Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN KASUS

Appendisitis Akut

Oleh:

dr. Jemsly M J Simanjuntak

Pembimbing:

dr.Rinaldi Syahputra, Sp.B

RSUD KECAMATAN MANDAU KABUPATEN BENGKALIS

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

PERIODE NOVEMBER 2019-2020


DAFTAR ISI

Hal
DAFTAR ISI.................................................................................................................. i
BAB I........................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN........................................................................................................... 1
BAB II.......................................................................................................................... 2
LAPORAN KASUS .............................................................................................. 2
IDENTITAS PASIEN............................................................................................. 2
ANAMNESIS...................................................................................................... 2
PEMERIKSAAN FISIK.......................................................................................... 3
DIAGNOSIS KERJA............................................................................................. 5
TATALAKSANA DI IGD........................................................................................ 5
PROGNOSIS....................................................................................................... 5
FOLLOW UP RUANGAN ..................................................................................... 6
BAB III......................................................................................................................... 8
TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................... 8
BAB IV......................................................................................................................... 20
PEMBAHASAN................................................................................................... 20
BAB V.......................................................................................................................... 23
KESIMPULAN..................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................... 24

i
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Apendisitis akut adalah suatu radang yang timbul secara mendadak pada
apendik dan merupakan salah satu kasus akut abdomen yang paling sering
ditemui. Apendisitis akut merupakan radang bakteri yang dicetuskan berbagai
faktor, diantaranya adalah hiperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks dan
cacing ascaris.
 Insiden apendisitis akut lebih tinggi pada negara maju dibandingkan dengan
negara berkembang. Namun dalam tiga sampai empat dasawarsa terakhir menurun
secara bermakna, yaitu 100 kasus tiap 100.000 populasi me njadi 52 tiap 100.000
populasi. Kejadian ini mungkin disebabkan oleh perubahan pola makan.
Data yang dirilis oleh Departemen Kesehatan RI pada tahun 2008 jumlah
penderita apendisitis di indonesia mencapai 591.819 orang dan meningkat pada
tahun 2009 sebesar 596.132 orang. Insidens apendisitis di Indonesia menempati
urutan tertinggi di antara kasus kegawatan abdomen lainya. 3 Kelompok usia yang
umumnya mengalami apendisitis yaitu pada usia antara 10-30 tahun. Dimana
insiden laki-laki lebih tinggi daripada perempuan.
Menurut data epidemiologi apendisitis akut jarang terjadi pada balita,
sedangkan meningkat pada pubertas, dan mencapai puncaknya pada saat remaja
dan awal usia 20-an, dan angka ini menurun pada usia menjelang dewasa. Insiden
apendisitis memiliki rasio yang sama antara wanita dan laki-laki pada masa
prapubertas. Sedangkan pada masa remaja dan dewasa muda rasionya menjadi
3:2. Dan merupakan kasus akut abdomen yang membuat pasien datang ke IGD, yang
merupakan kompetensi 3B.

1
BAB II
LAPORAN KASUS INTERNSIP
RSUD MANDAU, DURI

 Nama : David Harianto


 Umur : 26 tahun
 Jenis kelamin : Laki-Laki
 Pekerjaan : Mahasiswa
 Suku : Batak
 Agama : Kristen
 Masuk RS : 26/11/’19
 Diperiksa : 26/11/’19
ANAMNESIS : Autoanamnesa
Keluhan Utama: Nyeri Perut Kanan bawah yang memberat sejak 1 hari ini

Riwayat Penyakit Sekarang :


 3 hari SMRS, OS mengeluh nyeri perut pada ulu hati, tidak membaik
setelah makan, tidak dipengaruhi pola makan, dan belakangan nyeri
dirasakan menjalar ke perut kanan bawah, keluhan disertai mual (+),
muntah (+) . Nyeri bertambah hebat sejak 1 hari ini.
 mual (+) muntah (+) mulai malam sebelum masuk RS, muntah makanan
yang dimakan dan diminum, darah (-).
 Demam dirasakan OS 2 hari ini dan OS meminum obat penurun panas
kemudian demam turun, menggigil (-).
 Nafsu makan dirasakan berkurang (+)
 Awalnya OS Merasa dia hanya sakit lambung biasa sehingga membeli
obat lambung di apotek.
 BAB = Normal, frekuensi seperti biasa, darah (-)
 BAK= Nyeri (-) saat mau kencing, Keruh (-) berpasir (-) ,frekuensi lebih
sering dibanding biasa disangkal.
 Flatus (+) Normal.

