Status Klinis SC
Status Klinis SC
Disusun oleh :
D. Patofisiologi
Terdapat beberapa indikasi dilakukannya persalinan SC. Dalam proses
operasi SC dilakukan tindakan anestesi yang akan menyebabkan pasien
mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah intoleransi aktivitas.
Selain itu, efek anestesi dapat menimbulkan relaksasi otot dan menyebabkan
konstipasi. Dalam proses pembedahan atau operasi akan dilakukan incisi pada
dinding abdomen sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan,
pembuluh darah dan saraf-saraf di sekitar daerah incisi. Hal tersebut akan
merangsang histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri.
Setelah proses pembedahan selesai, daerah incisi akan ditutup dan menimbulkan
luka post SC yang dapat menimbulkan masalah risiko infeksi apabila tidak
dirawat dengan baik (Astuti, 2015).
E. Jenis-jenis Sectio Caesaria
1. Sectio caesaria transperitonealis profunda
Merupakan jenis SC yang paling banyak dilakukan. Incisi pada SC
transperitonealis profunda berbentuk garis horizontal. Incisi dilakukan pada
segmen bawah rahim secara melintang selebar 10 cm dengan ujung kanan dan kiri
sedikit melengkung ke atas untuk menghindari terbukanya cabang-cabang
pembuluh darah (Ekasari, 2012). Pada SC transperitonealis profunda jarang
terdapat resiko terjadinya ruptur uteri pada persalinan berikutnya. Dan
penyembuhan lebih baik dan perlekatan yang terjadi lebih sedikit dibandingkan
dengan SC classic.
2. Sectio caesaria classic atau Sectio caesaria corporal
Incisi pada SC klasik membentuk garis vertical dengan sayatan pada
korpus uteri sepanjang 10 – 12 cm (Ekasari, 2012). Pada SC klasik, risiko
terjadinya infeksi lebih mudah menyebar antara intra abdominal dibandingkan
dengan SC transperitonealis profunda. Dan umumnya, jahitan pada SC klasik
berjumlah 3 lapis.
3. Sectio caesaria ekstra peritoneal
SC ekstra peritoneal merupakan SC yang dilakukan tanpa membuka
peritoneum parietale sehingga tidak membuka cavum abdominis (Mochtar, 2011
dalam Sari, 2016). Incisi pada dinding dan fasia abdomen serta musculus rectus
dipisahkan secara tumpul. Vesika urinaria diretraksi ke bawah, lipatan peritoneum
dipotong kea rah kepala untuk memaparkan segmen bawah uterus. SC jenis ini
sudah jarang dilakukan karena sulit dalam melakukan pembedahannya
(Kurniawan, 2016).
4. Sectio caesaria hysterectomi
Hysterectomi dapat dilakukan setelah operasi SC dilakukan dengan
indikasi antara lain atonia uteri, placenta accerete, myoma uteri, infeksi intra uteri
yang berat (Mochtar, 1998 dalam Ekasari, 2012).
F. Prosedur Sectio caesaria transperitonealis profunda
Jenis incisi SC pada kasus ini adalah incisi transversal. Keuntungan dari
incisi transversal adalah jarang terjadi herniasi pasca bedah, kosmetik yang lebih
baik dan kenyamanan pasien pasca bedah lebih baik. Sedangkan kerugian dari
incisi transversal adalah daerah operasi yang lebih terbatas, teknik relative lebih
sulit dan pendarahan akibat pemisahan fascia dari lemak yang lebih banyak. Pada
incisi transversal terdapat 3 jenis incisi yaitu incisi pfannenstiel, incisi maylard
dan incisi cherney. Pada operasi SC banyak menggunakan incisi transversal jenis
pfannenstiel.
Incisi kulit transversal semilunar 2 cm suprasimfisis. Incisi diperdalam
sampai fascia rectus dan fascia rectus dibuka secara transversal dengan gunting
“mayo”. Tepi atas fascia rectus dijepit dengan “kocher” dan dipisahkan dari
m.rectus abdominalis dan m.piramidalis secara tumpul dan waspada terhadap
trauma pembuluh darah disekitar garis tengah. Kemudian, tepi bawah fascia rectus
dijepit dengan “kocher” dan dipisahkan dari m.pyramidalis secara tumpul sampai
mencapai simfisis pubis. M.rectus sinistra dan dextra dipisahkan ke arah lateral
sehingga fascia transversal dan peritoneum terpapar. Setelah itu, lapisan tersebut
dijepit dengan 2 buah klem dan diangkat. Kemudian dibuka ke arah cranial
dengan gunting “metzendaum”. Lapisan tersebut dibuka lebih lanjut ke caudal
secara tajam. Untuk pemaparan bidang operasi m.pyramidalis perlu dipisahkan di
garis tengah. Apabila pemaparan masih kurang optimal maka dapat dilakukan
incisi cherney.
