Anda di halaman 1dari 6

CONTINUING MEDICAL EDUCATION

CONTINUING MEDICAL EDUCATION


CONTINUING MEDICAL EDUCATION

Akreditasi PB IDI–3 SKP

Tuberkulosis Paru
pada Penderita Diabetes Melitus
Indra Wijaya
Departemen Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan,
RS Siloam Karawaci, Tangerang, Indonesia

ABSTRAK
Tuberkulosis (TB) paru dan Diabetes Melitus (DM) merupakan dua masalah kesehatan yang cukup besar secara epidemiologi dan berdampak
besar secara global karena keduanya merupakan penyakit kronik dan saling berkaitan. Tuberkulosis paru tidak akan sembuh dengan baik
pada diabetes yang tidak terkontrol. TB paru pada penderita DM mempunyai karakteristik berbeda, sehingga sering tidak terdiagnosis dan
terapinya sulit mengingat interaksi obat TB dan obat antidiabetik oral. Studi TB paru pada penderita DM telah banyak dilakukan, namun tetap
ada kendala diagnosis, terapi, ataupun prognosisnya.

Kata kunci: Tuberkulosis paru, diabetes melitus

ABSTRACT
Pulmonary Tuberculosis (TB) and Diabetes Mellitus (DM) are chronic diseases and closely related, both are major epidemiological problems
with significant impact in global burden of disease. Pulmonary tuberculosis will be difficult to treat in uncontrolled diabetes. Pulmonary TB
in diabetic patient has different characteristics, sometimes misdiagnosed; and antituberculosis drugs may interact with oral antidiabetics.
Many studies on pulmonary TB in diabetic patients have been done but there will always be a problem in diagnosis, treatment, and its
prognosis. Indra Wijaya. Pulmonary Tuberculosis in Diabetes Mellitus.

Keywords: Pulmonary tuberculosis, diabetes mellitus

PENDAHULUAN dokter berkebangsaan Amerika, Windle, penderita DM, hasilnya pada lebih dari 50%
Tuberkulosis (TB) dikenal sebagai pembunuh melakukan autopsi terhadap 333 jenazah ditemukan TB paru.2 Saat ini telah diketahui
utama di antara penyakit infeksi bakterial di
dunia. Penyakit ini disebabkan oleh kuman
Mycobacterium tuberculosis (M.Tb), yang
berbentuk batang, bersifat aerob dan tahan
asam. Di Indonesia, TB merupakan masalah
utama kesehatan masyarakat dan merupakan
negara dengan penderita kelima terbanyak
di dunia setelah India, Cina, Afrika Selatan,
dan Nigeria.1 Tuberkulosis paru menyerang
9,4 juta orang dan telah membunuh 1,7 juta
penduduk dunia setiap tahunnya.3,4

Meskipun strategi kontrol kasus TB paru


cukup berhasil, World Health Organization
(WHO) menduga pengendalian TB paru
makin dipersulit dengan peningkatan jumlah
penderita diabetes melitus (DM). Hubungan
antara TB paru dan DM sebenarnya sudah
dilaporkan sejak tahun 1000 M. Tahun 1883, Gambar 1. Prevalensi kasus diabetes dan insidens tuberkulosis di dunia5