2
 OS adalah seorang mahasiswa tingkat akhir, sedang mengerjakan tugas
akhir dan juga sambil bekerja, dengan kebiasaan makan diluar, dan pola
makan yang tidak teratur dan jarang makan sayur dan buah.
 Penurunan BB (-)
 Riwayat obat2an : Antasida syrup dan Paracetamol
Riwayat Penyakit Dahulu:
 Riwayat Operasi (-)
 HT, DM (-)
 Maag (-)
 Alergi makanan (-) , alergi obat (-)
 Trauma (-)
Riwayat Penyakit Keluarga:
 DM (-), HT (-), alergi (-)

Status Generalisata
 Keadaan umum : Tampak sakit ringan
 Kesadaran : Kompos mentis
 Vital Sign
TD : 110/80 mmhg
Nadi : 100 kali/menit
Suhu : 37,7˚C
Pernafasan : 20 x/menit
 Kepala : normochepali
 Mata : konjungtiva anemis(-/-), sklera ikterik(-/-), RC (+/+)
 Leher : pembesaran KGB (-), TVJ normal
 Toraks
Paru : Inspeksi : simetris fusiformis kanan = kiri
Palpasi : vokal fremitus normal simetris
Perkusi : sonor dikedua lapangan paru
Auskultasi : suara pernafasan Vesikuler (+/+)
ST : Ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

3
Jantung : Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba di linea mid
clavicularis sinistra
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : S1 dan S2 reguler,gallop (-),murmur (-)
 Abdomen : Status Lokalisata
 Ekstremitas
Atas : akral hangat, CRT < 2’’, oedem (-/-)
Bawah : akral hangat, CRT < 2’’, oedem (-/-)

STATUS LOKALIS
Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Dinding Perut simetris, cembung (-), massa (-), scar (-), inflamasi
(-), asites (-)
Auskultasi : Bising usus (+) dalam batas normal.
Palpasi : Nyeri tekan perut kanan bawah (+), nyeri lepas (+), massa (-)
defans muskuler (-)
Perkusi : Timpani.
Pemeriksaan Khusus : Psoas Sign (+), Obturator Sign (+) , Rovsing Sign (+)
Pemeriksaan Rectal :Tidak dilakukan pemeriksaan (OS Tidak bersedia )

DIAGNOSIS KERJA
Apendisitis Akut

DIAGNOSIS BANDING
Susp Infeksi Saluran Kemih
Susp Batu Saluran Kemih

4
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Rutin Urinalisa
HB : 14,4 g/dL Warna : kuning
Leukosit : 14.100 /mm3 Kejernihan : jernih
Trombosit : 249.000/ mm3 Leukosit esterase : Negatif
Neutrofil : 89% Bakteri : Negatif
GDS : 132 g/dl Kristal : Negatif

ALVARADO SCORE : 10

RENCANA PEMERIKSAAN LANJUTAN


USG (Tidak Dilakukan)

DIAGNOSIS KERJA
Appendisitis Akut

TATALAKSANA di IGD
 Farmakologikal :
 IVFD RL 20 Tpm
 Inj. Ondansentron 1 amp
 Inj.Omeprazole 1 Amp
 Inj Paracetamol 500 mg
Konsul ke dr.Spesialis bedah ( dr.Rinaldi S Sp.B)
Jawaban : Appendisitis akut
 Farmakologikal :
Inform consent rencana OK jam 21.00 WIB
 Inj Ceftriaxone 1 gr Pre Operasi
 Operative :
 Appendectomy

PROGNOSIS
Qua Ad Vitam : Dubia ad bonam
Qua Ad Functionam : Dubia ad bonam
Qua Ad Sanationam : Dubia ad bonam

5
PENATALAKSANAAN
 Appendectomy
Appendectomy telah dilaksanakan pada tgl 26 November ’19 pukul 21.00
WIB. Ditemukan appendix yang meradang, oedema, hiperemis, dan perforasi.
Tidak terdapat perlengketan.

Rawat inap

 IVFD RL 20 gtt/i
 Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr
 Inj Ketorolac 2 x 1 Amp
 Inj Omeprazole 2 x 1 Amp

FOLLOW UP DI RUANG INAP

Hari/ Tanggal Follow Up


Selasa S: Nyeri post operasi (+) , Luka (+)
26 November 2019 basah.
O: TD : 110/70 mmhg,
RR 22x, HR 98 x Temp 36,8 C
Bising Usus Normal
A : Post Appendectomy H-0
P : IVFD RL 20 gtt/i
Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr
Inj Ketorolac 2 x 1 Amp
Inj Omeprazole 2 x 1 Amp

Rabu S: Nyeri post operasi (+) Berkurang,


27 November 2019 Luka Kering.
O: TD : 120/70 mmhg,

6
RR 22x, HR 92 x Temp 37,2 C
Bising Usus Normal
A : Post Appendectomy H-1
P : IVFD RL 20 gtt/i
Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr
Inj Ketorolac 2 x 1 Amp (K/P)
Inj Omeprazole 2 x 1 Amp
Kamis S: Nyeri post operasi (-), Luka Kering.
28 November 2019 O: TD : 110/70 mmhg,
RR 20 x, HR 88 x Temp 36,7 C
Bising Usus Normal
A : Post Appendectomy H-2
P : IVFD RL 20 gtt/i
Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr
Inj Ketorolac 2 x 1 Amp (K/P)
Inj Omeprazole 2 x 1 Amp
Jumat S: Nyeri post operasi (-), Luka kering.
29 November 2019 O: TD : 120/80 mmhg,
RR 20x, HR 92 x Temp 36,7 C
Bising Usus Normal
A : Post Appendectomy H-3
P : Pasien Pulang dan Kontrol Ke
Poliklinik, Obat Pulang
- Cefixime tab 2 x 200 mg
- Ranitidine 2 x 150 mg
- Nat Diclofenac 2 x 25 mg
- Vit C Tab 2 x 1

