Anda di halaman 1dari 17

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan yang maha kuasa karena telah memberikan rahmat dan
karunianya. Sehingga saya dapat menyelesaikan CBR ini dengan baik, dalam mata kuliah
literasi bahasa Indonesia. Untuk itu saya mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya
kepada:

1. Bapak Dr. Syamsul Arif, M.Pd., ketua jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia.
2. Ibu Trisnawati Hutagalung, S.Pd.,M.Pd., sekretaris PBSI Bahasa dan Sastra
Indonesia.
3. Ibu Fitriani Lubis, S.Pd., M.Pd., ketua prodi Bahasa dan Sastra Indonesia.
4. Ibu Santa Murni A Situmorang,SE.,M.Pd. Dosen pengampu mata kuliah Literasi
Bahasa Indonesia
5. Bapak/ibu dosen jurusan bahasa dan sastra indonesia.
6. Teman-teman yang membantu kelompok kami baik langsung maupun tidak langsung.
7. Orang tua tercinta yang tidak bosan-bosannya memberikan dana kepada kami.

Saya menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan kelemahannya. Oleh
sebab itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini.
Saya berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca

Medan, 08 Maret 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................................1
B. Tujuan..................................................................................................................1
C. Manfaat................................................................................................................2
D.Identitas Buku......................................................................................................2
BAB II RINGKASAN ISI BUKU..................................................................................3
A. Ringkasan Buku Utama......................................................................................3
B. Ringkasan Buku Kedua.......................................................................................6
BAB III PEMBAHASAN...............................................................................................13
A. Kelebihan Buku...................................................................................................13
B. Kelemahan Buku.................................................................................................13
BAB IV PENUTUP........................................................................................................14
A. Simpulan.............................................................................................................14
B. Saran.....................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................15

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Literasi adalah proses membaca, menulis, berbicara, mendengarkan, melihat dan


berpendapat” (Kuder & Hasit, 2002). Namun secara umum definisi literasi adalah
kemampuan membaca dan menulis serta menggunakan bahasa lisan.

Kemampuan literasi pada pembelajaran sangatlah penting bagi siswa. Mullis (dalam
Hayat & Yusuf, 2010) mengungkapkan bahwa “anak-anak yang memperlihatkan kemampuan
membaca yang baik akan menunjukkan sikap yang lebih positif dibandingkan dengan anak-
anak yang memiliki masalah dalam kegiatan membacanya”. Dengan demikian bisa dilihat
bahwa kemampuan membaca dan menulis sangatlah penting untuk diajarkan kepada anak
usia dini atau usia sd agar pemahaman anak dapat meningkat.

Pembelajaran membaca dan menulis dapat dilakuakan pada kelas 1 dan 2 agar pada saat
anak masuk pada tingkat yang lebih tinggi anak tersebut tidak akan mengalami kesulitan
dalam pemahaman materi pembelajaran. Deded Koswara(2013: 19) memaparkan bahwa
“kemampuan membaca merupakan dasar untuk menguasai sejumlah pengetahuan atau bidang
studi yang harus dipelajari anak di sekolah”. Kesulitan membaca pada kelas awal akan
berdampak pada kesulitan belajar selanjutnya. Oleh karena itu kegiatan membaca dan
menulis di Indonesia harus di dukung agar kualitasnya semakin meningkat.

Data statistic UNESCO pada tahun 2016 menyebutkan indeks minat baca di Indonesia
baru mencapai 0,001. Artinya dari 1000 penduduk hanya satu warga yang tertarik untuk
membaca dan menurut indeks pembangunan pendidikan UNESCO ini, Indonesia berada di
nomor 69 dari 127 negara. PISA juga menempatkan Indonesia di nomor 57 dari 65 negara
yang diteliti dalam kemampuan membaca (rublika.co,.id). Dengan demikian dapat diketahui
bahwa minat baca di Indonesia masih sangat rendah. Masalah tersebut sangatlah penting dan
harus segera diperbaiki karena sudah sangat memprihatikan.

B. TUJUAN

1. Menuntut setiap mahasiswa untuk berfikir sistematis dan kritis:

2. Sebagai penyelesaian tugas dari mata kuliah Perencanaan Pembelajaran;

3.Mengulas isi sebuah buku

4. Mencari dan mengetahui informasi yang ada didalam buku

5. Melatih diri untuk berpikir kritis dalam mencari informasi yang ada di buku.

1
C. MANFAAT

1. Agar mengetahui konsep literasi dalam pendidikan


2. Agar mengetahui bagaimana gerakan literasi sekolah berkarakter
3. Agar mengetahui konsep media literasi sekolah
4. Agar mengetahui implementasi media literasi sekolah

