ABSTRAK
Setiap proyek konstruksi pada umumnya mempunyai rencana pelaksanaan dan jadwal
pelaksanaan tertentu, kapan pelaksanaan proyek tersebut harus dimulai, kapan proyek tersebut
harus diselesaikan, bagaimana proyek tersebut akan dikerjakan, serta bagaimana penyediaan
sumber dayanya. Sumber daya yang dimiliki perusahaan dalam melaksanakan aktivitas proyek
adalah terbatas. Dengan keterbatasan-keterbatasan sumber daya tersebut, diperlukan suatu
perencanaan yang matang dan baik sebagai pedoman dalam melaksanakan proyek agar dapat
menggunakan sumber daya secara efisien.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas Precedence Diagram
Method dan Ranked Positional Weight Method dalam merencanakan penjadwalan proyek yang
optimal dengan proses alokasi dan perataan sumber daya dan membandingkannnya dengan time
schedule awal proyek. Penelitian dilakukan pada Proyek Pembangunan Gedung Museum Deli
Serdang – Lubuk Pakam dan penjadwalan proyek awal dilakukan dengan menggunakan kurva S.
Program Microsoft Project digunakan sebagai alat bantu pemrosesan dan visualisasi hasil
penjadwalan PDM dan RPWM.
Hasil analisa menunjukkan bahwa dari segi waktu solusi yang lebih optimal diperoleh
dari penjadwalan dengan RPWM. Durasi proyek yang dihasilkan penjadwalan RPWM lebih
cepat 5 hari dibandingkan dengan penjadwalan PDM maupun durasi awal proyek. Sementara dari
segi biaya proyek, dari kedua metode ini diperoleh biaya yang lebih optimal dibanding biaya
awal proyek. Akan tetapi penjadwalan PDM lebih mampu menghemat biaya proyek sebesar Rp
62.349.258,- dibandingkan dengan penjadwalan RPWM.
Kata Kunci: precedence diagram method, PDM, ranked positional weight method, RPWM
ABSTRACT
Keywords: precedence diagram method, PDM, ranked positional weight method, RPWM
1. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Setiap proyek konstruksi pada umumnya mempunyai rencana pelaksanaan dan jadwal
pelaksanaan tertentu, kapan pelaksanaan proyek tersebut harus dimulai, kapan proyek tersebut
harus diselesaikan, bagaimana proyek tersebut akan dikerjakan, serta bagaimana penyediaan
sumber dayanya. Pembuatan rencana suatu proyek konstruksi selalu mengacu pada perkiraan
yang ada pada saat rencana pembangunan jadwal tersebut dibuat, karena itu masalah dapat timbul
apabila ada ketidaksesuaian antara rencana yang telah dibuat dengan pelaksanaannya.
Sumber daya yang dimiliki perusahaan dalam melaksanakan aktivitas proyek adalah
terbatas. Dengan keterbatasan-keterbatasan sumber daya tersebut, diperlukan suatu perencanaan
yang matang dan baik sebagai pedoman dalam melaksanakan proyek agar dapat menggunakan
sumber daya secara efisien. Untuk mencapai tujuan tersebut maka kontraktor, developer, maupun
pemilik proyek mempunyai jadwal pelaksanaan proyek yang sekaligus dapat mengontrol
pelaksanaan proyek itu sendiri. Pada umumnya pada suatu proyek menggunakan salah satu dari
beberapa metode penjadwalan proyek yang umum digunakan antara lain metode barchart, kurva
S, line of balance (LoB), precedence diagram method (PDM) dan sebagainya. Metode-metode
tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Pemilihan penggunaan metode
penjadwalan tersebut didasarkan atas kebutuhan dan hasil yang ingin dicapai terhadap kinerja
penjadwalan.
Dari latar belakang di atas, mucul beberapa permasalahan yang akan dibahas yaitu
1. Seberapa efektif Precedence Diagram Method dan Ranked Positional Weight Method
mampu merencanakan penjadwalan proyek yang optimal dengan proses alokasi dan perataan
sumber daya?
2. Bagaimana efektifitas penerapan kedua metode PDM dan RPWM bila dibandingkan dengan
time schedule proyek ditinjau dari waktu dan biaya pelaksanaan proyek?
2. TINJAUAN PUSTAKA
Kegiatan dalam Precedence Diagram Method (PDM) digambarkan oleh sebuah lambang
segi empat karena letak kegiatan ada dibagian node maka sering disebut juga Activity On Node
(AON). Kegiatan dalam PDM diwakili oleh sebuah lambang yang mudah diidentifikasi, bentuk
umum yang sering digunakan adalah sebagai berikut:
ES EF
JENIS
KEGIATAN
LS LF
NO.