Alamat korespondensi email: leon_natan@yahoo.com

412 CDK-229/ vol. 42 no. 6, th. 2015


CONTINUING MEDICAL EDUCATION

Tabel 1. Insidens TB paru kasus baru pada populasi umum dan pada pasien diabetes10 kasus TB paru di antara 454 penderita; risiko
Incidence of all TB Incidence of culture positive TB penderita DM untuk mengalami TB paru
per 100000/year (96% CI) per 100000/year (96% CI) sebesar 4,7 kali lipat (tabel 2).
General People General People
population with diabetes population with diabetes DEFINISI
All persons 5.7 (5.5 to 5.8) 7.4 (6.5 to 8.3) 4.0 (3.9 to 4.1) 5.1 (4.4 to 5.9)
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi
Age, years
paru yang disebabkan oleh kuman
<15 1.2 (1.1 to 1.4) 0 0.4 (0.3 to 0.5) 0
Mycobacterium tuberculosis.1,7
15–34 7.4 (7.1 to 7.7) 6.1 (3.1 to 11.7) 5.5 (5.2 to 5.8) 4.3 (1.9 to 9.3)
35–54 5.5 (5.2 to 5.7) 7.5 (5.8 to 9.9) 3.9 (3.7 to 4.1) 5.5 (4.0 to 7.6)
55–74 6.0 (5.6 to 6.3) 7.4 (6.2 to 8.9) 4.1 (3.8 to 4.4) 4.9 (3.9 to 6.1) Diabetes melitus merupakan suatu kelompok
≥75 13.0 (12.1 to 13.9) 7.5 (6.0 to 9.4) 9.7 (9.0 to 10.5) 5.4 (4.2 to 7.0) penyakit metabolik dengan karakteristik
Sex hiperglikemia kronis yang terjadi karena
Male 5.9 (5.7 to 6.2) 7.9 (6.7 to 9.3) 4.3 (4.1 to 4.5) 5.4 (4.4 to 6.6) kelainan defek sekresi insulin, kerja insulin,
Female 5.4 (5.2 to 5.6) 6.9 (5.7 to 8.3) 3.7 (3.6 to 4.9) 4.9 (3.9 to 6.0) atau kedua-duanya.12
TB incidence in country of birth
<25/100000 1.95 (1.86 to 2.04) 4.9 (4.2 to 5.7) 1.26 (1.20 to 1.34) 3.4 (2.8 to 4.1)
Patogenesis
25–99/100000 25.5 (24.1 to 26.9) 30.1 (22.1 to 40.8) 18.0 (16.9 to 19.2) 18.5 (12.4 to 27.3)
Diabetes melitus merupakan penyakit kronik
≥100/100000 65.4 (63.1 to 67.8) 57.8 (44.4 to 75.0) 48.8 (46.8 to 50.9) 45.0 (33.3 to 60.6)
yang berkaitan dengan gangguan fungsi
TB, tuberculosis
imunitas tubuh, sehingga penderita lebih
Tabel 2. Risiko tuberkulosis pada diabetes11 rentan terserang infeksi, termasuk TB paru.
Cases n (%) Control n (%) OR (95% CI) Penyebab infeksi TB paru pada penderita DM
Total tested, n 454 556 adalah karena defek fungsi sel-sel imun dan
Normal FBG (<110 mg%) 379 (83) 533 (96) 1.0* mekanisme pertahanan tubuh, termasuk
Impaired FBG (≥110, <126 mg%) 15 (3) 5 (1) 4.2 (1.5–11.7) gangguan fungsi dari epitel pernapasan
Diabetes (≥126 mg%) 60 (13) 18 (3) 4.7 (2.7–8.1) serta motilitas silia. Paru pada penderita