D. IDENTITAS BUKU YANG DI RIVIEW


Buku utama

Judul buku : Media Literasi Sekolah


Nama pengarang : Farid Ahmadi M.Kom Ph.D, dkk
ISBN : 978-602-51368-1-8
Kota terbit : Semarang,Jawa Tengah
Penerbit/tahun terbit : CV. Pilar Nusantara/2018
Jumlah halaman : 400 halaman

Buku pembanding
Judul buku : Gerakan Literasi Media di Indonesia
Nama pengarang : Dyna Herlina Suwarto
ISBN : 978-602-18406-0-3
Kota terbit : Yogyakarta
Penerbit/tahun terbit : Rumah Sinema
Jumlah halaman : 104 halaman

2
BAB II

RINGKASAN ISI BUKU

A. RINGKASAN BUKU UTAMA

Bab I Konsep Literasi dalam Pendidikan

Literasi selama ini memang dimaknai hanya sekedar kemampuan "membaca" saja.
Bahkan,dari hasil penelitian baik dari UNESCO,ataupun Programme for International
Student Assessment (PISA),bahkan juga perpustakaan nasional republik Indonesia
(Perpusnas RI) menilai literasi hanya sekedar kemampuan membaca. Lebih tepatnya,literasi
di sini adalah membaca yang menjadi kunci dari aspek kemampuan bahasa yang lain.

Literasi sangat luas dan kompleks dan erat kaitan nya dengan banyak hal dan tidak
hanya sekadar Caturtunggal kemampuan bahasa. Dalam hal membaca saja,negara Indonesia
memang masih tertinggal jauh ketika didasarkan dari beberapa hasil penelitian terkini.

Survei PISA tahun 2012 secara rinci menyebutkan bahwa Indonesia menempati
urutan ke-64 dari 65 negara untuk kemampuan literasi siswa di bawah usia 15 tahun. Hasil ini
merupakan literasi sains terendah siswa Indonesia dalam PISA sejak tahun 2000. Atas dasar
itu,kemudian 0emerintah melalui institusi kementrian pendidikan dan kebudayaan
(Kemendikbud) menelurkan gagasan Gerakan Literasi Sekolah ( GLS) sesuai dengan
peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015. Salah satu kegiatan di
dalam gerakan tersebut adalah "kegiatan 15 menit membaca buku non-pelajaran sebelum
waktu belajar dimulai".

Konsep literasi yang diterapkan di sekolah harus lah menyesuaikan dengan konsep
awalnya dan juga harus menyeluruh dan tidak bisa hanya dipotong-potong seperti kue ulang
tahun. Sebab,literasi tidak bisa diterapkan hanya dalam jangka satu tahun,dua tahun,atau tiga
tahun,melainkan harus kontinu bahkan selamanya.

A. Konsep Dasar Literasi

Pemaknaan literasi harus kompleks,universal,dan tidak bisa parsial. Sebab,selama ini


literasi hanya dimaknai masyarakat sebagai kemampuan membaca saja. Apa benar? Padahal
kemampuan literasi sangat luas dan juga komprehensif. Bahkan,literasi itu sangat erat
kaitannya dengan ilmu pengetahuan di dunia ini.

Secara bahasa,literasi diambil dari bahasa inggris,yaitu kata literacy yang berarti
kemampuan untuk membaca dan juga menulis. Sementara akar kata lain yang senada dan
seirama,meliputi literal atau sesuai kenyataan,literaty atau mengenai sastra,literate atau bisa
membaca dan menulis,literati yaitu orang yang belajar sastra,dan literatur berarti buku-

3
buku,kesusastraan (Dermanto dan Wiyoto,2007:220). Definisi ini,secara sederhana
menyatakan inti literasi adalah "melek huruf".

B. Literasi dalam Pendidikan

Literasi sebagai sebuah kemampuan yang kompleks,tentu menjadi sangat penting


dalam rangka untuk meningkatkan kualitas SDM dan juga kemampuan mendapatkan
pengetahuan tentu dibagi menjadi dua wilayah. Pertama di dalam wilayah pendidikan secara
umum yang wilayahnya masih konseptual,dan kedua literasi yang sudah secara teknis masuk
ke wilayah pembelajaran. Dalam konteks indonesia,literasi dini diperlukan sebagai dasar
pemrolehan berliterasi tahap selanjutnya. Komponen literasi tersebut dijelaskan dalam
beberapa hal.

Pertama, literasi dini/early literacy (Clay,2001),yaitu kemampuan untuk


menyimak,memahami bahasa lisan,dan juga berkomunikasi melalui gambar dan lisan yang
dibentuk pengalamannya berinteraksi dengan bahasa ibu menjadi fondasi perkembangan
literasi dasar.

Kedua, literasi dasar (basic literacy),yaitu kemampuan untuk


mendengarkan,berbicara,membaca,menulis,dan menghitung berkaitan dengan kemampuan
analisis untuk memperhitungkan,lalu juga sebuah kemampuan melakukan persepsi,dan juga
mengimunisasikan,serta menggambarkan sebuah informasi berdasarkan pemahaman dan
juga pengambilan simpulan pribadi.