DURASI
KEGIATAN
Jalur Kritis
Untuk menentukan kegiatan yang bersifat kritis dan kemudian menentukan jalur kritis dapat
dilakukan perhitungan kedepan (forward analysis) dan perhitungan kebelakang (backward
analysis). Perhitungan kedepan (forward analysis) dilakukan untuk mendapatkan besarnya
Earliest Start dan Earliest Finish. Yang merupakan predecessor adalah kegiatan I, sedangkan
kegiatan yang dianalisis adalah kegiatan J.
Catatan:
Jika ada lebih dari satu anak panah yang masuk dalam suatu kegiatan maka diambil nilai
terkecil
Jika tidak ada/diketahui FFij atau FSij dan kegiatan non-splitable maka LFj dihitung dengan
cara berikut: LFj = LSi + Di
Kegiatan Splitable
Sebuah kegiatan yang dapat atau harus dihentikan untuk sementara pada suatusaat dan
kemudian dilanjutkan kembal beberapa saat kemudian dinamakan kegiatan splitable.
Gambar 4. Kegiatan splitable
Adapun kegiatan non-splitable adalah kegiatan yang harus dilaksanakan dan tidak diizinkan
untuk berhenti ditengah pelaksanaannya.
Float
Float dapat didefinisikan sebagai sejumlah waktu yang tersedia dalam suatukegiatan
sehingga memungkinkan kegiatan tersebut dapat ditunda atau diperlambat secara sengaja atau
tidak disengaja. Akan tetapi, penundaan tersebut tidak menyebabkan proyek menjadi terlambat
dalam penyelesaiannya. Total float adalah sejumlah waktu yang tersedia untuk keterlambatan
atau perlambatan pelaksanaan kegiatan tanpa mempengaruhi penyelesaian proyek secara
keseluruhan. Free Float adalah sejumlah waktu yang tersedia untu keterlambatan atau
perlambatan pelaksanaan kegiatan tanpa mempengaruhi dimulainya kegiatan yang langsung
mengikutinya.
- Total Float (TF)i = Minimum (LSj – EFi)
- Free Float (FF)i = Minimum (ESj – EFi)
Lag
Link lag adalah garis ketergantungan antara kegiatan dalam suatu network planning.
Perhitungan lag dapat dilakukan dengan cara:
Melakukan perhitungan ke depan untuk mendapatkan nilai-nilai Earliest Start (ES) dan
Earliest Finish (EF)
Hitung besarnya lag
Buatlah garis ganda untuk lag yang nilainya = 0
Hitung Free Float (FF) dan Total Float (TF)
Lag ij = ESj – EFi
Free Float i = minimum (lag ij)
Total Float i = minimum (lag ij + TF j)
Hubungan Overlapping
Hubungan antara kegiatan I dengan kegiatan J dapat dibedakan menjadi empat macam,
yaitu:
1. Hubungan Finish to Start (FS)
Hubungan yang menunjukkan bahwa mulainya (start) kegiatan berikutnya (successor)
tergantung pada selesainya (finish) kegiatan sebelumnya (predecessor). FS dapat
dikondisikan menjadi tiga, yaitu: Finish to Start dengan lag = 0, Finish to Start dengan lag
positif, Finish to Start dengan lag negatif.
2. Hubungan Start to Start (SS)
Hubungan yang menunjukkan bahwa mulainya (start) kegiatan berikutnya (successor)
tergantung pada mulainya (start) kegiatan sebelumnya (predecessor). SS dapat dikondisikan
menjadi tiga, yaitu: Start to Start dengan lag = 0, Start to Start dengan lag positif, Start to
Start dengan lag negative.
3. Hubungan Finish to Finish (FF)
Hubungan yang menunjukkan bahwa selesainya (finish) kegiatan berikutnya (successor)
tergantung pada selesainya (finish) kegiatan sebelumnya (predecessor). FF dapat
dikondisikan menjadi tiga, yaitu:Finish to Finish dengan lag = 0, Finish to Finish dengan lag
positif, Finish to Finish dengan lag negatif.
4. Hubungan Start to Finish (SF)
Hubungan yang menunjukkan bahwa selesainya (finish) kegiatan berikutnya (successor)
tergantung pada mulainya (start) kegiatan sebelumnya (predecessor). SF dapat dikondisikan
menjadi tiga, yaitu: Start to Finish dengan lag = 0, Start to Finish dengan lag positif, Start to
Finish dengan lag negatif.
