Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Maternitas I (Small Grup Discussion)
Dosen Pembimbing : Yuyun Sarinengsih, S.Kep., M.Kep
Disusun Oleh:
Tidak lupa shalawat serta salam kami curah limpahkan kepada junjunan
besar umat muslim, baginda Nabi Muhammad S.A.W, juga kepada keluarganya,
para sahabatnya dan kepada kita selaku umatnya hingga akhir zaman.
Dan tentunya kami tahu makalah ini masih sangat jauh dari kata sempurna,
mohon dimaklumi karena kami masih dalam proses pembelajaran. Dan
terimakasih banyak atas pihak pihak yang telah bercampur tangan dalam
pembuatan makalah ini sampai selesai.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang masalah .............................................................................1
1.2 Rumusan masalah ......................................................................................1
1.3 Tujuan ........................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Kata-Kata Medis dalam Kasus dan Definisi
Cephalopelvic Disproporsional
2.13 Prinsip Legal Etik Keperawatan yang Relevan dengan Kasus ................
ii
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1
3. Mengetahui Patofisiologi Cephalopelvic Disproporsional.
4. Mengetahui Patomekanisme dari Tanda dan Gejala Cephalopelvic
Disproporsional.
5. Mengetahui Pengkajian Riwayat Kesehatan dan Riwayat Obstetric
Sebelumnya dan Saat Kasus Terjadi.
6. Mengetahui Pemeriksaan Fisik Sistem Tubuh dan Pemeriksaan Obstetri
(Sistem Reproduksi) Hyperemesis Gravidaru.
7. Mengetahui Terapi atau Penatalaksanaan secara Umum Cephalopelvic
Disproporsional.
8. Mengetahui Asuhan Keperawatan Berdasarkan Kasus.
9. Mengetahui Peran Perawat pada Asuhan Keperawatan Cephalopelvic
Disproporsional.
10. Mengetahui Prinsip Legal Etik Keperawatan yang Relevan dengan Kasus.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
14. Passenger : Keadaan janin (letak, presentasi, ukuran/berat janin, ada/tidak
kelainan anatomik mayor)
Secara Konseptual, pelvis dibagi menjadi true pelvis dan false pelvis.
False pelvis terletak di atas linea innominata sementara true pelvis berada di
bawah linea innominate. False pelvis bersatu di daerah posterior dengan
vertebra lumbal dan didaerah lateral dengan fossa iliaca.
Untuk lebih mengerti bentuk dari panggul kecil dan untuk menentukan
tempat bagian depan anak dalam panggul, maka telah ditentukan 4 bidang,
yaitu:
4
1. Pintu atas panggul
Pintu atas panggul adalah batas atas dari panggul kecil, bentuknya bulat
oval. Batas-batasnya adalah promontorium, sayap sacrum, linea innominate,
ramus superior ossis pubis, dan pinggir atas simfisis. Terdapar 3 ukuran yang
ditentukan dari pintu atas panggul:
b. Diameter transvera
c. Diameter oblique
5
Dari articulation sacroiliacaka tuberculum pubicum dari bagian panggul
kontralateral (13 cm)
Pintu bawah panggul terdiri dari dua segitiga dengan dasar yang sama,
yaitu garis yang menghubungkan kedua tuber ischiadicum kanan dan kiri.
Puncak dari segitiga yang belakang adalah ujung os sacrum, sisinya adalah
ligamentum sacrotuberosum kiri dan kanan. Segitiga depan dibatasi oleh
arcus pubis. Pada pintu bawah panggul ditentukan 3 ukuran yaitu:
6
a. Diameter anteroposterior, dari pinggir bawah simfisis ke ujung sacrum
(11,5 cm)
b. Diameter transversa, antara tuber ischiadicum kanan dan kiri (10,5 cm)
1. Panggul Gynecoid
7
2. Panggul Android
3. Panggul Anthropoid
• Diameter anteroposterior dari pintu atas panggul lebih besar dari diameter
transversa hingga bentuk pintu atas panggul lonjong ke depan.
