Anda di halaman 1dari 15

CIRI-CIRI BELAJAR DAN PILAR – PILAR BELAJAR

MENURUT UNESCO

Disusun oleh :

I Kadek Candra Puspayana


Pendidikan Teknik Elektro
1915061009

Universitas Pendidikan Ganesha


Singaraja
2020

i
Kata Pengantar

Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah
melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga materi ini
bisa selesai pada waktunya.

Saya berharap semoga materi ini bisa menambah pengetahuan para pembaca.
Namun terlepas dari itu, saya memahami bahwa materi ini masih jauh dari kata
sempurna, sehingga saya sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat
membangun demi terciptanya paper selanjutnya yang lebih baik lagi.

Kintamani, 24 April 2020

Penulis

ii
Daftar Isi
Sampul ………………………………………………………………….......………….
… i
Kata Pengantar …………………………………………………………………….... ii
Daftar Isi ……………………….....…………………………………………………....
iii
BAB I Pendahuluan ………………….…………………………………………….…
1
1.1 Latar Belakang ….…………………………………………………... 1
1.2 Tujuan …………………………….…………………...……………….…
1
BAB II Pembahasan ……………....…………………………………………….... 2
2.1 Ciri- ciri Belajar …………………...….……….……………………. 2
2.2 Pilar-pilar Belajar menurut UNESCO…......………..…. 3
BAB III Penutup ………………………………………..…...…………………....…
10
3.1 Kesimpulan ………………..……………………..……………….… 10

Daftar Pustaka

iii
iv
v
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Belajar menurut pendapat para pakar pendidikan. Whittaker mengatakan


bahwa belajar merupakan proses di mana tingkah laku ditimbulkan atau diubah
melalui latihan atau pengalaman. Belajar adalah perubahan yang relatif menetap
yang terjadi dalam segala macam atau keseluruhan tingkah laku suatu organisme
sebagai hasil suatu pengalaman

Dalam upaya meningkatkan kualitas suatu bangsa, tidak ada cara lain kecuali
melalui peningkatan mutu pendidikan. Peningkatan kualitas pendidikan bagi suatu
bangsa, bagaimanapun mesti diprioritaskan. Sebab kualitas pendidikan sangat penting
artinya, karena hanya manusia yang berkualitas saja yang bisa bertahan hidup di masa
depan. Manusia yang dapat bergumul dalam masa dimana dunia semakin sengit
tingkat kompetensinya adalah manusia yang berkualitas. Manusia demikianlah yang
diharapkan dapat bersama-sama manusia yang lain turut bepartisipasi dalam
percaturan dunia yang senantiasa berubah dan penuh teka-teki (Isjoni, 2008:vii).
Berangkat dari pemikiran tersebut, Persarikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
melalui lembaga UNESCO (United Nations, Educational, Scientific and Cultural
Organization) mencanangkan empat pilar pendidikan, yakni: (1) Learning to know,
(2) Learning to do, (3) Learning to live together, dan (4) Learning to be.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan penyusunan paper ini adalah untuk :

Mengetahui cirri-ciri belajar dan pilar-pilar belajar menurut UNESCO!

BAB II

1
PEMBAHASAN

1.2 Ciri-Ciri Belajar

Telah kita ketahui bahwa pada dasarnya hakikat belajar adalah adanya
perubahan pada diri pembelajar. Dari yang tadinya tidak mengetahui jadi tahu, dari
yang sebelumnya tidak bisa menjadi bisa, itulah belajar. Jika tidak ada perubahan
maka belum bisa disebut dengan belajar. Mungkin semua orang dapat mengalami
proses belajar, namun tidak semua orang dapat belajar.

Dalam proses belajar tentunya ada ciri-ciri yang dapat diamati dari orang yang
mampu belajar maupun tidak belajar. Berikut dijelaskan beberapa cirri-ciri belajar,
diantaranya :