Metode ini dikembangkan oleh W.B.Helgeson dan D.P.Birnie, biasanya dikenal juga
dengan metode Helgeson dan Birnie. Metode ini telah diakui sebagai salah satu teknik dasar
dari proses line balancing dalam industri manufaktur yang berarti “proses penjadwalan aktivitas
perakitan dalam jalur produksi yang bertujuan untuk memaksimalkan kecepatan dan efisiensi di
setiap stasiun kerja serta menyeimbangkan lintasan sehingga seluruh stasiun kerja bekerja dalam
lintasan dengan kecepatan yang sedapat mungkin sama”. RPWM terbukti relatif mudah
diaplikasikan dan telah digunakan untuk penjadwalan jalur-jalur perakitan (assembly line) dalam
industry manufaktur (Tan dkk,1998). Langkah pertama adalah membuat diagram precedence
dan matriks precedence. Kemudian dihitung bobot positional untuk setiap elemen yang
diperoleh dari penjumlahan waktu pengerjaan elemen tersebut dengan waktu pengerjaan elemen
lain yang mengikuti elemen tersebut.
3 4
b c
9
6 e
a
2
d
Gambar 6. Diagram Precedence untuk menerangkan metode RPW
Dari diagram precedence di atas, bobot setiap elemen dapat dihitung:
Untuk elemen a= a+b+c+d+e = 24
Untuk elemen b =b+c+e = 16
Untuk elemen d =d+e = 11
Untuk elemen e=e =9
Nilai bobot posisi dari suatu aktivitas menunjukkan tingkat kepentingan (degree of
importance) sebuah aktivitas, relatif terhadap aktivitas yang lain. Semakin tinggi nilai bobot
posisi sebuah aktivitas mengindikasikan bahwa aktivitas tersebut semakin penting untuk
dilaksanakan, dan karena itu harus diprioritaskan bila terjadi konflik sumber daya.
Penentuan bobot posisi sebuah aktivitas sepenuhnya didasarkan pada jumlah durasi
aktivitas tersebut ditambah dengan durasi seluruh aktivitas yang mengikuti. Jadi nilai bobot
posisi tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, seperti jenis proyek ataupun kondisi-kondisi
pelaksanaan. Meskipun begitu, adanya pengaruh dari kondisi-kondisi pelaksanaan terhadap
kegiatan proyek tidak dapat diabaikan begitu saja. Faktor-faktor tersebut diakomodasikan pada
penyusunan precedence logic (hubungan ketergantungan antar aktivitas).
Sebagai contoh, akan ditinjau proyek pembangunan sebuah gedung. Gambar 2.10
menunjukkan bahwa aktivitas A (pemasangan reng, usuk, genting) dengan aktivitas B (pekerjaan
tembok dan kusen) tidak terdapat hubungan ketergantungan satu sama yang lain. Tetapi bila
pelaksanaan proyek dilakukan pada musim hujan, maka pekerjaan A harus dilaksanakan terlebih
dahulu, sehingga pekerjaan dibawah atap dapat terlindung dari hujan dan berlangsung lebih
lancar. Karena itu harus ditambahkan hubungan ketergantungan finish to start (akhir-awal)
antara aktivitas A dengan aktivitas B, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.10. Nilai bobot
posisi dari aktivitas A juga akan meningkat, sehingga tingkat prioritasnya untuk dijadwalkan
juga lebih tinggi dari sebelumnya.
Aktivitas A
Aktivitas B
Aktivitas B
Gambar 8. Hubungan aktivitas setelah penyesuaian
Analisis Rasio
Analisa rasio tidak hanya membandingkan angka – angka yang berbeda dari neraca, ikhtisar rugi
laba, dan laporan arus kas saja, tetapi juga membandingkan besaran angka yang terjadi terhadap
tahun sebelumnya, terhadap perusahaan, industri, atau bahkan ekonomi secara umum
(www.investopedia.com).
Berdasarkan contoh penerapan analisa rasio di atas, penulis akan membandingkan hasil
penjadwalan PDM dan RPWM menggunakan analisa rasio. Hasil penjadwalan yang akan
dibandingkan dari dua metode ini adalah biaya tenaga kerja proyek. Hal ini dapat dituliskan
sebagai berikut :
Rasio biaya = s
y
dimana : x = biaya PDM
y = biaya RPWM
3. METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini sebagai objek studi adalah Proyek Pembangunan Gedung Museum
Deli Serdang – Lubuk Pakam dan menggunakan data yang telah ada yaitu berupa time schedule
Proyek Pembangunan Gedung Museum Deli Serdang – Lubuk Pakam.
