Intoksikasi
Intoksikasi
Disusun Oleh :
Muhammad Haldian Hakir, S.Ked
G1A1218093
Pembimbing
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Case Report Session
(CRS) yang berjudul “Intoksikasi racun rumput (roundup)” sebagai salah satu
syarat dalam mengikuti Program Profesi Dokter di Bagian Ilmu Penyakit Dalam
di Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Provinsi Jambi.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada dr.Fenny Febrianty,Sp.PD, yang
telah bersedia meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing penulis
selama menjalani Program Profesi Dokter di Bagian Ilmu Penyakit Dalam di
Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Provinsi Jambi.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada Laporan Kasus ini,
sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan laporan
kasus ini. Penulis mengharapkan semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi
penulis dan pembaca.
Jambi,Agustus 2019
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Toksikologi adalah ilmu yang mempelajari efek-efek yang merusak dari
zat-zat kimia dan fisika pada semua sitem kehidupan. Walaupun demikian,
dalam bidang biomedis, ahli toksikologi terutama mempelajari efek-efek
samping pada manusia sebagai akibat dari pemaparan obat dan zat kimia lain
maupun memperlihatkan keamanan atau kerusakan yang berkaitan dengan
penggunaan zat tersebut.1
Racun adalah zat atau senyawa yang masuk ke dalam tubuh dengan
berbagai cara yang menghambat respons pada sistem biologis dan dapat
menyebabkan gangguan kesehatan, penyakit, bahkan kematian. Keracunan
sering dihubungkan dengan pangan atau bahan kimia.Pada kenyataannya
bukan hanya pangan atau bahan kimia saja yang dapat menyebabkan
keracunan.1
Epidemiologi keracunan di Amerika Serikat pun sangat tinggi dengan
kecelakaan dan keracunan merupakan penyebab utama kematian. Lebih
kurang 60% dari paparan keracunan yang dilaporkan dengan persentase
kematian <4%. Di RSCM/FK UI Jakarta dilaporkan 45 orang yang
mengalami keracunan setiap tahunnya, sedangkan di RS dr. Soetomo
Surabaya 15-30 orang datang untuk mendapatkan pengobatan Karen setiap
tahun yang sebagian besar karena kercunan hidrokarbon (45-60%),
keracunan makanan, keracunan obat-obatan, detergen, dan bahan-bahan
rumah tangga yang lain. Meskipun keracunan dapat terjadi melalui saluran
cerna, saluran nafas, kulit dan mukosa atau parental tetapi yang terbanyak
racun masuk melalui saluran cerna (75%) dan inhalasi (14%).Keracunan
merupakan suatu keadaan gawat darurat medis yang membutuhkan tindakan
segera, keterlibatan dalam memberikan pertolongan dapat membawa akibat
yang fatal.1,2
3
Pada dasarnya setiap penyebab keracunan tidaklah berbeda, namun
tingakat kegawat daruratan tiap intoksikasi, kejadian, jenis, motif dari
keracunan yang membedakan. Mengingat resiko keracunan yang sangat
berbahaya dan bahkan dapat menyebabkan kematian, maka usaha-usaha
pencegahan hendaknya mendapat perhatian dan prioritas utama dalam
penanggulangan keracunan oleh sebab itu penulis tertarik untuk membahas
kasus ini yang berjudul “Intoksikasi racun rumput (roundup).
4
BAB II
LAPORAN KASUS
2.2 Anamnesis
Keluhan Utama :
Sengaja meminum racun rumput (Roundup) sebanyak 1 gelas belimbing sejak
1 hari SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke RSUD Raden Mattaher Jambi dengan keluhan muntah
muntah sebanyak 5 kali, muntah berisi air bercampur makanan,warna kecoklatan,
lendir (-) darah (-). pasien juga mengeluhkan badannya terasa lemas.
± 1 hari SMRS. Pasien meminum racun rumput setelah bertengkar dengan
suami dirumahnya. Pasien meminum racun rumput sebanyak ± 1 gelas belimbing.