Ketiga, literasi perpustakaan,antara lain memberikan pemahaman cara membedakan


bacaan fiksi dan juga non-fiksi,memanfaatkan koleksi referensi dan periodikal,memahami
dewey decimal system' sebagai klasifikasi pengetahuan yang memudahkan dalam
menggunakan perpustakaan,lalu juga memahami penggunaan katalog dan juga
pengindeksan,hingga memiliki pengetahuan dalam memahami informasi ketika sedang
menyelesaikan sebuah tulisan,penelitian,lalu pekerjaan,atau mengatasi masalah.

Keempat,literasi media (media literacy),yaitu kemampuan untuk mengetahui berbagai


bentuk media yang berbeda,seperti media cetak,media elektronik,dan memahami tujuan
penggunaan nya.

C. Literasi dalam sekolah

Literasi dalam sekolah atau teknis literasi pembelajaran,tentu tidak lagi masuk ke
wilayah "literasi media",namun sudah masuk wilayah media sebagai bahan literasi bagi
pelajar. Oleh karena itu,sebelum kesana,yang lebih penting juga menerapkan gerakan literasi
sekolah (GLS) yang sudah di desain Kemendikbud melalui regulasi yang sudah ditetapkan.

GLS merupakan upaya menyeluruh yang melibatkan semua warga sekolah


(guru,peserta didik,orang tua/wali( dan masyarakat , sebagai bagian dari ekosistem
pendidikan. GLS memperkuat gerakan penumbuhan Budi pekerti sebagaimana dituangkan.

4
D. Ruang lingkup dan pilar Literasi

Guru perlu melakukan gerakan pilar Literasi dengan cara mengajak peserta didik
untuk membaca,menulis,dannjuga mengarsipkan. Membaca apa saja, kemudian ditulis,dan
juga diarsipkan bisa berupa buku antologi puisi,cerpen,komik,atau arsip lain nya yang bisa
dijangkau sesuai kemampuan anak SD,SMP,SMA,dan lain nya. Jika berjalan,maka pilar
Literasi di sekolah akan bisa hidup karena bacaan dan tulisan tidak akan abadi jika tidak
diarsipkan.

Bab II Gerakan Literasi Sekolah Berkarakter

Perkembangan teknologi komunikasi di era kini sangat pesat bahkan super cepat.
Teknologi komunikasi yang diiringi dengan kehadiran media massa juga telah memberi
banyak perubahan dalam kehidupan bermasyarakat.

Perkembangan teknologi yang begitu pesat,tentu harus mengubah pola literasi di


dalam pendidikan . Sebab,jika tidak bisa mengikuti perkembangan zaman,maka literasi itu
sendiri justru akan menjadi barang usang dan juga membosankan karena selalu menawarkan
bahan bacaan dan berkaitan dengan huruf dan bahasa.

Literasi digital menurut Potter adalah ketertarikan,sikap,dan kemampuan individu


dalam menggunakan teknologi digital dan alat komunikasi untuk mengakses, mengelola,
mengintegrasikan, menganalisis, mengevaluasi informasi, membangun pengetahuan baru,
membuat dan berkomunikasi dengan orang lain agar dapat berpartisipasi secara efektif dalam
masyarakat .

Murid sekolah melalui GLS itu harus bisa mengenali,dan juga mengerti informasi
secara komprehensif untuk mewujudkan cara berpikir kritis,seperti tanya jawab,kemudian
juga menganalisis dan mengevaluasi informasi yang didapat murid-murid di sekolah. Tanpa
adanya keseimbangan guru di sekolah yang mampu memberi contoh sebagai kiblat
literasi,maka bagi murid akan susah untuk menyukseskan GLS,baik yang dalam
pembelajaran dan secara umum.

Bab III Konsep Media Literasi Sekolah

Secara teori dan praktik,atau konseptual dan implementasi , literasi media dan juga
media literasi sangat berbeda. Literasi media,secara sederhana merupakan usaha untuk melek
media massa (cetak,elektronik),informasi,berita,internet dan bertujuan untuk membendung
berita palsu. Sementara media literasi merupakan semua alat,wahana,bahan,perantara untuk
memudahkan kegiatan literasi,khususnya dalam pembelajaran di sekolah.

Selama ini literasi media sangat penting,lantaran masyarakat kita masih "buat
berita",media massa,media online dan mudah tertipu dengan berita hoax dan fake. Sementara

5
media literasi yang dimaksud di sini adalah media yang digunakan di dalam pembelajaran
untuk berliterasi di semua jenjang.

Secara konseptual,media literasi adalah penggabungan media dan literasi. Media di


sini adalah media pembelajaran dan literasi adalah kemampuan melek aksara yang secara
umum juga menguasai empat kemampuan berbahasa.

