegakan diagnosis dapat dilakukan dengan pemeriksaan foto tengkorak. Fraktur
dasar tengkorak cenderung melintas sinus paranasal pada tulang frontal atau
lokasi tengah telinga di tulang temporal, perdarahan sering terjadi dari hidung,
faring atau telinga dan darah terlihat dibawah konjungtiva suatu area ekimosis
mungkin terlihat diatas mastoid. (Fransisca,2008,96).

b) Komosio serebri (cedera kepala ringan )

Keadaan komosio di tunjukan dengan keadaan pusing atau berkunang-kunang dan


terjadi kehilangan kesadaran penuh sesaat. Jika jaringan otak di lobus frontal
terkena, klien akan berperilaku aneh, sementara jika lobus temporal yang terkena

21
maka akan menimbulkan amnesia atau disorientasi, mungkin disertai sedikit suhu
badan, frekuensi nadi, tekanan darah. Muntah mungkin pula terjadi, agaknya
disebabkan terangsangnya pusat muntah didalam medulla oblongata.
(Fransisca,2008,97).

c) Kontusio serebri (cedera kepala berat )

Klien berada pada periode sadar diri, gejala akan timbul dan lebih luas. Klien
terbaring kehilangan Gerakan , denyut nadi lemah, pernapasan dangkal, kulit
dingin dan pucat. Sering terjadi akibat kerusakan serebral yang tidak dapat di
perbaiki. (Fransisca,2008,98).

d) Hemoragik intracranial

Tanda dan gejala dari iskemia serebral yang diakibatkan oleh kompresi karena
hematoma berfariasi dan bergantung pada kecepatan dimana daerah vital pada
otak terganggu. (Fransisca,2008,98).

e) Hematoma epidural

Gejala klinis yang timbul akibat perubahan hematoma cukup luas. Biasanya
terlihat adanya kehilangn kesadaran sebentar pada saat cedera, diikuti dengan
pemulihan yang nyata secara perlahan-lahan. Apabila terjadi peningkatan tekanan
intracranial sering tiba-tiba, tanda kompensasi timbul (biasanya penyimpangan
kesadaran dan tanda deficit neurologi fokal seperti dilatasi dan fiksasi pupil atau
paralisis ekstermitas). (Fransisca,2009,99).

f) Hematoma supdural (SDH)

Tanda-tanda dan gejala hematoma subdural dapat mencakup kombinasi dari


berikut: Kehilangan kesadran atau tingkat kesadran berfluktasi, sifat lekas marah,
kejang, sakit, mati rasa, sakit kepala (baik konstan atau berfluktasi), pusing,
disorientasi, amnesia, kelemahan atau kelesuan, mual atau muntah, kehilangan
nafsu makan, kepribadian perubahan dan ketidakmampuan untuk bicara atau
bicara cadel.

g) Subarachnoid haemorrhage (SAH)

22
Sakit kepala (digambarakan seperti ditenfang dikepala), muntah, kebingungan,
kejag, peningkatan tekanan darah, penurunan tingkat kesadaran, hemiparesis
(kelemahan satu sisi tubuh).

F. Pemeriksaan diagnostic

a) Computed tomograpy (CT scan, dengan / tanpa kontras)

Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan, ventrikuler dan perubahan


jaringan otak. Kelebihan CT scan otak dibandingkan dengan modalitas imajing
lain adalah bahwa visualisasi anatomi jaringan otak dan hubungannya dengan lesi
patologik dapat ditunjukan dengan jelas.

b) MRI (Magnetic Resonance Imaging)

MRI merupakan modalitas diagnostic yang paling mutakhir, dimana hasil


pencitraan ini diperoleh melalui pengolahan komputerisasi potongan-potongan
tubuh yang dimasukan ke dalam suatu medan magnet yang kuat, yang selanjutnya
akan terjadi interaksi gelombang radio dengan atom hydrogen dalam tubuh, serta
kemudian dimodifikasi berdasarkan perbedaan masing-masing biokimia antar
jaringan.

c) Cerebral Angio Graphy

Menunjukan anomaly sirkulasi serebral seperti perubahan jaringan otak sekunder


menjadi edema, perdarahan dan trauma.

d) Serial EKG (Elektrokardiografi)

Dapat melihat perkembangan gelombang patologis

e) Sinar x

Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis


(perdarahan/edema), fragmen tulang.

f) BAER (brain auditory evoked respons)

Menentukan fungsi korteks dan batang otak

g) PET (Positron Emisson Tomography)

23
Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak.

h) CSS (Cairan Serebro Spinal)

Lumbal fungsi dapat dilakukan jika diduga terjadi perubahan subarokhnoid.