Setelah meminum racun rumput kemudian pasien mengalami mual, muntah berisi
apa yang dimakan, lendir (-) darah (-), sehabis muntah pasien langsung tidak
sadarkan diri ± 10 menit, ketika sadar pasien dibawa ke bidan dan Lovellaminum
susu sebanyak 1 kaleng. Kemudian pasien dirasa mendingan dan diperbolehkan
pulang dan diberikan obat Asam mefenamat, Lanzoprazole dan Amoxilin.
+ 5 jam SMRS. Keluhan lemas semakin bertambah berat dan disertai diare.
Diare sebanyak 3x. Dan diare berwarna kehitaman. Pasien juga merasakan
badannya demam. Dan kemudian pasien dibawa ke IGD RSUD Raden Mattaher.
5
Riwayat Penyakit Dahulu:
Riwayat keluhan serupa/ minum racun rumput (roundup) (-)
Riwayat gangguan kejiwaan (-)
Kulit
Warna : Sawo matang
Efloresensi : (-)
Jaringan Parut : (-)
Pertumbuhan Rambut : Normal
Pertumbuhan Darah : (-)
Suhu : 36,7 C
6
Turgor : Normal, <2detik
Lainnya : (-)
Kelenjar Getah Bening
Pembersaran KGB : (-)
Kepala
Bentuk Kepala : Normocephal
Rambut : Beruban
Ekspresi : Tampak sakit sedang
Simetris Muka : Simetris
Mata
Konjungtiva : Konjungtiva anemis (-)
Sklera : Sklera Ikterik (-)
Pupil : Isokor
Lensa : Normal
Gerakan : Normal
Lapangan Pandang : Normal
Hidung
Bentuk : Simetris
Sekret : (-)
Septum : Deviasi (-)
Selaput Lendir : (-)
Sumbatan : (-)
Pendarahan : (-)
Mulut
Bibir : Kering (+), Sianosis (-)
Lidah : Atrofi papila lidah (-)
Gusi : Anemis (+)
Telinga
Bentuk : Simetris
7
Sekret : (-)
Pendengaran : Normal
Leher
JVP : 5±2 cmH2O
Kelenjar Tiroid : Tidak teraba
Kelenjar Limfonodi : Tidak teraba
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba ICS V linea midclavicularis sinistra
Perkusi : Batas Atas : ICS II Linea parasternal sinistra
Batas Kiri : ICS V Linea midclavicula sinistra
Batas Kanan : ICS III Linea parasternal dextra
Batas Bawah : ICS IV Line parasternal dextra
Auskultasi : BJ I/II Reguler, Murmur (-), Gallop (-)
Pulmo
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan, spider nervi (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), fremitus taktil kanan = kiri
Perkusi : Sonor kanan dan kiri
Auskultasi : Vesikuler kanan dan kiri, rhonki (-), wheezing (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar, simetris, venatasi (-).
