PADACEDERA KEPALA
Makalah ini disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah
Dosen Pembimbing:
Ns. Diana Irawati. M.Kep.Sp.Kep.MB
Disusun Oleh:
Kelompok 4
( Transfer B)
1. Reni Kurniati
2. Renita
3. Reviyana
4. Septianty Wulandari
5. Vabella Syifa
6. Yuni Setiawati
7. Yuliarna sari dewi
8. Yuliana ferawati
9. Zulia dias wardani
10. Sarwinah
11. Sri wahyuni
12. Titik Suprapti
13. Raden roro
i
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr.wb
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan
rahmat-Nya dalam menyelesaikan penyusunan makalah ini. Makalah ini disusun
agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang “Asuhan Keperawatan Pada
Pasien dengan Cidera Kepala “yang penulis sajikan berdasarkan pengamatan
dari berbagai sumber. Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas yang
diberikan dalam mata kuliah keperawatan medikal bedah di Universitas
Muhammadiyah Jakarta.
Dalam penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-
kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan
kemampuan yang dimiliki penulis serta terbatasnya ruang gerak penulis untuk
mendapatkan informasi ataupun sumber-sumber yang dapat dijadikan referensi.
Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan
wawasan yang lebih luas kepada kita semua.
Ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam
menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada dosen kami yang telah
memberikan tugas dan petunjuk kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas ini.
Wassalamu’alaikum wr.wb
Penulis
ii
DAFTAR ISI
COVER.....................................................................................................................i
KATA PENGANTAR .............................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................4
A. Latar belakang..................................................................................................4
B. Rumusan masalah.............................................................................................4
C. Tujuan ..............................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................5
A. Pengertian........................................................................................................5
B. Anataomi fisiologi ..........................................................................................5
C. Etiologi............................................................................................................11
D. Patofisiologi cedera kepala .............................................................................15
E. Manifestasi Klinik ..........................................................................................21
F. Pemeriksaan diagnostik...................................................................................22
G. Pemeriksaan diagnostik...................................................................................24
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN.....................................................26
A. Pengkajian......................................................................................................26
B. Diagnosa.........................................................................................................30
C. Intervensi........................................................................................................30
BAB IV PENUTUP...................................................................................................33
A. Kesimpulan....................................................................................................33
B. Saran ..............................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................34
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan
utama pada kelompok produktif dan Sebagian besar terjadi akibat kecelakaan
lalu lintas. Diperkirakan 100.000 orang meninggal setiap tahunnya dan lebih
700.000 mengalami cedera cukup berat yang memerlukan perawatan dirumah
sakit, dua pertiga berusia di bawah 30 tahun dengan jumlah laki-laki lebih
banyak dibandingkan jumlah Wanita, lebih dari setengah pasien cedera kepala
mempunyai signifikasi terhadap cedera bagian tubuh lainnya.
Kasus trauma terbanyak disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas,
disamping kecelakaan industry, kecelakaan olahraga, jatuh dari ketinggian
maupun akibat kekerasan. Trauma kepala didefinisikan sebagai trauma non
degenerative-non konginetal yang terjadi akibat ruda paksa mekanis ekternal
yang menyebabkan kepala mengalami gangguan kognitif, fisik dan psikososial
baik sementara atau permanen.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian cedera kepala?
2. Apa saja klasifikasi cedera kepala?
3. Bagaimana etiologi cedera kepala?
4. Bagaimana patofisiologi cedera kepala?
5. Bagaimana manifestasi klinis cedera kepala?
6. Apa saja pemeriksaan penunjang cedera kepala?
7. Bagaimana asuhan keperawatan cedera kepala ?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian cedera kepala
2. Mengetahui klasifikasi cedera kepala
3. Mengetahui etiologi cedera kepala
4. Mengetahui patofisiologi cedera kepala
5. Mengetahui manifestasi klinis cedera kepala
6. Mengetahui pemeriksaan penunjang cedera kepala
7. Mengetahui asuhan keperawatan cedera kepala
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Trauma atau cedera kepala juga dikenal sebagai cedera otak adalah gangguan
fungsi normal otak karena baik trauma tumpul maupun trauma tajam. Defisit
neurologis terjadi karena robeknya substansia alba, iskemia dan pengaruh massa
karena hemoragik, serta edema serebral disekitar jaringan otak. ( Fransisca, 2008,96).
