Anda di halaman 1dari 30

i

LAPORAN SEMINAR KEPERAWATAN STASE GERONTIK


“ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA NY.J USIA 90
TAHUN DENGAN DIAGNOSA OSTEOARTHRITIS PADA
TANGGAL 20 APRIL -2 MEI 2020”

OLEH KELOMPOK STASE GERONTIK :

1. Aan Dwi Putri, S. Kep


2. Benny Wibowo, S.Kep
3. Desy Putri Andreani S. Kep
4. Dewi Prastika S.Kep
5. Dia Fitriana S.Kep
6. Makfiatul Abadyah S.Kep
7. Oktavia Indah L D S.Kep
8. Usha Meilasari S.Kep

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


STIKES PEMKAB JOMBANG
2020

i
ii

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Seminar Keperawatan Stae Gerontik Dengan Judul Asuhan


Keperawatan Gerontik Pada Ny.J Usia 90 Tahun Dengan Diagnosa Osteoarthritis
Pada Tanggal 20 April -2 Mei 2020. dilaksakanakan oleh kelompok 13,14 stase
kritis.

1. Aan Dwi Putri, S. Kep


2. Benny Wibowo, S.Kep
3. Desy Putri Andreani S. Kep
4. Dewi Prastika S.Kep
5. Dia Fitriana S.Kep
6. Makfiatul Abadyah S.Kep
7. Oktavia Indah L D S.Kep
8. Usha Meilasari S.Kep

sebagai bahan pemenuhan tugas praktik klinik keperawatan gerontik profesi


ners STIKES Pemkab Jombang,yang dialaksanakan pada tangga 20 April-2 Mei
2020 di Ruang pertemuan RSU Haji Surabaya

Jombang, Mei 2020

Pembimbing Akademik Pembimbing akademik

ii
iii

DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..........................................................................
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................
1.3 Tujuan Penulisan.......................................................................
BAB II LAPORAN PENDAHULUAN
2.1 Definis Osteoathritis.................................................................
2.2 Etiologi Osteoathritis................................................................
2.3 Manifestasi Klinis Osteoathritis ..............................................
2.4 Patofisiologi Osteoathritis.........................................................
2.5 Komplikasi Osteoathritis..........................................................
2.6 Pemeriksaan Penunjang Osteoathritis......................................
2.7 Penatalaksanaan Osteoathritis...................................................
2.8 WOC Osteoathritis....................................................................
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengakajian ..............................................................................
3.2 Masalah keperawatan................................................................
3.3 analisa data I..............................................................................
3.4 analisa data II............................................................................
3.5 Intervensi Keperawatan ............................................................
3.6 ImpIementasi keperawatan I.....................................................
3.7 Implementasi keperawatan II...................................................
3.8 Evaluasi keperawatan I.............................................................
3.9 Evaluasi keperawatan II............................................................
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Pembahasan intervensi I ............................................................
4.2 Pembahasan intervensi II...........................................................

BAB V PENUTUP
4.1 Kesimpulan ...............................................................................
4.2 Saran..........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................

iii
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
(IPTEK) tidak terkecuali dalam bidang kesehatan membuat kualitas
kesehatan penduduk di dunia menjadi meningkat sehingga harapan hidup
(UHH) manusia pun menjadi meningkat. Berdasarkan data yang diperoleh
dari pusat data dan informasi Kementrian Kesehatan RI bahwa angka
umur harapan hidup pada tahun 2010-2015 di indonesia adalah 70,7 tahun
dan diperkirakan pada tahun 2015-2020 angka umur harapan hidup akan
meningkat mencapai 71,7 tahun. Menurut Undang-Undang nomor 13
tahun 1998 pada Bab 1 Pasal 1 ayat 2 tentang kesejahteraan lanjut usia,
lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas. (Lilik,
2011)
Berdasarkan data dari World Population Prospects The Revision
(2015), ada 901.000.000 orang berusia 60 tahun lebih atau 12% dari
jumlah populasi global. Asia menempati urutan pertama dengan jumlah
populasi lanjut usia terbesar dimana pada tahun 2015 berjumlah 508 juta.
Menurut World Health Organization (WHO) jumlah warga negara
indonesia pada tahun 2013 adalah sebanyak 249.866.000 dimana 8% dari
jumlah populasinya adalah mereka yang berusia lebih dari 60 tahun.
Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) pada tahun
2014 jumlah lanjut usia di indonesia mencapai 20,24 juta jiwa atau setara
dengan 8,03% dari seluruh penduduk di indonesia.
Berdasarkan data yang diperoleh dari National Centers for
Health Statistics, sekitar 15,8 juta (12%) orang dewasa antara usia 25-74
tahun mempunyai keluhan osteoartritis (Anonim, 2011). Prevalensi
osteoartritis total di Indonesia adalah sekitar 34,3 juta orang pada tahun
2002 dan mencapai 36,5 juta orang pada tahun 2007.
Menua atau menjadi tua bukanlah suatu penyakit tetapi
merupakan proses berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi
2

