Anda di halaman 1dari 3

INJIL YESUS KRISTUS BERKUASA MEMBAHARUI UMAT MANUSIA

Kisah Para Rasul 9:1-6,7-20 Mazmur 30 Wahyu 5:11-14 Yohanes 21:1-19

Ada sebuah kapal perang besar yang melintasi laut yang tertutup dengan kabut tebal, sang
kapten yang gagah perkasa menyerahkan arah kapal tersebut kepada supervisor kapal
yang mengamati keadaan laut di depan kapal dari menara pantau tertinggi di kapal itu.
Suatu ketika sang supervisor berteriak,” Kapten, ada sesuatu di depan kita.” Kapten
menjawab,” Beritahukan kepadanya agar membanting setir 20 derajat ke arah kiri.”
Sang supervisor memberikan kode dengan isyarat lampu kepada kapal tersebut,
kemudian dibalas dengan perintah agar kapal perang tersebut yang harus membanting
setir 20 derajat ke arah kiri. Sang kapten sangat marah, kemudian memberikan pesan
balasan,” Dengar ini adalah perintah dari kapten.” Kemudian datang balasan yang
mengatakan,” Ini adalah perintah dari supervisor tingkat II.” Merasa dipermainkan,
sang Kapten menjelaskan dengan tegas, “ Kami adalah kapal perang.” Kemudian
balasan datang yang mengatakan,” Kami adalah mercusuar.” ( Dari Buku Fight Like A
Tiger Win Like A Champion }.

Saulus versus Yesus Kristus. Ketika berkobar-kobar hati Saulus untuk mengancam dan
membunuh murid-murid Tuhan ia adalah seperti sang Kapten kapal perang tersebut.
Surat kuasa dari Imam Besar, orang-orang yang menyertainya, Ke-Yahudiannya yang
tulen, kewargaan negara Romawi, pendidikan Hukum Taurat dari pemimpin besar orang
Farisi, yaitu Gamaliel dan kewibawaan duniawi yang lain, semuanya itu menjadi mubasir
dan sia-sia setelah berhadapan dengan Tuhan Yesus. Sebab Yesus seperti mercusuar yang
kokoh, dan semua harus tunduk serta menurut perintahNya. Yesus bukan penyesat, tapi
Sang Kebenaran. Dia bukan tawanan dari maut tapi penakluk maut, Dia Mesias yang
dijanjikan dan Anak Allah yang mulia. Yesus tidak patut dimusuhi tapi di sembah dan
diikuti. Saulus yang mau menawan semua pengikut Kristus, malah telah terjaring dalam
kasihNya yang indah. Saulus mau membungkam mulut Yesus, tapi dia dipanggil menjadi
pemberita Injil yang membaharui umat manusia.

Saulus di dalam tangan Kristus. Semangatnya yang berkobar untuk menumpas jalan
Tuhan itu, dimurnikan menjadi hasrat yang suci menjelajahi berbagai wilayah untuk
membuka jalan baru bagi penyebaran injil mulia. Keberaniannya yang arogan itu telah
disempurnakan dan diarahkan, untuk membela kebenaran dan mengasihi sesama di jalan
hidupnya. Pengetahuannya akan Taurat, dilengkapi dengan pengalaman rohaniah yang
semakin mendekatkan dirinya dengan sang Hakim Tertinggi. Jika semula bertekad untuk
menghancurkan Tubuh Yesus, sekarang malah rajin membangun banyak Jemaat Tuhan,
dan dengan tanggung jawab yang besar mengunjungi, menyurati dan membina mereka
seperti terhadap anaknya sendiri. Haleluya! Injil Yesus Kristus semakin meluas, semakin
membaharui umat manusia, sehingga sekarang kita memperoleh dampak positipnya.
Baiklah bagian ini saya selingi dengan sebuah cerita humor dari Majalah Reflecta. Pada
suatu hari, Sri Paus tiba di New York dan memanggil sebuah taksi untuk mengantarnya
ke gereja St.Patrick. Sri Paus sangat terburu-buru, sehingga ia mohon pengemudi taksi itu
agar cepat melaju. Namun, pengemudi menolak untuk berjalan lebih cepat lagi. Karena
merasa kesal, ia mengatakan,” Berhentilah, biarkan aku sendiri yang menyetir.” Lalu, Sri
Paus berada di belakang stir, dan tidak lama setelah itu seorang agen polisi menghentikan
mereka di tepi jalan. Pak polisi menengok ke dalam taksi lalu menelpun atasannya.
Atasannya mengatakan agar mereka diberi surat tilang. Agen polisi berkilah,” Namun,
kelihatannya orang itu sangat penting sekali.” Atasannya menjawab kembali, “ Lalu,
siapa dia? Walikota? Gubernur? Presiden?” “Aku tidak tahu,” jawab si agen polisi.
“Namun, pengemudinya adalah Sri Paduka Paus.” Jika kisah jenaka ini dihubungkan
dengan pekerjaan Paulus serta semua pemberita injil sungguh sangat tepat. Injil Tuhan
selalu dipandang sangat penting, tidak boleh berjalan lambat atau lamban, sampai Tuhan
sendiri yang pegang stir, lalu kita yang berada di samping Tuhan sering dipandang dan
merasa sebagai orang penting, pada hal kita hanya hamba Tuhan saja.