Dalam penelitian ini dibutuhkan beberapa jenis data yaitu
1. Data Primer
Data primer adalah data pendukung yang diperlukan untuk penyusunan tugas akhir ini.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data utama yang diperlukan dalam penelitian ini yang diperoleh dari
pemilik proyek atau pihak kontraktor. Data sekunder yang diperlukan untuk penelitian
adalah time schedule proyek berupa kurva S dan rencana anggaran biaya (RAB).
Bagan Alir Penelitian
Latar Belakang
Identifikasi Permasalahan
Rumusan Permasalahan
Pengumpulan Data
- Time Schedule (Kurva S)
- Rencana Anggaran Biaya
Penjadwalan Proyek
me Schedule (Kurva S) Proyek Gedung Museum Deli Ranked Positional Weight Method (RPWM)
Serdang Diagram Method (PDM)
Precedence
Precedence Diagram
Output
Analisa Perbandingan
Pada proses penjadwalan aktivitas proyek menggunakan PDM, akan digunakan program
Microsoft Project sebagai alat bantu untuk memproses data dan menampilkan hasil penjadwalan.
Microsoft Project akan melakukan alokasi dan perataan sumber daya berdasarkan pedoman-
pedoman pada PDM, karena pada dasarnya program ini memang didisain dengan mengadopsi
teori PDM. Proses penjadwalan dilakukan dengan menginput seluruh data, kemudian dilakukan
levelling dengan levelling order standard. Microsoft Project akan melakukan seleksi terhadap
seluruh aktivitas untuk memutuskan aktivitas mana yang akan dijadwalkan pada suatu periode
tertentu, berdasarkan hubungan ketergantungan antar aktivitas dan tingkat kebutuhan sumber
daya. Apabila dalam proses penjadwalan tersebut terjadi konflik sumber daya antara suatu
aktivitas dengan aktivitas yang lain, maka akan diprioritaskan aktivitas dengan float time yang
lebih kecil untuk dijadwalkan terlebih dahulu. Apabila nilai float time dari aktivitas – aktivitas
yang mengalami konflik besarnya sama, maka akan dipilih aktivitas dengan kode aktivitas yang
lebih kecil untuk dijadwalkan terlebih dahulu.
Dari proses penjadwalan, alokasi dan perataan tenaga kerja dengan Precedence Diagram
Method (PDM) diperoleh hasil sebagai berikut:
- Durasi proyek : 118 hari
- Waktu pelaksanaan : 08/10/2016 – 27/12/2017
- Biaya total : Rp 4.870.527.309,00
Dari proses penjadwalan, alokasi dan perataan tenaga kerja dengan Ranked Positional
Weight Method (RPWM) diperoleh hasil sebagai berikut:
- Durasi proyek : 113 hari
- Waktu pelaksanaan : 08/10/2016 – 24/12/2017
- Biaya total : Rp 4.929.400.147,00
Analisa Rasio
Berdasarkan penjadwalan proyek dengan metode PDM dan RPWM dengan jumlah tenaga
kerja dan durasi waktu setiap item pekerjaan yang sama, berikut ini ditampilkan perbandingan
waktu dan biaya Proyek Pembangunan Gedung Museum Deli Serdang.
a. Perbandingan Waktu Proyek
- Durasi proyek penjadwalan PDM : 118 hari
- Durasi proyek penjadwalan RPWM : 113 hari
Selisih waktu pelaksanaan proyek antara penjadwalan PDM dan RPWM adalah 5 hari.
b. Perbandingan Biaya Proyek
Rasio biaya = s , dimana: x = biaya PDM
y
y = biaya RPWM
- Biaya Total penjadwalan PDM : Rp 4.870.527.309,00
- Biaya Total penjadwalan
4870527309
RPWM : Rp 4.932.876.567,00
Rasio biaya total = = 0,987
4932876567
s
Karena < 1, maka pelaksanaan proyek menggunakan PDM lebih menguntungkan.
y
Dari hasil perbandingan PDM dan RPWM diperoleh bahwa penggunaan RPWM dalam
penjadwalan proyek lebih menguntungkan dari segi waktu dimana durasi proyek yang dihasilkan
penjadwalan dengan RPWM lebih cepat 5 hari dibandingkan dengan penjadwalan dengan PDM.