rangsangan dari dalam maupun luar tubuh yang masih dikategorikan


sebagai hal yang alamiah. Walaupun demikian, memang harus diakui
bahwa lanjut usia rentan terkena berbagai penyakit antara lain pada sistem
muskuloskeletal. Salah satu penyakit yang menyerang sistem
muskuloskeletal pada lanjut usia yaitu osteoartritis. Osteoartritis
merupakan penyakit sendi degeneratif yang berkaitan dengan kerusakan
kertilago sendi vertebra, panggul, lutut dan pergerakan kaki paling sering
terkena osteoartritis (Aru, dkk 2009).
Tipe primer(idiopatik) tanpa kejadian atau penyakit sebelumnya
yang berhubungan dengan osteoartritis. Dan tipe sekunder seperti akibat
trauma, infeksi dan pernah fraktur. (Yuliana Elin, 2009).
Penyebab dari osteoartritis untuk sekarang masih belum jelas
tetapi faktor resiko osteoartritis dapat diketahui dari beberapa hal
diantaranya adalah umur. Perubahan fisik dan biokimia yang terjadinya
sejalan dengan bertambahnya umur dengan penurunan jumlah kolagen dan
kadar air, dan endapannya berbentuk pigmen yang berwarna kuning,
proses degenerasi ini disebabkan oleh proses kondrosit yang merupakan
unsur penting rawan sendi. Pemecahan tersebut diduga diawali stress
biomekanik tertentu. Pengeluaran enzim lisosom menyebabkan
dipecahkannya polisakarida protein yang membentuk matriks disekeliling
kondrosit yang mengakibatkan kerusakan tulang rawan sehingga
osteoarthritis banyak terjadi pada lanjut usia.
Tanda gejala yang biasa muncul pada lanjut usia yang
mengalami osteoarthritis adalah nyeri sendi, nyeri bertambah dengan
aktifitas dan membaik dengan istirahat, kekakuan paling ringan pada pagi
hari namun terjadi berulang-ulang sepanjang hari, krepitasi, deformitas,
dan adanya tanda-tanda peradangan. Hal ini akan berdampak kepada
kebutuhan dasar manusia pada lanjut usia yang akan terganggu seperti,
mengganggu kebutuhan aktivitas yang disebabkan oleh adanya hambatan
gerak sendi, deformitas dan perubahan gaya berjalan. Selain itu
mengganggu kebutuhan rasa aman dan nyaman yang disebabkan oleh
adanya nyeri di daerah tulang dan persendian yang terkena osteoarthritis.
3

Mengingat banyaknya kasus dan dampak yang ditimbulkan


akibat dari osteoartritis peran perawat sangat penting dalam pelayanan
terhadap lanjut usia yang mengalami osteoartritis diantaranya aspek
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Aspek promotif pada
keperawatan adalah dengan memberikan penyuluhan kesehatan tentang
osteoartritis. Aspek preventif, yaitu cara mencegah dengan cara
menganjurkan untuk mengatur pola makan sesuai diit dan menghindari
makanan yang memungkinkan menyebabkan osteoartritis bertambah parah
seperti kacang-kacangan, menganjurkan olahraga ringan secara teratur
seperti berjalan kaki minimal 30 menit perhari serta mengurangi berat
badan. Aspek kuratif yaitu dengan memberikan kompres pada daerah yang
nyeri serta melakukan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
analgetik serta anti-inflamasi. Aspek yang terakhir adalah aspek
rehabilitatif, yaitu dengan melakukan latihan gerak sendi atau range of
motion (rom) secara bertahap dan membatasi gerak.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mendeskripsikan pengalaman nyata dalam memberikan
asuhan keperawatan pada pemenuhan kebutuhan dasar aman dan
nyaman klien : nyeri klien dengan masalah kesehatan gangguan
sistem muskuloskeletal : osteoarthritis.

1.2.2 Tujuan Khusus


1. Mampu menguraikan/mendeskripsikan hasil pengkajian lansia
dengan masalah kesehatan gangguan sistem muskuloskeletal :
osteoarthritis.
2. Mampu menguraikan/mendeskripsikan masalah dan diagnosa
keperawatan lansia dengan masalah kesehatan gangguan sistem
muskuloskeletal : osteoarthritis.
4

3. Mampu menguraikan/mendeskripsikan rencana tindakan


keperawatan.
4. Mampu menguraikan/mendeskripsikan tindakan keperawatan
lansia dengan masalah kesehatan gangguan sistem muskuloskeletal
: osteoarthritis.
5. Mampu menguraikan/mendeskripsikan hasil evaluasi keperawatan
lansia dengan masalah kesehatan gangguan sistem muskuloskeletal
: osteoarthritis.
6. Mampu mengidentifikasi faktor-faktor pendukung, penghambat
serta dapat mencari solusi.
5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Lansia
2.1.1 Definisi Lansia
Lansia adalah seseorang mengalami kemunduran fisik, mental dan
sosial secara bertahap (Azizah, 2012).
Menurut undang-undang nomor 13 tahun 1998 tentang
kesejahteraan lanjut usia pada bab 1 pasal 1 ayat 2, yang dimaksud
lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas.
2.1.2 Batasan Lansia
a. WHO (1999) menjelaskan batasan lansia adalah sebagai berikut :
1) Usia lanjut (elderly) antara usia 60-74 tahun,
2) Usia tua (old) :75-90 tahun, dan
3) Usia sangat tua (very old) adalah usia > 90 tahun.
b. Menurut departemen kesehatan republik Indonesia membagi lanjut
usia menjadi sebagai berikut:
1) Kelompok menjelang usia lanjut (45 – 54 tahun), keadaan ini
dikatakan sebagai masa virilitas.
2) Kelompok usia lanjut (55 – 64 tahun) sebagai masa pensiunan.
3) Kelompok-kelompok usia lanjut (> 65 tahun) yang dikatakan
sebagai masa senium.
2.1.3 Teori Menua
Teori penuaan secara umum menurut Ma’rifatul (2011) dapat
dibedakan menjadi dua yaitu teori biologi dan teori penuaan
psikososial:
a. Teori Biologi
1) Teori seluler
Kemampuan sel hanya dapat membelah dalam jumlah
tertentu dan kebanyakan sel–sel tubuh “diprogram” untuk
membelah 50 kali. Jika seldari tubuh lansia dibiakkanlalu
diobrservasi di laboratorium terlihat jumlah sel–sel yang akan
membelah sedikit. Pada beberapa sistem, seperti sistem saraf,
6