1. Perubahan yang bersifat fungsional. Perubahan yang terjadi pada aspek


kepribadian seseorang mempunai dampak pada perubahan selanjutnya.
Karena belajar anak dapat membaca, karena belajar pengetahuan bertambah,
karena pengetahuannya bertambah akan mempengaruhi sikap dan
perilakunya.
2. Belajar adalah perbuatan yang sudah mungkin sewaktu terjadinya prioritas.
Yang bersangkutan tidak begitu menyadarinya namun demikian paling tidak
dia menyadari setelah peristiwa itu berlangsung. Dia menjadi sadar apa yang
dialaminya dan apa dampaknya. Kalau orang tua sudah dua kali kehilangan
tongkat, maka itu berarti dia tidak belajar dari pengalaman terdahulu.
3. Belajar terjadi melalui pengalaman yang bersifat individual. Belajar hanya
terjadi apabila dialami sendiri oleh yang bersangkutan, dan tidak dapat
digantikan oleh orang lain. Cara memahami dan menerapkan bersifat
individualistik, yang pada gilirannya juga akan menimbulkan hasil yang
bersifat pribadi.
4. Perubahan yang terjadi bersifat menyeluruh dan terintegrasi. Yang berubah
bukan bagian-bagian dari diri seseorang, namun yang berubah adalah

2
kepribadiannya. Kepandaian menulis bukan dilokalosasi tempat saja. Terapi
menyangkut aspek kepribadian lainnya, dan pengaruhnya akan terdapat pada
perubahan perilaku yang bersangkutan.
5. Belajar adalah prsoses interaksi. Belajar bukanlah proses penyerapan yang
berlangsung tanpa usaha yang aktif dari yang bersangkutan. Apa yang
diajarkan guru belum tentu menyebabkan terjadinya perubahan, apabila yang
belajar tidak melibatkan diri dalam situasi tersebut. Perubahan akan terjadi
kalau yang bersangkutan memberikan reaksi terhadap situasi yang dihadapi.
6. Perubahan berlangsung dari yang sederhana ke arah yang lebih kompleks.
Seorang anak baru akan dapat melakukan operasi bilangan kalau yang
bersangkutan sedang menguasai simbol-simbol yang berkaitan dengan operasi
tersebut.

Jadi dapatdi ketahui bahwa belajar memang memiliki hakikat,yaitu adanya


perubahan pada diri pembelajar. Tentunya perubahan yang terjadi adalah perubahan
ke arah yang lebih baik dimana dimulai dari perubahan yang sederhana hingga
kompleks. Dalam ciri-ciri diatas dapat diketahui bahwa dalam proses belajar sangat
penting adanya pengambilan keputusan dan reaksi tindakan terhadap keputusan yang
diambil, karena hasil dari tindakan inilah yang menentukan adanya perubahan atau
tidak.

Ini mengapa pendidikan sangat erat kaitannya dengan pembelajaran. Pendidikan


yang memang pada dasarnya bertujuan mencerdaskan dan menghasilkan sumber daya
yang terdidik tidak bisa dilakukan tanpa adanya pembelajaran.

2.2 Pilar-Pilar Belajar Menurut UNESCO

United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO)


merupakan sebuah badan khusus dibawah PBB yang didirikan pada 1945 dengan
tujuan organisasi yakni mendukung perdamaian dan keamanan dengan
mempromosikan kerja sama antar negara melalui pendidikan, ilmu pengetahuan, dan
budaya dalam rangka meningkatkan rasa saling menghormati yang berlandaskan

3
kepada keadilan, peraturan hukum, HAM, dan kebebasan hakiki. (Artikel 1 dari
konstitusi UNESCO). Hingga saat ini tercatat UNESCO memiliki 195 negara yang
menjadi anggota. Organisasi ini memiliki markas pusat di Paris, Prancis, dengan 50
kantor wilayah serta beberapa institut dan pusat di seluruh dunia.

UNESCO memiliki lima program utama yang disebarluaskan melalui:


pendidikan, ilmu alam, ilmu sosial & manusia, budaya, serta komunikasi &
informasi. Proyek yang disponsori oleh UNESCO termasuk program baca-tulis,
teknis, dan pelatihan-guru; program ilmu internasional; proyek sejarah regional dan
budaya, promosi keragaman budaya; kerja sama persetujuan internasional untuk
mengamankan warisan budaya dan alam serta memelihara HAM; dan mencoba untuk
memperbaiki perbedaan digital dunia. Tujuan yang luas dan tujuan konkret
masyarakat internasional – sebagaimana tercantum dalam tujuan pembangunan yang
disepakati secara internasional, termasuk Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) –
mendukung semua strategi UNESCO dan kegiatan (Bahkan yang terkini SDGs).
Dengan demikian kompetensi unik UNESCO di bidang pendidikan, ilmu
pengetahuan, budaya dan komunikasi dan informasi memberikan kontribusi menuju
terwujudnya tujuan tersebut. Dalam rangka mewujudkan tujuan yang telah disebutkan
diatas; UNESCO menetapkan empat pilar belajar.