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

7
Apendisitis adalah peradangan appendix vermiformis.1 Apendisitis akut
merupakan sebab terlazim akut abdomen yang memerlukan intervensi bedah.2

3.2 Anatomi dan Fisiologi


Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm
(kisaran 3-15 cm), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian
proksimal dan melebar di bagian distal. Namun demikian pada bayi, apendiks
berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah ujungnya.
Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden apendisitis pada usia itu.
Pada 65% kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan
apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks
penggantungnya. Pada kasus selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal, yaitu
dibelakang sekum, dibelakang colon ascenden.3
Apendiks adalah suatu organ yang terdapat pada cecum yang terletak pada
proksimal colon, yang sampai sekarang fungsinya belum diketahui. Secara
embriologi apendiks dan cecum berkembang dari midgut pada minggu ke-6
kehamilan, sekitar pada bulan ke-5 apendiks terbentuk memanjang dari cecum.
Pada neonatus panjangnya sekitar 4,5 cm, pada dewasa 9,5 cm, dengan diameter
dinding terluar 2-8 mm dan diameter lumen 1-3 mm. Pada neonatus dan bayi
bentuknya seperti kerucut, sehingga memperkecil kemungkinan obstruksi,
semakin bertambah usia bentuknya akan berubah menjadi seperti tabung. Ujung
dari apendiks biasanya terletak pada kuadran kanan bawah rongga pelvis, namun
dapat juga bervariasi.4,5
Perdarahan apendiks berasal dari A.apendikularis yang merupakan arteri
tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat misalnya trombosis pada infeksi maka
apendiks akan mengalami gangren. Arteri apendikuler adalah cabang terminal dari
a.ileokolika, cabang dari a. mesenterica superior dan berjalan pada ujung bebas
mesoapendiks. Mesoapendiks terletak dibelakang ileum terminal yang bergabung
dengan mesenterium intestinal. Kadang-kadang pada mesenterium yang
inkomplet, arteri ini terletak pada dinding sekum. Apendiks memiliki lebih dari 6
saluran limfe melintangi mesoapendiks menuju ke nodus limfe ileocaecal.5
Persarafan apendiks berupa simpatis dan parasimpatis. Persarafan
parasimpatis berasal dari cabang N.vagus yang berasal dari pleksus mesenterika

8
superior yang mengikuti A.mesenterika superior dan A.apendikularis. Sedangkan
persarafan simpatis berasal dari N.torakalis X oleh karena itu nyeri viseral pada
apendisitis bermula disekitar umbilikus.6,7
Apendiks mempunyai lapisan muskulus 2 lapis. Lapisan dalam berbentuk
sirkuler yang merupakan kelanjutan dari lapisan muskulus caekum, sedangkan
lapisan luar berbentuk muskulus longitudinal yang dibentuk oleh fusi dari 3 tenia
koli di perbatasan antara caekum dan apendiks.8
Pada apendiks terdapat 3 tanea coli yang menyatu dipersambungan caecum
dan bisa berguna dalam menandakan tempat untuk mendeteksi apendiks. Posisi
apendiks terbanyak adalah Retrocaecal (74%) lalu menyusul Pelvic (21%),
Patileal (5%), Paracaecal (2%), subcaecal(1,5%) dan preleal (1%).6
Pada keadaan normal tekanan dalam lumen apendiks antara 15–25 cmH2O
dan meningkat menjadi 30–50 cmH2O pada waktu kontraksi. Pada keadaan
normal tekanan pada lumen sekum antara 3–4 cmH 2O, sehingga terjadi perbedaan
tekanan yang berakibat cairan di dalam lumen apendiks terdorong masuk
sekum.6,7
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 mL per hari. Lendir itu normalnya
dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran
di muara apendiks tampaknya berperan pada patofisiologi apendisitis.3
Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (gut associated
lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks,
ialah Ig A. Imunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi.
Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh
karena jumlah jaringan limfe disini kecil sekali jika dibandingkan dengan
jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh.3

9
Gambar 1.1 Anatomi apendiks

Gambar 1.2 Histologi apendiks

3.3 Epidemiologi
Insidens apendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada di negara
berkembang. Namun, dalam tiga-empat dasawarsa terakhir kejadiannya menurun
secara bermakna. Hal ini diduga disebabkan oleh meningkatnya penggunaan
makanan berserat dalam menu sehari-hari.3
Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang
dari satu tahun jarang dilaporkan. Insidens tertinggi pada kelompok umur 20-30
tahun, setelah itu menurun. Insidens pada lelaki dan perempuan umumnya
sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun, insidens lelaki lebih tinggi.3