sistem musculoskeletal dan jantung, sel pada jaringan dan


organ dalam sistem itu tidak dapat diganti jika sel tersebut
dibuang karena rusak atau mati. Oleh karena itu, sistem
tersebut beresiko akan mengalami proses penuaan dan
mempunyai kemampuan yang sedikit atau tidak sama sekali
untuk tumbuh dan memperbaiki diri (Azizah, 2011).
2) Sintesis Protein (Kolagen dan Elastis)
Jaringan seperti kulit dan kartilago kehilangan elastisitasnya
pada lansia. Proses kehilangan elastisitas ini dihubungkan
dengan adanya perubahan kimia pada komponen protein dalam
jaringan tertentu. Pada lansia beberapa protein (kolagen dan
kartilago, dan elastin pada kulit) dibuat oleh tubuh dengan
bentuk dan struktur yang berbeda dari protein yang lebih
muda. Contohnya banyak kolagen pada kartilago dan elastin
pada kulit yang kehilangan fleksibilitasnya
serta menjadi lebih tebal, seiring dengan bertambahnya usia.
Hal ini dapat lebih mudah dihubungkan dengan perubahan
permukaan kulit yang kehilangan elastisitanya dan cenderung
berkerut, juga terjadinya penurunan mobilitas dan kecepatan
pada system musculoskeletal (Azizah dan Lilik, 2011).
3) Keracunan Oksigen
Teori ini tentang adanya sejumlah penurunan kemampuan sel
di dalam tubuh untuk mempertahankan diri dari oksigen yang
mengandung zat racun dengan kadar yang tinggi, tanpa
mekanisme pertahanan diri tertentu. Ketidakmampuan
mempertahankan diri dari toksin tersebut membuat struktur
membran sel mengalami perubahan serta terjadi kesalahan
genetik. Membran sel tersebut merupakan alat sel supaya dapat
berkomunikasi dengan lingkungannya dan berfungsi juga
untuk mengontrol proses pengambilan nutrisi dengan proses
ekskresi zat toksik di dalam tubuh. Fungsi komponen protein
pada membran sel yang sangat penting bagi proses tersebut,
7

dipengaruhi oleh rigiditas membran. Konsekuensi dari


kesalahan genetik adalah adanya penurunan reproduksi sel
oleh mitosis yang mengakibatkan jumlah sel anak di semua
jaringan dan organ berkurang. Hal ini akan menyebabkan
peningkatan kerusakan sistem tubuh (Azizah dan Lilik, 2011).
4) Sistem Imun
Kemampuan sistem imun mengalami kemunduran pada masa
penuaan. Walaupun demikian, kemunduran kemampuan
sistem yang terdiri dari sistem limfatik dan khususnya sel
darah putih, juga merupakan faktor yang berkontribusi dalam
proses penuaan. Mutasi yang berulang atau perubahan protein
pasca tranlasi, dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan
sistem imun tubuh mengenali dirinya sendiri. Jika mutasi
isomatik menyebabkan terjadinya kelainan pada antigen
permukaan sel, maka hal ini akan dapat menyebabkan sistem
imun tubuh menganggap sel yang mengalami perubahan
tersebut sebagai sel asing dan menghancurkannya. Perubahan
inilah yang menjadi dasar terjadinya peristiwa autoimun.
Disisi lain sistem imun tubuh sendiri daya pertahanannya
mengalami penurunan pada proses menua, daya serangnya
terhadap sel kanker menjadi menurun, sehingga sel kanker
leluasa membelah-belah (Azizah dan Ma’rifatul L., 2011).
5) Teori Menua Akibat Metabolisme
Menurut Mc. Kay et all., (1935) yang dikutip Darmojo dan
Martono (2004),pengurangan “intake” kalori pada rodentia
muda akan menghambat pertumbuhan dan memperpanjang
umur. Perpanjangan umur karena jumlah kalori tersebut antara
lain disebabkan karena menurunnya salah satu atau beberapa
proses metabolisme. Terjadi penurunan pengeluaran hormon
yang merangsang pruferasi sel misalnya insulin dan hormon
pertumbuhan.
b. Teori Psikologis
8

1) Aktivitas atau Kegiatan (Activity Theory)


Seseorang yang dimasa mudanya aktif dan terus memelihara
keaktifannya setelah menua. Sense of integrity yang dibangun
dimasa mudanya tetap terpelihara sampai tua. Teori ini
menyatakan bahwa pada lansia yang sukses adalah mereka
yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial (Azizah dan
Ma’rifatul, L., 2011).

2) Kepribadian berlanjut (Continuity Theory)


Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lansia.
Identity pada lansia yang sudah mantap memudahkan dalam
memelihara hubungan dengan masyarakat, melibatkan diri
dengan masalah di masyarakat, kelurga dan hubungan
interpersonal (Azizah dan Lilik M, 2011).
3) Teori Pembebasan (Disengagement Theory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia,
seseorang secara pelan tetapi pasti mulai melepaskan diri dari
kehidupan sosialnya atau menarik diri dari pergaulan
sekitarnya (Azizah dan Lilik M, 2011).
c. Teori lingkungan (environmental theory)
1) Teori radikal ( radiation theory)
Setiap hari manusia terpapar adanya radiasi baik karena
sinar ultraviolet maupun dalam bentuk gelombang-gelombang
mikro yang telah menumbuk tubuh tanpa terasa yang dapat
mengakibatkan merubah susuna DNA dalam sel hidup atau
bahkan rusak dan mati.
2) Teori stress (theory stress)
Stres fisik maupun psikologi dapat mengakibatkan
pengeluaran neurotransmitter tertentu yang dapat
mengakibatkan perfusi jaringan menurun sehingga jaringan
mengalami kekurangan oksigen dan mengalami gangguan
9