Belajar menurut Unesco meliputi empat pilar, yaitu;

1. Learning to know (belajar menngetahui)

2. Learning to do (belajar melakukan sesuatu)

3. Learning to be (belajar menjadi sesuatu)

4. Learning to live together (belajar hidup bersama)

Berikut penjelasan dari masing-masing pilar diatas,

A. Learning to know (belajar mengetahui)

4
Pilar pertama ini memeliki arti bahwa para peserta didik dianjurkan untuk
mencari dan mendapatkan pengetahuan sebanyak-banyaknya, melalui pengalaman-
pengalaman. Hal ini akan dapat memicu munculnya sikap kritis dan semangat belajar
peserta didik meningkat. Learning to know selalu mengajarkan tentang arti
pentingnya sebuah pengetahuan, karena didalam learning to know terdapat learning
how to learn, artinya peserta didik belajar untuk memahami apa yang ada di
sekitarnya, karena itu adlah proses belajar. Hal ini sesuai pendapat Abu Ahmadi dan
Widodo Supriyono (2004: 128) yaitu belajar adalah suatu proses usaha yang
dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya.

Sedangkan menurut Purwanto (2004: 44), belajar merupakan proses dalam diri
individu yang berinteraksi dengan lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam
perilakunya. Dari dua pendapat diatas menunjukkan bahwa belajar bukan saja berasal
dari bangku sekolahan saja tetapi belajar dapat terjadi melalui interaksi dengan
lingkungan. Belajar bukan hanya dinilai dari segi hasilnya saja, melainkan dinilai dari
segi proses, bagaimana cara anak tersebut memperoleh pengetahuan, bukan apa yang
diperoleh anak tersebut. Learning to know juga mengajarkan tentang live long of
education atau yang disebut dengan belajar sepanjang hayat. Arti pendidikan
sepanjang hayat (long life education) adalah bahwa pendidikan tidak berhenti hingga
individu menjadi dewasa, tetapi tetap berlanjut sepanjang hidupnya (Suprijanto, 2008:
4). Hal ini menegaskan bahwa pendidikan di sekolah merupakan kelanjutan dalam
keluarga. Sekolah merupakan lembaga tempat dimana terjadi proses sosialisasi yang
kedua setelah keluarga, sehingga mempengaruhi pribadi anak dan perkembangan
sosialnya. Sekolah diselenggarakan secara formal. Di sekolah anak akan belajar apa
yang ada di dalam kehidupan, dengan kata lain sekolah harus mencerminkan
kehidupan sekelilingnya. Oleh karena itu, sekolah tidak boleh dipisahkan dari
kehidupan dan kebutuhan masyarakat sesuai dengan perkembangan budayanya.

5
Pendidikan pada hakikatnya merupakan usaha untuk mencari agar mengetahui
informasi yang dibutuhkan dan berguna bagi kehidupan. Belajar untuk mengetahui
(learning to know) dalam prosesnya tidak sekedar mengetahui apa yang bermakna
tetapi juga sekaligus mengetahui apa yang tidak bermanfaat bagi kehidupannya.

Untuk mengimplementasikan “learning to know” (belajar untuk mengetahui),


Guru harus mampu menempatkan dirinya sebagai fasilitator. Di samping itu guru
dituntut untuk dapat berperan ganda sebagai kawan berdialog bagi siswanya dalam
rangka mengembangkan penguasaan pengetahuan siswa.

B. Learning to be (belajar melakukan sesuatu)

Pilar kedua menekankan pentingnya interaksi dan bertindak. “di sini para
peserta didik diajak untuk ikut serta dalam memecahkan permasalahan yang ada di
sekitarnya melalui sebuah tindakan nyata”. Belajar untuk menerapkan ilmu yang
didapat, bekerja sama dalam sebuah tim guna untuk memecahkan masalah dalam
berbagai situasi dan kondisi. Learning to do berkaitan dengan kemampuan hard skill
dan soft skill. Soft skill dan hard skill sangat penting dan dibutuhkan dalam dunia
pendidikan, karena sesungguhnya pendidikan merupakan bagian terpenting dari
proses penyiapan SDM (Sumber Daya Manusia) yang berkualitas, tangguh, dan
terampil dan siap untuk mengikuti tuntutan zaman. Peserta didik sebagai hasil dari
produk pendidikan memang harus dituntut memiliki kemampuan soft skill dan hard
skill.