Dalam pendidikan,literatur dan juga media mempunyai pengaruh luang signifikan di


dalam menyebarkan informasi mengenai budaya tertentu,namun tanpa adanya pemahaman
literasi budaya,maka informasi hanya sekedar menjadi informasi (Aprianta,2013:20).

Media pembelajaran literasi di sini sifatnya lebih teknis di dalam pelaksanaan sebuah
kegiatan pembelajaran di sekolah. Maka konsepnya adalah penggabungan dua hal yaitu
"media pembelajaran" dan "literasi". Konsepnya lebih spesifik ke dalam pembelajaran yang
berorientasi pada literasi peserta didik . Jika media literasi sekolah sifatnya umum dan
luas,maka media pembelajaran literasi sekolah menjadi bagian dari "media literasi sekolah"
yang bisa diterapkan oleh guru melalui berbagai pendekatan,model dan juga teori media
pembelajaran.

Bab IV Implementasi Media Literasi Sekolah

Media literasi seperti penjelasan di bab atas,merupakan semua hal yang bisa dijadikan
sebagai alat bantu,wahana,perantara,proses belajar,baik dalam pembelajaran di dalam kelas
maupun belajar di luar kelas bahkan di dalam keluatga dan masyarakat. Artinya,semua hal
yang bisa digunakan untuk bisa merangsang pikiran,perasaan,perhaatian,dan kemampuan
atau keterampilan belajar sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar,itu dinamakan
"media literasi".

Kemudian,penggunaan media literasi di sini,haruslah mempertimbangkan kecocokan


ciri media dengan karakteristik materi pembelajaran yang disajikan dan penggunaan media
literasi sekolah,haruslah sesuai dengan bentuk kegiatan belajar yang akan dilaksanakan
dengan bentuk kegiatan belajar yang akan dilaksanakan seperti belajar klasikal,kelompok
kecil,belajar secara individual,dan belajar mandiri. Oleh karena itu,pemaknaan media literasi
sangat luas dan tidak terbatas,dan itu tentu akan berdampak pada implementasi yang akan
dilakukan guru di dalam lingkungan sekolah.

B. RINGKASAN BUKU KEDUA

Dunia sehari-hari kita adalah kenyataan yang termediasi. Media menjadi bagian dari
hidup sehari-hari yang seolah-olah menjadi kenyataan itu sendiri. Ada beberapa hal yang
membedakan media dengan kenyataan. Media adalah hasil dari konstruksi dan representasi
kenyataan. Media memiliki implikasi komersial, ideologis dan politik. Bentuk dan isi media
terkait dengan medium yang digunakan, artinya tiap jenis media memiliki kode dan
kebiasaan yang berbeda.

6
Agar dapat memahami realitas media , seseorang dituntut memiliki sebuah
keterampilan baru yaitu literasi media. Gerakan yang relatif baru di indonesia ini di dorong
oleh beberapa alasan (Buckingham,2004). Pertama moral panic karena media dianggap
sebagai sumber dari berbagai masalah degradasi moral seperti kekerasan dan seksualitas.
Kedua, the plug-in drug, kehadiran televisi memengaruhi dinamika keluarga dan kesehatan
anak. Ketiga, media menciptakan prilaku konsumtif karena penonton diterpa iklan terus
menerus dan di sisi lain media menjadi saluran penyampaian ideologi yang dianggap salah.

Ada banyak definisi mengenai literasi media. Secara ringkas dan komprehensif, Sonia
Livingstone (2003) menjelaskan bahwa literas media adalah kemampuan untuk mengakses,
menganalisis, mengevaluasi dan mengkomunikasikan pesan dalam berbagai bentuk medium.
Melalui pendidikan bermedia diharapkan seseorang dapat merefleksikan nilai-nilai
pribadinya, menguasai berbagai teknologi informasi, mendorong kemampuan berpikir
kritis,memecahkan Masalah dan kreatif, dan mendorong demokratisasi.

Pendidikan bermedia dapat dijalankan melalui beberapa model (Buckingham,2004).


Pertama, protectionist model yang berangkat dari asumsi bahwa budaya popular yang
ditawarkan media bersifat lebih rendah nilai daripada budaya klasik.
Selain itu, penonton seharusnya memilih tontonan yang baik dan menghindari konten media
yang buruk. Karena penonton memiliki kemampuan yang terbatas, pendidik menyediakan
aturan baginya. Oleh karena itu metode literasi media yang diterapkan adalah diet media,
pengaturan jadwal menonton,
klasifikasi tontonan dan sejenisnya.

Kedua, uses and gratification model yang mengandaikan bahwa penonton adalah
entitas aktif yang memiliki kemampuan luar biasa untuk memilih memilih dan memilah
sendiri konten media. Metode ini berusaha mempersiapkan peserta didik untuk memiliki
kemampuan diri sehingga dapat membuat keputusan sendiri dalam memilih media.
Kemampuan ini berkaitan dengan pengentahuan konten media.