metabolisme sel sehingga mengalami penurunan jumlah cairan


dalam sel dan penurunan eksistensi membran sel.
3) Teori polusi (pollution theory)
Tercemarnya lingkungan dapat mengakibat kan tubuh
mengalami gangguan pada sistem psikoneuroimunologi yang
siterusnya mempercepat terjadinya proses menua dengan
perjalanan yang masih rumit untuk dipelajari.
4) Teori pemaparan (exposure theory)
Terpaparnya sinar matahari yang mempunyai
kemampuan mirip dengan sinar ultra yang lain mampu
mempengaruhi susuna DNA sehingga proses penuaan atau
kematian sel bias terjadi.
2.1.4 Perubahan – perubahan Yang Terjadi Pada Lansia
Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan
secara degeneratif yang akan berdampak pada perubahan-
perubahan pada diri manusia, tidak hanya perubahan fisik, tetapi
juga kognitif, perasaan, sosial dan sexual (Azizah dan Lilik M,
2011, 2011).
a. Perubahan Fisik
1) Sistem Indra
Sistem pendengaran; Prebiakusis (gangguan pada
pendengaran) oleh karena hilangnya kemampuan (daya)
pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi
suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit
dimengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas 60 tahun.
2) Sistem Intergumen:
Pada lansia kulit mengalami atropi, kendur, tidak elastis
kering dan berkerut. Kulit akan kekurangan cairan sehingga
menjadi tipis dan berbercak. Kekeringan kulit disebabkan
atropi glandula sebasea dan glandula sudoritera, timbul
pigmen berwarna coklat pada kulit dikenal dengan liver spot.
10

3) Sistem Muskuloskeletal
Perubahan sistem muskuloskeletal pada lansia:
Jaaringan penghubung (kolagen dan elastin), kartilago, tulang,
otot dan sendi.. Kolagen sebagai pendukung utama kulit,
tendon, tulang, kartilago dan jaringan pengikat mengalami
perubahan menjadi bentangan yang tidak teratur. Kartilago:
jaringan kartilago pada persendian menjadi lunak dan
mengalami granulasi, sehingga permukaan sendi menjadi rata.
Kemampuan kartilago untuk regenerasi berkurang dan
degenerasi yang terjadi cenderung kearah progresif,
konsekuensinya kartilago pada persendiaan menjadi rentan
terhadap gesekan. Tulang: berkurangnya kepadatan tulang
setelah diamati adalah bagian dari penuaan fisiologi, sehingga
akan mengakibatkan osteoporosis dan lebih lanjut akan
mengakibatkan nyeri, deformitas dan fraktur. Otot: perubahan
struktur otot pada penuaan sangat bervariasi, penurunan
jumlah dan ukuran serabut otot, peningkatan jaringan
penghubung dan jaringan lemak pada otot mengakibatkan efek
negatif. Sendi; pada lansia, jaringan ikat sekitar sendi seperti
tendon, ligament dan fasia mengalami penuaan elastisitas.
4) Sistem kardiovaskuler
Perubahan pada sistem kardiovaskuler pada lansia
adalah massa jantung bertambah, ventrikel kiri mengalami
hipertropi sehingga peregangan jantung berkurang, kondisi ini
terjadi karena perubahan jaringan ikat. Perubahan ini
disebabkan oleh penumpukan lipofusin, klasifikasi SA Node
dan jaringan konduksi berubah menjadi jaringan ikat.
5) Sistem respirasi
Pada proses penuaan terjadi perubahan jaringan ikat
paru, kapasitas total paru tetap tetapi volume cadangan paru
bertambah untuk mengkompensasi kenaikan ruang paru, udara
11

yang mengalir ke paru berkurang. Perubahan pada otot,


kartilago dan sendi torak mengakibatkan gerakan pernapasan
terganggu dan kemampuan peregangan toraks berkurang.
6) Pencernaan dan Metabolisme
Perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan, seperti
penurunan produksi sebagai kemunduran fungsi yang nyata
karena kehilangan gigi, indra pengecap menurun, rasa lapar
menurun (kepekaan rasa lapar menurun), liver (hati) makin
mengecil dan menurunnya tempat penyimpanan, dan
berkurangnya aliran darah.
7) Sistem perkemihan
Pada sistem perkemihan terjadi perubahan yang
signifikan. Banyak fungsi yang mengalami kemunduran,
contohnya laju filtrasi, ekskresi, dan reabsorpsi oleh ginjal.
8) Sistem saraf
Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi
dan atropi yang progresif pada serabut saraf lansia. Lansia
mengalami penurunan koordinasi dan kemampuan dalam
melakukan aktifitas sehari-hari.
9) Sistem reproduksi
Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan
menciutnya ovary dan uterus. Terjadi atropi payudara. Pada
laki-laki testis masih dapat memproduksi spermatozoa,
meskipun adanya penurunan secara berangsur-angsur.

b. Perubahan Kognitif
1) Memory (Daya ingat, Ingatan)
2) IQ (Intellegent Quotient)
3) Kemampuan Belajar (Learning)
4) Kemampuan Pemahaman (Comprehension)
5) Pemecahan Masalah (Problem Solving)
6) Pengambilan Keputusan (Decision Making)
12

7) Kebijaksanaan (Wisdom)
8) Kinerja (Performance)
9) Motivasi
c. Perubahan mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental :
1) Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa.
2) Kesehatan umum
3) Tingkat pendidikan
4) Keturunan (hereditas)
5) Lingkungan
6) Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian.
7) Gangguan konsep diri akibat kehilangan kehilangan jabatan.
8) Rangkaian dari kehilangan , yaitu kehilangan hubungan
dengan teman dan famili.
9) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap
gambaran diri,
10) perubahan konsep diri.
d. Perubahan spiritual
Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam
kehidupannya. Lansia semakin matang (mature) dalam kehidupan
keagamaan, hal ini terlihat dalam berfikir dan bertindak sehari-hari.
e. Perubahan Psikososial
1) Kesepian
Terjadi pada saat pasangan hidup atau teman dekat
meninggal terutama jika lansia mengalami penurunan kesehatan,
seperti menderita penyakit fisik berat, gangguan mobilitas atau
gangguan sensorik terutama pendengaran.
2) Duka cita (Bereavement)
Meninggalnya pasangan hidup, teman dekat, atau bahkan
hewan kesayangan dapat meruntuhkan pertahanan jiwa yang telah
rapuh pada lansia. Hal tersebut dapat memicu terjadinya gangguan
fisik dan kesehatan.
13