Pada kecelakaan lalu lintas, cedera kepala biasanya terjadi karena kepala yang
sedang bergerak mendadak berhenti atau terpantul Kembali. Apa yang terjadi pada
kepala bergantung pada kekuatan benturan, tempat benturan serta factor-faktor pada
kepala itu sendiri. Gaya benturan dapat menimbulkan distorsi tengkorak,Gerakan
otak yang lurus atau memutar didalam rongga tengkorak dengan akibat bermacam-
macam. (Markam, 2009,71).
B. Anataomi fisiologi
System persayarafan terdiri atas otak, medulla spinalis dan saraf perifer. Struktur
ini bertanggung jawab untuk mengendalikan dan mengordinasikan aktivitas sel tubuh
melalui serat-serat saraf jaras-jaras secara langsung dan terus menerus. Perubahan
potensial elektrik menghasilkan respon yang akan mentransmisikan sinyal-sinyal.
1. Otak
5
lapisan pembungkus yang disebut selaput otak (meninges) dan tulang
tengkorak, serta terhubung ke saraf tulang belakang.
Bersama saraf tulang belakang, otak berperan sebagai pusat kendali tubuh dan
menyusun sistem saraf pusat (SSP). Sistem saraf inilah yang kemudian bekerja
sama dengan sistem saraf tepi untuk memberi kemampuan manusia dalam
melakukan berbagai aktivitas, seperti berjalan, berbicara, bernapas, hingga makan
dan minum.
2. Meningen
1) Duramater
Adalah lapisan paling luar yang menutupi otak medulla spinalis, durameter
merupakan serabut berwarna abu-abu yang bersifat liat, tebal dan tidak
elastis.
2) Arakhnoid
Arakhnoid merupakan membrane bagian tengah yang tipis dan lembut yang
menyerupai sarang laba-laba, membarane ini berwarna putih karena tidak
dialiri aliran darah. Pada dinding arkhanoid terdapat pleksus khoroid yang
memproduksi cairan cerebrospinal (CSS). Pada orang dewasa, jumlah CSS
normal yang diproduksi adalah 500ml/hari dan sebanyak 150ml diabsorbsi
oleh vili. Vili juga mengabsorbsi CSS pada saat darah masuk kedalam system
6
(akibat trauma , pecahnya aneurisme , stroke dan lainnya) dan mengakibatkan
sumbatan. Bila vili arkhnoid tersumbat ( peningkatan ukuran vertikel) dapat
menyebabkan hidrosefalus.
3) Piameter
Piameter adalah membrane jyang paling dalam berupa dinding tipis dan
transparan yang menutupi otak dan meluas ke setiap lapisan daerah otak.
3. Serebrum
Serebrum adalah bagian terbesar dari otak yang terdiri dari dua
hemisfer serebri dan dihubungkan oleh massa substansia alba yang disebut korpus
kalosum dan empat lobus, yaitu lobus frontal (terletak didepan sulkus pusat
sentralis, lobus parietal (terletak dibelakang sulkus pusat dan di atas sulkus lateral,
lobus oksipital yang terletak dibawah sulkus parieto-oksipital) dan lobus
temporal (terletak dibawah sulkus lateral). Hemisfer dipisahkan oleh suatu celah
dalam yaitu fisura longitudinalis serebri, dimana ke dalamnya terjulur falx serebri.
7
1) Lobus frontal
Lobus frontal merupakan lobus terbesar yang terletak pada fosa anterior area
ini mengontrol perilaku individu, membuat keputusan, kepribadian dan
menahan diri.
2) Lobus parietal
3) Lobus temporal
4) Lobus oksipital
Lobus oksipital terletak pada lobus posterior hemisfer serebri. Bagian ini
bertanggung jawab menginterprestasikan penglihatan.
5) Korpus kalosum
8
4. Diensefalon
5. Talamus
Merupakan suatu kompleks inti yang berbentuk bulat telur dan merupakan
4/5 bagian dari diensefalon . bagian ini terletak di lateral ventrikel III. Bagian
atasnya berbatasan dengan velum interpositum dan ventrikel lateral. Di bawahnya
terdapat hipotalamus dan subtalamus. Thalamus sering disebut “gerbang
kesadaran” mengingat fungsinya sebagai stasiun penyampaian semua impuls yang
masuk sebelum mencapai korteks serebri.