Total tested, n 415 413 DM akan mengalami perubahan patologis,
No glucosuria 372 (90) 398 (96) 1.0* seperti penebalan epitel alveolar dan lamina
Glucosuria 43 (10) 15 (4) 3.1 (1.7–5.6) basalis kapiler paru yang merupakan akibat
*
Reference category, odds ratio = 1 sekunder dari komplikasi mikroangiopati
FBG = fasting blood glucose; OR = odds ratio; CI = confidence interval sama seperti yang terjadi pada retinopati
dan nefropati. Gangguan neuropati saraf
bahwa pada penderita diabetes mempunyai pengguna insulin berisiko tinggi menderita autonom berupa hipoventilasi sentral dan
gangguan respons imun tubuh, sehingga TB paru.7,8 Studi Restrepo, dkk. di Mexico dan sleep apneu. Perubahan lain yang juga terjadi
dapat memfasilitasi infeksi M.Tb dan Texas (2007) serta Dobler, dkk. di Australia yaitu penurunan elastisitas rekoil paru,
menimbulkan penyakit TB paru. Penderita (2012), menunjukkan angka kejadian TB penurunan kapasitas difusi karbonmonok-
DM memiliki risiko 2 hingga 3 kali lebih paru disertai DM lebih banyak ditemukan sida, dan peningkatan endogen produksi
tinggi untuk mengidap penyakit TB paru di- pada penderita dengan usia lebih dari 40 karbondioksida.17 Tabel 3 adalah beberapa
bandingkan penderita tanpa DM. tahun. Jenis kelamin tidak berkaitan dengan pengaruh DM terhadap imunitas tubuh
insidens TB paru-DM. dan fungsi pulmonal yang menyebabkan
EPIDEMIOLOGI terjadinya rentan infeksi.
Delapan dari sepuluh negara dengan insidens Alisjahbana, dkk. menyatakan bahwa lebih
tertinggi DM di dunia juga diklasifikasikan dari 10% penderita TB paru di dunia adalah Sel-sel efektor yang sering berkontribusi
sebagai negara dengan beban TB paru tinggi penduduk Indonesia. Penelitiannya di terhadap infeksi M. tuberculosis adalah
(WHO). Prevalensi DM tertinggi yaitu di regio Indonesia pada tahun 2001-2005, melapor- fagosit, yaitu makrofag alveolar, perkursor
utara dengan persentase 27,9%, diikuti oleh kan 40% penderita TB paru memiliki riwayat monosit, dan limfosit sel-T. Makrofag alveolar,
regio timur dengan persentase 24,7%, regio DM. Pada penderita DM, ditemukan 60 berkolaborasi dengan limfosit sel-T, berperan
sentral yaitu sebesar 23,7%, dan regio selatan
dengan prevalensi terendah yaitu 18,2%.6 Tabel 3. Defek imunologi dan fungsi fisiologi pulmonal pada penderita diabetes melitus2