Ketiga, cultural studies model yang beranggapan bahwa pengertian budaya sangat
luas sehingga mencakup lingkungan sosial. Sehingga pendidikan bermedia juga harus
mencakup ranah yang lebih luas yaitu kesadaran politik. Khalayak diharapkan mampu tidak
sekedar memilih dan memahami konten media tetapi juga bersikap terhadap isu-isu di media.
Sehingga demokratisasi dapat berjalan

Keempat, active audience model (inquiry model), metode ini yakin bahwa khalayak
mampu mengintrepretasikan konten media berdasarkan latar belakang pengetahuan yang
dimiliki. jadi penonton yang memiliki latar belakang sosial
dan kultural yang berbeda akan memahami media dengan cara yang berbeda.

Dalam buku ini, keempat model tersebut ternyata terjadi di Indonesia. Jika di negara-
negara maju seperti Amerika Serikat dan Inggris model pendidikan media bergerak berubah
dari model proteksionisme menuju model cultural studies dan active audience, maka di
Indonesia keempat model itu diterapkan bersamaan oleh kelompok yang berbeda. Perbedaan
pilihan metode ini disebabkan oleh perbedaan asumsi mengenai sifat khalayak sendiri. Jika
pendidik literasi media menganggap khalayak bersifat pasif maka protectionism model yang
dipilih sebaliknya jika khalayak dianggap aktif maka cultural studies dan active audience
yang digunakan.

7
BAB I Memetakan Literasi Media di indonesia

Mendefinisikan Literasi Media

Terdapat banyak variasi definisi literasi media yang dipakai di berbagai negara. Latar
belakang yang berbeda membuat setiap negara memiliki cara memaknai Dan menerapkan
literasi media secara berbeda pula. Salah satu definisi yang dipakai secara luas adalah definisi
dari the National Leadership Conference on Media Literacy yang merumuskan literasi media
sebagai “kemampuan untuk mengakses, menganalisis, mengevaluasi, dan memroduksi media
untuk tujuan tertentu” (Aufderheide, 1993, h. v).

Definisi yang lebih praktis dikemukakan Potter (2005, h. 22) bahwa literasi media
adalah “satu set perspektif yang secara aktif kita pakai untuk menafsirkan pesan-pesan dari
media yang kita temui”. Departemen Pendidikan Kanada (1989) menekankan pada
kemampuan berpikir kritis dalam kurikulum literasi media, sedang Kementerian Pendidikan
Jepang menekankan pada kemampuan menggunakan media interaktif (Sakamoto & Suzuki,
2009). Media Awareness Network (2011) memperluas definisi literasi media untuk meliput
media digital seperti komputer, ponsel, dan internet; meliputi perangkat keras dan perangkat
lunaknya.

Rosenbaum dkk (2007) menyebutkan bahwa pengetahuan dan keterampilan tersebut


menyangkut hubungan antar khalayak, produsen, dan media; sedang Martens (2010)
mengategorikan pengetahuan dan keterampilan literasi media dalam empat aspek: industri
media, pesan media, khalayak media, dan efek media. Walau berbeda dalam
mengelompokkan subyek pengetahuan dan keterampilan literasi media, keduanya sepakat
bahwa ada beberapa elemen dasar dalam literasi media, seperti (a) media itu dikonstruksikan,
(b) setiap orang dapat mempersepsikan pesan yang sama secara berbeda, dan (c) ada
pengaruh
media terhadap khalayak.

Literasi Media: Beragam Latar, definisi, dan isi

Aktivis literasi media di Indonesia datang dari beragam latar belakang, yang
mempengaruhi cara mereka memandang hubungan media dan masyarakat. Media yang
paling sering disorot adalah televisi, diikuti oleh permainan elektronik dan internet. Ada yang
melihat isi media yang penuh kekerasan serta eksplisit seksual sebagai sumber keprihatinan,
Termasuk dalam tayangan kartun yang sangat identik bagi anak.Aktivis Lain melihat
kesenjangan Pengetahuan serta keterampilan Menggunakan media baru seperti internet
(termasuk Facebook danTwitter) Antara anak-anak dan orangtua menjadi sumber
keprihatinan, terutama karena memunculkan kesenjangan budaya (digital) antara kedua
generasi tersebut. Kelompok ini melihat khalayak media sebagai pihak yang perlu
“dilindungi” dari (dampak negatif) media hingga menganjurkan pembatasan konsumsi media.
Kelompok lain melihat peluang pemanfaatan media untuk meningkatkan kualitas
pendidikan anak sehingga mereka justru mendorong penggunaan media oleh khalayak.