6. Hipotalamus
7. Epitalamus
Merupakan bagian yang terletak di posterior ventrikel III dan terdiri dari
nukleus dan komisura habenulare, korpus pineal dan komisura posterior. Nukleus
dan komisura habenulare berhubungan dengan fungsi system limbik, sedangkan
komisura posterior berkaitan dengan reflek-reflek system optik. Korpus pineal
(kelenjar epifise) menghasilkan hormone melatonin yang mempengaruhi modulasi
pola bangun-tidur.
8. Subtalamus
9
dilakukan oleh otot rangka. Subtalamus berkaitan dengan struktur penting dalam
pergerakan seperti basal ganglia dan substansia nigra.
9. Batang otak
Batang otak terletak pada fosa anterior. Bagian otak terdiri atas mesenfalon,
pons dan medulla oblongata. Otak tengah atau mesenfalon adalah bagian sempit
otak yang melewati incisura tertori yang menghubungkan pons dan serebellum
dengan hemisfer serebrum. Bagian ini terdiri atas jalur sensorik dan motorik serta
sebagai pusat terletak didepan serebellum, diantara mensefalon dan medulla
oblongata dan merupakan jembatan antara dua bagian serebrum, serta antara
medulla dan serebrum. Pons berisi jaras sensorik dan motorik.
Sirkulasi Serebral
Sirkulasi serebral menerima kira-kira 20% dari curah jantung atau 750 ml
per menit. Sirkulasi ini sangat dibutuhkan karena otak tidak menyimpan makanan,
sementara kebutuhan metabolismenya tinggi. Aliran darah otak unik karena
melawan gravitasi. Darah arteri mengalir dari bawah dan darah vena mengalir dari
atas. Kurangnya penambahan aliran darah kolateral dapat menyebabkan jaringan
10
rusak secara permanen ini berbeda dengan organ tubuh lainnya yang cepat
menoleransi bila aliran darah menurun karena aliran kalateralnya adekuat.
a) Arteri
Otak diperdarahi oleh dua arteri karotis interna dan dua arteri vertebralis,
daerah arteri yang disuplai ke otak berasal dari dua arteri karotis interna dan
dua arteri vertebralis serta meluas ke sistem percabangan karotis interna
dibentuk dari percabangan dua karotis dan memberikan sirkulasi darah otak
bagian anterior. Arteri-arteri vertebralis adalah cabang dari arteri subklavia
yang mengalir ke belakang bagian vertical dan masuk tengkorak melalui
foramen magnum, lalu saling berhubungan menjadi arteri basilaris pada batang
otak. Arteri vertebrobasilaris paling banyak memperdarahi otak bagian
posterior. Arteri basilaris terbagi menjadi dua cabang pada arteri serebralis
bagian posterior
b) Vena
Aliran vena untuk otak tidak menyertai sirkulasi arteri sebagaimana pada
struktur organ lain. Vena-vena pada otak menjangkau daerah otak dan
bergabung menjadi vena-vena besar. Persilangan pada subarachnoid dan
pengosongan sinus dural yang luas dapat mempengaruhi vascular yang
terbentang dalam duramater yang kuat. Jaringan kerja pada sinus-sinus
membawa vena jugularis interna menuju system sirkulasi pusat, vena-vena
serebri tidak berkatup sehingga tidak dapat mencegah aliran darah balik.
System saraf pusat tidak dapat ditembus beberapa zat yang ada pada
sirkulasi darah ( misalnya zat warna, obat-obatan, antibiotic). Setelah disuntikan
kedalam aliran darah, zat-zat ini tidak dapat menjangkau neuron SSP. System ini
disebut dengan barrier darah otak. Sel endotel pada kapiler otak membentuk
pertautan yang kuat sehingga tercipta barrier terhadap molekul makro dan
gabungan beberapa zat.
11
C. Etiologi
GCS >13, tidak terjadi kelainan pada CT scan Otak, tidak memerlukan
tindakan oprasi, lama dirawat di RS <48 Jam.
GCS<9
12
b) Fraktur tengkorak
c) Cedera otak
13
Kontusio serebri ( cerebri contusion ) merupakan cedera kepala berat,
dimana otak mengalami memar dengan kemungkinan adanya daerah yang
mengalami perdarahan (hemoragik-hemorrhage). Klien berada pada
periode tidak sadarkan diri. Gejala akan timbul dan lebih khas. Klien
terbaring kehilangan Gerakan, denyut nadi lemah,pernafasan dangkal ,
kulit dingin dan pucat. Sering terjadi defikasi dan berkemih tanpa sadar.