3) Depresi
Duka cita yang berlanjut akan menimbulkan perasaan
kosong, lalu diikuti dengan keinginan untuk menangis yang
berlanjut menjadi suatu episode depresi. Depresi juga dapat
disebabkan karena stres lingkungan dan menurunnya kemampuan
adaptasi.
4) Gangguan cemas
Dibagi dalam beberapa golongan: fobia, panik, gangguan
cemas umum, gangguan stress setelah trauma dan gangguan
obsesif kompulsif, gangguangangguan tersebut merupakan
kelanjutan dari dewasa muda dan berhubungan dengan sekunder
akibat penyakit medis, depresi, efek samping obat, atau gejala
penghentian mendadak dari suatu obat.
5) Parafrenia
Suatu bentuk skizofrenia pada lansia, ditandai dengan
waham (curiga), lansia sering merasa tetangganya mencuri barang-
barangnya atau berniat membunuhnya. Biasanya terjadi pada lansia
yang terisolasi/diisolasi atau menarik diri dari kegiatan sosial.
6) Sindroma Diogenes
Suatu kelainan dimana lansia menunjukkan penampilan
perilaku sangat mengganggu. Rumah atau kamar kotor dan bau
karena lansia bermain-main dengan feses dan urin nya, sering
menumpuk barang dengan tidak teratur. Walaupun telah
dibersihkan, keadaan tersebut dapat terulang kembali.

2.2 Konsep Dasar Osteoathritis


2.2.1 Definisi Osteoarthritis
Osteoartritis yang dikenal sebagai penyakit sendi degeneratif atau
steoartrosis (sekalipun terdapat inflamasi) merupakan kelainan sendi
yang paling sering ditemukan dan kerapkali menimbulkan
ketidakmampuan (disabilitas). (Smeltzer dalam Renny, 2014)
14

Osteoartritis merupakan golongan rematik sebagai penyebab


kecacatan yang menduduki urutan pertama dan akan meningkat
dengan meningkatnya usia, penyakit ini jarang ditemui pada usia di
bawah 46 tahun tetapi lebih sering dijumpai pada usia di atas 60
tahun. (Renny, 2014).
Osteoartritis merupakan kelainan sendi non inflamasi yang
mengenai sendi yang dapat digerakkan, terutama sendi penumpu
badan, dengan gambaran patologis yang karakteristik berupa
buruknya tulang rawan sendi serta terbentuknya tulang-tulang baru
pada sub kondrial dan tepi-tepi tulang yang membentuk sendi,
sebagai hasil akhir terjadi perubahan biokimia, metabolisme,
fisiologis dan patologis secara serentak pada jaringan hialin rawan,
26 jaringan subkondrial dan jaringan tulang yang membentuk
persendian. (R. Boedhi Darmojo & Martono Hadi).
Jadi osteoartritis atau rematik adalah penyakit sendi degeneratif
dimana terjadi kerusakan tulang rawan sendi yang berkembang
lambat dan berhubungan dnegan usia lanjut, terutama pada sendi-
sendi tangan dan sendi besar yang menanggung beban secara klinis
osteoartritis ditandai dengan nyeri, deformitas, pembesaran sendi
dan hambatangerak pada sendi-sendi tangan dan sendi besar.
Seringkali berhubungan dengan trauma maupun mikrotrauma yang
berulang-ulang, obesitas, stress oleh beban tubuh dan penyakit-
penyakit sendi lainnya.

2.2.2 Etiologi dan Faktor Resiko


Etiologi dan Faktor Resiko Penyebab dari osteoarthritis hingga saat ini
masih belum terungkap namun beberaoa faktor resiko timbulnya
osteoarthritis antara lain :
a. Umur
Dari semua faktor resiko untuk timbulnya osteoarthritis,
faktor ketuaan adalah yang terkuat. Prevalensi dan beratnya
osteoarthritis semakin meningkat dengan bertambahnya
15

umur. Osteoarthritis hampir tak pernah pada anak-anak,


jarang pada umur dibawah 40 tahun dan sering pada umur
diatas 60 tahun. Perubahan fisik dan biokimia yang terjadi
sejalan dengan bertambahnya umur dengan penurunan
jumlah kolagen dan kadar air, dan endapannya berbentuk
pigmen yang berwarna kuning.
b. Jenis Kelamin
Wanita lebih sering terkena osteoarthritis pada lutut dan
sendi, dan laki-laki lebih sering terkena osteoarthritis pada
paha, pergelangan tangan dan leher. Secara keseluruhan
dibawah 45 tahun frekuensi osteoarthritis kurang lebih
sama pada laki-laki dan wanita tetapi diatas 50 tahun
frekuensi osteoarthritis lebih banyak pada wanita dari pada
laki-laki hal ini menunjukkan adanya peran hormonal pada
pathogenesis osteoarthritis.
c. Genetik
Faktor Herediter juga berperan pada timbulnya
osteoarthritis misal, pada ibu dari seorang wanita dengan
osteoarthritis pada sendi-sendi interfalang distal terdapat 2
kali lebih sering osteoarthritis pada sendi-sendi tersebut,
dan anak-anaknya perempuan cenderung mempunyai tiga
kali lebih sering dari pada ibu dan anak perempuan dari
wanita tannpa osteoarthritis.
d. Suku
Prevalensi dan pola terkenanya sendi pada
osteoarthritis nampaknya terdapat perbedaan diantaranya
masing-masing suku bangsa, misalnya osteoarthritis lebih
jarang pada orang-orang kulit hitam dan usia dari pada
kaukasia. Osteoarthritis lebih sering dijumpai pada orang-
orang amerika asli dari pada orang kulit putih. Hal ini
mungkin berkaitan dengan perbedaan cara hidup maupun
16