Lumbal pungsi dilakukan untuk mengambil cairan serebrospinal. Jarum
dimasukan dengan cara Teknik aseptis yang ketat setinggi L4-L5 atau L5-S1,
jarum dapat dicabut agar cairan keluar.

i) Kadar elektrolit

Untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai peningkatan tekanan


intracranial. Ada dua tipe elektrolit yang ada ditubuh yaitu kation (elektrolit
bermuatan positive) dan anion (elektrolit bermuatan negative). Masing-masing
tipe elektrolit ini saling bekerja sama mengantarkan impuls sesuai dengan yang
diinginkan atau dibutuhkan tubuh.

j) Screen toxicology

Untuk mendeteksi pengaruh obat yang dapat menyebabkan penurunan kesadaran.

k) Rongsen torax 2 arah (PA (posterior anterior)/AP(Anterior posterior) dan lateral)

Rongsen thorak menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleura

l) Analisa gas darah

Salah satu tes diagnostic untuk menetukan status respirasi, status respirasi yang
dapat digambarkan melalui pemeriksaan AGD ini adalah status oksigenasi dan
status asam basa. (Arif Muttaqin,2009)

G. Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan saat awal trauma pada cedera kepala selain dari factor
mempertahankan fungsi ABC(airway, breathing, circulation) dan menilai status
neurologis (disability,exposure) maka factor lain yang harus diperhitungkan pula
adalah mengurangi iskemia serebri yang terjadi. Keadaan ini dapat dibantu dengan
pemberian oksigen dengan glukosa sekalipun pada otak yang mengalami trauma
relative memerlukan oksigen dan glukosa yang lebih rendah (Arif Muttaqin,2008).

24
Penatalaksanaan segera untuk mengurangi peningkatan TIK didasarkan pada
penurunan ukuran otak dengan cara mengurangi edema serebral, mengurangi volume
cairan serebrospinal (CSS) atau mengurangi volume darah, sambil mempertahankan
perfusi serebral. Tujuan ini diselesaikan dengan pemberian diuretic osmotic dan
kortikosteroid dari pasien, mengontrol demam dan menurunkan kebutuhan
metabolisme sel. (Brunner&Suddarth,20020.

Darah yang dipompa jantung dipertahankan untuk memberikan perfusi otak


yang adekuat. Perbaikan darah yang dikeluarkan jantung (curah jantung) adalah
dengan menggunakan cairan dan agens inotropic, seperti dobutamine hidroklorida.
Tidak efektifnya curah jantung mempengaruhi tekanan perfusi serebral.
(Brunner&Suddarth, 2002).

Penatalaksanaan konservatif meliputi :

a) Bedrest total

b) Pbservasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran )

c) Pemberian obat-obatan

d) Makanan atau cairan

Pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak dapat diberikan apa-apa,


aminofusin ,aminofel (18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan) 2-3 hari
kemudian diberikan makanan lunak.

e) Pada trauma berat. Karena pada hari-hari pertama didapat klien mengalami
penurunan kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit, maka
hari-hari pertama (2-3 hari) tidak terlalu banyak cairan. Dextrose 5%,8 jam ketiga
pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah maka makanan diberikan melalui
nasogastrictube (2500-3000 TKTP), pemberian protein tergantung dari nilai
urinitrigennya. (Arif Muttaqin,2008).

25
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN CEDERA KEPALA

A. Pengkajian

1. Anamnesis

Identitas klien

2. Riwayat penyakit saat ini

Adanya riawat trauma yang mengenai kepala akibat dari kecelakaan lalu lintas,
jatuh dari ketinggian dan trauma langsung kepala. Pengkajian yang di dapat
meliputi tingkat kesadaran menurun (GCS<15), konfulsi,muntah,takipnea, sakit
kepa, wajah simetris atau tidak lemah, luka dikepala, paralisis, akumulasi secret
pada saluran pernafasan , adanya liquor dari hidung dan telinga serta kejang.
Adanya perubahan pada tingkat kesadaran di hubungkan dengan tingkat
perubahan di dalam intracranial.

3. Riwayat penyakit dahulu

Pengkajian yang perlu di tanyakan meliputi adanya Riwayat hipertensi, Riwayat


cidera kepala sebelumnya , diabetes mellitus, penyakit jantung, anamia,
penggunaan obat-obatan antikoagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat aditif,
konsumsi alkohol berlebihan.

