Anda di halaman 1dari 2

Nama :Jihan febriana ajie putri

Nim : 18021105009

Pelanggaran RTRW

Salah satu kasus pelanggaran RTRW yang terjadi dapat kita cermati di Provinsi
Riau yang melibatkan Gubernur Riau Aanas Maamun. Aanas diduga menerima
suap dari pihak pengusaha hutan tanaman industri agar segera mensahkan
rancangan RTRW provinsi Riau yang didalam nya  terdapat rencana alih fungsi
lahan kawasan hutan seluas 1,6 juta Ha menjadi kawasan non hutan  dan 
kawasan   hutan yang dapat di konversi.

Dijelaskan  sebelumnya   bahwa   RTWRW   Provinsi   Riau   sudah   10   tahun  


lebih terbengkalai dan tidak bisa di sahkan karena terkait pengalihan fungsi
kawasan hutan hal ini dikarenakan draft RTRW provinsi Riau tidak mendapatkan
rekomendasi dari Kementrian Kehutanan dengan alasan draft RTRW provinsi
Riau melanggar batas kawasan hutan yang telah ditetapkan dalam peta TGHK
(tata guna hutan kesepakatan). Pemerintah Provinsi Riau dalam draft RTRW
meminta agar perijinan yang melanggar peta TGHK agar di putihkanakan tetapi
Kementrian Kehutanan berkeras bahwa pengalih fungsian kawasan hutan tidak.

Aspek etika dan moral mutlak   diperlukan   dan   wajib   di   pahami   oleh  
setiap   stakeholder   baik   dalam   proses penyusunan tata ruang,
permasalahan pelaksanaan tata ruang dan penertiban tata ruang muncul
gambaran bahwa dilema RTRW yang terjadi di Provinsi Riau secara tidak
langsung juga diakibatkan oleh beberapa pihak “perencana” antara lain:
Instansi tingkat daerah (Dinas Kehutanan Provinsi/Kabupaten)

– Instansi Pusat (Kementrian Kehutanan)

– Kepala Daerah (Gubernur/Bupati)

– Komisi Amdal

– Konsultan Penataan Ruang dan AMDAL

– Perusahaan Perkebunan, HTI, HPH.

Yang   kesemuanya   turut   terlibat   dalam   pemberian   ijin,   rekomendasi  


dan pertimbangan   teknis   yang   tidak   mempertimbangkan   Rencana   Tata  
Ruang,   dan   TGHK sebagai acuan pembangunan daerah

REVIEW
Kasus diatas hanya merupakan salah satu pelanggaran etika perencana yang
dilakukan oleh banyak pihak pemangku kepentingan terkait penyusunan tata
ruang. Potensi pelanggaran  lainnya sangat mungkin terjadi bukan hanya pada
proses penyusunan RTRW tetapi juga pada proses pelaksanaan dan penertiban
tata ruang. Upaya peningkatan etikamutlak di  perlukan,  bukan hanya  untuk
para  tenaga perencana tetapi  juga  untuk para “perencana” dalam  artian
luas.Penulis mencoba  menyampaikan beberapa  usaha yang dapat dilakukan
dalam upaya peningkatan etika yaitu :

 Peningkatan Etika Perencana terkait Tanggung Jawab kepada


publik melalui perencanaan partisipatif:
Perencanaan yang bersifat terpusat seperti yang  terjadi pada masa lalu
menempatkan peran perencana hanya sebagai ilmuwan terapan  sehingga
tugasnya dijalankan dengan mengandalkan pengetahuan dan teknik analisis
rasional ilmiah yang dimiliki,serta hanya melibatkan   pihak   lain   yang  
bersifat   sangat   terbatas   dan cenderung   mengabaikan masyarakat.  Melalui 
perencanaan  partisipatif  perencana   dintutut  berperan  juga  sebagai
komunikator yang harus memilik kemampuan berkomunikasi dengan baik 
dengan elemen masyarakat yang memiliki  kepentingan. Komunikasi yang
dibangun  dengan masyarakat harus memenuhi norma-norma:

1. comprehensive (dapat dipahami),


2. sincerely (dilakukandengan itikad penuh dan bersungguh-sungguh),
3. legitimate (dilakukan secara sah danterbuka),
4. true (penyampaian kebenaran).
Diharapkan dengan penerapan perencanaanpartisipatif yang baik akan terbina
proses perencanaan melalui komunikasi didasarkan padasifat saling memahami,
percaya dan kerjasama yang baik, dan dihasilkan perencanaanyang disepakati
dan didukung semua pihak.

uu no 26 2007 pasal 33

Dalam pemanfaatan ruang pada ruang yang berfungsi lindung, diberikan


prioritas pertama bagi Pemerintah dan pemerintah daerah untuk menerima
pengalihan hak atas tanah dari pemegang hak atas tanah jika yang
bersangkutan akan melepaskan haknya.

Pasal 11 Kawasan Hutan berdasarkan TGHK secara parsial telah diubah fungsi
dengan Keputusan Menteri dan telah dibebani izin penggunaan kawasan hutan
atau izin pemanfaatan hutan, namun dalam penunjukan kawasan hutan (dan
perairan) provinsi berdasarkan hasil paduserasi TGHK dan RTRWP ditunjuk
sebagai kawasan hutan dengan fungsi yang berbeda dengan hasil perubahan
fungsi parsial, maka fungsi kawasan hutan tersebut adalah sesuai dengan hasil
perubahan fungsi parsial.

Anda mungkin juga menyukai