Kelainan Imunologi Disfungsi Fisiologi Pulmonal


Prevalensi TB paru meningkat seiring dengan
Kelainan kemotaksis, adhesi, fagositosis, dan fungsi Reaktivitas bronkial berkurang/menghilang
peningkatan prevalensi DM. Studi Dobler, dkk. mikrobisidal polimorfonuklear
di Australia (2012) (tabel 1) dan Leung, dkk.
Penurunan monosit perifer dengan gangguan fagositosis Elastisitas rekoil dan volume paru menurun
di Hong Kong (2008) menemukan penderita
Kapasitas difusi berkurang
DM dengan kadar HbA1c >7% lebih banyak
Penyumbatan saluran napas oleh mukus
menderita TB paru. Simpulan penelitian ter-
Penurunan respons ventilasi terhadap hipoksemia
sebut bahwa kondisi hiperglikemia, bahkan

CDK-229/ vol. 42 no. 6, th. 2015 413


CONTINUING MEDICAL EDUCATION

Tabel 4. Karakteristik pasien TB paru dengan DM dan tanpa DM20 hasilnya menunjukkan bahwa tanda dan
Patients with TB Patients with TB gejala tidak berbeda pada penderita TB paru
who had DM (n=94) who did not have DM (n=540) saja dan tidak ada gejala tersembunyi yang
Characteristic membahayakan.5 Wang, dkk. di Taiwan (2009)
Male sex 55.3 51.9 menyatakan bahwa pasien TB dengan DM
Age, median years (IQR)a 45.0 (39.8–52.0) 27.0 (22.0–35.0) menunjukkan frekuensi lebih tinggi dalam
History of TB contact 44.7 52.4
hal gejala demam dan hemoptisis, sputum
Previous treatment for TB 6.4 4.8
basil tahan asam (BTA) positif, lesi konsolidasi,
Signs and symptoms
kavitas, dan keterlibatan lapangan paru
Duration, median weeks (IQR) 8 (4–12) 8 (4–16)
Cough 98.9 97.8
bawah.15
Hemopthysis 42.6 40.7
Dyspnea 69.1 63.7 Penelitian Alisjahbana, dkk. (2007) di
Fever 80.9 73.9 Indonesia menemukan beberapa perbe-
Night sweats 79.8 70.2 daan manifestasi klinis. Gejala klinis ditemu-
Weight lossa 96.8 80.4 kan lebih banyak pada pasien TB paru yang
Symptom score >4 63.8 48.5 juga menderita DM dan berdasarkan indeks
Median BMI (IQR)a 21.2 (18.9–22.8) 17.5 (16.0–19.1)
Karnofsky, keadaan umumnya juga lebih
Karnofsky score ≤80%b 45.7 29.4
buruk (tabel 4). Dikatakan hasilnya tidak ter-
BCG scar present 43.6 42.6
lalu signifikan karena perbedaannya kecil.20
Severity of chest radiograph findings
Advancedc 52.6 50.9
Cavity presentd 40.0 52.4 Penelitian lain di Malaysia, Saudi Arabia,
Sputum microscopic examination result dan Turki, tidak menemukan perbedaan
Positive 29.8 38.9 signifikan dalam hal gejala, akan tetapi
Sputum culture resulte sebuah studi besar di Mexico melaporkan
Negative and/or contamination 13.1 7.0 gambaran klinis yang lebih buruk pada
Positive for Mycobacterium tuberculosis 86.9 93.0 pasien TB yang menderita DM, yaitu dalam
Drug-susceptibility test result,1 no. (%) of patients
hal demam, hemoptisis, dan keadaan
INH resistant 5 (8.9) 42 (15.4)
umumnya.9
RIF resistant 1 (1.8) 18 (6.6)
MDR 1 (1.8) 13 (4.8)
Laboratory test result