4. Riwayat penyakit keluarga

Mengkaji adanya anggota generasi terdahulu yang menderita hipertensi dan


diabeles mellitus

5. Pengkajian psiko-sosio-spiritual

Ada tidaknya dampak yang timbul seperti ketakutan akan kecacatan, rasa
cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal dan
pandangan terhadap dirinya yang salah

26
Adanya perubahan hubungan dan peran karena mengalami kesukaran untuk
berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola presepsi dan konsep diri di dapatkan
klien tidak berdaya, tidak ada harapan mudak marah dan tidak kooperatif

6. Pemeriksaan fisik

Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien,


pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian
anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan persistem dengan focus
pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan
dengan keluhan-keluhan dari klien.

7. Keadaan umum

Pada keadaan cedera kepala umumnya mengalami penurunan kesadaran ( cedera


kepala ringan, dengan GCS 13-15, cedera kepala sedang dengan GCS 9-12,
Cedera kepala berat bila GCS kurang atau sama dengan 8 ) dan terjadi perubahan
pada tanda-tanda vital.

8. Pemeriksaan fungsi serebral

a) Status mental

b) Fungsi intelektual

c) Lobus frontal

d) Hemisfer

9. Pemeriksaan saraf kranial

a) Saraf 1 (Saraf Olfaktorius)

b) Saraf II (Saraf Optikus)

c) Saraf III (Saraf okulomotorius ), IV (Saraf Trokhlearis) dan VI (Saraf


Abdusen)

d) Saraf V (Saraf Trigeminus)

e) Saraf VII (Saraf Faiallis dan Intermedius)

27
f) Saraf VIII (Saraf Vestibulo-kokhlearis)

g) Saraf IX (Saraf glosofaring) dan saraf X (Saraf Vagus)

h) Saraf XI (Saraf Asesorius)

i) Saraf XII (Saraf Hipoglosus)

(Mutaqqin, 2008)

10. System motoric

a) Inspeksi umum diadapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena
lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis (kelemahan salah satu
tubuh)

b) Tonus otot didapatkan menurun sampai hilang

c) Masing-masing ekstermitas digradasi kekuatannya

d) Kekuatan otot pada penilaian dengan menggunakan grade kekuatan otot


didapatkan grade 0

e) Kesimbangan dan koordinasi, didapatkan mengalami gangguan karena


hemiparese dan hemiplegia

11. Pemeriksaan refleks

a) Pemeriksaan refleks dalam , pengetukan pada tendon ligamentum atau


periosteum derajat reflek respon normal

b) Reflek patologis, pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan
menghilang, setelah beberapa hari reflek fisiologis akan muncul Kembali
didahului dengan reflek patologi

c) Reflek biseps

d) Reflek triseps

e) Reflek archilles

f) Reflek plantar (Babinski)

28
g) Reflek patella

h) Reflek pektoralis

i) Reflek periosterum radialis

12. System sensorik

Presepsi adalah ketidakmampuan untuk menginterprestasikan sensasi.


Kehilangan sensorik akibat cedera kepala dapat berupa kerusakan sentuhan
ringan atau mungkin lebih berat dengan kehilangan propriosepsi (kemampuan
untuk merasakan posisi dan Gerakan bagian tubuh)serta kesulitan dalam
menginterprestasikan stimuli visual , taktil dan auditorius.

a) B 1 (BREATHING)

Perubahan pada system pernapasan bergantung pada gradasi perubahan


jaringan serebral akibat trauma kepala

b) B2 (BLOOD)

Pengkajian pada system kardiovaskuler didapatkan renjatan (syok)


hipovolemik yang sering terjadi pada klien cedera kepala sedang dan berat

c) B3 (BRAIN)

Cedera kepala menyebabkan berbagai deficit neurologis terutama disebabkan


pengaruh peningkatan tekanan intracranial akibat adanya perdarahan baik
bersifat intraserebral hematoma, subdural hematoma dan epidural hematoma

d) B4 (BLADDER)

Kaji keadaan urine meliputi warna, jumlah dan karakteristik termasuk berat
jenis

e) B4 (BOWEL)

Diddaptkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun ,mual


muntah pada fase akut

f) B6 (BONE)

29
Disfungsi motoric paling utama adalah kelemahan pada seluruh ektermitas

B. Diagnosa keperawatan

1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan adanya benda asing dalam
jalan nafas di buktikan dengan terdapat secret kental berwarna putih (D.0001)
Hal.18
2. Resiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan peningkatan tekanan
intrakarnial dibuktikan dengan cedera kepala (D.0017) Hal.51
3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas (kelemahan
otot pernafasan) dibuktikan dengan pola nafas abnormal (D.0005) Hal.26
C. Intervensi

