Dosen Pengampu :
Pindo Witoko, S.Pi., M.P
Disusun Oleh :
Jeply Nurhidayah
18742027
1.2 Tujuan
Persyaratan minimum kualitas lahan meliputi beberapa aspek seperti jenis tanah,
kandungan bahan organik, pH tanah. Aspek tersebut harus diperhatikan dalam
pemilihan lokasi tambak karena memiliki dampak yang tidak baik jika memilih lahan
yang kualitasnya tidak sesuai. tambak udang/ikan yang baik proporsi pasir dan
lempungnya adalah 30-40% (pasir) dan 70-60% (lempung) (Direktorat Pembudidayaan,
2003). Komposisi tanah yang baik bagi tambak akan mempengaruhi kualitas tambak
tersebut seperti daya resap air ketanah yang rendah, minimnya terjadi longsor karena
kualitas tanah yang baik.
Boyd et.al, (2002) yang menyatakan bahwa 414 Samsul Bahri, Indra & Muyassir.
Kualitas Lahan Tambak dan Sosial Ekonomi Pada Budidaya Udang dan Ikan di
kandungan bahan organik yang sangat baik dan mendukung pertumbuhan
mikroorganisme bila ada pada kisaran 1,5-2,5 %. Jika bahan organik melebihi atau
kurang dari angka tersebut dapat merugikan pertumbuhan mikroorganisme. Perlakuan
yang dapat dilakukan untuk tambak yang kandungan bahan organiknya kurang dari 1.5
% adalah dengan cara pemberin pupuk kandang sebanyak 2 ton/ha. Sedangkan untuk
tambak yang mempunyai kandungan bahan organik lebih dari 2.5 %, maka dapat
dilakukan pembuangan endapan bahan organik terutama yang berwarna gelap atau
hitam yang menumpuk di lapisan dasar tambak.
Nilai pH tanah akan berpengaruh pada kesuburan perairan karena kelarutan unsur
hara dalam air ditentukan oleh derajat keasaman tanah dan air. Tanah yang asam akan
mempengaruhi pH air, dengan demikian perlu upaya menetralisasi. Tanah tambak bisa
memiliki pH kurang dari 4 atau lebih dari 9, namun pH tanah yang ideal untuk tambak
adalah pH 6-8. Angka ini merupakan kondisi pH yang optimal bagi keberadaan phosfor
di dalam tanah, serta sangat cocok untuk berbagai mikroorganisme dekomposer seperti
bakteri (Boyd et.al, 2002). Adapun upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi kondisi
asam di dalam tanah tambak tersebut yaitu dengan cara melakukan pengapuran pada
dasar tanah. Perlukuan pemberian kapur untuk meningkatkan pH tanah, selanjutnya
dijelaskan pada Tabel 1.
Tabel 1. Perlakuan penambahan kapur berdasarkan nilai pH tanah dan alkalinitas
Topografi adalah suatu studi yang mempelajari hal mengenai bentuk permukaan
tanah. Lokasi lahan tambak harus memiliki wilayah yang memiliki relief cenderung
datar. Topografi yang terlalu tinggi maupun rendah, keduanya akan menyebabkan
kesulitan dalam pengelolaan air. Jika tempat itu terlalu rendah tidak dapat diairi dengan
cukup sesuai kebutuhan, sedangkan kalau terlalu rendah tidak dapat dikeringkan dengan
seksama (Hardjowigeno 2017:154). Chanratchakool et al. (1995) menyarankan lahan
yang baik untuk budidaya tambak adalah relatif datar. Ketinggian seluruh tempat itu
tidak boleh melebihi tinggi permukaan air pasang tertinggi (misalnya tempat yang
letaknya terlalu jauh ke pedalaman), dan juga tidak boleh kurang (lebih rendah)
daripada tinggi permukaan air surut terendah, (Soesono 1983:44). Berdasarkan
pemaparan yang telah disampaikan, bentuk topografi yang sesuai untuk dijadikan lahan
tambak adalah wilayah dengan bentuk relief cenderung datar, karena berpengaruh
terhadap pasokan air ke dalam tambak. Bentuk topografi yang datar memudahkan dalam
memasukkan sekaligus mengeluarkan air dari tambak dengan pasang surut nya air laut.