• Bentuk segmen anterior dan runcing.
• Incisura ischiadica major luas.
8
• Dinding samping konvergen, sacrum letaknya agak ke belakang hingga
ukuran anteroposterior besar pada semua bidang panggul.
• Sacrum biasanya mempunyai 6 ruas, hingga panggul anthropoid lebih
dalam dari panggul-panggul lain.
4. Panggul Platypeloid
9
Cara mengukur conjugate diagonalis :
Menggunakan 2 jari ialah jari telunjuk, jari tengah melalui konkavitas dari
sacrum, jari tengah di gerakkan ke atas sampai dapat meraba promontorium.
Sisi radial dari jari telunjuk ditempelkan pada pinggir bahwa simfisis dan
tempat ini ditandai dengan kuku jari telunjuk tangan kiri.
Pemeriksaan Luar
Jika kepala dengan ukuran terbesarnya sudah melewati pintu atas panggul,
maka hanya bagian kecil saja dari kepala yang dapat diraba dari luar di atas
simfisis. Kedua tangan diletakkan pada pinggir bagian kepala ini divergen.
10
Pemeriksaan Dalam
Bagian terendah kepala sampai spina ischiadica atau lebih. Caput
succedaneum yang besar dapat memberi kesan yang salah, seolah-olah
bagian terendah sudah sampai setinggi spina ischiadica, padahal kepala
masih tinggi. Oleh karena itu, hasil pemeriksaan dalam harus selalu
disesuaikan dengan pemeriksaan luar.
Ukuran-ukuran bidang tengah panggul tidak dapat diukur secara klinis dan
memerlukan pengukuran secara rontgenologis. Terdapat penyempitan setinggi
spina isciadika, sehingga bermakna penting pada distosia setelah kepala
engagement. Jarak antara kedua spina ini yang biasa disebut distansia
interspinarum merupakan jarak panggul terkecil yaitu sebesar 10,5 cm. Diameter
anteroposterior setinggi spina isciadica berukuran 11,5 cm. Diameter sagital
posterior, jarak antara sacrum dengan garis diameter interspinarum berukuran 4,5
cm.3,4 .
11
Ukuran yang lebih besar dari 8 cm dianggap mencukupi. Oleh karena
pengukuran diameter transversa kurang tepat, maka dianjurkan untuk
memperhatikan bentuk arcus pubis yang hendaknya merupakan sudut yang
tumpul.
12
Penyebab dari Cephalopelvic Disproportion sendiri antara lain oleh karena :
Tanda klinis CPD yang dapat ditemukan saat intrapartum adalah kepala janin
tidak kunjung masuk PAP serta pendataran (effacement) dan dilatasi serviks
yang lambat walaupun kontraksi uterus baik. American Congress of
Obstetricians and Gynecologists (ACOG) dan beberapa literatur lain
menyetujui bahwa diagnosis CPD baru bisa ditegakkan pada saat inpartu/
percobaan persalinan.
Jika CPD dicurigai pada saat proses persalinan, evaluasi kembali hal-hal
berikut:
Jika terjadi hipoksia atau hipoglikemia pada janin, tanda yang dapat diamati
adalah penurunan denyut jantung janin (bradikardia) dan deselerasi lambat
pada cardiotocography (CTG).
Kriteria diagnosis CPD berdasarkan ACOG dan RTCOG (Royal Thai College
of Obstetricians and Gynecologists) harus memenuhi 3 kondisi di bawah ini:
13
- Dilatasi serviks ≥3 cm (ACOG) atau ≥4 cm (RTCOG) dan pendataran
serviks 100% (ACOG) atau 80% (RTCOG)
- Kontraksi uterus adekuat selama minimal 2 jam
- Kurva persalinan abnormal.