Klien dapat diusahakan bangun tetapi segera bangun Kembali kedalam
keadaan tidak sadar. Tekanan darah dan suhu subnormal dan gambaran
sama dengan syok.
f) Hemoragik intrakanial
g) Hematoma epidural
14
h) Hematoma subdural
i) Hemoragik intraserebral
Beberapa gejala dan kelainan metabolisme yang dijumpai pada penderita cedera
kepala disebabkan adanya kerusakan atau perangsangan di daerah hipotalamus. Pada
kerusakan dibagian depan hipotalamus akan terjadi hipertermi. Lesi di regio optika
15
berakibat timbulnya edema paru karena konstriksi vena. Retensi air natrium dan klor
yang terjadi pada hari-hari pertama setelah trauma tampaknya disebabkan oleh
dilepasnya hormone antidiuretic dari daerah belakang hipotalamus yang
berhubungan dengan hipofisis. (Markam,2009).
Setelah kurang lebih 5 hari natrium dan klor akan dikeluarkan dalam urin dalam
jumlah berlebihan sehingga keseimbangannya menjadi negative. Hiperglikemi dan
glukosuria yang timbul juga disebabkan keadaan perangsangan pusat-pusat yang
mempengaruhi metabolisme karbohidrat didalam batak otak. (Markam.,2009).
Gejala-gejala yang dapat timbul ialah flaksi diatas umumnya yang terjadi pada
lesi transversal di bawah nucleus nervus statoakustikus, rigiditas deserebrasi pada
lesi transversal setinggi nucleus ruber, lengan dan tungkai kaku dalam sikap ekstensi
dan rigiditas dekortikasi yaitu tungkai kaku dalam sikap ekstensi dan kedua lengan
kaku dalam sikap fleksi pada sendi siku terjadi bila hubungan batang otak dengan
korteks serebri terputus. (Markam,2009).
Mutisme akinetik timbul pada kedua kerusakan system formasio retikularis yang
terputus pada hubungannya dengan korteks otak. Pada mutisme akinetik ini atau
disebut juga koma vigil pasien hidup pada taraf vegetative. Reaksi terjadap
rangsangan sangat sedikit. Gejala-gejala parkinsonisme timbul pada keruskan
ganglion basal. Kerusakan saraf-saraf cranial dan tractus-traktus Panjang
menimbulkan gejala-gejala neurologis yang khas. Napas yang dangkal tidak teratur
yang dijumpai pada kerusakan medulla oblongata akan mengakibatkan timbulnya
asidosis. Napas yang cepat dan dalam yang terjadi pada gangguan setinggi
diensefalon akan mengakibatkan alkalosis respiratori. (Markam,2009).
Cedera kepala pada kecelakaan lalu lintas pada umunya kepala yang sedang
bergerak terbentur pada benda yang diam. Pada cedera demikian dapat terjadi
komosio serebri, kontusio serebri, hematoma epidural, hematoma subdural,
16
hematoma subaraknoid atau kombinasi antara jenis-jenis perdarahan ini
(Markam,2009).
Disamping itu dapat pula timbul fraktura pada tengkorak yang jalannya
tergantung pada kekuatan dan tempat benturan pada kepala. Dari pemeriksaan
seorang penderita dengan cedera kepala , terutama sekali yang berat, seorang dokter
harus dapat menarik kesimpulan tentang kelainan-kelainan yang mungkin terjadi
pada dan didalam tengkorak. (Markam,2009).
Ruang kranial yang kaku berisi jaringan otak (1400gr) darah (75ml) dan cairan
serebrospinal (75ml). volume dan tekanan pada ketiga komponen ini selalu
berhubungan dengan keadaan keseimbangan.
Menyatakan bahwa karena keterbatasan ruang ini untuk ekspansi di dalam
tengkorak, adanya peningkatan salah satu dari komponen ini menyebabkan perubaha
n pada volume yang lain, dengan mengubah posisi atau menggeser CSS,
meningkatkan absorbsi CSS, atau menurunkan volume darah serebral. Tanpa adanya
perubahan, tekanan intra kranial akan naik. Bila pada suatu keadaan dimana
didapatkan adanya suatu penambahan masa intracranial, maka sebagai kompensasi
awal adalah penurunan volume darah vena dan likuor secara resiprokal. System vena
akan segera menyempit bahkan kolaps dan darah akan diperas ke luar melalui bena
jugularis atau vena-vena emisaria dan kulit kepala. Kompensasi selanjutnya adalah
CSS juga akan terdesak melalui foramen magnum kea rah rongga subarachnoid
spinalis. Mekanisme kompensasi ini hanya berlangsung sampai batas tertentu yang
disebut sebagai titik batas kompensasi dan kemudian akan terjadi peningkatan
tekanan intracranial yang hebat secara tiba-tiba. (Brunner&Suddarth,2002).