Cara pandang ini mempengaruhi bagaimana setiap aktivis mendefinisikan konsep


literasi media di lembaga mereka. Beberapa merupakan adaptasi dari referensi internasional,
seperti:

8
Literasi media adalah perspektif individu saat berinteraksi dengan media, muncul dalam
bentuk perilaku terhadap media.
Literasi media adalah kemampuan untuk menggunakan media, bersikap kritis terhadap isi
media, dan mengambil manfaat dari media.
Literasi media adalah pengetahuan tentang media dan bersikap kritis terhadap media.

Definisi lain lebih praktis, seperti:


Literasi media berarti mendidik orang untuk memilih dan menggunakan media secara bijak,
tetapi tidak meminta mereka untuk berhenti nakan media.
Literasi media adalah praktik utuk mengonsumsi media dengan cara cerdas
Literasi media adalah kemampuan untuk menghindari dampak dia.
Literasi media berarti memiliki pemahaman tentang proses media nya.
Literasi media adalah kemampuan menggunakan media dan informasi untuk mendapatkan
manfaat ekonomi tertentu.

Dalam Workshop Nasional Media Literacy 2011 terdapat kesepakatan bahwa definisi
literasi media seharusnya dapat menjawab masalah di atas namun juga mudah dipahami oleh
masyarakat umum. Definisi literasi media sementara yang disepakati adalah: kemampuan
memanfaatkan media secara kritis; mencakup pengetahuan tentang media, kemampuan
untuk memilih dan mencari isi media, serta memroduksi isi media untuk kepentingan
tertentu. Definisi ini masih tentatif dan terbuka untuk diubah bila perlu oleh para aktivis
literasi media

Aktor Literasi Media, khalayak sasaran, strategi dan tantangan

Anak dan remaja menjadi kelompok penerima manfaat (beneficiaries) ‘fa-vorit’ dalam
banyak kegiatan literasi media karena kelompok usia ini dianggap sebagai kelompok yang
paling rentan terhadap potensi dampak negatif media sehingga perlu dilindungi. Meski
demikian, anak dan remaja jarang menjadi khalayak sasaran langsung dalam program literasi
media.

BAB II PeriLaku anak terhadap Media

Kehidupan anak-anak begitu dekat sekali dengan media. Anak-anak merupakan generasi
screen culture (generasi layar). Mulai dari layar televisi, layar komputer maupun layar
telepon genggam. Media telah menggeser peran orangtua dan lingkungan sosial dalam hal
berinteraksi, berkomunikasi dan menanamkan nilainilai kehidupan. Anak-anak begitu lekat
dan dekat dengan layar-layar tersebut.
Anak-anak telah menghabiskan sebagian besar waktunya untuk berinteraksi dengan
beragam layar tersebut baik Untuk menonton televisi, bermain games, berselancar di internet
atau menikmati teknologi web 2.0 untuk berinteraksi dengan teman-temannya di dunia maya.

Internet memang sangat dekat dengan dunia pornografi baik berupa berita, gambar
maupun iklan. Jika kita membuka situs dalam internet akan dengan sangat mudah kita temui
gambar-gambar perempuan maupun laki-laki dengan pakaian yang sangat minim dan seksi.
Padahal anak-anak belum sepantasnya menonton gambar-gambar seperti itu. Karena kurang
tahu anak-anak sering menjadi korban pornografi.

9
Dalam sebuah masyarakat, ketika media menjadi bagian penting dari sebuah sistem
sosial politik termasuk mempengaruhi sistem demokrasi dalam negara dan masyarakat maka
pendidikan literasi media merupakan sebuah keniscayaan. Centre for Media Literacy (2003)
menyebutkan bahwa gerakan literasi media merupakan sebuah upaya yang bertujuan untuk
memberdayakan masyarakat

Gerakan Literasi Media...


khususnya khalayak media agar mempunyai keterampilan mengevaluasi dan berpikir
kritis terhadap isi media. Beberapa keterampilan dan sikap kritis ini antara lain sebagai
berikut.
Khalayak media memiliki kemampuan untuk mengkritik media.
Khalayak media memiliki kemampuan memproduksi media sendiri dan mereka
mengkonsumsinya.
Khalayak memiliki kemampuan untuk mengajarkan tentang media, yaitu apakah media,
bagaimana dampak buruk dan baiknya media dan bagaimana mensikapi media.
Khalayak mempunyai kemampuan untuk mengekplorasi sistem pembuatan media.
Khalayak memiliki kemampuan untuk mengeksplorasi berbagai posisimedia yang sebenarnya
bukan sebagai sebuah sistem yang netral dan bebas dari kepentingan.
Khalayak mempunyai kemampuan untuk berpikir kritis terhadap isi media.Jadi singkatnya
literasi media ini adalah pendidikan yang mengajari khalayak media aga memiliki kemampua
menganalisis pesan media, memahami bahwa media memiliki tujuan komersial/bisnis dan
politik sehingga mereka mampu bertanggungjawab dan memberikan respon yang benar
ketika berhadapan dengan media.