Sri Paus, Rasul Paulus, Malaikat, Tua-tua tersungkur menyembah Yesus. Dialah
Anak Domba yang disembelih itu. Tapi Dialah yang patut menerima kuasa, kekayaan,
hikmat, kekuatan, hormat, kemuliaan dan puji-pujian dari semua makhluk yang di sorga,
di bumi dan yang di bawah bumi, yang di laut dan yang ada di dalamnya ( Wahyu 5 ).
Yesus Kristus adalah junjungan kita, Dialah pusat kehidupan, pokok pemberitaan Injil,
dan kepada Dialah semua orang seharusnya datang tersungkur. Pekerjaan kita semua
adalah menyadarkan orang berdosa untuk bertobat, menerimaNya sebagai Tuhan dan
Juru Selamat sambil menyembah di hadapanNya.

Petrus perlu diperbarui sebelum menjadi Penginjil besar. Injil Yesus Kristus menjadi
penting karena nyawa Putera Allah sudah dikorbankan sebelum meraih kemenanganNya
yang besar. Sebab itu para pemberitanya harus menyerahkan diri, sebelum siap dipakai
Tuhan kapan saja. Lazimnya, sebelum mempekerjakan seseorang kita harus yakin dulu
bahwa sang calon, memiliki kemampuan dan pantas melakukan tugasnya nanti. Bila
terbukti pernah melakukan kesalahan yang fatal, biasanya kita coret saja namanya. Satu
kali saya pernah merekomendasikan seorang anggota jemaat menjadi driver di sebuah
toko. Pada hari pertama dia bekerja, dengan majikan di sampingnya, langsung dia sudah
membuat mobil majikannya itu menghantam beca. Sejak itu saya punya rasa takut, atau
trauma saat membantu anggota Jemaat yang mencari pekerjaan. Rasul Petrus mempunyai
daftar cukup panjang, yang menunjukkan masa lalunya yang memalukan di depan Guru
dan Tuhannya. Jika Yesus Kristus masih mau memakai dia, pasti hanya karena karunia
semata. Dan karena kemampuanNya membaharui seorang Petrus, seperti halnya Saulus
serta semua orang yang sekarang ini menjadi partnerNya dalam Kerajaan Allah. Hari itu
Petrus kembali boleh melihat kuasa Yesus di dalam pengalamannya yang sangat menarik,
bahwa ada 153 ekor ikan tertangkap jaringnya dalam satu kali tebar saja. Itu terjadi
sesudah sepanjang malam hasilnya nihil. Di sini dia diingatkan Gurunya bahwa sebagai
Pemberita Injil dan penjala manusia keberhasilannya tidak ditentukan oleh kemampuan
manusia. Selanjutnya sebagai Pemberita Injil, Petrus harus memiliki hubungan kasih
yang kuat dengan Tuhan, dan sesama yang dipercayakan Tuhan untuk digembalakannya.
Rasa hormat, takut, setia, tekun,sabar dan lain sebagainya menjadi tidak penting jika
tanpa ada kasih yang kuat diantara kita dengan Tuhan dan sesama kita. Bersedia untuk
mengasihi, di sini menjadi seperti satu janji bahkan sumpah yang harus diwujudkan di
sepanjang hayat. Itu sebabnya Petrus harus mengucapkan janji kasihnya itu di hadapan
semua orang. Kasih Petrus harus ada buktinya maka Yesus Kristus Sang Gembala Agung
itu langsung saja menugasi Petrus untuk menggembalakan domba-dombaNya.
Kasih kita yang kongkrit. Yesus menghendaki kasih kita yang kongkrit, seperti Abram