Gambar incisi Sectio caesaria transperitonealis profunda
- Hip
Gerakan Nilai
Kanan Kiri
Fleksi 3+ 3+
Ekstensi - -
Abduksi 3+ 3+
Adduksi 3+ 3+
- Knee
Gerakan Nilai
Kanan Kiri
Fleksi 4 4
Ekstensi 4 4
- Ankle
Gerakan Nilai
Kanan Kiri
Dorsofleksi 4 4
Plantarfleksi 4 4
Inversi 4 4
Eversi 4 4
6) Neurological Test
- Pemeriksaan reflex fisiologis
Reflex tendon Hasil
Kanan Kiri
Biceps
Triceps
Patella
Riwayat melahirkan SC
pada 2 anak sebelumnya
Timbul nyeri
Penurunan kemampuan
fungsional
Penurunan nyeri
Peningkatan kemampuan
fungsional
d. Diagnosis Fisioterapi
1) Impairment
- Adanya nyeri pada daerah perut sekitar incisi
- Penurunan kekuatan otot perut
2) Functional Limitation
- Terjadi penurunan kemampuan fungsional
3) Disability / Participation Restriction
- Pasien mengalami keterbatasan melakukan aktivitas sosial karena
masih di rawat inap
e. Program Fisioterapi
1) Tujuan Jangka Panjang
Mengembalikan kemampuan fungsional pasien seoptimal mungkin
2) Tujuan Jangka Pendek
- Mencegah terjadinya DVT
- Mengurangi nyeri
- Meningkatkan kekuatan otot perut
- Melatih mobilisasi sedini mungkin
3) Teknologi Intervensi Fisioterapi
- Breathing Exercise
- Senam Nifas
- Mobilisasi dini
f. Rencana Evaluasi
- Pengukuran nyeri dengan wong baker fase pain scale
- Pengukuran kemampuan fungsional menggunakan modified index
barthel
g. Prognosis
- Quo ad vitam : baik
- Quo ad sanam : baik
- Quo ad cosmeticam : baik
- Quo ad functionam : baik
h. Pelaksanaan Terapi
- Breathing exercise
Posisi pasien berbaring telentang di bed kemudian pasien diminta
untuk mengambil napas panjang dari hidung pada saat mengangkat
lengan ke atas. Dilanjutkan dengan menghembuskan napas secara
perlahan sambil menurunkan lengan ke posisi semula. Latihan
diulangi sebanyak 10 repetisi.
- Senam nifas
1) Sebelum senam nifas, dilakukan pemeriksaan homan’s sign.
Apabila hasil pemeriksaan negatif, maka senam nifas indikasi
untuk dilakukan. Namun, jika hasil pemeriksaan positif, maka
senam nifas kontraindikasi untuk dilakukan.
2) Posisi pasien berbaring telentang di bed.
3) Pasien diminta untuk melakukan gerakan dorsofleksi,
plantarfleksi dan sirkumduksi ankle secara aktif sebanyak 10
repetisi. Dilakukan pada pergelangan kaki kanan dan kiri secara
bergantian.
4) Pasien diminta untuk melakukan gerakan fleksi dan ekstensi knee
secara aktif sebanyak 10 repetisi. Dilakukan pada lutut kanan dan
kiri secara bergantian.
5) Pasien diminta untuk melakukan gerakan fleksi, ekstensi, abduksi
dan adduksi hip secara aktif sebanyak 10 repetisi. Dilakukan pada
hip kanan dan kiri secara bergantian.
6) Pasien diminta untuk menyilangkan kaki kanan di atas kaki kiri
kemudian mengkontraksikan otot dasar panggul. Dilakukan
sebanyak 10 repetisi dan diulangi pada kaki yang lain.
7) Pasien diminta untuk mengkontraksikan otot perut dan dilakukan
sebanyak 10 repetisi.
8) Pasien diminta untuk meletakkan tangan di bahu. Kemudian
instruksikan untuk memutar lengan ke depan dan ke dalam
sebanyak 10 repetisi.
9) Pasien diminta untuk meletakkan tangan di bahu. Kemudian
instruksikan untuk memutar lengan ke belakang dan luar
sebanyak 10 repetisi.
10) Pasien diminta untuk menggerakan fleksi, ekstensi, sidefleksi
kanan dan kiri serta rotasi kanan dan kiri masing-masing gerakan
dilakukan sebanyak 10 repetisi.
- Mobilisasi dini
1) Latihan miring dari posisi telentang
2) Latihan duduk di tepi bed
3) Latihan berdiri dari posisi duduk
4) Latihan berjalan
i. Evaluasi dan Tinjak Lanjut
- Pengukuran nyeri dengan wong baker fase pain scale
Terapi 1 :
Nyeri diam Nyeri tekan Nyeri gerak
Terapi 2 :
Nyeri diam Nyeri tekan Nyeri gerak
- Evaluasi kemampuan fungsional menggunakan modified index
barthel
Aktivitas Nilai
T1 T2
Makan 2 2
Minum 0 1
Perawatan diri 0 1
Berpakaian 1 2
BAK 1 2
BAB 2 2
Penggunaan Toilet 1 2
Transfer 2 3
Mobilisasi 2 3
Naik turun tangga 0 1
TOTAL 11 19
Interpretasi nilai :
T1 : 11(ketergantungan aktivitas sedang)
T2 : 19 (ketergantungan aktivitas ringan)