Palpasi : Supel, nyeri tekan daerah Epigastrium (+)
Hepar : tidak teraba
Lien : tidak teraba
Ginjal : tidak teraba balotement
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising Usus (+), 18 kali/menit
Ekstremitas
Superior
Warna : Sawo matang
8
Kuku : Sianosis (-) CRT < 2 detik
Tremor : (-/-)
Luka : (-/-)
Palmar eritem : (-/-)
Jari tabuh : (-/-)
Sensibilitas : (+/+)
Edema : (-/-)
Akral : Hangat
Inferior
Warna : Sawo matang
Kuku : Sianosis (-) CRT <2 detik
Luka : (-/-)
Sensibilitas : (+/+)
Edema : (-/-)
Akral : Hangat
Varises : (-/-)
Refleks Urat
Fisiologik : ++ Kanan : ++ Kiri : ++
Patologis : - Kanan : - Kiri : -
9
GDS : 78 mg/dL
Kesan:Normal
Urin Rutin (31/07/19)
Warna : Kuning jernih Protein : (-)
pH :6 Glukosa : (-)
BJ : 1,028 Bakteri : (-)
Keton : (-)
Sedimen
Leukosit : 2-3 /LPB
Ertrosit : 1-2 /LPB
Epitel : 3-4 /LPB
Faal Ginjal (31/07/19)
Ureum : 19 mg/dl (15-39 mg/dl)
Kreatinin : 0,6 mg/dl (0,9-1,3 mg/dl)
Elektrolit (30/07/19)
Na : 142,05 mmol/L (135-148 mmol/L)
K : 3,05 mmol/L (3,5-5,3 mmol/L)
Ca : 1,17 mmol/L (1,19-1,23 mmol/L)
Cl : 110 mmol/L (98-110mmol/L)
Kesan: Hipokalemi dan hipokalsemi
Daftar Masalah
1. Intoksikasi roundup
2. Dyspepsia like ulcer
3. Hipokalemia
4. Hipokalsemia
10
Hipokalemi
Hipokalsemia
2.6 Diagnosa Banding
1. Ulkus peptikum
2. Ulkus duodenum
3. Gerd
4. Gastritis
5. Pankreatitis
2.8 Tatalaksana
Non Farmakologi
Tirah baring
Diet makanan lunak
Edukasi
1. Penjelasan mengenai penyakit yang diderita.
2. Penjelasan mengenai faktor resiko dari penyakit yang diderita
3. Cukup istirahat
4. Konsumsi makanan sesuai takaran gizi yang telah diberikan rumah
sakit
5. Memberikan konseling kepada pasien dan keluarga
6. Hindari stress dengan istri maupun keluarga lainnya
7. Memberikan penjelasan bahaya dari bahan kimia jika di minum
8. Hindari depresi dan selalu berfikir positif
Monitoring keluhan dan tanda vital
Farmakologi
11
IVFD Ringer Lactat 20 tpm
Inj. Lansoprazole 30 mg/ 12 jam
Po. Domperidon 3 x 10 mg
Po. KSR 2 x 600 mg
Po. CaCo3 3 x 500mg
2.10 Prognosis
Quo Vitam : Dubia ad malam
Quo Functionam : Dubia ad malam
Quo Sanactionam : Dubia ad malam
12
2.2 Follow Up
13
31/07/2019 S: Mual(+), Muntah (-) demam (+)
Lemas (+), Nyeri perut (+), Sakit
kepala (+) BAB hitam (+) diare (-)
O:
GCS (E4 M6 V5)
TD : 120/80 N : 75 x/menit
RR : 20x/menit T : 37,5OC
Spo2: 99%
Farmakologi
Inj. Lansoprazole 30 mg/ 12 jam
Domperidon 3 x 10 mg
Ksr 2 x 600mg
Po. CaCo3 3 x 500mg
P:
Farmakologi
Inj. Lansoprazole 30 mg/ 12 jam
Domperidon 3 x 10 mg
Ksr 2 x 600mg
Po. CaCo3 3 x 500mg
14
A: Intoksikasi racun rumput (Roundup) +
Hipokalemi + Hipokalesemi
P:
Farmakologi
Inj. Lansoprazole 30 mg/ 12 jam
Domperidon 3 x 10 mg
Ksr 2 x 600mg
Po. CaCo3 3 x 500mg
2.1. Definisi
15
Herbisida adalah bahan kimia yang dapat menghambat pertumbuhan atau
mematikan tumbuhan. Herbisida mempengaruhi proses pembelahan
sel,perkembangan jaringan, pembentukan klorofil, respirasi, fotosintesis,
metabolisme, pengikatan nitrogen, aktivitas enzim dan sebagainya. Herbisida
sangat diperlukan dalam bidang pertanian untuk mempertahankan
kelangsungan hidup tanaman terhadap gulma. Herbisida berasal dari senyawa
kimia organik maupun anorganik atau berasal dari metabolit hasil ekstraksi
dari suatu organisme. Herbisida bersifat racun terhadap gulma atau tumbuhan
pengganggu, juga terhadap tanaman. Herbisida yang diaplikasikan dengan
dosis tinggi akan mematikan seluruh bagian tumbuhan. Namun pada dosis
yang lebih rendah, herbisida akan membunuh tumbuhan tertentu dan tidak
merusak tumbuhan yang lainnya.3