17
Dalam keadaan normal, perubahan ringan pada volum darah dan volum CSS
yang konstan tidak ada perubahan, tekanan intra torakal ( seperti batuk, bersin,
tegang), perubahan batuk dan tekanan darah dan fluktasi kadar gas darah srteri.
Keadaan patologis seperti cidera kepala , strok,lesi karena radang, tumor otak, bedah
intra kranial mengubah hubungan antara volum intra kranial dan tekanan.
(Brunner&Suddarth,2002).
Edema serebral. Edema atau pembengkakan serebral terjadi bila air yang ada
peningkatan di dalam system saraf pusat. Adanya tumor otak di hubungkan dengan
produksi yang berlebihan dari hormone antidiuretic, yang hasilnya terjadi retensi
urin. Bahkan adanya tumor kecil dapat menimbulkan peningkatan tekanan
intracranial (TIK) yang besar. (Brunner&Suddarth,2002).
Edema vasogenik adalah bentuk edema otak yang paling sering dijumpai, terjadi
akibat peningkatan permeabilitas kapiler, di mana tight junction sel endotel kapiler
menjadi tidak kompeten karena kerusakan sawar darah otak sekuler keluar menuju
ruang interstisel. Edema vasogenik terjadi pada kasus-kasus trauma, tumor dan abses.
(Satyanegara,2010).
Edema Interstisiel merupakan akibat dari transudasi CSS pada kasus
Hidrosefalus. Tampilan edema pada CT Scan terlihat sebagai area hipodedens perive
ntrikuler akibat rembesan transependimal. (Satyanegara,2010).
Herniasi terjadi bila jaringan otak bergeser dari daerah tekanan tinggi
ketekanan rendah.Herniasi jaringan berupa pergeseran sesuatu yang mendesak tekana
n dalam daerah otak dan mengganggu suplai darah ke daerah tersebut.
18
Penghentian aliran darah serebral menyebabkan hipoksia serebral yang
menunjukkan “kematian otak” . (Satyanegara,2010).
Peningkatan tekanan intrakranial sebagai efek sekunder, walaupun peningkatan
TIK sering di hubungkan dengan cedera kepala, namun tekanan yang tinggi dapat
terlihat sebagai pengaruh sekunder dari kondisi lain : tumor
otak , perdarahan subaraknoid , keracunan dan ensifalopati virus.
Sehingga peningkatan TIK adalah penjumlahan dari proses fisiologi. Peningkatan
TIK dari penyebab apapun mempengaruhi perfusi serebral dan menimbulkan distorsi
dan bergesernya otak. (Brunner&Suddarth,2002). Respon serebral terhadap
peningkatan TIK. Ada 2 keadaan penyesuaian diri terhadap peningkatan TIK yaitu,
kpmpensai dan dekompensasi.
Kompensasi selama fase kompensasi otak dan komponennya dapat
mengubah volume untuk memungkinkan pengembangan volume jaringan otak. TIK
selama fase ini kuranga dari tekanan arteri, sehingga dapat mempertahankan tekanan
perfusi serebral. Tekanan perfusi serebral di hitung dengan mengurangi nilai TIK
dari tekanan arteri rerata (TAR). Nilai normal tekanan perfusi serebral
(TPS), adalah 60-150 mmHg. Mekanisme auto regulator dari otak, mengalami
kerusakan akan menyebabkan tekanan perfusi serebral (TPS) lebih dari 150 mmHg
atau kurang dari 60. Pasien dengan tekanan perfusi serebral (TPS) kurang dari 50
memperlihatkan disfungsi neurologis yang tidak dapat pulih kembali. Hal ini
terjadi di sebabkan oleh penurunan perfusi serebral yang mempengaruhi perubahan
keadaan sel dan hipoksis serebral. (Brunner&Suddarth,2002).