Beberapa literatur menyebutkan bahwa CPD baru bisa dicurigai jika dengan
penggunaan oksitosin tetap tidak ada kemajuan persalinan dan baru bisa
ditegakkan bila sudah ada perpanjangan kala I (>12 jam) atau perpanjangan
kala II (>2 jam) pada ibu hamil yang mendapat oksitosin.
Diagnosis Banding
Adanya jaringan pada uterus seperti fibroid uterus atau kondisi plasenta
previa juga dapat menghambat penurunan kepala janin ke panggul. Massa di
luar uterus seperti tumor ovarium yang besar bahkan impaksi feses juga dapat
mengganggu proses penurunan janin saat inpartu. Pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang seperti ultrasonografi dapat digunakan untuk
mendeteksi kelainan-kelainan tersebut.
Pemeriksaan Penunjang
14
Gynecology (ACOG) untuk mendiagnosis CPD adalah melalui tanda klinis
pada proses persalinan.
1. Pelvimetri X-ray
Lingkar PAP dan PBP dihitung dari ukuran anteroposterior pelvis dan
diameter transversal menggunakan rumus (ap + dt x 1,57). Pelvimetri dengan
sinar X dilakukan hingga tahun 2003, kemudian mulai digantikan dengan
magnetic resonance imaging (MRI) pelvimetri pada tahun 2004.
3. MRI Pelvimetri
15
MRI pelvimetri pertama kali diperkenalkan oleh Stark, et al. MRI pelvimetri
digunakan sebagai pemeriksaan yang aman dan dapat diandalkan untuk
menilai keadaan pelvis pasien dibandingkan teknik radiologi menggunakan
sinar x. Banyak penelitian dilakukan untuk membuktikan potensi penggunaan
MRI pelvimetri pada antenatal untuk memperkirakan prognosis persalinan
per vaginam. Pemeriksaan MRI pelvimetri menurunkan jumlah sectio
caesarea emergensi secara signifikan.
4. Ultrasonograf
Fetal Pelvic Index (FPI) , yang diperkenalkan pertama kali oleh Thurnau dan
Morgan, dapat memperhitungkan komponen lingkar kepala janin dan lingkar
abdomen dari hasil ultrasonografi dengan ukuran PAP dan PBP pasien dari
pelvimetri. Nilai FPI yang positif berarti ukuran janin lebih besar dari ukuran
pelvis, sedangkan hasil yang negatif berarti ukuran janin lebih kecil dari
ukuran pelvis.
16
Namun, hasil sebuah penelitian menunjukkan bahwa FPI adalah instrumen
yang buruk untuk menentukan apakah persalinan memerlukan secara SC atau
tidak. Sampai sekarang ini pun belum ada pemeriksaan penunjang untuk
mengukur kepala janin yang dapat secara akurat memprediksi CPD.
a. Kontraksi Braxtonhicks
b. Ketegangan dinding perut
c. Ketegangan ligamentum rotandum
d. Gaya berat janin dimana kepala kearah bawah
2.) Masuknya kepala bayi ke pintu atas panggul dirasakan ibu hamil:
17
f. Rasa nyeri ringan di bagian bawah
a. Persalinan Percobaan
18
Setelah dilakukan penilaian ukuran panggul serta hubungan antara kepala
janin dan panggul dapat diperkirakan bahwa persalinan dapat berlangsung
pervaginam dengan selamat dapat dilakukan persalinan percobaan. Cara ini
merupakan tes terhadap kekuatan his, daya akomodasi, termasuk moulage
karena faktor tersebut tidak dapar diketahui sebelum persalinan.