yang bersedia meninggalkan Urkasdim, Ayub yang rela kehilangan segalanya, Daniel
yang dimasukkan ke dalam kandang singa, Sadrah, Mesakh dan Abednego yang siap
untuk dijebloskan ke dalam dapur api, dan masih banyak contoh yang lain. Saya yakin
bahwa setiap orang Kristen sebetulnya mengasihi Tuhan Yesus, hanya saja tidak berani
menunjukkan kasihnya secara kongkrit. Buktinya, tidak ada orang kristen yang secara
kongkrit dan terang-terangan menyatakan tidak mengasihi Tuhan Yesus. Konon ada
seorang ibu yang sedang kecewa berat sama Tuhan Yesus, karena doanya tidak
dikabulkan. Kepada pendetanya, dia bilang bahwa sudah tidak mau mengasihi Tuhan
Yesus lagi. Lalu pendetanya mengambil secarik kertas dan pensil sambil berkata, “ Coba
sekarang tulislah bahwa kau tidak mengasihi Tuhan Yesus, lalu tanda tanganilah di sini.”
Ternyata ibu itu tidak berani melakukan permintaan pendetanya. Jadi nun jauh di dasar
hati, sebenarnya kita semua percaya dan mengasihi Tuhan Yesus, hanya saja tidak kita
ungkapkan secara kongkrit. Itulah juga yang sering kita lakukan terhadap orang tua kita,
atau anak kita. Jika semua orang kristen dengan berani dan sukacita menyatakan kasihnya
kepada Tuhan Yesus secara terang-terangan dan berlimpah, maka hidup kita ini menjadi
sangat menarik karena indah menyejukkan hati orang-orang di sekitar kita. Bukankah
hidup kita seperti buku yang terbuka, sehingga setiap orang bisa membacanya? Kalau
begitu Injil Tuhan itu terdapat di dalam Alkitab dan pada hidup kita sehari-hari. Dalam
Mazmur 30 tadi, kita melihat betapa Pemazmur sesudah mengalami sakit parah hampir
mati, ia mendapat kesembuhan dari Tuhan. Yang menarik adalah apa yang dilakukannya
sesudah disembuhkan Tuhan. Di Bait Allah, di hadapan banyak orang ia bersaksi dengan
sukacita dan rasa haru, menceritakan pengalamannya ketika di ambang maut karena
penyakitnya, lalu kasih Tuhan yang besar sudah menolongnya .Itu berarti tidak sia-sia
Tuhan sudah mengizinkan dia jatuh sakit, kemudian menunjukkan kemurahanNya yang
besar supaya hidupnya semakin dekat dengan Tuhan. Saat dia bersaksi, Tuhan juga dapat
merangkul sebanyak mungkin orang yang mendengar berita sukacita dari temannya itu.

Dari Buku Jendela Kebenaran ada tulisan sebagai berikut: Ada seorang penganut agama
Hindu, suatu hari bertanya kepada seorang hostess Amerika yang melayaninya makan,
bagaimana pendapatnya tentang Yesus Kristus. “Kami tidak mau memperbincangkan hal
itu di meja makan,” jawab si hostess dengan sopan. Keesokan harinya orang Hindu itu
melontarkan pertanyaan yang sama kepada seorang Saudagar. Dengan wajah penuh
keraguan Saudagar itu menjawab, “Mari kita naik ke balkon untuk membicarakan hal
itu.” Kemudian orang Hindu itu dengan wajah keheranan berkomentar, “Inilah untuk
pertama kalinya saya bertemu dengan suatu bangsa yang malu akan Allahnya!” .
Oleh: Pdt.Em Daud Adiprasetya
Minggu 18 april 2010 (Paska III}

Anda mungkin juga menyukai