Dengan kenaikan TIK, sebuah respon cushing dapat terjadi. Trias cushing klasik
antara lain hipertensi sistemik dan depresi napas. Respon ini biasanya terjadi Ketika
perfusi serebri, Sebagian batang otak berkurang karena peningkatan TIK. Bradikardi
19
disini cenderung merupakan akibat dari perangsangan vagus dan bukan karena
pengarus sinus karotikus. Pada saat tekanan melampaui kemampuan otak untuk
berkompensasi, maka untuk meringankan tekanan, otak memindahkan kebagian
kaudal atau herniasi ke bawah. Sebagai akibat dari herniasi, batang otak akan terkena
pada berbagai tingkat, yang mana penekanannya bisa mengenai pusat vasomotor,
arteri serebral posterior, saraf akulimotorik, traktus kortiko spinal dan serabut-serabut
saraf ascending reticular activating system. Akibatnya akan menganggu mekanisme
kesadran, pengaturan tekanan darah, denyut nadi, pernapasan dan temperatur tubuh.
Tetapi anti hipertensi selama ini dapat memicu iskemik serebri dan kematian sel
yang kritis. (Duss,1996).
Konsentrasi karbondioksida dalam darah dan dalam jaringan otak dan berperan
dalam pengaturan aliran darah serebral. Tingginya tekanan karbondioksida parsial
menyebabkan dilatasi pembuluh darah serebral, yang berperan penting dalam
peningkatan aliran darah serebral dan peningkatan TIK, sebaliknya menurunya
PaCO2 menyebabkan fase konstriksi. Menurnnya darah vena yang keluar dapat
meningkatkan volume darah serebral yang akhirnya menyebabkan peningkatan
tekanan intra kranial. (Brunner&Suddart,2002).
Dalam keadaan fisiologis ada tiga factor utama yang berperan pada pengaturan
aliran darah otak, yaitu tekanan darah sistemik, karbondioksida dan kadar ion H +
dalam darah arteri. Kemampuan untuk memelihara tingkat aliran darah ke dalam
otak pada nilai yang konstan didalam rentang tekanan arteri rata-rata yang cukup
lebar, yaitu sebagai mekanisme otoregulasi. Bila tekanan arteri rata-rata yang ckup
lebar, yaitu sebagai mekanisme otoregulasi. Bila tekanan arteri rata-rata rendah,
20
arteriol serebral akan mengalami dilatasi untuk membuat aliran darah otak (ADO)
yang adekuat pada tekanan darah sistemik yang tinggi, arteriol akan mengalami
konstriksi sehingga darah otak (ADO) akan tetap terpelihara dalam kondisi fisiologis.
Bila tekanan arteri rata-rata menurun sampai dibawah 90 mmHg seperti pada
keadaan syok, perfusi otak menjadi tidak adekuat. (Satyanegara,2010).
E. Manifestasi Klinik
a) Fraktur tengkorak
Gejala-gejala yang timbul bergantung pada jumlah dan distribusi cedera otak.
Nyeri yang menetap atau setempat, biasanya menunjukan adanya fraktur. Fraktur
pada kubah kranial menyebabkan bengkak pada sekitar fraktur, sehingga
penegakan diagnosis dapat dilakukan dengan pemeriksaan foto tengkorak. Fraktur
dasar tengkorak cenderung melintas sinus paranasal pada tulang frontal atau
lokasi tengah telinga di tulang temporal, perdarahan sering terjadi dari hidung,
faring atau telinga dan darah terlihat dibawah konjungtiva suatu area ekimosis
mungkin terlihat diatas mastoid. (Fransisca,2008,96).
21
maka akan menimbulkan amnesia atau disorientasi, mungkin disertai sedikit suhu
badan, frekuensi nadi, tekanan darah. Muntah mungkin pula terjadi, agaknya
disebabkan terangsangnya pusat muntah didalam medulla oblongata.
(Fransisca,2008,97).
Klien berada pada periode sadar diri, gejala akan timbul dan lebih luas. Klien
terbaring kehilangan Gerakan , denyut nadi lemah, pernapasan dangkal, kulit
dingin dan pucat. Sering terjadi akibat kerusakan serebral yang tidak dapat di
perbaiki. (Fransisca,2008,98).
d) Hemoragik intracranial
Tanda dan gejala dari iskemia serebral yang diakibatkan oleh kompresi karena
hematoma berfariasi dan bergantung pada kecepatan dimana daerah vital pada
otak terganggu. (Fransisca,2008,98).
e) Hematoma epidural
Gejala klinis yang timbul akibat perubahan hematoma cukup luas. Biasanya
terlihat adanya kehilangn kesadaran sebentar pada saat cedera, diikuti dengan
pemulihan yang nyata secara perlahan-lahan. Apabila terjadi peningkatan tekanan
intracranial sering tiba-tiba, tanda kompensasi timbul (biasanya penyimpangan
kesadaran dan tanda deficit neurologi fokal seperti dilatasi dan fiksasi pupil atau
paralisis ekstermitas). (Fransisca,2009,99).