Intoksikasi herbisida adalah masuknya bahan kimia berupa herbisida yang
dapat menghambat pertumbuhan atau mematikan tumbuhan dan bersifat
toksik pada tubuh. Keracunan dapat terjadi secara sengaja terhisap (inhalasi),
menelan, atau melalui kulit.3
2.2. Mekanisme Organofosfat Bekerja dalam Tubuh
Organofosfat bekerja sebagai kolinesterase inhibitor. Kolinesterase
merupakan enzim yang bertanggung jawab terhadap metabolisme asetilkolin
(ACh) pada sinaps setelah ACh dilepaskan oleh neuron presinaptik. ACh
berbeda dengan neurotransmiter lainnya dimana secara fisiologis aktivitasnya
dihentikan melalui melalui proses metabolisme menjadi produk yang tidak
aktif yaitu kolin dan asetat. Adanya inhibisi kolinesterase akan menyebabkan
ACh tertimbun di sinaps sehingga terjadi stimulasi yang terus menerus pada
reseptor post sinaptik.4,5
ACh dibentuk pada seluruh bagian sistem saraf. ACh juga dapat dijumpai
di otak khususnya sistem saraf otonom. ACh berperan sebagai neurotransmiter
pada ganglio simpatis maupun parasimpatis. Inhibisi kolinesterase pada
ganglion simpatis akan meningkatkan rangsangan simpatis dengan manifestasi
klinis midriasis, hipertensi dan takikardia. Inhibisi kolinesterase pada ganglion
parasimpatis akan menghasilkan peningkatan rangsangan saraf parasimpatis
16
dengan manifestasi klinis miosis, hipersalivasi dan bradikardi. Besarnya
rangsangan pada masing-masing saraf simpatis dan parasimpatis akan
berpengaruh pada manifestasi klinis yang muncul. ACh juga berperan sebagai
neurotransmiter neuron parasimpatis yang secara langsung menyarafi jantung
melalui saraf vagus, kelenjar dan otot polos bronkus berbeda dengan pada
ganglion, reseptor kolinergik pada daerah ini termasuk subtipe muskarinik.
Inhibisi kolinesterase secara langsung pada organ-organ ini menjelaskan
manifestasi klinis yang dominan parasimpatik pada keracunan organofosfat,
dimana daerah tersebut merupakan target utama organofosfat.4
Organofosfat merupakan pestisida yang memiliki efek irreversible dalam
menginhibisi kolinesterase, acethylcholine-esterase dan neuropathy target
esterase (NTE) pada binatang dan manusia. Paparan terhadap organofosfat
akan mengakibatkan adanya hiperstimulasi muskarinik dan stimulasi reseptor
nikotinik. Organofosfat akan menginhibisi AChE dengan membentuk
phosphorilated enzyme (enzyme-OP complex). AChE ini sangat penting untuk
ujung saraf muskarinik dan nikotinik dan pada sinaps sistem saraf pusat.
Inhibisi AChE akan menyebabkan prolonged action dan asetilkolin yang
berlebihan pada sinaps saraf autonom, neuromuskular dan SSP. 4,5
2.3. Tanda dan Gejala Intoksikasi Organofosfat
Gejala keracunan organofosfat akan berkembang selama pemaparan atau 12
jam kontak. Pestisida yang masuk ke dalam tubuh akan mengalami perubahan
secara hidrolisa di dalam hati dan jaringan-jaringan lain. Hasil dari
perubahan/pembentukan ini mempunyai toksisitas rendah dan akan keluar melalui
urine. Adapun gejala keracunan pestisida golongan organofosfat adalah :
Gejala awal
Gejala awal akan timbul mual/rasa penuh di perut, muntah, rasa lemas,
sakit kepala dan gangguan penglihatan.6,7
Gejala lanjutan
Gejala lanjutan yang ditimbulkan adalah keluar ludah yang berlebihan,
pengeluaran lendir dari hidung (terutama pada keracunan melalui hidung),
17
kejang usus dan diare, keringat berlebihan, air mata yang berlebihan,
kelemahan yang disertai sesak nafas, akhirnya kelumpuhan otot rangka. 8
Gejala sentral
Gelaja sentral yan ditimbulkan adalah, sukar bicara, kebingungan,
hilangnya reflek, kejang dan koma.