3.4 Etiologi

10
Apendisitis disebabkan obtruksi lumen apendiks yang selanjutnya
mengakibatkan kongesti vaskular, iskemia jaringan, nekrosis dan infeksi .Infeksi
kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan Streptococcus. Penyebab
terbanyak obtruksi lumen apendiks adalah obtruksi oleh fecolith. Fecolith
ditemukan sebanyak 40% pada kasus apendisitis akut yang simpel, 65% pada
gangren apendisitis tanpa perforasi dan hampir 90% pada gangren apendisitis
dengan perforasi.7
Penyebab lain obstruksi lumen apendiks adalah:

Hiperplasia folikel limfoid

Massa tumor dan keganasan

Benda asing seperti biji-bijian

Parasit (cacing)

Striktur lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.7,8,9
Penelitian Epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan
rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis Konstipasi
akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan
fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa.
Semuanya ini akan mempermudah timbulnya apendisitis akut.3

3.5 Patofisiologi
Patologi apendisitis dimulai di jaringan mukosa dan kemudian menyebar ke
seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama. Jaringan
mukosa pada apendiks menghasilkan mukus (lendir) setiap harinya. Terjadinya
obstruksi menyebabkan pengaliran mukus dari lumen apendiks ke sekum menjadi
terhambat. Makin lama mukus makin bertambah banyak dan kemudian
terbentuklah bendungan mukus di dalam lumen. Namun, karena keterbatasan
elastisitas dinding apendiks, sehingga hal tersebut menyebabkan terjadinya
peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan
menyebabkan terhambatnya aliran limfe, sehingga mengakibatkan timbulnya
edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis
akut fokal yang ditandai oleh nyeri di daerah epigastrium di sekitar umbilikus.
Nyeri ini disebabkan oleh terangsangnya serat nyeri visceral aferen yang
terdapat pada apendik yang masuk ke medulla spinalis setinggi vertebra thorakal

11
X. karena yang terangsang serat nyeri visceral, maka karakteristik nyerinya adalah
tumpul dan tak dapat dilokalisasi dengan baik oleh pasien.8,9
Jika sekresi mukus terus berlanjut, tekanan intralumen akan terus
meningkat. Hal ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi vena, edema
bertambah, dan bakteri akan menembus dinding apendiks. Peradangan yang
timbul pun semakin meluas dan mengenai peritoneum setempat, sehingga
menimbulkan nyeri di daerah perut kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan
apendisitis supuratif akut.9
Bila kemudian aliran arteri terganggu, maka akan terjadi infark dinding
apendiks yang disusul dengan terjadinya gangren. Keadaan ini disebut dengan
apendisitis ganggrenosa. Jika dinding apendiks yang telah mengalami ganggren
ini pecah, itu berarti apendisitis berada dalam keadaan perforasi.8,9
Jika terapi pembedahan terlambat dan telah terjadi terjadi perforasi
apendiks, pus akan mengalir ke ruang peritoneum, menyebabkan peritonitis difus
dan pembentukan abses. Setidaknya 3 sampai 10 bakteri berbeda dapat ditemukan
dalam cairan peritoneum, jenis yang paling sering dijumpai yaitu Escherichia
coli, Bacteroides fragilis, Peptostreptococcus, dan Pseudomunas. Pada orang
dewasa ukuran dari omentum cukup besar sehingga dapat mencegah pus masuk ke
rongga peritoneum, jadi hanya terbentuk abses. sedangkan pada anak-anak
omentum belum tumbuh sempurna, sehingga pus dapat mudah memasuki
peritoneum.7,8
Insidensi apendisitis perforasi lebih besar pada anak usia dibawah 8 tahun.
ini berhubungan dengan dinding apendiks yang lebih tipis dan omentum mayor
yang berkembang belum sempurna dibanding anak yang lebih besar.
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh dengan sempurna,
tetapi akan membentuk jaringan parut. Jaringan ini menyebabkan terjadinya
perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan tersebut dapat kembali
menimbulkan keluhan pada perut kanan bawah. Pada suatu saat organ ini dapat
mengalami peradangan kembali dan dinyatakan mengalami eksaserbasi.