22
Sakit kepala (digambarakan seperti ditenfang dikepala), muntah, kebingungan,
kejag, peningkatan tekanan darah, penurunan tingkat kesadaran, hemiparesis
(kelemahan satu sisi tubuh).
F. Pemeriksaan diagnostic
e) Sinar x
23
Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak.
i) Kadar elektrolit
j) Screen toxicology
Salah satu tes diagnostic untuk menetukan status respirasi, status respirasi yang
dapat digambarkan melalui pemeriksaan AGD ini adalah status oksigenasi dan
status asam basa. (Arif Muttaqin,2009)
G. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan saat awal trauma pada cedera kepala selain dari factor
mempertahankan fungsi ABC(airway, breathing, circulation) dan menilai status
neurologis (disability,exposure) maka factor lain yang harus diperhitungkan pula
adalah mengurangi iskemia serebri yang terjadi. Keadaan ini dapat dibantu dengan
pemberian oksigen dengan glukosa sekalipun pada otak yang mengalami trauma
relative memerlukan oksigen dan glukosa yang lebih rendah (Arif Muttaqin,2008).
24
Penatalaksanaan segera untuk mengurangi peningkatan TIK didasarkan pada
penurunan ukuran otak dengan cara mengurangi edema serebral, mengurangi volume
cairan serebrospinal (CSS) atau mengurangi volume darah, sambil mempertahankan
perfusi serebral. Tujuan ini diselesaikan dengan pemberian diuretic osmotic dan
kortikosteroid dari pasien, mengontrol demam dan menurunkan kebutuhan
metabolisme sel. (Brunner&Suddarth,20020.
a) Bedrest total
c) Pemberian obat-obatan
e) Pada trauma berat. Karena pada hari-hari pertama didapat klien mengalami
penurunan kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit, maka
hari-hari pertama (2-3 hari) tidak terlalu banyak cairan. Dextrose 5%,8 jam ketiga
pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah maka makanan diberikan melalui
nasogastrictube (2500-3000 TKTP), pemberian protein tergantung dari nilai
urinitrigennya. (Arif Muttaqin,2008).
25
BAB III
A. Pengkajian
1. Anamnesis
Identitas klien
Adanya riawat trauma yang mengenai kepala akibat dari kecelakaan lalu lintas,
jatuh dari ketinggian dan trauma langsung kepala. Pengkajian yang di dapat
meliputi tingkat kesadaran menurun (GCS<15), konfulsi,muntah,takipnea, sakit
kepa, wajah simetris atau tidak lemah, luka dikepala, paralisis, akumulasi secret
pada saluran pernafasan , adanya liquor dari hidung dan telinga serta kejang.
Adanya perubahan pada tingkat kesadaran di hubungkan dengan tingkat
perubahan di dalam intracranial.