Kematian
Apabila tidak segera di beri pertolongan berakibat kematian dikarenakan
kelumpuhan otot pernafasan.
18
Jika terjadi kesulitan pernafasan maka korban diberi pernafasan buatan.
Korban diinstruksikan agar tetap tenang. Dampak serius tidak terjadi
segera, ada waktu untuk menolong korban.
Korban segera dibawa ke rumah sakit atau dokter terdekat. Berikan
informasi tentang pestisida yang memapari korban dengan membawa label
kemasan pestisida.
Keluarga seharusnya diberi pengetahuan/penyuluhan tentang tentang
pestisida sehingga jika terjadi keracunan maka keluarga dapat memberikan
pertolongan pertama. 10,11
Beri atropine 2mg IV/SC tiap sepuluh menit sampai terlihat atropinisasi
yaitu: muka kemerahan, pupil dilatasi, denyut nadi meningkat sampai 140
x/menit. Ulangi pemberian atropin bila gejala-gejala keracunan timbul
kembali. Awasi penderita selama 48 jam dimana diharapkan sudah ada
recovery yang komplit dan gejala tidak timbul kembali. Kejang dapat
diatasi dengan pemberian diazepam 5 mg IV, jangan diberikan barbiturat
atau sedatif yang lain.10,11
Dalam penanggulangan keracunan organofosfat penting dilakukan untuk
kasus keracunan akut dengan tujuan menyelamatkan penderita dari
kematian yang disebabkan oleh keracunan akut. Keracunan organofosfat
apabila penderita tak bernafas segara beri nafas buatan, bila racun tertelan
lakukan pencucian lambung dengan air, bila kontaminasi dari kulit, cuci
dengan sabun dan air selama 15 menit. Bila ada berikan antidotum seperti
pralidoxime (Contrathion)
Pengobatan keracunan organofosfat harus cepat dilakukan. Bila dilakukan
terlambat dalam beberapa menit akan dapat menyebabkan kematian. 10,11
2.4. Komplikasi
19
3. Depresi pernapasan 5. Gangguan kesadaran
4. Dehidrasi
2.5. Prognosis
Dubia et bonam, tergantung pada pengobatan dan cepat dikeluarkannya
toksik di dalam tubuh.2
2.6. Pencegahan
Untuk menghindari terjadinya bahaya dan keracunan akibat penggunaan
yang salah perlu dilakukan tindakan pencegahan sebagai berikut :
Sebelum digunakan, bacalah label kemasan dengan teliti mengenai cara
penggunaan, cara penyimpanan dan peringatan resiko bahayanya. Gunakan
sesuai dengan petunjuk pada label kemasan. Tutup rapat wadah kemasan
dengan baik untuk menghindari tercecernya atau tumpahnya bahan. Jaga
label pada kemasan tetap bersih agar dapat terbaca hingga bahan dalam
kemasan habis. Jangan simpan kemasan bersama dengan bahan makan atau
minuman. Jangan simpan bahan kimia dan pestisida pada wadah
makanan/minuman dan sebaliknya. Simpan kemasan pada tempat yang
aman,tidak terjangkau anak-anak dan di tempat yang teduh dan kering.