2.3 Elevasi Tanah
Elevasi (ketinggian tempat) calon lokasi tambak, terhadap permukaan air laut
dicari yang masih berada di daerah pasang-surut. Ketinggian seluruh tempat itu tidak
boleh melebihi tinggi permukaan air pasang tertinggi (misalnya tempat yang letaknya
terlalu jauh ke pedalaman), dan juga tidak boleh kurang (lebih rendah) daripada tinggi
permukaan air surut terendah, (Soesono 1983:44). Elevasi tanah berhubungan dengan
kemampuan irigasi untuk mencapai suatu tempat, karena jika semakin tinggi elevasi
maka akan semakin sulit untuk dijangkau oleh pasang surut. Semakin landai lahan
lokasi akan semakin banyak lahan untuk pembuatan tambak.
Gambar 2. Peta elevasi dasar tambak dengan referensi MSL-lokal (A = 2-D view dan B
= 3-D view
Gambar 2 menunjukkan karakteristik elevasi dasar tambak budidaya (dasar atau
pelataran caren) dengan referensi MSL. Nilai negatif menunjukkan elevasi berada di
bawah muka laut rata-rata. Berdasarkan informasi spasial dari nilai elevasi tambak pada
Gambar 2 tersebut diketahui bahwa 78% dari seluruh petakan tambak memiliki elevasi
dasar lebih rendah jika dibandingkan elevasi ideal tambak tradisional (ekstensif) dan
semi-intensif. Untuk elevasi tambak tradisional plus dan semi-intensif ketinggian dasar
tambak sebaiknya terletak di antara rataan pasang tinggi (MHHW) dan rataan pasang
rendah (MLLW) atau dengan kata lain berada di sekitar ketinggian mean sea level
(MSL) (± 0,15 m dari MSL) (Poernomo, 1992). Ketinggian dasar tambak tersebut
disarankan berdasarkan kedalaman air yang dikehendaki dan pertimbangan ekonomis
konstruksi. Namun demikian kondisi elevasi dasar yang lebih rendah pada tambak
silvofishery masih dapat dipahami, antara lain dengan pertimbangan susahnya
pemasukan air lewat saluran laut untuk mendapatkan volume yang sesuai dengan
kebutuhan. Ketersediaan dan pergantian air meskipun dalam volume kecil juga
dimaksudkan untuk menjaga pertumbuhan dan kelangsungan mangrove dalam petakan
yang pada habitat alaminya menyesuaikan diri dengan siklus pasut. Dengan
karakteristik demikian sebagian besar petakan tambak tersebut jarang dikeringkan
secara sempurna sebagaimana yang umumnya dilakukan pada pengelolaan tambak
ekstensif. Input nutrien diharapkan utamanya berasal dari pergantian air lewat saluran
dan nutrien yang dari pelataran yang ditumbuhi mangrove, dan bukan dari hasil
pengelolaan tanah dasar.
1. Pasang-surut tipe harian tunggal (diurnal type) yaitu jika dalam 24 jam terjadi 1 kali
pasang dan 1 kali surut.
2. Pasang-surut tipe tengah harian/ harian ganda (semi diurnal type) yaitu jika dalam 24
jam terdapat 2 kali pasang dan 2 kali surut.
3. Pasang-surut tipe campuran (mixed tides): yaitu jika dalam 24 jam terdapat bentuk
campuran yang condong ke tipe harian tunggal atau condong ke tipe harian ganda.
Kondisi tambak yang dibuat bekas lahan mangrove cenderung rata dan rendah.
Sehingga dengan pengaruh gravitasi masih dapat mengalami pasang surut air laut
(Ratnawati dan Asaad 2012).
Kesuburan tambak umumnya ditentukan oleh kandungan liat sampai pada kadar
50 persen (Hanafi dan Badayos, 1989). Hasil pengukuran terhadap tekstur tanah pada
setiap lokasi penelitian menunjukkan bahwa di Muara Badak dan Samboja mempunyai
jenis tanah dengan kandungan pasir lebih besar dibandingkan kandungan liat dan debu.
Sebaliknya di Muara Jawa dan Muara Pantuan mempunyai kandungan liat dan debu
lebih besar dari kandungan pasir. Kondisi ini menunjukkan bahwa pada tambak di
Muara Badak dan Samboja mempunyai kesuburan tanah tambak lebih rendah
dibandingkan dengan tambak di Muara Jawa dan Muara Pantuan. Jenis tanah yang baik
untuk usaha pertambakan adalah lempung berpasir (clay loam) liat berpasir (sandy
clay), liat berlumpur (silty clay) dan liat (clay). Jenis tanah lempung berpasir sangat
sesuai untuk pertumbuhan makanan alami, sedangkan jenis tanah pasir dan pasir
berlumpur bersifat sangat porous, sehingga tidak dapat menahan air serta miskin hara.