Tuberkulosis yang aktif juga dapat mem-
Hemoglobin level, median mg/dL (IQR) 13.1 (11.6–13.8) 11.9 (10.6–13.1) perburuk kadar gula darah dan meningkat-
Leukocyte count, median leukocytes x 103/mL (IQR) 8.7 (10.0–13.5) 10.8 (8.7–13.1) kan risiko sepsis pada penderita diabetes.
Blood sedimentation rate, median mm/h (IQR) 93 (66–110) 82 (55–108) Demam, kuman TB paru aktif, dan malnutrisi
C-reactive protein level, median mg/dL (IQR) 49 (27–84) 56 (26–86) menstimulasi hormon stres seperti
FBG concentration, median mg/dL (IQR) 215 (154–290) 81 (72–90) epinefrin, glukagon, kortisol, dan hormon
Note. Date are precentage of patients, unless otherwise indicated. BCG, bacille Calmette-Guerin; BMI, body mass index pertumbuhan, yang secara sinergis bekerja
(calculated as the weight in kilograms devided by the square of height in meters); meningkatkan kadar gula dalam darah hingga
lebih dari 200 mg/dL. Kadar IL-1 dan TNF
penting dalam mengeliminasi infeksi tidak terkontrol dibandingkan pada pasien plasma juga meningkat dan menstimulasi
tuberkulosis. Pada penderita diabetes melitus, TB paru dengan DM terkontrol. Produksi hormon anti-insulin, sehingga memperburuk
diketahui terjadi gangguan kemotaksis, IFN-γ ini akan kembali normal dalam 6 keadaan infeksinya.2
fagositosis, dan antigen presenting oleh fagosit bulan, baik pada pasien TB paru saja maupun
terhadap bakteri M. tuberculosis; kemotaksis pasien TB paru dengan DM terkontrol, tetapi Diagnosis
monosit tidak terjadi pada penderita DM. akan terus menurun pada pasien TB paru Diagnosis TB paru melalui anamnesis,
Defek ini tidak dapat diatasi dengan terapi dengan DM tidak terkontrol. Selain itu, terjadi pemeriksaan fisik (suara napas bronkial,
insulin.19 perubahan vaskuler pulmonal dan tekanan melemah, ronki basah, dan retraksi inter-
oksigen alveolar yang memperberat kondisi kostal atau diafragma), dan pemeriksaan
Beberapa penelitian menunjukkan makrofag pasien.2,14,18 penunjang berupa pemeriksaan bakteriologi
alveolar pada penderita TB paru dengan dan radiologi. Diagnosis utama ditegakkan
komplikasi DM menjadi kurang teraktivasi. Manifestasi Klinis dengan ditemukannya kuman TB (BTA)
Penurunan kadar respons Th-1, produksi Telah banyak dilakukan penelitian untuk melalui pemeriksaan penunjang.1
TNF-α, IFN-γ, serta produksi IL-1 β dan IL-6 melihat perbedaan manifestasi klinis
juga ditemukan pada penderita TB paru penderita TB paru dengan DM dan pen- Pemeriksaan bakteriologi penting untuk
disertai DM dibandingkan pada penderita TB derita TB paru saja. Pada tahun 1934 telah menemukan M.Tb. Pada semua pasien yang
tanpa DM. Penurunan produksi IFN-γ lebih dilakukan penelitian terhadap 234 kasus dicurigai TB paru diperiksa 3 spesimen dahak
signifikan pada pasien TB paru dengan DM TB paru pada penderita DM di Boston, dalam 2 hari, yaitu sewaktu-pagi-sewaktu