Simpan bahan yang mudah menguap pada ruangan dengan sirkulasi udara
yang baik dan jauh dari sumber api. Cuci tangan dan muka secara benar dan
sebersih mungkin setelah selesai menggunakan bahan kimia dan pestisida
rumah tangga. Gunakan produk seperlunya, untuk pestisida rumah tangga
ruangan dapat digunakan/dimasuki kembali 1 jam setelah penyemprotan.7
2.7. Edukasi
Memberikan konseling kepada pasien dan keluarga, menghindari stress
dengan suami maupun keluarga lainnya, memberikan penjelasan bahaya
dari bahan kimia jika di minum, apabilfa sudah terminum bahan kimia
segera muntahkan dan pergi ke dokter, hindari depresi dan selalu berfikir
positif.8
BAB IV
20
ANALISA KASUS
Dari anamnesis yang dilakukan, diketahui bahwa Ny. N, usia 28 tahun, datang
ke RSUD Raden Mattaher pada 30 juli 2019 via IGD pukul 15.10 WIB. Pasien
datang dengan keluhan sengaja minum roundup sejak 1 hari SMRS, setelah
sebelumnya bertengkar dengan suami dan mengaku stress. Os meminum roundop
sebanyak ± 1 gelas belimbing. Beberapa saat setelah minum roundup pasien
mengeluhkan muntah sebanyak 5 kali, muntah berisi air bercampur
makanan,warna kecoklatan, lendir (-) darah (-) setelah muntah pasien tidak
sadarkan diri kemudian pasien di bawa ke klinik bidan. Di klinik bidan pasien
diberikan 1 kaleng susu \kemudian 15 menit setelah itu pasien muntah kembali
yang berisi cairan kecoklatan ± 3 gelas kecil , darah (-) , pasien mengatakan
setelah muntah kondisinya sudah mulai mebaik kemudian diperbolehkan pulang
dan di berikan obat Asam mefenamat , Lanzoprazole dan Amoxilin. Keluhan
pasien disertai dengan nyeri ulu hati, mual, nyeri kepala, serta BAB cair 3x
bewarna kehitaman. Pasien tidak memiliki keluhan serupa dan tidak ada riwayat
gangguan kejiwaan. pasien tinggal bersama suami dan 2 orang anak dengan social
ekonomi menengah ke bawah , menurut pengakuan pasien akhir akhir ini sering
bertengkar dengan suami .
Hal ini sesuai dengan teori yang menunjukkan gejala yang umum terjadi pada
keracunan glifosat adalah efek korosif pada gastrointestinal, mulut, tenggorokan,
serta nyeri epigastrium dan disfagia. Selain itu, dapat terjadi gangguan ginjal dan
hati. Gangguan pernapasan, gangguan kesadaran, edema paru, syok, aritmia, gagal
ginjal yang memerlukan hemodialisis, asidosis metabolik dan hiperkalemia dapat
muncul pada kasus keracunan berat. Gejala lain yang dapat terjadi akibat menelan
produk yang mengandung glifosat dapat mengakibatkan peningkatan air liur,
mual, muntah dan diare. Dilaporkan juga adanya kematian akibat menelan produk
glifosat secara sengaja.
Pada pasien, didapatkan gejala korosif pada gastrointestinal berupa muntah
dan disfagia. Gejala lain yang terjadi pada pasien adalah bab hitam. Hal ini
menunjukkan gejala muskarinik yaitu suatu sindroma yang menyebabkan
21
beberapa gejala yaitu konstriksi bronkus, hipersekresi bronkus, edema paru,
hipersalivasi, mual, muntah, nyeri abdomen, hiperhidrosis, bradikardi, polirua,
diare, nyeri kepala, miosis, penglihatatan kabur, hiperemia konjungtiva. Onset
terjadi segera setelah paparan akut dan dapat terjadi sampai beberapa hari
tergantung beratnya tingkat keracunan.