Kandungan %
Jenis tanah Pertumbuhan Klekap
Liat Pasir Lumpur
Liat ( clay ) 50 28 22 Sangat lebat
Liat Berlumpur ( silky loam
) 42 14 33 lebat
Lempung Liat Berpasir 22 63 14 sedikit
Lempung Berpasir 11 79 10 sangat sedikit
Jenis air yang ada di sekitar pesisir pantai adalah air payau yang merupakan
campuran air sungai (tawar) dengan air laut (asin), air payau juga yang nantinya akan
mengisi lahan tambak sebagai tempat berkembangnya ikan ataupun udang. Air payau
baik sebagai penyangga perubahan pH, sehingga sangat jarang pH turun menjadi 6,5
atau naik menjadi > 9 (Hardjowigeno (2017:151).
Suhu air berkaitan erat dengan konsentrasi oksigen terlarut dalam air dan laju
konsumsi oksigen hewan air. Suhu air berbanding terbalik dengan konsentrasi oksigen
terlarut, tetapi berbanding lurus dengan laju konsumsi oksigen hewan air dan laju reaksi
dalam air. Suhu yang baik untuk ikan atau udang adalah 27 – 31oC, meskipun sampai
suhu 35oC masih dapat tumbuh dan hidup normal. Pada suhu antara 18 – 27oC nafsu
makan udang mulai turun dan pada suhu antara < 120C udang mulai mati
(Hardjowigeno, 2017:150).
Air laut digunakan untuk mengisi pasokan air tambak selain air sungai. Air laut
juga berfungsi mengatur salinitas atau kadar garam yang mempengaruhi pertumbuhan
udang ataupun ikan. Jarak lokasi tambak dari pantai yang masih sesuai adalah 300 –
4000 meter. Pada interval jarak ini, tambak masih terjangkau pasang surut sehingga
pengelola tambak akan mudah memperoleh air asin untuk menaikkan salinitas tambak.
Jarak yang kurang dari 300 meter tidak sesuai untuk dibangun tambak karena tempat
tersebut lebih sesuai digunakan untuk sempadan pantai sehingga pantai akan terlindung
dari abrasi (Syaugy, 2012:52). Garis sempadan sungai telah diatur dalam Peraturan
Presiden No.51 Tahun 2016 Pasal 1 ayat 2 yaitu minimal 100 (seratus) meter dari titik
pasang tertinggi ke arah darat. Berdasarkan kesesuaian jarak garis pantai untuk lahan
tambak, jarak yang paling baik adalah 300-500 meter karena pada jarak tersebut lahan
tambak masih bisa mendapatkan pasokan air saat laut sedang pasang. Selain itu juga
lahan 24 tambak berada di luar batas sempadan pantai sehingga lahan tambak tidak
mengganggu ekosistem yang ada di pantai.
6.7 Vegetasi
Salah satu faktor yang tidak dapat diabaikan dalam tambak wanamina yaitu jenis
mangrove yang ditanam. Setiap jenis mangrove memiliki fungsi yang berbeda dalam
ekosistem (Hossain dan Hoque, 2008), sehingga dampak yang ditimbulkan pada
penanaman dalam tambak wanamina pun akan berbeda. Diantara berbagai jenis
mangrove yang ada, mangrove jenis Avicennia marina dan Rhizophora mucronata
merupakan jenis-jenis vegetasi mangrove yang paling banyak digunakan (Mwaluma,
2002). Namun, pengaruh spesifik struktur vegetasi mangrove dalam penerapannya pada
tambak wanamina belum banyak diketahui. Mengingat pentingnya informasi tersebut,
maka penelitian mengenai pengaruh spesifik struktur komposisi jenis mangrove
terhadap kualitas lingkungan tambak perlu dilakukan. Populasi mangrove yang ditanam
pada tambak wanamina memiliki nilai penting dalam menentukan kapasitas daya
dukung lingkungannya (Barbier, 2000). Semakin tinggi populasi mangrove yang
ditanam, maka semakin tinggi pula daya dukung yang dimiliki. Namun, daya dukung
lingkungan dalam suatu ekosistem dapat disesuaikan dengan kebutuhan sumber daya
yang ada (Suprakto et al., 2014). Dalam tambak wanamina, daya dukung lingkungan
yang dibutuhkan hanya sebatas pada kebutuhan untuk mendukung kegiatan budidaya
yang dilakukan, dalam hal ini luas tambak yang ada (dimiliki). Hal ini dikarenakan
semakin tinggi populasi mangrove yang ditanam, maka semakin luas pula kolam
tambak yang digunakan untuk penanaman yang berarti luas kolam yang digunakan
untuk membudidayakan ikan semakin sempit yang berakibat pada rendahnya padat
tebar dan produktivitas tambak (Triyanto et al., 2012).
BAB III
KESIMPULAN