Pada janin yang besar kesulitan dalam melahirkan bahu tidak akan selalu
dapat diduga sebelumnya. Apabila dalam proses kelahiran kepala bayi sudah
keluar sedangkan dalam melahirkan bahu sulit, sebaiknya dilakukan
episiotomy mediolateral yang cukup luas, kemudian hidung dan mulut janin
dibersihkan, kepala ditarik curam kebawah dengan hati-hati dan tentunya
dengan kekuatan terukur. Bila hal tersebut tidak berhasil, dapat dilakukan
pemutaran badan bayi di dalam rongga panggul, sehingga menjadi bahu
depan dimana sebelumnya merupakan bahu belakang dan lahir dibawah
simfisis. Bila cara tersebut masih juga belum berhasil, penolong memasukkan
tangannya kedalam vagina, dan berusaha melahirkan janin dengan
menggerakkan dimuka dadanya. Untuk melahirkan lengan kiri, penolong
menggunakan tangan kanannya, dan sebaliknya. Kemudian bahu depan
diputar ke diameter miring dari panggul untuk melahirkan bahu depan.
Persalinan percobaan ada dua macam yaitu trial of labour dan test of
labour. Trial of labour serupa dengan persalinan percobaan di atas, sedangkan
test of labour sebenarnya adalah fase akhir dari trial of labour karena baru
dimulai pada pembukaan lengkap dan berakhir 2 jam kemudian. Saat ini test
of labour jarang digunakan karena biasanya pembukaan tidak lengkap pada
persalinan dengan pangul sempit dan terdapat kematian anak yang tinggi pada
cara ini.
19
Keberhasilan persalinan percobaan adalah anak dapat lahir sontan per
vaginam atau dibantu ekstraksi dengan keadaan ibu dan anak baik. Persalinan
percobaan dihentikan apabila pembukaan tidak atau kurang sekali
kemajuannnya, keadaan ibu atau anak kurang baik, ada lingkaran bandl,
setelah pembukaan lengkap dan ketuban pecah kepala tidak masuk PAP
dalam 2 jam meskipun his baik, serta pada forceps yang gagal. Pada keadaan
ini dilakukan seksio sesarea.
b. Seksio Sesarea
c. Simfisiotomi
Tindakan ini dilakukan dengan memisahkan panggul kiri dan kanan pada
simfisis. Tindakan ini sudah tidak dilakukan lagi.
Pada janin yang telah mati dapat dilakukan kraniotomi atau kleidotomi.
Apabila panggul sangat sempit sehingga janin tetap tidak dapat dilahirkan,
maka dilakukan seksio sesarea.
Komplikasi yang sering terjadi pada ibu dengan section caesarea adalah
sebagai berikut :
20
1. Ringan dengan kenaikan suhu beberapa hari saja
2. Sedang dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi disertai dengan dehidrasi
dan perut sedikit kembung
3. Berat dengan peritonitis sepsis dan ileus paralitik
b) Perdarahan
c) Luka kandung kemih emboli paru dan keluhan kandung kemih bila
reperitonealisasi terlalu tinggi
2.9 Pengkajian Riwayat Kesehatan dan Riwayat Obstetric Sebelumnya dan Saat
ini.
Kaji riwayat persalinan dengan makrosomia atau kontraktur pelvis pada
pasien maupun keluarga pasien. Riwayat penyakit seperti diabetes gestasional
perlu ditanyakan karena dapat mengakibatkan makrosomia.
Riwayat penyakit lain yang dapat mempengaruhi kondisi panggul seperti
skoliosis, fraktur pelvis, dan rakitis juga harus ditanyakan karena akan
menjadi pertimbangan untuk dilakukan pelvimetri radiologi. Kaji juga metode
persalinan sebelumnya.
Pada proses kehamilan, terutama saat usia kehamilan lanjut >36 minggu,
PAP yang sempit membuat janin tidak dapat turun, sehingga fundus uteri
tetap tinggi dan ibu mengeluhkan sesak, sulit bernapas, rasa penuh di ulu hati,
dan perut yang besar membentuk abdomen pendulum (perut gantung).
Pada postpoliomyelitis masa kanak-kanak mengakibatkan panggul miring.
Fraktur pada ekstremitas timbul kallus atau kurang sempurna sembuhnya
dapat mengubah bentuk panggul. Penyakit rankitis pada masa kanak-kanak,
jika duduk tekanan badan pada panggul dengan tulang-tulang atau sendi-sendi
21
yang lembek menyebabkan sacrum dengan promontoriumnya bergerak ke
depan dan bagian bawahnya mendatar sehingga sacrum mendatar.