3.6 Gambaran Klinis

12
Gejala awal apendisitis akut adalah nyeri abdomen. Sekitar ½ sampai 2/3
pasien dengan apendisitis, gejalanya dimulai dengan gejala klasik apendisitis.
Gejala klasik apendisitis adalah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan
nyeri viseral di daerah epigastrium di sekitar umbilikus. Awalnya nyeri dirasakan
pada regio epigastrium atau periumbilikal dengan sifat nyeri viseral. Pasien
mungkin mendeskripsikan dengan keluhan berupa discomfort. Keluhan ini
biasanya disertai dengan rasa mual, bahkan terkadang muntah, dan pada
umumnya nafsu makan menurun. Kemudian dalam beberapa jam, nyeri akan
beralih ke kuadran kanan bawah, ke titik Mc Burney. Di titik ini nyeri terasa lebih
tajam dan jelas letaknya, sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Namun
terkadang, tidak dirasakan adanya nyeri di daerah epigastrium, tetapi terdapat
konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan ini
dianggap berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi. Terkadang
apendisitis juga disertai dengan demam derajat rendah sekitar 37,5 -38,5 derajat
celcius.3,4,7
Nyeri periumbilikus akut atau nyeri abdomen menyeluruh biasanya konstan.
Sesudah 1-5 jam, nyeri berkemih atau rasa kebelet dapat terjadi jika apendiks
terletak dekat kandung kemih atau ureter. Muntah biasanya terjadi hanya sesudah
nyeri yang berkepanjangan. Konstipasi sering terjadi, tetapi diare hanya kadang –
kadang dijumpai.5
Demam yang sangat tinggi menunjukkan adanya perforasi apendiks, disertai
peritonitis, atau adanya enteritis bakteri yang bersamaan, terutama jika disertai
diare. Anak biasanya gelisah dan “ terlipat ” (dengan paha dalam posisi fleksi )
atau berjalan membungkuk, sering memegang sisi kanan.7

3.7 Pemeriksaan
Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5 - 38,5 C. Bila suhu lebih
tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Pada inspeksi abdomen sering ditemukan
adanya abdominal swelling, sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan
distensi perut. Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada massa atau abses
periapendikuler. Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada regio iliaka
kanan, bisa disertai nyeri lepas. Defans musculer menunjukkan adanya

13
rangsangan peritoneum parietal. Nyeri tekan perut kanan bawah ini merupakan
kunci diagnosis. Dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. Nyeri tekan
perut kanan bawah merupakan kunci diagnosis dari apendisitis. Pada penekanan
perut kiri bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan bawah yang disebut
dengan tanda Rovsing (Rovsing Sign). Dan apabila tekanan di perut kiri bawah
dilepaskan juga akan terasa nyeri pada perut kanan bawah. Yang disebut tanda
Blumberg (Blumberg Sign).3,7,8,10
Pada palpasi dapat dirasakan adanya perbedaan tegangan otot antara kedua
sisi abdomen. Tangan harus dihangatkan dahulu karena tangan yang dingin akan
merangsang dinding perut untuk berkontraksi sehingga sukar menilai keadaan
intraperitoneal. Dan setelah itu lakukan palpasi . lokalisasi nyeri tekan mungkin
sulit ditentukan, tetapi pendapat tentang apakah nyerinya lebih terasa pada sisi
kanan atau sisi kiri dapat diketahui dengan memperhatikan ekspresi pasien ketika
melakukan palpasi tiap area, dan dengan memperhatikan spasme involunter otot –
otot abdomen. Kebanyakan pasien cenderung memfleksi paha kanan dengan
tujuan mengurangi spasme dari muskulus psoas. 3,7,8,10
Pemeriksaan colok dubur dilakukan pada apendisitis untuk menentukan
letak apendiks, apabila letaknya sulit diketahui. Jika saat dilakukan pemeriksaan
ini dan terasa nyeri, maka kemungkinan apendiks yang meradang terletak
didaerah pelvis. Pemeriksaan ini merupakan kunci diagnosis pada apendisitis
pelvika. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator juga dilakukan untuk mengetahui
letak apendiks yang meradang. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas
lewat hiperektensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan,
kemudian paha kanan ditahan. Bila appendiks yang meradang menempel di m.
psoas mayor, maka tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Sedangkan pada
uji obturator dilakukan gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi
terlentang. Bila apendiks yang meradang kontak dengan m.obturator internus
yang merupakan dinding panggul kecil, maka tindakan ini akan menimbulkan
nyeri. Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis pelvika.3,7,8,10