perbedaan pada frekuensi kelainan kongenital dan


pertumbuhan.
e. Kegemukan
Berat badan berlebih nyatanya berkaitan dengan
meningkatnya resiko untuk timbulnya osteoarthritis baik
pada wanita maupun pada pria, kegemukkan ternyata tak
hanya berkaitan dengan osteoarthritis pada sendi yang
menanggung beban, tapi juga dengan osteoarthritis sendi
lain (tangan atau sternoklavikula)
f. Trauma
Kegiatan fisik yang dapat menyebabkan osteoarthritis
adalah trauma yang menmbulkan kerusakan pada integritas
struktur dan biomekanik sendi tersebut.
g. Akibat Penyakit
Radang Sendi Lain. Infeksi menimbulkan reaksi
peradangan dan pengeluaran enzim perusak matriks rawan
sendi oleh membrane sinovial dan sel-sel radang.
h. h. Joint Mallignment
Pada akromegali karena pengaruh hormon pertumbuhan,
maka rawan sendi akan membal dan menyebabkan sendi
menjadi tidak stabil / seimbang sehingga mempercepat
proses degenerasi.
i. Penyakit endokrin
Pada hipertiroidisme, terjadi produksi air dan garam-
garam proteglikan yang berlebihan pada seluruh jaringan
penyokong sehingga merusak sifat fisik rawan sendi,
ligamen, tendo, sinovia, dan kulit. Pada diabetes melitus,
glukosa akan menyebabkan produksi proteaglikan
menurun.
j. Deposit pada rawan sendi
Hemokromatosis, penyakit Wilson, akronotis,
kalsium pirofosfat dapat mengendapkan hemosiderin,
17

tembaga polimer, asam hemogentisis, kristal monosodium


urat/pirofosfat dalam rawan sendi.
2.2.3 Manifestasi Klinis
Gejala-gejala utama ialah adanya nyeri pada sendi yang terkena,
terutama waktu bergerak. Umumnya timbul secara perlahan-lahan,
mula-mula rasa kaku, kemudian timbul rasa nyeri yang berkurang saat
istirahat. Terdapat hambatan pada pergerakan sendi, kaku pagi,
krepitasi, pembesaran sendi, dan perubahan gaya berjalan.
a. Rasa nyeri pada sendi
Merupakan gambaran primer pada osteoartritis, nyeri
akan bertambah apabila sedang melakukan sesuatu kegiatan
fisik.
b. Kekakuan dan keterbatasan gerak Biasanya akan
berlangsung 15 - 30 menit dan timbul setelah istirahat atau
saat memulai kegiatan fisik.
c. Peradangan Sinovitis sekunder, penurunan pH jaringan,
pengumpulan cairan dalam ruang sendi akan menimbulkan
pembengkakan dan peregangan simpai sendi yang semua ini
akan menimbulkan rasa nyeri.
d. Mekanik
Nyeri biasanya akan lebih dirasakan setelah melakukan
aktivitas lama dan akan berkurang pada waktu istirahat.
Mungkin ada hubungannya dengan keadaan penyakit yang
telah lanjut dimana rawan sendi telah rusak berat. Nyeri
biasanya berlokasi pada sendi yang terkena tetapi dapat
menjalar, misalnya pada osteoartritis coxae nyeri dapat
dirasakan di lutut, bokong sebelah lateril, dan tungkai atas.
Nyeri dapat timbul pada waktu dingin, akan tetapi hal ini
belum dapat diketahui penyebabnya.
e. Pembengkakan
Sendi Pembengkakan sendi merupakan reaksi
18

peradangan karena pengumpulan cairan dalam ruang sendi


biasanya teraba panas tanpa adanya pemerahan.
f. Deformitas disebabkan oleh distruksi lokal rawan sendi.
g. Gangguan Fungsi Timbul akibat Ketidakserasian antara tulang
Pembentuk sendi.
2.2.4 Patofisiologi
Penyakit sendi degeneratif merupakan suatu penyakit
kronik, tidak meradang, dan progresif lambat, yang seakan-akan
merupakan proses penuaan, rawan sendi mengalami kemunduran
dan degenerasi disertai dengan pertumbuhan tulang baru pada bagian
tepi sendi.
Proses degenerasi ini disebabkan oleh proses
pemecahan kondrosit yang merupakan unsur penting rawan sendi.
Pemecahan tersebut diduga diawali oleh stress biomekanik tertentu.
Pengeluaran enzim lisosom menyebabkan dipecahnya polisakarida
protein yang membentuk matriks di sekeliling kondrosit sehingga
mengakibatkan kerusakan tulang rawan. Sendi yang paling sering
terkena adalah sendi yang harus menanggung berat badan, seperti
panggul lutut dan kolumna vertebralis. Sendi interfalanga distal dan
proksimasi.
Osteoartritis pada beberapa kejadian akan
mengakibatkan terbatasnya gerakan. Hal ini disebabkan oleh adanya
rasa nyeri yang dialami atau diakibatkan penyempitan ruang sendi
atau kurang digunakannya sendi tersebut.
Perubahan-perubahan degeneratif yang mengakibatkan
karena peristiwa-peristiwa tertentu misalnya cedera sendi infeksi
sendi deformitas congenital dan penyakit peradangan sendi lainnya
akan menyebabkan trauma pada kartilago yang bersifat intrinsik dan
ekstrinsik sehingga menyebabkan fraktur ada ligamen atau adanya
perubahan metabolisme sendi yang pada akhirnya mengakibatkan
tulang rawan mengalami erosi dan kehancuran, tulang menjadi tebal
19

dan terjadi penyempitan rongga sendi yang menyebabkan nyeri, kaki


kripitasi, deformitas, adanya hipertropi atau nodulus. (Renny 2014).