30
NO DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI
KEPERAWATAN HASIL (SLKI) KEPERAWATAN
(SDKI) (SIKI)
1. (D0001) Hal.18 Setelah diberikan asuhan Manajemen jalan napas
Bersihan jalan keperawatan selama 1x1 jam (1.01011)
napas tidak efektif klien menunjukkan bersihan Observasi
jalan nafas meningkat,dengan 1. Monitor pola napas
kriteria hasil 2. Monitor bunyi napas
(L.01001) Hal.18: tambahan
1. Produksi sputum menurun: 3. Monitor sputum
Sputum mencair (jumlah, warna, aroma)
100ml/hari Teapeutik
2. Batuk efektif meningkat 1. Pertahankan kepatenan
3. Ronkhi menurun jalan napas
4. Siaonosis menurun: Akral 2. Lakukan fisioterapi
hangat kemerahan, CRT < dada, jika perlu
detik 3. Lakukan penghisapan
5. Frekuensi napas membaik lender kurang dari 15
12-20x/menit detik
Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan
2000ml/hr, jika tidak
kontraindikasi
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik,
jika perlu
2. (D.0017) Hal.51 Setelah diberikan asuhan Manajemen
Risiko perfusi keperawatan selama 1x24 Peningkatan Tekanan
serebral tidak jam perfusi serebral intrakarnial (1.06194)
efektif meningkat, dengan kriteria Observasi
hasil 1. Identifikasi penyebab
(L.02014) Hal.86: peningkatan TIK
1. Tekanan intra kranial 2. Monitor tanda dan
menurun 7-15 mmHg gejala peningkatan TIK
2. Tingkat kesadaran 3. Monitor MAP
meningkat Composmentis 4. Monitor ICP
E4,M5,V6 5. Monitor status
3. Gelisah menurun pernafasan
4. Tekanan darah membaik 6. Monitor intake dan
120/80 mmHg output cairan
Terapeutik
1. Minimalkan stimulus
dengan menyediakan
lingkungan yang
tenang
2. Atur ventilator agar
PaCO2 optimal
3. Pertahankan suhu
tubuh normal
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
sedasi dan anti
konvulsan
3. (D0005) Setelah dilakukan
31 tindakan Pemantauan Respirasi
Pola napas tidak keperawatan selama 1x6 jam (1.01014)
efektif diharapkan inpirasi atau Observasi
ekspirasi yg tidak 1. Monitor pola napas,
memberikan ventilasi monitor saturasi
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatic dari fungsi otak yang
disertai atau tanpa perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti
terputusnya kontinuitas otak (Hudak dan Galto). Etiologi cedera kepala pada
umumnya ada 2, yaitu trauma tajam dan trauma tumpul. Manifestasi dari cedera
kepala tergantung dari seberapa berat cedera yang terjadi. Beberapa pemeriksaan
untuk menunjang diagnosis bisa dilakukan seperti CT-Scan dan MRI.
B. Saran
Sebagai mahasiswa keperawatan sangatlah penting untuk mengetahui
dan memahami materi cedara kepala ini, karena ilmunya akan kita perlukan
ketika akan turun dinas. Semoga makalah ini bisa bermanfaat untuk semua dan
kritik serta saran dari pembaca juga dibutuhkan.

32
DAFTAR PUSTAKA

https://www.scribd.com/doc/61860406/ASKEP-CIDERA-KEPALA

Ns.Andra Saferi Wijaya, S. N. (2013). Keperawatan Medikal Bedah. Yogjakarta: Nuha


Medika . BUKU STANDAR DIAGNOSIS KEPERAWATAN INDONESIA

BUKU NIC Edisi Ke enam – NOC Edisi Ke lima Penyusun : Gloria M. Bulchek –

Astrid C.Awaloei, N. T. (2016). Gambaran Cedera Kepala Yang Menyebabkan


Kematian Di Bagian Forensik Dan Medikolegal RSUP Prof.Dr.D Kandou. Jurnal E-
Clinic ,Vol.4 No.2 1-5,

Isnaeni, A. R. (2016). Asuhan Keperawatan Pada Cedera Kepala. P. 1.

Ns.Andra Saferi Wijaya, S. N. (2013). Keperawatan Medikal Bedah. Yogjakarta: Nuha


Medika .

Tana, L. (2015). Faktor Yang Berperan Pada Lama Rawat Inap Akibat Cedera Pada
Kelompok Pekerja Usia Produktif Di Indonesia . Buletin Penelitian Sistem Kesehatan ,
Vol.19 No 1, 77.

(DOC) CEDERA KEPALA | Richard Harefa - Academia.edu

33

Anda mungkin juga menyukai