3.8 Pemeriksaan Penunjang

14
Pada pasien dengan keluhan dan pemeriksaan fisik yang karakteristiknya
apendisitis akut, akan ditemukan pemeriksaan darah adanya leukositosis 11000 –
14000/mm3 dan disertai dengan adanya pergeseran seri neutrofil ke kiri. Jika
jumlah leukosit >15.000/mm3 kemungkinan besar sudah terjadi perforasi.
Urinalisis yang teliti harus dilakukan untuk menyingkirkan infeksi ginjal atau
kandung kemih.7,8,10
Foto polos abdomen jarang membantu menegakkan diagnosis apendisitis.
Banyak kasus apendisitis ditemukan gambaran radiologis yang normal. Tanda-
tanda yang dapat ditemukan seperti gambaran psoas line kanan yang kabur, air-
fluid level pada perut kuadran kanan bawah, dan gambaran udara pada apendiks.
USG merupakan salah satu pilihan untuk mengevaluasi apendisitis.
Keuntungan dari USG adalah noninvasif, radiasi minimal, tidak menggunakan
kontras, dan nyeri minimal. USG juga dapat digunakan melihat kelainan lain
seperti abses tuba dan ovarium, kista ovarium, dan adenitis mesenterika.
Kelemahan dari USG adalah operator dependent, tergantung pengalaman dan
keahlian operator. Beberapa tanda yang dapat dijumpai pada USG :
a. Dilatasi apendiks
b. Pada perforasi ditemukan formasi abses.
c. Tanda lainnya ada cairan di lumen apendiks, dan diameter transversum
apendiks > 6mm.
Pemeriksaan USG juga dapat mendiagnosa kelainan lainnya seperti abses
tuba ovarium, kista ovarium, dan adenitis mesenterika.7,8,10
CT Scan lebih sering digunakan untuk mendiagnosis apendisitis pada
dewasa, pada anak-anak kegunaan CT Scan terbatas. CT Scan berguna jika pada
pemeriksaan USG terlihat samar-samar. Dalam penelitian yang dilakukan Antonia
et al (2003) menyatakan pemeriksaan CT scan tidak meningkatkan akurasi
diagnosis dibandingkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan laboratorium. Jika ada
kecurigaan yang tinggi terhadap apendisitis, hasil CT scan yang negatif tidak bisa
menyingkirkan diagnosis. Tetapi pada pasien yang meragukan, CT scan
merupakan pemeriksaan yang sensitif. 7,8,10

15
Urinalisis bertujuan untuk menyingkirkan differensial diagnosis batu ureter
dan kemungkinan dari infeksi saluran kemih sebagai akibat dari nyeri perut
bawah.8,11
Kimia darah, pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase ini membantu
mendiagnosa peradangan hati, kandung empedu dan pancreas jika nyeri
dilukiskan pada perut bagian tengah bahkan kuadrant kanan atas.7,8

3.9 Scoring Sistem


1. Sistem skoring yang diajukan oleh Kharbanda et al.
Sistem ini ada 6 bagian yang dinilai yaitu mual (2 poin), nyeri perut kanan
bawah (2 poin), nyeri yang berpindah (1 poin), kesulitan berjalan (1 poin), nyeri
pada saat perkusi (2 poin), dan hitung jenis neutrofil >6,75 x 10 3/µL (6 poin). Jika
skor lebih atau sama dengan 5 mempunyai tingkat sensitifitas 96,3%.11,12,13

2. Samuel skor (Pediatric Appendicitis Score)


Sistem ini berdasarkan 8 variabel yaitu nyeri yang berpindah ke perut kanan
bawah, anoreksia, mual dan muntah, nyeri perut kanan bawah saat batuk,
melompat, maupun pada perkusi, suhu badan meningkat, leukositosis, dan hitung
jenis shift to the left. Sistem ini merekomendasikan jika skor ≤ 5 dilakukan
observasi, jika ≥ 6 harus dilakukan konsultasi ke ahli bedah.11,12,13

3. Alvarado atau skor MANTRELS


Alvarado score merupakan skoring untuk menegakkan diagnosis apendistis
yang paling sering dipakai. Skor ini biasa disingkat dengan MANTRELS. Skor ini
terdiri dari 3 tanda, 3 gejala dan 2 hasil lab. Diagnosis pasti apendisitis akut dapat
ditegakkan bila skoring >7.13

Tabel 1.1 MANTRELS Score 12


Feature Points
Migration of pain from central area to 1

16
RLQ
Anorexia or Acetonuria 1
Nausea with vomiting 1
Tenderness in RLQ 2
Rebound tenderness 1
Elevated temperature ≥ 37,3°C 1
Leukocytosis (>10.000/mm3) 2
Shifted WBC count (>75% neutrophils) 1
Total possible points 10

3.10 Diagnosis Banding


Diagnosa banding meliputi: adenitis mesentrika, pyelonefritis dextra,
sistitis, batu ureter dextra, ISK, gastroenteritis, perforasi ulkus peptikum,
peritonitis, divertikulitis Meckell, ruptur kehamilan ektopik, infeksi panggul,
ruptur folilkel dan penyakit usus inflamasi (terutama ileitis, ileokolitis crohn).7,14

3.11 Penatalaksanaan
Perbaikan keadaan umum dengan infus, pemberian antibiotik untuk kuman
gram negatif dan positif serta kuman anaerob.
Antibiotik diberikan preoperatif dengan suspek apendisitis dan dihentikan
setelah pembedahan jika tanda-tanda perforasi tidak ada. Antibiotik initial
diberikan termasuk generasi ke 3 cephalosporins, ampicillin, metronidazol
,klindanisin atau gentamisin diberikan untuk mengobati infeksi bakteri aerob dan
anaerob seperi Escherichia coli, Bacteroides, Klebsiella, Enterococci, dan
Pseudomonas. Antibiotik alternatif lain yang dapat diberikan seperti sulbaktam,
cefoxitin, cefotetan, piperasilin, tazobaktam, tikarsilin, klavulanat, imipenem, dan
cilastatin.7,8
Terapi bedah merupakan terapi definitif meliputi apendiktomi dan
laparoskopik apendektomi. Apendektomi terbuka merupakan operasi klasik
pengangkatan apendiks. Mencakup Mc Burney insisi. Dilakukan diseksi melalui
oblique eksterna, oblique interna dan transversal untuk membuat suatu muscle
spreading atau muscle splitting, setelah masuk ke peritoneum apendiks
dikeluarkan ke lapangan operasi, diklem, diligasi dan dipotong. Mukosa yang
terkena dicauter untuk mengurangi perdarahan, beberapa orang melakukan inversi
pada ujungnya, kemudian sekum dikembalikan ke dalam perut dan insisi