Kaji persalinan sebelumnya, apakah partus yang lalu berlangsung lama, ada
riwayat letak lintang atau sunsang, persalinan ditolong dengan alat atau
operasi.
22
pemeriksaan dalam menggunakan jari telunjuk dan tengah untuk
mengevaluasi kapasitas panggul, yakni bagian pintu atas panggul (PAP),
ruang tengah panggul (RTP), dan pintu bawah panggul (PBP).
Pelvimetri internal berbeda dengan VT biasa yang rutin dikerjakan pada
persalinan yang bertujuan mengevaluasi bukaan serviks, kantong amnion,
penurunan, dan posisi janin.
Menurut WHO, pelvimetri internal tidak dianjurkan untuk dilakukan
secara rutin pada ibu hamil yang sehat dengan kemajuan persalinan yang
normal. Pelvimetri internal umumnya dilakukan saat pasien mengalami
inpartu. Pemeriksaan ini dapat menimbulkan rasa tidak nyaman pada
pasien.
Pada pelvimetri internal dilakukan penilaian terhadap bentuk dan ukuran
rongga dalam pelvis. Walaupun akurasi diagnosis dengan cara ini tidak
pasti (tergantung kemahiran pemeriksa), beberapa penelitian melaporkan
bahwa pelvimetri internal berguna untuk memperkirakan CPD pada pasien
nulipara saat tidak ada modalitas pemeriksaan lain misalnya di daerah-
daerah pedesaan.
Hasil pelvimetri internal yang menunjukkan adanya panggul sempit antara
lain pemeriksa dapat meraba promontorium sakrum, tulang spina
ischiadika yang tajam dengan diameter interspinarum yang sempit, dinding
sisi pelvis yang konvergen, sakrum yang melengkung dan menonjol ke
depan, dan arkus pubis yang sempit (<90o).
Pelvimetri internal dapat digunakan untuk mendapatkan gambaran
kualitatif struktur panggul dan mengidentifikasi risiko distosia pada
pasien.
Mengukur konjugata diagonalis dilakukan dengan memasukkan dua jari
(jari telunjuk dan tengah) ke vagina dan meraba promontorium sakrum
dengan jari tengah. Menggunakan jari telunjuk raba bagian posterior
simfisis pubis. Ukuran konjugata diagonalis harus lebih besar dari 11,5
cm.
Bagian tulang PBP dapat diukur menggunakan kepalan tangan, kemudian
membandingkan dengan jarak antara tuberositas ischium yang teraba.
23
Ukuran lebih besar dari 8 cm dianggap normal. Lakukan perabaan spina
ischiadika apakah tajam atau mendatar. Perabaan bagian tepi pelvis
menilai bentuk lurus, divergen, atau konvergen.
Hasil pemeriksaan pelvimetri internal yang normal adalah :
- Bagian tepi atas tulang panggul bulat
- Konjugata diagonalis ≥12,5 cm
- Ketebalan simfisis pubis cukup, sejajar dengan sakrum
- Sakrum berongga, kelengkukngan cukup
- Dinding tepi panggul lurus
- Spina ischiadika tumpul
- Diameter interspinarum ≥10 cm
- Lebar tonjolan sakroskiatik 2,5-3 jari
- Sudut suprapubik >90 derajat (lebar 2 jari)
- Diameter antara tuberositas >8 cm (sekepalan tangan)
- Coccyx mobile
- Diameter anteroposterior PBP ≥11 cm
B. Pemeriksaan Obstetri
Pada pemeriksaan obstetri ibu nulipara bila bagian terbawah janin tidak
masuk ke PAP pada usia kehamilan >36 minggu, perlu dicurigai adanya CPD.
Pada keadaan multipara penurunan janin biasanya terjadi saat proses persalinan
dimulai. Pada pemeriksaan Leopold IV, penurunan kepala 2/5 menunjukkan
proses engagement sudah terjadi dan kemungkinan CPD setinggi PAP dapat
disingkirkan.