Sementara apabila dibandingkan dari segi biaya, diperoleh bahwa penggunakan PDM lebih
menguntungkan dibandingkan RPWM dimana PDM dapat menghemat total biaya sebesar Rp
62.349.258,00.
Dalam proses penjadwalan proyek dengan Precedence Diagram Method, digunakan
program Microsoft Project sebagai alat bantu untuk memproses data dan menampilkan hasil
penjadwalan. Microsoft project akan melakukan alokasi dan perataan sumber daya berdasarkan
pedoman-pedoman pada PDM karena pada dasarnya program ini memang didisain dengan
mengadopsi teori PDM. Microsoft Project akan melakukan seleksi terhadap seluruh aktivitas
proyek untuk memutuskan aktivitas mana yang akan dijadwalkan pada suatu periode tertentu
berdasarkan hubungan ketergantungan antar aktivitas dan tingkat kebutuhan sumber daya.
Apabila dalam proses penjadwalan tersebut terjadi konflik sumber daya, maka akan
diprioritaskan aktivitas dengan nilai float yang lebih kecil untuk dijadwalkan terlebih dahulu dan
apabila aktivitas yang mengalami konflik memiliki bilai float yang sama maka akan dipilih
aktivitas dengan kode aktivitas yang lebih kecil. Sama halnya dengan Ranked Positional
Diagram Method, Microsoft Project digunakan sebagai alat bantu untuk memproses data dan
menampilkan hasil penjadwalan. Seluruh tahapan dari proses penjadwalan, alokasi dan perataan
sumber daya dari program Microsoft Project telah disesuaikan sehingga dapat mengadopsi
tahapan RPWM.
PDM dan RPWM mempunyai tahap awal yg sama yaitu penggunaan precedence diagram
dan levelling order standard dalam proses alokasi dan perataan sumber daya, akan tetapi PDM
hanya sebatas sampai pada precedence diagram sementara RPWM dilanjutkan dengan penentuan
bobot posisi dan levelling order priority standard dimana aktivitas yang memiliki bobot posisi
paling tinggi akan diprioritaskan untuk dijadwalkan terlebih dahulu. Ini menunjukkan RPWM
memiliki proses penjadwalan serta alokasi sumber daya yang lebih pasti karena pedoman yang
jelas dimana penjadwalan dilakukan berdasarkan bobot posisi setiap aktivitas.
Kedua metode ini menyajikan informasi yang terperinci dan jelas mengenai sumber daya
baik itu tenaga kerja maupun material dan penggunaan sumber daya tersebut lebih optimal
dikarenakan adanya alokasi dan perataan sumber daya dengan bantuan program Microsoft
Project. Sementara time schedule kurva S hanya menyajikan informasi mengenai kemajuan
proyek, waktu dan bobot proyek saja yang dipresentasikan dalam bentuk kurva.
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Soeharto, I. 1995. Manajemen Proyek dari Konseptual Sampai Operasional, Erlangga, Jakarta.
Ervianto, W. I. 2002. Manajemen Proyek Perencanaan, Penjadwalan & Pengendalian Proyek,
C.V Andi Offset, Yogyakarta.
Husen, A. 2009. Perencanaan, Penjadwalan dan Pengendalian Proyek, Andi, Yogyakarta.
Dipohusodo, I. 1996. Manajemen Proyek dan Konstruksi Jilid 1, Kanisius, Yogyakarta.
Dipohusodo, I. 1996. Manajemen Proyek dan Konstruksi Jilid 2, Kanisius, Yogyakarta.
Ginting, Rosnani. 2007. Sistem Produksi, Graha Ilmu, Yogyakarta.
Baroto, Teguh.2002. Perencanaan dan Pengendalian Produksi, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Martha Jaya, N.,Diah Parami Dewi, A.A. 2007. Analisa Penjadwalan Proyek Menggunakan
Ranked Positional Weight Method dan Precedence Diagram Method (Studi Kasus:
Proyek Pembangunan Pasar Mumbul di Kabupaten Buleleng), Jurnal Ilmiah, Program
Studi Telnik Sipil Fakultas Teknik Universitas Udayana, Denpasar.
Suputra, I Gusti Ngurah Oka. 2011. Penjadwalan Proyek dengan Precedence Diagram Method
dan Ranked Positional Weight Method, Jurnal Ilmiah, Program Studi Telnik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Udayana, Denpasar.
Emanuel Andi Wahju Raharjo, 2009. Panduan Lengkap Mengelola Proyek dengan Microsoft
Project Profesional 2007, Graha Ilmu, Yogyakarta.