Racun pestisida golongan organofosfat masuk kedalam tubuh melalui
pernafasan, tertelan melalui mulut maupun diserap oleh tubuh. Masuknya
pestisida golongan orgaofosfat segera diikuti oleh gejala-gejala khas yang tidak
terdapat pada gejala keracunan pestisida golongan lain. Gejala keracunan pestisida
yang muncul setelah enam jam dari paparan pestisida yang terakhir, dipastikan
bukan keracunan golongan organofasfat. Organofosfat menyebabkan fosforilasi
dari ester acetylcholine esterase (sebagai choline esterase inhibitor ) yang bersifat
irreversibel sehingga enzim ini menjadi inaktif dengan akibat terjadi penumpukan
acetylcholine.
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan kelainan berupa dinding belakang faring
hiperemis dan auskultasi abdomen terdengar bising usus meningkat. Hal ini sesuai
dengan gejala yang terjadi pada keracunan glifosat. Dinding belakang faring
hiperemis menandakan efek korosif pada gastrointestinal karena glifosat.
Auskultasi abdomen meningkat juga merupakan salah satu dari gejala keracunan
glifosat. Selain itu juga ditemukan adanya bibir kering, nyeri tekan pada region
epigastrium.
Pada pemeriksaan laboratorium sederhana darah rutin, didapatkan adanya
penurunan kalium dan kalsium.
Diagnosis kerja yang ditegakkan pada pasien adalah intoksikasi racun rumput
(rondup). Intoksikasi racun rumput (rondup) ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang dilakukana pada pasien.
Beberapa kasus keracunan terjadi secara disengaja, korban dengan sengaja
menelan rondup dengan maksud untuk bunuh diri.
Intoksikasi atau keracunan adalah masuknya zat atau senyawa kimia dalam
tubuh manusia yang menimbulkan efek merugikan pada yang menggunakannya.
Keracunan adalah keadaan sakit yang ditimbulkan oleh racun. Bahan racun yang
22
masuk ke dalam tubuh dapat langsung mengganggu organ tubuh tertentu, seperti
paru-paru, hati, ginjal dan lainnya. Tetapi zat tersebut dapat pula terakumulasi
dalam organ tubuh, tergantung sifatnya pada tulang, hati, darah atau organ lainnya
sehingga akan menghasilkan efek yang tidak diinginkan dalam jangka panjang.
Tata laksana yang dilakukan pada pasien bersifat suportif dan simtomatik.
Pasien mendapatkan tatalaksana Basic life support, IVFD RL 20 tpm diberikan
untuk mengganti cairan yang hilang dari muntah, Lanzoprazole, dan KSR serta
CaCo3 untuk koreksi kalium dan kalsium.
Basic life support merupakan tindakan penyelamatan pertama agar para
korban keracunan dapat tetap hidup.misalnya: Infuse, Pemberian O2, ventilator
jika terjadi depresi pernafasan dan bila pasien terkena organophosphate dengan
kontaminasi kulit, maka baju dibuang dan untuk menghilangkan jejak dapat dicuci
dengan air dan sabun yang lembut.
Lansoprazole merupakan inhibitor pompa proton yang berikatan dengan
ATPase penukar H+/K+ di sel parietal lambung sehingga menekan sekresi asam
lambung. Sucralfate diberikan untuk membentuk kompleks yang berikatan dengan
ulkus lambung sehingga memproteksi ulkus lambung dari asam lambung, pepsin,
garam empedu dan diharapkan ulkus dapat sembuh. Dexamethasone juga dapat
diberikan untuk menurunkan inflamasi dengan menekan migrasi PMN dan
menurunkan permeabilitas kapiler; menstabilkan sel dan membran lisosom,
meningkatkan sintesis surfaktan, meningkatkan kosentrasi serum vitamin A, dan
menghambat prostaglandin dan sitokin proinflamasi; menekan proliferasi limfosit
melalui sitolisis langsung, menghambat miosis, memecah agregat granulosit, dan
memperbaiki mikrosirkulasi pulmonar. Lansoprazole, sucralfate, dan
dexamethasone merupakan terapi simtomatik efek korosif pada saluran
gastrointestinal. Selain itu, pasien juga dipuasakan sementara untuk memberikan
waktu pemulihan pada saluran gastrointestinal dari efek korosif glifosat.