Penurunan kepala dapat dinilai melalui pemeriksaan dalam dengan parameter
spina ischiadika dan bagian terendah janin. Station 0 berada setinggi spina
ischiadika, station +4 dan +5 menunjukkan kepala sudah mencapai dasar
panggul. Pada nulipara, diagnosis CPD harus dipikirkan bila bagian terendah
janin masih berada pada station yang tinggi selama kala I dan II.
Pemeriksaan dengan manuver Mueller-Hillis atau Munro-Kerr's head-fitting
test dapat dilakukan untuk menilai kesempitan PAP pada usia kehamilan yang
cukup dan kepala belum engaged. Manuver Mueller-Hillis ini dilakukan
24
dengan mencekap bagian suboccipital janin dari dinding abdomen ibu
kemudian menekan ke arah bawah PAP. Jika tidak ada kesempitan pada PAP
maka kepala dapat memasuki panggul.
Munro Kerr's head-fitting test juga menguji apakah kepala janin dapat masuk
ke PAP, dengan cara memberikan penekanan pada kepala janin menggunakan
tangan kiri ke arah panggul (bawah) dan jari telunjuk dan tengah tangan kanan
di dalam vagina merasakan penurunan kepala dan ibu jari di bagian luar
simfisis pubis.
Bila kepala dapat masuk dan turun, maka kemungkinan PAP sempit dapat
disingkirkan. Bila kepala terasa overlapping ke arah simfisis (teraba oleh ibu
jari) maka dapat dicurigai adanya CPD.
KASUS :
Ny. F, 27 thn, G2P1A0, aterm, mengeluh nyeri dan kelelahan, tampak terpasang
infus oksitosin pada lengan kiri. Ibu telah berada di ruang VK dengan dilatasi
serviks 10 cm, namun fase ekspulsi memanjang. Saat dikaji his menjadi tidak
terkoordinasi serta tampak ibu tidak mampu membuat posisi efektif untuk
mengedan. Pada pemeriksaan dalam teraba bagian keras melenting, dan teraba
fontanel posterior. Hasil pemeriksaan USG menunjukkan berat janin 3500 gr,
Conjugata Vera 10 cm, TD 100/70 mmhg, takikardi dan takipneu. Anamnesa
riwayat persalinan sebelumnya normal namun memiliki riwayat DM dalam
keluarganya. Pengkajian Power, Passenger, Passage dilakukan dan segera
rencanakan tindakan Operatif jika penatalaksaan partus normal gagal.
A. Pengkajian
25
3. Riwayat Kesehatan sekarang : Mual muntah lebih dari 10 kali sejak pagi,
nyeri ulu hati,sudah beberapa hari yang lalu tidak nafsu makan, lemas dan
tidak bisa melakukan aktivitas seharihari.
4. Riwayat Obstetri : G1P0A0, HPHT : 13 Agustus 2018
5. Pemeriksaan fisik :
a. TTV : TD 90/70 mmHg, N : 102x/mnt, RR : 22x/mnt, S : 37 °c.
b. BB : 50 kg , TB :165
c. Keadaan umum : klien tampak lemah, kelopak mata cekung, bibir
kering dan terdapat halitosis
d. Tingkat kesadaran : Apatis
e. Sistem Integumen : turgor kulit menurun
f. Sistem Gastrointestinal : mual muntah, anorexia, nyeri ulu hati
B. Analisa Data
Kontraksi uterus
kuat dan cepat,,
dilatasi serviks
Kompresi saraf,
Saraf aferen serviks
& uterus masuk ke
medulla spinalis
26
melalui akar
posterior T10-L1
Nyeri Akut
hambatan
pertukaran gas janin
C. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan kontaksi uterus yang cepat dan kuat,
dilatasi serviks, kompresi saraf yang ditandai dengan klien mengeluh
nyeri, takikardi, takipneu, terpasang oksitosin.