2.2.5 Pemeriksaan Diagnostik


1. Tes serologi
 Sedimentasi eritrosit meningkat
 Darah, bisa terjadi anemia dan leukositosis
 Rhematoid faktor, terjadi 50-90% penderita
2. Pemerikasaan radiologi
 Periartricular osteoporosis, permulaan persendian erosi
 Kelanjutan penyakit: ruang sendi menyempit, sub luksasi
dan ankilosis
3. Aspirasi sendi
Cairan sinovial menunjukkan adanya proses radang aseptik,
cairan dari sendi dikultur dan bisa diperiksa secara makroskopik.
2.2.6 Komplikasi
1. Gangguan berjalan
2. Kekakuan pada senidi
3. Terjadi atrofi otot
4. Menurunnya fungsi otot stabilitas dari sendi terutama sendi
penumpu berat badan (Suriani, 2013)
2.2.7 Penatalaksanaan
a. Pencegahan
1) Penurunan berat badan
2) Pencegahan cedera
3) Screening sendi paha
4) Pendekatan ergonomic untuk memodifikasi stress akibat kerja.
b. Terapi Farmakologi
Sampai sekarang belum ada obat yang spesifik yang khas untuk
osteoartritis, oleh karena patogenesisnya yang belum jelas, obat
yang diberikan bertujuan untuk mengurangi rasa sakit,
meningkatkan mobilitas dan mengurangi ketidak mampuan. Obat-
20

obat anti inflamasinon steroid bekerja sebagai analgetik dan


sekaligus mengurangi sinovitis, meskipun tak dapat memperbaiki
atau menghentikan proses patologis osteoartritis.
1) Acetaminophen
Merupakan obat pertama yang direkomendasikan oleh
dokter karena relatif aman dan efektif untuk mengurangi
rasa sakit.
2) NSAIDs (NonSteroid Anti Inflammatory Drugs)
Dapat mengatasi rasa sakit dan peradangan pada sendi.
Efek samping yaitu menyebabkan sakit perut dan
gangguan fungsi ginjal.
3) Topical Pain
Dalam bentuk cream atau spray yang bisa digunakan
langsung pada kulit yang terasa sakit.
4) Tramadol
5) Tidak mempunyai efek samping seperti yang ada pada
acetaminophen dan NSAIDs.
6) Mild Narcotic Painkillers
Mengandung analgesik seperti codein atau hydrocodone
yang efektif mengurangi rasa sakitpada penderita
osteoarthritis.
7) Corticosteroids
Efektif mengurangi rasa sakit.
8) Hyaluronic Acid
Merupakan glycosaminoglycan yang tersusun oleh
disaccharides of glucuronic acid dan n-acetyanglusamine.
Disebut juga viscosupplementation.
9) Dari hasil penelitian yang dilakukan 80% pengobatan
dengan menggunakan hyaluronic acid mempunyai efek
yang lebih kecil dibandingkan pengobatan dengan
10) menggunakan placebo. Makin besar molekul hyaluronic
acid yang diberikan, makin besar efek positif yang
21

dirasakan karena hyaluronic acid efektif mengurangi rasa


sakit.
11) Glukosamine dan Chondroitin Sulfate
Mengurangi pengobatan untuk pasien osteoarthritis pada
lutut.
c. Terapi Konservatif
Kompres hangat, mengistirahatkan sendi, pemakaian
alat-alat orthotic untuk menyangga sendi yang mengalami
inflamasi.
Message sebaiknya dilakukan oleh orang yang ahli
dibidangnya. Tujuan message tersebut adalah untuk membuat
rileks otot-otot yang spasme dan membantu melancarkan
sirkulasi darah.
d. Terapi Non Farmakologi
1) Olahraga
Olahraga yang dianjurkan adalah olahragayangtidak
telalu berat dan tidak menyebabkan bertambahnya
kompresi atau tekanan atau trauma pada sendi, yaitu
misalnya berenang dan menggunakan sepeda statis.
Olahraga selain berfungsi untuk mengurangi rasa sakit
dan kaku juga bermanfaat untuk mengontrol berat
badan.
2) Proteksi/Perlindungan Sendi
Sendi dijaga dari berbagai aktivitas sehari-hari dan
pekerjaan yang dapat menambah stress/tekanan pada
sendi. Osteoarthritis mungkin timbul atau diperkuat
karena mekanisme tubuh yang kurang baik. Perlu
dihindari aktivitas yang berlebihan pada sendi yang
sakit.
3) Terapi Panas atau Dingin
a. Terapi panas digunakan untuk mengurangi rasa
sakit, membuat otot-otot sekitar sendi menjadi
22

rileks dan melancarkan peredaran darah. Terapi


panas dapat diperoleh dari kompres dengan air
hangat/panas, sinar IR (Infra red/infra merah) dan
alat-alat terapi lainnya seperti swd/mwd.
b. Terapi dingin digunakan untuk mengurangi
bengkak pada sendi dan mengurangi rasa sakit.
Terapi dingin biasanya dipakai saat kondisi masih
akut. Dapat diperoleh dengan kompres air dingin.
2) Diet
Diet untuk menurunkan berat badan pasien
osteoarthritis yang gemuk menjadi program utama
pengobatan osteoarthritis. Penurunan berat badan
seringkali dapat mengurangi timbulnya keluhandan
peradangan.
4) Pemberian Vitamin C,D,E dan beta karoten, vitamin-
vitamin tersebut bermanfaat untuk mengurangi laju
perkembangan osteoarthritis.
5) Dukungan Psikososial
Dukungan psikososial diperlukan pasien osteoarthritis
oleh karena sifatnya yang menahun dan
ketidakmampuannya yang ditimbulkannya. Disatu
pihak pasien ingin menyembunyikan
ketidakmampuannya, dipihak lain dia ingin orang lain
turut memikirkan penyakitnya. Pasien
6) osteoarthritis sering kali keberatan untuk memakai alat-
alat bantu karena faktor psikologis.
7) Fisioterapi
Fisioterapi berperan penting pada penatalaksanaan
osteoarthritis, meliputi terapi panas dan dingin dan
program latihan yang tepat. Pemakaian panas yang
sedang diberikan sebelum latihan untuk mengurangi
rasa nyeri dan kekakuan. Pada sendi yang masih aktif
23