Pasien juga diawasi tanda vital untuk memastikan gejala telat yang muncul dari
efek glifosat dapat ditata laksana segera. Selain itu, mortalitas biasanya terjadi
dalam tiga hari pertama, biasanya pada hari pertama. Mortalitas terlambat juga
dapat terjadi.
23
Pada penderita intoksikasi organofosfat harus segara dilakukan tindakan
emergensi mengingat onset cepat dari organofosfat. Pada penderita dilakukan
pemberian sulfas atropin. Sulfat atropin merupakan antagonizes ACH pada
reseptor muscarinic, dengan meninggalkan reseptor nicotinic. Atropine diberikan
sampai gejala muscarinic mengalami perbaikan , yang dapat diukur dengan
peningkatan kemudahan bernapas pada pasien sadar atau perbaikan dalam
kemudahan ventilasi pasien. Segera diberikan antidotum Sulfas atropin 2 mg IV
atau IM sampai teratropinisasi.
Dosis besar ini tidak berbahaya pada keracunan organofosfat dan harus dulang
setiap 5 – 10 menit sampai terlihat gejala-gejala keracunan atropin yang ringan
berupa wajah merah, kulit dan mulut kering, midriasis dan takikardi. Kemudian
atropinisasi ringan ini harus dipertahankan selama 24 – 48 jam, karena gejala-
gejala keracunan organofosfat biasanya muncul kembali. Pada hari pertama
mungkin dibutuhkan sampai 50 mg atropin. Kemudian atropin dapat diberikan
oral 1 – 2 mg selang beberapa jam, tergantung kebutuhan. Atropin akan
menghilangkan gejala –gejala muskarinik perifer (pada otot polos dan kelenjar
eksokrin) maupun sentral. Pernafasan diperbaiki karena atropin melawan
brokokonstriksi, menghambat sekresi bronkus dan melawan depresi pernafasan di
otak, tetapi atropin tidak dapat melawan gejala kolinergik pada otot rangka yang
berupa kelumpuhan otot-otot rangka, termasuk kelumpuhan otot-otot pernafasan.
Tatalaksana dari intoksikasi organofosfat dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
24
25
Pasien ini juga mengalami hipokalemi, hipokalemi adalah keadaan konsentrasi
kalium darah di bawah 3,5 mEq/L yang disebabkan oleh berkurangnya jumlah
kalium total tubuh atau adanya gangguan perpindahan ion kalium ke dalam sel.
Tingkat keparahan klinis hipokalemia cenderung sebanding dengan derajat dan
durasi deplesi serum kalium. Gejala umumnya muncul apabila serum kalium di
bawah 3,0 mEq/L, kecuali jika penurunan kadar kalium mendadak atau pasien
memiliki faktor komorbid, contohnya kecenderungan aritmia. Gejala biasanya
membaik dengan koreksi hipokalemia, pada pasien ini tidak mengalami aritmia.
Tatalaksana yang dapat diberikan adalah Penggantian kalium secara oral
paling aman tetapi kurang ditoleransi karena iritasi lambung. Pada hipokalemia
ringan (kalium 3—3,5 mEq/L) dapat diberikan KCl oral 20 mEq 3 – 4 kali sehari5
dan edukasi diet kaya kalium. Makanan mengandung cukup kalium dan
menyediakan 60 mmol kalium.14 Kalium fosfat dapat diberikan pada pasien
hipokalemia gabungan dan hipofosfatemia. Kalium bikarbonat atau kalium sitrat
harus dipertimbangkan pada pasien dengan penyulit asidosis metabolik. Pada
pasien ini diberikan KSR 2X600mg. Pasien juga mengalami sedikit penurunan
kalsium sehingga diberikan CaCo3 3x500mg.
26
BAB V
KESIMPULAN
27
DAFTAR PUSTAKA
28