5. Pengkajian psiko-sosio-spiritual
Ada tidaknya dampak yang timbul seperti ketakutan akan kecacatan, rasa
cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal dan
pandangan terhadap dirinya yang salah
26
Adanya perubahan hubungan dan peran karena mengalami kesukaran untuk
berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola presepsi dan konsep diri di dapatkan
klien tidak berdaya, tidak ada harapan mudak marah dan tidak kooperatif
6. Pemeriksaan fisik
7. Keadaan umum
a) Status mental
b) Fungsi intelektual
c) Lobus frontal
d) Hemisfer
27
f) Saraf VIII (Saraf Vestibulo-kokhlearis)
(Mutaqqin, 2008)
a) Inspeksi umum diadapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena
lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis (kelemahan salah satu
tubuh)
b) Reflek patologis, pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan
menghilang, setelah beberapa hari reflek fisiologis akan muncul Kembali
didahului dengan reflek patologi
c) Reflek biseps
d) Reflek triseps
e) Reflek archilles
28
g) Reflek patella
h) Reflek pektoralis
a) B 1 (BREATHING)
b) B2 (BLOOD)
c) B3 (BRAIN)
d) B4 (BLADDER)
Kaji keadaan urine meliputi warna, jumlah dan karakteristik termasuk berat
jenis
e) B4 (BOWEL)
f) B6 (BONE)
29
Disfungsi motoric paling utama adalah kelemahan pada seluruh ektermitas
B. Diagnosa keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan adanya benda asing dalam
jalan nafas di buktikan dengan terdapat secret kental berwarna putih (D.0001)
Hal.18
2. Resiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan peningkatan tekanan
intrakarnial dibuktikan dengan cedera kepala (D.0017) Hal.51
3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas (kelemahan
otot pernafasan) dibuktikan dengan pola nafas abnormal (D.0005) Hal.26
C. Intervensi
30
NO DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI
KEPERAWATAN HASIL (SLKI) KEPERAWATAN
(SDKI) (SIKI)
1. (D0001) Hal.18 Setelah diberikan asuhan Manajemen jalan napas
Bersihan jalan keperawatan selama 1x1 jam (1.01011)
napas tidak efektif klien menunjukkan bersihan Observasi
jalan nafas meningkat,dengan 1. Monitor pola napas
kriteria hasil 2. Monitor bunyi napas
(L.01001) Hal.18: tambahan
1. Produksi sputum menurun: 3. Monitor sputum
Sputum mencair (jumlah, warna, aroma)
100ml/hari Teapeutik
2. Batuk efektif meningkat 1. Pertahankan kepatenan
3. Ronkhi menurun jalan napas
4. Siaonosis menurun: Akral 2. Lakukan fisioterapi
hangat kemerahan, CRT < dada, jika perlu
detik 3. Lakukan penghisapan
5. Frekuensi napas membaik lender kurang dari 15
12-20x/menit detik
Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan
2000ml/hr, jika tidak
kontraindikasi
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik,
jika perlu
2. (D.0017) Hal.51 Setelah diberikan asuhan Manajemen
Risiko perfusi keperawatan selama 1x24 Peningkatan Tekanan
serebral tidak jam perfusi serebral intrakarnial (1.06194)
efektif meningkat, dengan kriteria Observasi
hasil 1. Identifikasi penyebab
(L.02014) Hal.86: peningkatan TIK
1. Tekanan intra kranial 2. Monitor tanda dan
menurun 7-15 mmHg gejala peningkatan TIK
2. Tingkat kesadaran 3. Monitor MAP
meningkat Composmentis 4. Monitor ICP
E4,M5,V6 5. Monitor status
3. Gelisah menurun pernafasan
4. Tekanan darah membaik 6. Monitor intake dan
120/80 mmHg output cairan
Terapeutik
1. Minimalkan stimulus
dengan menyediakan
lingkungan yang
tenang
2. Atur ventilator agar
PaCO2 optimal
3. Pertahankan suhu
tubuh normal
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
sedasi dan anti
konvulsan
3. (D0005) Setelah dilakukan
31 tindakan Pemantauan Respirasi
Pola napas tidak keperawatan selama 1x6 jam (1.01014)
efektif diharapkan inpirasi atau Observasi
ekspirasi yg tidak 1. Monitor pola napas,
memberikan ventilasi monitor saturasi
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatic dari fungsi otak yang
disertai atau tanpa perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti
terputusnya kontinuitas otak (Hudak dan Galto). Etiologi cedera kepala pada
umumnya ada 2, yaitu trauma tajam dan trauma tumpul. Manifestasi dari cedera
kepala tergantung dari seberapa berat cedera yang terjadi. Beberapa pemeriksaan
untuk menunjang diagnosis bisa dilakukan seperti CT-Scan dan MRI.
B. Saran
Sebagai mahasiswa keperawatan sangatlah penting untuk mengetahui
dan memahami materi cedara kepala ini, karena ilmunya akan kita perlukan
ketika akan turun dinas. Semoga makalah ini bisa bermanfaat untuk semua dan
kritik serta saran dari pembaca juga dibutuhkan.
32
DAFTAR PUSTAKA
https://www.scribd.com/doc/61860406/ASKEP-CIDERA-KEPALA
BUKU NIC Edisi Ke enam – NOC Edisi Ke lima Penyusun : Gloria M. Bulchek –
Tana, L. (2015). Faktor Yang Berperan Pada Lama Rawat Inap Akibat Cedera Pada
Kelompok Pekerja Usia Produktif Di Indonesia . Buletin Penelitian Sistem Kesehatan ,
Vol.19 No 1, 77.
33