17
ditutup.7,8 Perlu dilakukan laparotomi dengan insisi yang panjang, supaya dapat
dilakukan pencucian rongga peritoneum dari pus maupun pengeluaran fibrin yang
adekuat secara mudah, begitu pula pembersihan kantong nanah. Akhir-akhir ini
mulai banyak dilaporkan pengelolaan apendisitis perforasi secara laparoskopi
apendektomi. Rongga abdomen bisa dibilas dengan mudah. Dilaporkan hasilnya
tidak berbeda dibanding dengan laparatomi terbuka, tetapi keuntungannya lama
rawat lebih pendek dan secara kosmetik lebih baik.3

3.12 Komplikasi
Bila tidak ditangani dengan baik maka apendisitis dapat mengalami
perforasi dan berlanjut menjadi peritonitis lokal maupun umum. Komplikasi yang
paling sering terjadi adalah perforasi, baik perforasi bebas maupun pada bagian
apendik yang telah mengalami walling off sehingga berupa masa yang terdiri dari
kumpulan mesoapendik, apendik, sekum dan lengkung usus yang disebut sebagai
masa apendikuler.4,7
Komplikasi lain yang cukup berbahaya adalah pylephlebitis, yaitu
merupakan thrombophlebitis supurativa pada sistem vena porta akibat perluasan
infeksi apendisitis. Gejalanya berupa menggigil, demam tinggi, ikterik ringan dan
abses hepatik.
Komplikasi yang terjadi setelah pembedahan apendisitis diantaranya adalah
infeksi postoperasi. Beberapa tahun yang lalu insidensi infeksi setelah
pembedahan sebesar 20-40%, insidensi ini mengalami penurunan sampai sekitar
5%. Infeksi setelah pembedahan sering terjadi pada apendisitis perforasi atau
gangrenosa. Meskipun infeksi bisa terjadi di sejumlah lokasi, infeksi yang terletak
di lokasi pembedahan yang paling sering, yaitu pada luka subkutan dan dalam
rongga abdominal. Insidensi kedua komplikasi ini bervariasi tergantung pada
derajat apendisitis, umur penderita, kondisi fisiologis dan tipe penutupan luka.
Obstruksi intestinal bisa terjadi setelah pembedahan pada kasus apendisitis, hal ini
disebabkan oleh abses, phlegmon intraperitoneal atau adhesi.7

3.13 Prognosis
Bila ditangani dengan baik, prognosis apendiks adalah baik. Secara umum
angka kematian pasien apendiks akut adalah 0,2-0,8%, yang lebih berhubungan

18
dengan komplikasi penyakitnya daripada akibat intervensi tindakan Angka
morbiditas terjadi pada 1,2% penderita apendisitis akut dan 6,4% pada penderita
apendisitis perforasi.

BAB IV
PEMBAHASAN

Pada pasien ini ditegakkan diagnosis apendisitis akut karena didapatkan dari
anamnesa : sakit perut pada daerah sekitar pusat yang beralih ke perut kanan
bawah dan kemudian menetap. Sakit/nyeri ini disebabkan terangsangnya serat
nyeri visceral aferen yang terdapat pada apendik yang masuk ke medulla spinalis
setinggi vertebra thorakal X. Karena yang terangsang serat nyeri visceral, maka
karakteristik nyerinya adalah tumpul dan tak dapat dilokalisasi dengan baik oleh

19
pasien. Jika tekanan intralumen terus meningkat. Hal ini akan menyebabkan
terjadinya obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding
apendiks. Peradangan yang timbul pun semakin meluas dan mengenai peritoneum
setempat, sehingga menimbulkan nyeri di daerah perut kanan bawah. Di titik ini
nyeri terasa lebih tajam dan jelas letaknya, sehingga merupakan nyeri somatik
setempat. Nyeri tersebut semakin bertambah dengan adanya pergerakan (berjalan,
perubahan posisi dari berbaring ke duduk). Gejala nyeri abdomen ini disertai
demam, mual, dan susah BAB.
Nyeri pada abdomen kanan bawah pada pasien ini, dapat juga disebabkan
oleh adanya batu ureter kanan, peradangan kolon, dan perforasi ulkus duodenum
yang mana hal ini telah disingkirkan dengan tidak adanya riwayat kencing keluar
batu/berpasir, pasien tidak pernah merasakan nyeri sebelumnya, nyeri timbul tiba-
tiba, tidak terdapat perdarahan saluran cerna, BAB dan BAK normal.
Pada pasien ini jarang makan sayuran atau buah-buahan sehingga kebiasaan
tersebut dapat menyebabkan konstipasi. Adanya konstipasi menyebabkan
obstruksi fecalith pada appendix. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan
bahwa penyebab obstruksi yang terbanyak adalah fecalith.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan :
Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : distensi (-) yang menyingkirkan adanya obstruksi dari
gastrointestinal tract scar (-) yang menyingkirkan adanya adhesive
akibat tindakan operasi