2. Hambatan pertukaran gas (janin) berhubungan dengan fase ekspulsi
memanjang, penurunan oksigen ke dalam plasenta yang ditandai dengan
fase ekspulsi memanjang
27
D. INTERVENSI
NO DIAGNOSA RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN RASIONAL
TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN
1. Nyeri akut 1. Monitor dan catat aktivitas uterus 1. Menyediakan
pada setiap kontraksi informasi/dokumentasi yang legal
berhubungan dengan • Klien akan
tentang kemajuan selanjutnya;
kontaksi uterus yang mengungkapkan nyeri Membantu mengidentifikasi pola
kontraksi abnormal, memungkinkan
cepat dan kuat, berkurang secara verbal
pengkajian dan intervensi yang
dilatasi serviks, • Klien akan menggunakan cepat
kompresi saraf yang teknik yang tepat untuk
ditandai dengan mempertahankan kontrol.
klien mengeluh • Klien akan beristirahat di
2. Identifikasi derajat 2. Mengklafikasi kebutuhan;
nyeri, takikardi, antara kontraksi. ketidaknyamanan klien dan memungkinkan intervensi yang
sumbernya tepat.
takipneu, terpasang
oksitosin.
3. Eversi (keluarnya) anal dan
3. Observasi keadaan perineum dan penonjolan perineum terjadi saat
anus menonjol, pembukaan vertex (titik pertemuan garis) janin
introitus vagina, dan perubahan turun, menunjukkan perlunya
tempat janin. mempersiapkan persalinan
1
4. Meskipun klien sedang dalam stress
persalinan dan ketidaknyamanan
4. Tinjau informasi dengan klien / juga gangguan kemampuan
pasangan tentang tahap tipe pengambilan keputusan, dia masih
spesifik pengaturan persalinan tetap berada dalam control dan
(misalnya lokal, blok pudendal, dapat membuat keputusan mengenai
penguat epidural lumbar) atau anestesia.
penggunaan stimulasi saraf listrik
transcutneous (TENS), akupresur
atau akupunktur, Informasikan 5. efek merugikan subarachnoid atau
keunggulan , dan / atau kerugian, peridural block adalah hipotensi
yang sesuai maternal yang disebabkan karena
penurunan resistensi perifer karena
5. Monitor TD dan Nadi ibu, DJJ, dilatasi pembuluh darah. Hipoksia janin
observasi efek samping yang tidak atau bradikardia dapat terjadi karena
biasa pada penggunaan medikasi, penurunan sirkulasi dari bagian dalam
seperti reaksi antigen-antibodi, ibu terhadap plasenta
paralisis pernafasan, atau
penyumbatan tulang belakang.
Catat reaksi merugikan seperti
nausea/vomiting retensi urin,
depresi pernafasan (hipoventilasi), 6. mengurangi ketidaknyamanan yang
dan pruritus pada muka, mata, atau berhubungan dengan episiotomy,
mulut aplikasi forceps, dan pengeluaran janin.
Reaksi merugikan termasuk hipotensi
6. Kaji penguatan medikasi via maternal, otot berkedut/tegang, hilang
indwelling lumbar epidural kesadaran, penurunan FHR dan irama
catheter Ketika kaput terlihat. jantung irregular.
2
Monitor TTV dan respon yang
merugikan. 7. meningkatkan kenyamanan,
memfasilitasi janin turun, dan
mengurangi resiko trauma bladder
akibat keluarnya janin.
7. Kaji kepenuhan bladder. Pasang
kateter diantara kontraksi jika 8. Anestesi dua pertiga bagian bawah
tercatat ada distensi dan klien tidak vagina dan perineum selama persalinan
mampu BAK. dan untuk perbaikan episiotomy.
Anestesi dapat mengganggu upaya ibu
8. Posisikan klien dorsal litotomi dan untuk mengedan tapi tidak ada efek
kaji kebutuhan pemberian anestesi terhadap variasi TD ibu dan DJJ.
pudendal.