Membangun filter atas terpaan media

Literasi media kemudian menjadi kunci bagi terbentuknya masyarakat yang cerdas dan
kritis sehingga tak mudah tergerus arus informasi. Berbagai langkah telah dilakukan agar
publik menjadi melek media melalui berbagai cara dan sasaran khalayak, baik oleh lembaga
swadaya masyarakat, perguruan tinggi maupun kelompok-kelompok masyarakat yang peduli
membangun masyarakat kritis yang cerdas memanfaatkan media. Ada banyak definisi
literasi media (media literacy).

Potter (2001, 22) mendefinisikan literasi media sebagai seperangkat perspektif yang kita
gunakan secara aktif untuk memosisikan diri terhadap media agar dapat menafsirkan makna
pesan yang kita terima yang dibangun melalui struktur pengetahuan. Bertindak aktif berarti
mengetahui akan adanya pesan dan secara sadar berinteraksi dengan pesan tersebut. National
Telemedia Council (Potter, 2004,25) mendefinisikan literasi media sebagai kemampuan
untuk memilih, untuk memahami-dalam konteks isi, bentuk/gaya, dampak, industri dan
produksimempertanyakan, mengevaluasi, membuat dan/atau memproduksi dan untuk
merespon secara hati-hati media yang kita konsumsi. Hal ini menunjukkan kesadaran,
penilaian reflektif serta kemampuan untuk mengakses, menganalisis, mengevaluasi, dan
menciptakan informasi dalam berbagai format media cetak dan noncetak.
Baran dan Davis (2009, 35) mendefinisikan literasi media sebagai kemampuan
mengakses, menganalisis, mengevaluasi dan mengkomunikasikan pesanpesan media.

BAB III Perilaku anak terhadap media

Kehidupan anak-anak begitu dekat sekali dengan media. Anak-anak merupakan


generasi screen culture (generasi layar). Mulai dari layar televisi, layar komputer maupun

10
layar telepon genggam. Media telah menggeser peran orangtua dan lingkungan sosial dalam
hal berinteraksi, berkomunikasi dan menanamkan nilainilai kehidupan.Anak-anak begitu
lekat dan dekat dengan layar-layar tersebut. Anak-anak telah menghabiskan sebagian besar
waktunya untuk berinteraksi Dengan beragam Layar tersebut Baik untuk Menonton televisi,
bermain games, berselancar Di internet atau menikmati teknologi web 2.0 untuk berinteraksi
dengan teman-temannya di dunia maya.

Waktu yang dihabiskan anak-anak di depan layar cukup banyak bahkan sebagian
besar overdosis! Rata-rata anak menonton televisi 4-5 jam per hari.Jumlah tersebut
membengkak ketika hari libur (penelitian YPMA, 2005 tidak dipublikasikan). Padahal jumlah
maksimal menonton televisi adalah 2 jam sehari Jumlah jam anak-anak terpapar televisi
lebih banyak dibandingkan dengan jam belajar Di sekolah. Angka ini hanya berurusan
dengan Media televisi, belum lagi jika anak-anak kecanduan bermain games, situs jejaring
sosial baik Facebook, My Space maupun Twitter.

BAB IV Literasi Media BerBasis koMunitas

Potter (Baran, Davis, 2009, 339-340) menggunakan pendekatan agak berbeda yaitu
dengan menggambarkan pokok-pokok gagasan mendasar yang mendukung keaksaraan
media:
Literasi media adalah sebuah kontinum, bukan kategori. “Media literasi mesti dianggap
sebagai kontinum di mana terdapat derajat atau tingkatan selalu ada ruang untuk perbaikan .”
Literasi media perlu dikembangkan. ”Ketika kita mencapai tingka kematangan intelektual,
emosional, dan moral yang lebih tinggi kita mampu melihat lebih dalam pesan media. ...
Pematangan itu menumbuhkan potensi kita, tetapi kita harus aktif mengembangkan
keterampilan dan struktur pengetahuan untuk menunjukkan potensi tersebut.”
Media literasi bersifat multidimensi. Potter mengidentifikasi empat dimensi literasi media.
Masing-masing bergerak secara kontinum. Dengan kata lain, kita berinteraksi dengan pesan
media dalam empat cara yang kita lakukan dengan berbagai tingkat kesadaran dan
keterampilan,
Tujuan dari literasi media adalah untuk memberi kita kontrol penafsiran. “Seluruh pesan
media mengandung interpretasi. ... Sebuah kunci literasi media adalah bila tak terlibat
mustahil pesan tujuan benar. Dengan demikian mereka ‘tiada’.”