414 CDK-229/ vol. 42 no. 6, th. 2015


CONTINUING MEDICAL EDUCATION

terutama karena ada beberapa hal penting


yang harus diperhatikan, yaitu interaksi
antar obat TB paru dengan obat DM dan
efek samping obat. Hingga saat ini, belum
ada rekomendasi kuat berdasarkan evidence
mengenai tatalaksana pengobatan TB paru
pada penderita DM maupun sebaliknya.
International Union Against Tuberculosis and
Lung Disease (IUATLD) dan WHO memberikan
rekomendasi terapi TB paru pada penderita
DM menggunakan regimen yang sama
sesuai standar.17 Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia (PDPI) menyarankan pemberian
OAT dan lama pengobatan pada prinsipnya
sama dengan TB paru tanpa DM, dengan
syarat gula darah harus terkontrol. Apabila
gula darah tidak terkontrol, pengobatan
perlu dilanjutkan hingga 9 bulan. Tahun
2011, American Diabetes Association (ADA)
merekomendasikan target HbA1c kurang dari
INFECTIONS
7% atau setara dengan gula darah sewaktu
Gambar 3. Patofisiologi dari infeksi yang berkaitan dengan DM18 sebesar 130 mg/dL.12

(SPS).1 Hasil diagnosis positif membutuhkan Patel, dkk. di India (2011) melaporkan bahwa Dosis harian rifampisin adalah 8-12 mg/
paling sedikit 5000 batang kuman per pada 10 dari 50 foto radiologik penderita TB kgBB/hari, maksimal 600 mg. Efek samping
mL sputum.16 Selain sputum, bahan dapat dengan DM didapatkan gambaran kavitas rifampisin yang sering yaitu hepatitis imbas
diambil dari cairan pleura, jaringan kelenjar lebih dari 2 cm, terutama jika paru bagian obat (HIO) termasuk mual dan muntah, serta
getah bening, cairan serebrospinal. Pasien bawah terlibat (80%).18 Gambaran radiologi warna kemerahan pada urin, keringat, dan
TB paru disertai DM memiliki jumlah basil atipikal TB paru disebabkan karena penderita air mata. Obat DM golongan sulfonilurea
yang lebih tinggi dalam sputumnya.21 DM memiliki gangguan imunitas seluler dan dan thiazolidinedion (TZD) dimetabolisme
Pada penelitian Alisjahbana, dkk. dari 373 disfungsi sel leukosit polimorfonuklear (PMN). di hati oleh enzim sitokrom P450 dan enzim
pasien TB yang menderita DM, 328 pasien Penelitian oleh Pérez-Guzmán, dkk. di Mexico ini diinduksi kuat oleh rifampisin, sehingga
(87,9%) menunjukkan kultur M.TB positif. (2001) menunjukkan kelompok TB paru-DM kadar obat antidiabetik tersebut jika di-
Hasil penelitiannya juga menunjukkan pe- memiliki jumlah total leukosit lebih rendah berikan bersamaan dengan rifampisin akan
ningkatan BTA +++ dengan odd ratio (OR) dibandingkan kelompok TB paru saja, yaitu mengalami penurunan (sulfonilurea 22%-30%,
1,71 pada penderita TB paru dengan DM.11 8836,7 ± 219,5 vs 10013,1 ± 345,2 sel/mm3. TZD 54%-64%).26 Metformin tidak dipengaruhi
Pemeriksaan sputum mikroskopis lebih Penurunan jumlah dan aktivitas bakterisidal, oleh rifampisin. Kadar plasma obat rifampisin
sering menunjukkan hasil kultur positif M.TB kemotaktik dan fagositik, diduga menjadi pada pasien TB paru dengan DM hanya 50%
sampai 2 bulan setelah mulai pengobatan faktor utama yang berperan terhadap dari kadar rifampisin pasien TB paru tanpa DM.
anti-TB,6 bahkan bisa sampai 6 bulan setelah timbulnya lesi dan kavitas di lapangan paru Konsentrasi plasma maksimal rifampisin di
mulai pengobatan (22,2%).11 bawah. Diperlukan penelitian lebih lanjut atas target (8 mg/L) hanya ditemukan pada
untuk mengklarifikasi peran leukosit dan 6% pasien, sedangkan pada yang bukan DM
Secara radiologis, TB paru pada penderita “penuaan dini” paru akibat DM.24 ditemukan 47%.20 Hal ini dapat menjelaskan
DM sering menunjukkan gambaran dan mengapa respons pengobatan pasien TB
distribusi radiografi yang atipikal; pada Tatalaksana paru dengan DM lebih rendah dibanding-
penderita TB tanpa DM kavitas atau Prinsip pengobatan obat anti-tuberkulosis kan dengan pasien TB tanpa DM.
infiltrat banyak ditemukan pada lobus (OAT) terdiri dari dua fase, yaitu fase intensif
atas, sedangkan pada penderita TB paru selama 2 sampai 3 bulan dan fase lanjutan Isoniazid (INH) merupakan penghambat
disertai DM, lapangan paru bawah lebih selama 4 sampai 6 bulan, terkadang sampai P450 sehingga dapat mengurangi efek
sering terlibat (29% pada kasus dengan 12 bulan karena jumlah M.Tb yang harus rifampisin, tetapi pemberian INH dan
DM, 4,5% pada kasus non-DM),2 diikuti lobus dieradikasi.25 Lini pertama pengobatan TB rifampisin secara bersamaan tetap akan
atas kemudian tengah.5,22,23 Keterlibatan paru paru menggunakan rifampisin, isoniazid, meningkatkan enzim hati. Dosis harian INH
bilateral sebesar 50%, 33% berkaitan efusi pirazinamid, etambutol, dan streptomisin.15 adalah 4-6 mg/kgBB/hari, maksimal 300 mg.
pleura, dan 30% terdapat kavitas. Gambaran Tatalaksana pengobatan pada penderita Efek samping berupa gejala-gejala saraf tepi,
radiologi termasuk fibrosis, konsolidasi, opasitas TB paru yang memiliki DM sama dengan kesemutan, rasa terbakar di kaki, dan nyeri
homogenus dan heterogenus.6 Penelitian penderita TB paru saja, akan tetapi lebih sulit, otot. Pasien DM juga sering disertai dengan