9. Anestesi jaringan perineum untuk
insisi/tujuan perbaikan.
2. Hambatan Klien akan terbebas dari 1. Kaji DJJ menggunakan fetoscope 1. Deselerasi dini terjadi karena
atau monitor digital janin, selama stimulasi vagal dari tekanan kepala
pertukaran gas variasi atau terlambatnya dan setelah kontraksi atau upaya harus kembali ke pola dasar diantara
(janin) berhubungan deselerasi mengedan. kontraksi.
dengan fase ekspulsi (Penurunan/perlambatan 2. Tentukan stasiun (tempat) janin,
memanjang, frekuensi DJJ sementara presentasi, dan posisi janin. Jika 2.
3
penurunan oksigen lebih dari sama dengan 15 janin dalam posisi posterior
oksiput, ubah posisi ke
ke dalam plasenta dpm di bawah frekuensi
semestinya.
yang ditandai DJJ basal, yang
dengan fase ekspulsi berlangsung selama lebih
memanjang dari sama dengan 15
detik. Terjadi.
Klien akan menggunakan
posisi yang meningkatkan
sirkulasi kembalinya vena
dan sirkulasi plasenta.
4
2.12 Peran Perawat pada Asuhan Keperawatan Cephalopelvic Disproporsional
Perawat harus memberikan informasi tambahan bagi Ny.F yang sedang berusaha
untuk memutuskan tindakan yang terbaik baginya dan perawat juga harus
melindungi hak-hak pasien Ny.F dengan cara menolak atau tindakan yang
membahayakan bagi kesehatan Ny.F
Perawat harus kordinasi terlebih dulu dengan dokter supaya tindakan kooperatif.
1
2.13 Prinsip Legal Etik Keperawatan yang Relevan dengan Kasus
1. Terhadap Individu
Menghormati nilai, adat, dan kepercayaan klien, memegang teguh rahasia klien,
tidak membentak klien, memastikan terjaganya privacy klien saat Tindakan
dilakukan.
Prinsip Etik :
1. Otonomi
Perawat memberikan inform consent tentang asuhan yang akan diberikan, tujuan ,
manfaat dan prosedur tindakan kepada Ny.F. Sehingga, perawat semestinya tidak
marah saat keluarga menanyakan status kesehatan Ny.F, karena itu merupakan
kebebasan keluarga untuk mengetahui semua tindakan yang akan dilakukan.
2. Accountability
perawat bertanggung jawab pada diri sendiri, profesi, klien, sesame teman
sejawat, karyawan, dan masyarakat. Jika perawat salah memberi dosis obat
kepada klien perawat dapat digugat oleh klien yang menerima obat.
3. Confidentiality (kerahasiaan)
Perawat akan berpegang teguh dalam prinsip moral etik keperawatan yaitu
menghargai apa yang menjadi keputusan pasien dengan menjamin kerahasiaan
segala sesuatu yang telah dipercayakan pasien kepadanya kecuali seijin pasien.
2
4. Fidelity (menepati janji)
perawat memberikan oksitosin pada klien karena hal tersebut adalah yg terbaik
bagi klien dan janinnya, bila janin tidak segera dirangsang oleh oksitosin untuk
dikeluarkan, maka janin beresiko mati dijalan lahir
6. Justice (keadilan)
Perawat harus berlaku adil kepada semua orang, tidak boleh memilih klien
berdasarkan ekonomi, kasta, suku dan lain-lain. Ketika ada pasien baru masuk dan
di waktu yang sama ada pasien Ny.F datang dan membutuhkan bantuan maka
perawat harus segera pertimbangkan barbagai faktor sesuai dengan asas keadilan.
Kewajiban bagi perawat untuk tidak menimbulkan kerugian atau cedera fisik
kepada klien, bila Ny.F mengalami penurunan kesadaran maka tindakan perawat
harus memasang side driil.
8. Veracity (kejujuran)
3
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
4
DAFTAR PUSTAKA