BAB V Metode kreatif

Metode kreatif merupakan metode yang menekankan pada kegiatan berkreasi atau
membuat karya (benda) dan melakukan refleksi atas proses kerja dan karya tersebut
(Gauntlett, 2007). Metode ini memungkinkan peserta untuk berdialog
dan mendalami pengalaman pribadinya untuk dituangkan ke dalam karya.
Pelatihan media kreatif

Ada beberapa tahap yang dilakukan dalam penggunaan metode kreatif. Hal pertama
yang dilakukan yakni penyelidikan latar belakang sosial dan jenis media yang sering
digunakan peserta. Ini diketahui melalui diskusi kelompok terfokus, wawancara, dan
meminta peserta untuk menuliskan pengalaman bermedia mereka. Dengan demikian bisa
diketahui sejauh mana keterlibatan peserta dengan media, meliputi jenis dan bentuk media

11
yang paling sering diakses, besarnya paparan media, dan dampak media dalam kehidupan
sehari-hari. persiapan teknis pelaksanaan. Ini berkaitan dengan cara pelaksanaan pelatihan
secara spesifik, semisal menggunakan metode memotret atau kolase gambar. Kolase
menggunakan bahan utama beragam jenis media cetak,di samping perlengkapan pendukung
lainnya (kertas, gunting, lem dan lainnya). Memotret Berkaitan dengan ketersediaan Kamera
yang disesuaian Dengan jumlah peserta. Untuk memastikan ketepatan persiapan metode ini,
dilakukan uji coba dengan kelompok kecil sekaligus menilai kesiapan pelatihan.

12
BAB III

PEMBAHASAN

A. KELEBIHAN BUKU

Pada buku pertama membahas konsep literasi secara sistematis dan besertakan contohnya
ataupun uji coba. Sehingga pembaca tidak sulit untuk memahami maksud penulis.
Pembahasan mengenai konsep literasi dalam pendidikan saling berhubungan sehingga kita
sebagaai calon pendidik dapat menentukan strategi apa yang dapat kita implementasikan pada
media literasi di sekolah, kita hanya memilih teori mana yang tepat untuk kita lakukan nanti
saat sudah menjadi seorang guru.

Pada buku pembanding (kedua) pembahasannya sanggat lengkap dan disertai gambar dan
data uji coba. Kajian dalam buku ini sangat mendalam, buku ini juga menjelaskan materi
secara detail dan terperinci. Pembahasan dalam buku ini dilengkapi juga dengan teori yang
sangat lengkap sehingga kita juga dapat mempertimbangkan teori mana yang lebih baik untuk
kita terapkan di tengah- tengah masyarakat.

B. KELEMAHAN BUKU

Pada buku utama dalam pembahasan banyak terdapat kata-kata yang boros dan sering kali
di ulang-ulang sehingga membuat pembaca bingung. Banyak juga kata kata asing yang
sangat sulit untuk di terjemahkan.

Pada buku pembanding, bagi saya buku ini sudah cukup bagus dan hanya sedikit
kelemahan, kelemahan nya hanya sedikit memberikan contoh pada setiap materi sehingga
pembaca sulit mengerti isi dari materi tersebut. Akan tetapi pembahasannya sangat luas
sehingga tidak ada kekurangan dalam pembahasan buku ini.

13
BAB IV

PENUTUP

A. SIMPULAN

Pembelajaran literasi sangatlah penting bagi siswa karena kemampuan membaca


merupakan dasar untuk menguasai sejumlah pengetahuan atau bidang studi yang harus
dipelajari anak di sekolah. Masih ditemukan beberapa siswa yang kesulitan membaca . Hanya
saja factor penyebabnya dikarenakan anak tersebut pindahan dari sekolah lain yang mungkin
sekolah yang dulu tidak terlalu mempermasalahkan kemampuan anak untuk membaca dan
peran orang tua yang tidak memperhatikan perkembangannnya. Oleh sebab itu guru harus
berperan aktif dalam pembelajaran dan perkembangan peserta didiknya agar anak tidak
mengalami kesulitan dalam pembelajarannnya.

B. SARAN

1. Guru lebih mengembangkan kreatifitas dan menggunakan media yang menarik maupun
menyenagkan agar siwa lebih bersemangat untuk meningkatkan kemampuan membacadan
menulis.

2. Guru harus bisa mengetahui dan mengidentifikasi berbagai kesulitan yang dihadapi
oleh sisiwa dalam hal kemampuan membaca dan menulis.

3. Orang tua hendaknya tidak bergantung pada guru yang sudah mengajari membaca dan
menulis di sekolah akan tetapi orang tua harus bisa meluangkan waktunya sebentar untuk
mendampingi anak dalam pembelajarannnya agar anak memliki motivasi untuk belajar.

14
DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi,Farid,dkk. 2018. Media Literasi sekolah. Semarang : Pilar Nusantara

Herlina,Dyna.2018 Gerakan Literasi Media di Indonesia. Yogyakarta : Rumah Sinema.

15

Anda mungkin juga menyukai