Auskultasi : bising usus (+) normal yang menyingkirkan adanya obstruksi dari
gastrointestinal tract
Palpasi : Nyeri tekan abdomen (-), nyeri lepas (+) pada regio iliaka dextra di
titik Mc Burney, psoas sign (+), obturator sign (+) Rovsing sign (+).
Defans muskuler setempat di titik Mc Burney (+). Semua hal ini
merupakan tanda apendisitis akut.
Rectal Toucher : Tidak dilakukan.

Pada pemeriksaan penunjang didapatkan :

20
 Leukosit : 14. 100/uL
 Neutrofil : 89
Merupakan suatu tanda proses infeksi yang terjadi.

Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang dapat di


rangkum dalam Alvarado score :

Feature Points
Migration of pain from central area to
1
RLQ
Anorexia or Acetonuria 1
Nausea with vomiting 1
Tenderness in RLQ 2
Rebound tenderness 1
Elevated temperature ≥ 37,3°C 1
Leukocytosis (>10.000/mm3) 2
Shifted WBC count (>75% neutrophils) 1
Total possible points 10

Jika Alvarado skor 7 – 10 maka penanganannya adalah operasi segera


mungkin. Pada pasien ini penanganannya sudah tepat dengan dilakukan nya
appendectomy.
Ditemukan appendix yang meradang, oedema, hiperemis, dan perforasi,
tidak terdapat perlengketan. Temuan ini mendukung dengan proses infeksi yang
terjadi secara akut. Dimana pada anamnesis didapatkan nyeri yang timbul tiba-tiba
dan pasien tidak pernah merasakan nyeri sebelumnya. Hal ini juga didukung
dengan adanya peningkatan jumlah leukosit yaitu 14.100 /Ul.

21
BAB V
KESIMPULAN

Telah dilaporkan sebuah laporan kasus


 Nama : David Harianto
 Umur : 26 tahun
 Jenis kelamin : Laki-Laki
 Pekerjaan : Mahasiswa
 Suku : Batak
 Agama : Kristen
 Masuk RS : 26/11/’19
 Diperiksa : 26/11/’19

22
Melalui Anamnesa, Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan penunjang
didiagnosis appendisitis akut kemudian telah dilakukan operasi appendectomy
pada pasien sebagai tatalaksana defenitif.

DAFTAR PUSTAKA

1. Dorland WAN. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. Jakarta: EGC;


2000. Hal 142.
2. McIlrath DC. Kelainan Bedah Apendiks Vermiformis dan Divertikulum
Meckel dalam Sabiston DC. Buku Ajar Bedah. Bagian 2. Jakarta: EGC;
1994. Hal 1.
3. Hamami, AH, Pieter J, Riwanto I, Tjambolang T, Ahmadsyah I. Usus
Halus Apendiks, Kolon, dan anorektum dalam Sjamsuhidajat R, De Jong
W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC; 2005. Hal 640-645.
4. Snell, RS. Cavitas Abdomiinalis. Anatomi Klinik. Edisi 6. Jakarta: EGC;
2006. Hal 286-287.

23
5. Guyton & Hall, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC; 1997. Hal
543-547
6. Schwartz I Samuor : Appendicitis In Principles of Surgery 7th. New York:
McGraw-Hill Companies; 1999, page 1191-1225
7. Santacroce, L. Appendicitis. State University at Bari, Italy. Di akses dari
www.medscape.com tanggal 2-8-2018.
8. George F. Appendicitis. Medline plus [ cited 5 Agustus 2018]. Available
from: www.nlm.nih.gov/medlineplus/appendicitis.html
9. Digestive disorder health center. Appendicitis. 2010 [cited 5 Agustus
2018]. Available from: http://www.webmd.com/digestive-
disorders/digestive-diseases-appendicitis

10. Teicher, Landa B, Cohen M, Kabnick LS, Wise. Scoring system to aid in
diagnoses of appendicitis. Ann Surgery. 1983. p. 753–759
11. Craig S. Appendicitis acute. 2016 [cited 5 Agustus 2018]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/773895-diagnosis
12. Schneider C, Kharbanda A, Bachur R. Evaluating appendicitis scoring
systems using a prospective pediatric cohort. Annals of Emergency
Medicine. 2007; 49: 778- 784.
13. Grace PA. Borley NR. Apendisitis akut. At a glance Ilmu bedah. Edisi
ketiga. Jakarta: Erlangga; 2006. 106-107.

24

Anda mungkin juga menyukai