CDK-229/ vol. 42 no. 6, th. 2015 415


CONTINUING MEDICAL EDUCATION

gejala neuropati, maka perlu diberi vitamin OAT selama fase intensif pengobatan TB defek eliminasi M.Tb. Defek fungsi sel-sel
B6 (piridoksin) 100 mg/hari untuk mencegah paru, tetapi mungkin berpengaruh pada imun dan mekanisme pertahanan pejamu
neuropati perifer akibat pemberian INH.1,15 rifampisin dalam fase lanjut. Hal ini didukung menyebabkan penderita DM lebih rentan
Dosis harian etambutol 15-20 mg/kgBB/hari. dengan kultur sputum yang masih positif terserang infeksi termasuk TB paru. Tidak
Pemberian etambutol pada penderita DM setelah pengobatan fase lanjut, tetapi tidak ada perbedaan manifestasi klinis yang
harus hati-hati karena efek sampingnya setelah fase intensif. 28 Hipotesis perbedaan signifikan pada penderita TB paru dengan
adalah penurunan tajam penglihatan, pengaruh DM terhadap farmakokinetik OAT DM dan tanpa DM; frekuensi demam dan
serta buta warna hijau dan merah, padahal selama pengobatan fase intensif dan fase hemoptisis lebih sering ditemukan pada
penderita DM sering mengalami retinopati. lanjut karena adanya perbedaan induksi penderita TB paru dengan DM. Penderita TB
Dosis harian pirazinamid 20-30 mg/kgBB/ rifampisin.28 baru dengan DM sering menunjukkan hasil
hari. Efek samping utamanya adalah kultur M.TB positif dengan jumlah basil lebih
hepatitis imbas obat; dapat terjadi nyeri Prognosis tinggi. Gambaran radiologis menunjukkan
sendi yang dapat ditanggulangi dengan Penderita TB paru dengan DM memiliki gambaran atipikal, yaitu kavitas dan in-
aspirin.1,15 Pirazinamid dan etambutol tidak risiko kematian lebih tinggi dibandingkan filtrat yang lebih banyak melibatkan lobus
mempengaruhi kadar obat antiglikemik penderita TB paru tanpa DM selama terapi inferior.
dalam darah.27 Dosis harian streptomisin 12- dan juga peningkatan risiko kekambuhan
18 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimal setelah pengobatan dan penularan yang Hingga saat ini belum ada rekomendasi
1000 mg. Efek samping utamanya adalah lebih besar.10,18 khusus pengobatan TB paru pada penderita
kerusakan nervus VII yang berkaitan dengan DM. Regimen yang sama sesuai standar
keseimbangan dan pendengaran. Keadaan Simpulan pengobatan TB paru tetap digunakan pada
dapat pulih kembali jika obat dihentikan.1,15 Peningkatan prevalensi DM diikuti dengan penderita TB paru disertai DM, tetapi akan
peningkatan prevalensi TB paru. Penderita lebih sulit dan bisa lebih lama hingga 12
Rifampisin dan INH diduga tidak berpengaruh DM mempunyai risiko 2 hingga 3 kali lebih bulan karena interaksi antara OAT (rifampisin)
terhadap insulin karena insulin didegradasi tinggi untuk mengidap penyakit TB paru dan obat antidiabetes (sulfonilurea dan
di hati melalui hidrolisis disulfida antara dibandingkan penderita tanpa DM dan TZD), efek samping obat, dan jumlah bakteri
rantai A dan rantai B oleh insulin degrading banyak ditemukan pada usia lebih dari 40 lebih banyak. Insulin dapat digunakan
enzyme (IDE).17 Setelah selesai pengobatan tahun. Diabetes melitus mempengaruhi untuk mengontrol kadar gula darah karena
TB paru, dapat dilanjutkan kembali dengan kemotaksis, fagositosis, dan antigen pre- tidak terdapat interaksi dengan OAT. Hal
obat anti-diabetes oral. senting oleh fagosit. Kurang teraktivasinya terpenting dan utama dalam keberhasilan
makrofag alveolar penderita TB paru dengan pengobatan TB paru pada penderita DM
Dua studi di Indonesia menunjukkan bahwa DM mengurangi interaksi antara imfosit adalah kontrol gula darah yang baik dan
DM tidak mempengaruhi farmakokinetik sel-T dengan makrofag, sehingga terjadi keteraturan minum OAT.