sebaiknya diberi dingin dan obat-obat gosok jangan


dipakai sebelum pemanasan.
8) Berbagai sumber panas dapat dipakai seperti
hidrokolator, bantalan elektrik, ultrasonik, inframerah,
mandi paraffin dan mandi dari pancuran panas.
9) Program latihan bertujuan untuk memperbaiki gerak
sendi dan memperkuat otot yang biasanya atropik pada
sekitar sendi osteoarthritis. Latihan isometrik lebih baik
dari pada isotonik karena mengurangi tegangan pada
sendi. Atropi rawan sendi daan tulang yang timbul pada
tungkai yang lumpuh timbul karena berkurangnya
beban ke sendi oleh karena kontraksi otot.
10) Operasi
Operasi perlu dipertimbangkan pada pasien
osteoarthritisdengan kerusakan sendi yang nyata
dengan nyeri menetap dan kelemahan fungsi.
Tindakkan yang dilakukan adalah osteotomy untuk
mengoreksi ketidaklurusan atau ketidaksesuaian,
debridement sendi untuk menghilangkan fragmen
tulang rawan sendi, pembersihan osteofit.
11) Akupuntur
Dapat mengurangi rasa sakit dan merangsang fugsi
sendi
24

2.2.8 Pathway/WOC
25

BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI

A. Identitas : Mengkaji mengenai usia,pekerjaan,jenis kelamin,faktor


presdiposisi letih banyak mengalami oestheoatritis
B. Keluhan Utama : Mengeluh nyeri pada persendian yang terkena,adanya
keterbatasan gerak yang menyebabkan keterbatasan mobilitas
C. Riwayat penyakit sekarang : Keluhan klien nyeri hilang timbul sampai
nyeri ketika digunakan bergerak/aktivitas,kaku pada lutut
D. Riwayat kesehatan dahulu : Riwayat oprasi,riwayat trauma,riwayat
penyakit seperti diabetes,ht,osteoporosis,rematic dll
E. Riwayat penyakit keluarga : Memiliki penyakit osteoatritis dalam keluarga
(genetik kelainan tulang
F. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum : Lemah
2. Kesadaran : Composmentis dan apatis
3. Ttv : - suhu meningkat
- Nadi meningkat
- TD meningkat / dalam batas normal
- Pernafasan normal / meningkat
G. Pemeriksaan Persistem
1. B1: - Peningkatan pernafasan karna proses penuaan,Batuk
- Inspeksi : Simetris,pergerakan dada simetris
- Palpasi : Tidak nyeri tekan
- Perkusi : Sonor
- Auskultasi : Veskuler,Ronkhi,Whazing
2. B2:- inpeksi : Tidak terlihat di ics 4&5
- Palpasi : Ictus cordis teraba di mid clavikula sinistra
ics 4&5
- Perkusi : Pekak
- Auskultasi : BJ1 BJ2 Tunggal
3. B3: Persyarafan : Kesadaran komposmentis
26

Reflek fisiologis menurun


Reflek patologis tidak ada\
4. B4: - Inspeksi : Output urine, Intek dan Out put cairan
Kandung kemih tidak penuh
- Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
5. B5: Inspeksi : Tidak ada distensi abdomen
Perkusi : Tympani
Auskultasi : BU ada
Palpasi : Kuadran I : - Tidak ada splenomigali
Kuadran II: - Tidak ada hipotamegali
Kuadran III: - Tidak ada nyeri tekan
Kuadran IV: - Tidak ada masa skila
6. B6: Anamnesa : Nyeri akut,nyeri hilang timbul terus
menerus
P : Rematik
Q : Hilang timbul
R : Patela,tumit
S : Skala 5
T : < 30 menit
H. Potensi pertumbuhan Psikososial dan spritual Cemas,depresi,isolasi diri dll
I. Tes kemampuan ADL
J. Aspek kognitif MMSE
K. Tes keseimbangan
L. Kecemasan GDS
M. Status nutrisi
N. Masalah keperawatan yang muncul
1. Nyeri akut
2. Gangguan mobilitas fisik
3. Resiko jatuh
4. Ansietas
O. Diagnosa dan intervensi
1. Nyeri akut b.d agen cedera biologis
27

Tujuan : Mengontrol nyeri


Kriteria : - Klien dapat mengetahui penyebab nyeri
- Dapat tanda tanda pencetus nyeri
- Melaporkan nyeri berkurang
Intervensi : 1. Observasi : Kaji intensitas skala nyeri
Terapiutik : Terapi farmakologi kompres dingin&panas
Edukasi : Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
Kolaborasi : Pemberian obat anagesik
2. Gangguan mobilitas fisik b.d nyeri&ketidak nyamanan
Tujuan : Tingkat mobilitas baik
Kriteria : Klien menunjukan pergerakan sendi
Klien melakukan perpindahan
Intervensi : Observasi : - Identifikasi perawatan kaki
yg biasanya Monitor gaya brjalan&distribusi
Terapeutik : Latih ROM
Kompres panas
Edukasi : Anjurkan batasan aktivitas
Kolaborasi : Pemberian anagesik
3. Resiko jatuh b.d peradangan pada persendian
Penurunan kekuatan ekstremitas
Tujuan : Setelah dilakukan diharapkan klien dapat menghindari tempat
beresiko untuk jatuh
Intervensi : 1. Identifikasi kebutuhan keamanan
2. Identifikasi karastritik keamanan
3. Pantau gaya berjalan
4. Berikan informasi bahaya lingkungan

Anda mungkin juga menyukai