DAFTAR PUSTAKA
1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). Tuberkulosis: Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Indah Offset Citra Grafika; 2011.
2. Guptan A, Shah A. Tuberculosis and diabetes: An appraisal. Ind. J. Tub. 2000;47(3):2-7.
3. International Diabetes Federation. Diabetes and tuberculosis [Internet]. 2013 [cited 2013 June 02]. Available from: http://www.idf.org/diabetesatlas/5e/diabetes-and-tuberculosis.
4. World Health Organization. Global tuberculosis control: 2010. Geneva: World Health Organization; 2010.
5. Dooley KE, Chaisson RE. Tuberculosis and diabetes mellitus: Convergence of two epidemics. Lancet Infect Dis. 2009;9(12):737-46.
6. Bukhary ZA. Rediscovering the association between tuberculosis and diabetes mellitus: A perspective. J T U Med Sc. 2008;3(1):1-6.
7. World Health Organization. Global tuberculosis report: 2012. France: World Health Organization; 2012.
8. Leung CC, Lam TH, Chan WM, Yew WW, Ho KS, Leong GM, et al. Diabetic control and risk of tuberculosis: A cohort study. Am J Epidemiol. 2008;167:1486-94.
9. Restrepo BI, Fisher-Hoch SP, Crespo JG, Whitney E, Perez A, Smith B, et al. Type 2 diabetes and tuberculosis in a dynamic bi-national border population. Epidemiol Infect. 2007;135:483-
91.
10. Dobler CC, Flack JR, Marks GB. Risk of tuberculosis among people with diabetes mellitus: An Australian nationwide cohort study. BMJ Open 2012;2:1-8.
11. Alisjahbana B, Crevel RV, Sahiratmadja E, den Heijer M, Maya A, Istriana E, et al. Diabetes Mellitus is strongly associated with tuberculosis in Indonesia. Int J Tuberc Lung Dis. 2006;10(6):696-
700.
12. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di Indonesia. Jakarta: PB PERKENI; 2011.
13. Niazi AK, Kalra S. Diabetes and tuberculosis: A review of the role of optimal glycemic control. J Diab & Metabolic Disord. 2012;11:28.
14. Rammamurti T. Pathology of mycobacterial infection in diabetes. Int J Diab Dev Countries 1999;19:56-60.
15. Cahyadi A, Venty. Tuberkulosis paru pada pasien diabetes melitus. J Indon Med Assoc. 2011;61(4):173-8.
16. Nasution EJS. Profil penderita tuberkulosis paru dengan diabetes melitus dihubungkan dengan kadar gula darah puasa. 2007.
17. Wulandari DR, Sugiri YJ. Diabetes melitus dan permasalahannya pada infeksi tuberkulosis. J Respir Indon. 2013;33(2):126-34.
18. Casqueiro J, Casqueiro J, Alves C. Infections in patients with diabetes mellitus: A review of pathogenesis. Indian J Endocrinol Metab. 2012;16(1):S27-S36.
19. Broxmeyer L. Diabetes mellitus, tuberculosis and the mycobacteria: Two millennia of enigma. J Mehy. 2005;2-6.
20. Alisjahbana B, Sahiratmadja E, Nelwan EJ, Purwa AM, Ahmad Y, Ottenhoff TH, et al. The effect of type 2 diabetes mellitus on the presentation and treatment response of pulmonary

416 CDK-229/ vol. 42 no. 6, th. 2015


CONTINUING MEDICAL EDUCATION

tuberculosis. J Clin Infect Dis. 2007;45:428-35.


21. Jabbar A, Hussain SF, Khan AA. Clinical characteristics of pulmonary tuberculosis in adult Pakistani patients with co-existing diabetes mellitus. Eastern Mediterranean Health J.
2006;12(5):522-7.
22. Ljubic S, Balachandran A, Paulic-Renar I, Barada A, Metelko Z. Pulmonary infections in diabetes mellitus. Diabetologia Croatica 2004; 33(4):115-22.
23. Morris JT, Seaworth BJ, McAllister CK. Pulmonary tuberculosis in diabetics. Chest 1992;102:539-41.
24. Pérez-Guzman C, Torres-Cruz A, Villarreal-Velarde H, Salazar-Lezama MA, Vargas MH. Atypical radiological images of pulmonary tuberculosis in 192 diabetic patients: A comparative study.
Int J Tuberc Lung Dis. 2001;5(5):455-61.
25. Sulaiman SAS, Zain FAM, Majid SA, Munyin N, Tajuddin NM, Khairuddin Z, et al. Tuberculosis among Diabetic Patient. Webmed Central Infectious Disease 2011;2(12):2-13.
26. Bujnoch K, Tabbor R, Petrossian R, Seaworth B. Rifamycins and anti-diabetic agents: Drug-drug interactions [Internet]. 2012 [cited 2013 June 03]. Available from: http://www.heartlandntbc.
org/products/Rifamycins%20and%20AntiDiabetic%20Agents_2012.pdf
27. Ruslami R, Aarnoutse RE, Alisjahbana B, van der Ven AJAM, van Crevel. Implications of the global increase of diabetes for tuberculosis control and patient care. Trop Med Int Health
2010;15(11):1289-99.
28. Nijland HMJ, Ruslami R, Adhiarta GN, Kariadi SHKS, Alisjahbana B, Aarnoutse RE, et al. Pharmacokinetics of antituberculosis drugs in pulmonary tuberculosis patients with type 2 diabetes.
Antimicrobial Agents and Chemotherapy 2010;54(3):1068-74.

CDK-229/ vol. 42 no. 6, th. 2015 417

Anda mungkin juga menyukai