Hard skill merupakan kemampuan yang harus menuntut fisik, artinya hard
skill memfokuskan kepada penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan keterampilan
teknis yang berhubungan dengan kemampuan peserta didik. Penguasaan kemampuan
hard skill dapat dilakukan dengan menerapkan apa yang dia dapatkan /apa yang telah
dipelajarinya di kehidupan sehari-hari, contohnya anak disekolah belajar tentang arti
penting sikap disiplin, maka untuk memahami dan mengerti tentang disiplin itu, anak

6
harus belajar untuk melakukan sikap disiplin, baik dirumah, disekolah atau
dimanapun. Dengan begitu anak menjadi tahu dan faham tentang pentingnya sikap
disiplin.

Selanjutnya adalah soft skill, artinya keterampilan yang menuntut intelektual.


Soft skill merupakan istilah yang mengacu pada ciri-ciri kepribadian, rahmat sosial,
kemampuan berbahasa dan pengoptimalan derajat seseorang  Jadi yang dimaksud
dengan kemampuan soft skill adalah kepribadian dari masing-masing individu. Soft
skill tidak diajarkan tetapi gurulah yang harus mencontohkan, seperti sikap tanggung
jawab, disiplin, dan lain sebagainya. Dengan memberikan contoh tersebut, anak akan
mencoba untuk menirukan apa yang dilihat. Hal itu merupakan bagian dari
menumbuhkan kemampuan soft skill.

Pendidikan juga merupakan proses belajar untuk bisa melakukan sesuatu


(learning to do). Proses belajar menghasilkan perubahan dalam ranah kognitif,
peningkatan kompetensi, serta pemilihan dan penerimaan secara sadar terhadap nilai,
sikap, penghargaan, perasaan, serta kemauan untuk berbuat atau merespon suatu
stimulus. Pendidikan membekali manusia tidak sekedar untuk mengetahui, tetapi
lebih jauh untuk terampil berbuat atau mengerjakan sesuatu sehingga menghasilkan
sesuatu yang bermakna bagi kehidupan.

Sekolah sebagai wadah masyarakat belajar seyogjanya memfasilitasi siswanya


untuk mengaktualisasikan keterampilan yang dimiliki, serta bakat dan minatnya agar
“Learning to do” (belajar untuk melakukan sesuatu) dapat terrealisasi. Walau
sesungguhnya bakat dan minat anak dipengaruhi faktor keturunan namun tumbuh dan
berkembangnya bakat dan minat juga bergantung pada lingkungan. Seperti kita
ketahui bersama bahwa keterampilan merupakan sarana untuk menopang kehidupan
seseorang bahkan keterampilan lebih dominan daripada penguasaan pengetahuan
semata.

7
C. Learning to be (belajar menjadi sesuatu)

Pilar ketiga artinya bahwa pentingnya mendidik dan melatih peserta didik
agar menjadi pribadi yang mandiri dan dapat mewujudkan apa yang peserta didik
impikan dan cita-citakan.

Penguasaan pengetahuan dan keterampilan (soft skill dan hard skill)


merupakan bagian dari proses menjadi diri sendiri (learning to be). Menjadi diri
sendiri dapat diartikan sebagai proses pemahaman terhadap kebutuhan dan jati diri.
Belajar untuk berperilaku sesuai dengan norma-norma dan kaidah yang berlaku di
masyarakat, belajar menjadi orang yang berhasil, sesungguhnya merupakan proses
pencapaian aktualisasi diri.

Learning to be sangat erat kaitannya dengan bakat, minat, perkembangan


fisik, kejiwaan anak serta kondisi lingkungannya. Misal : bagi siswa yang agresif,
akan menemukan jati dirinya bila diberi kesempatan cukup luas untuk berkreasi. Dan
sebaliknya bagi siswa yang pasif, peran guru sebagai fasilitator bertugas sebagai
penunjuk arah sekaligus menjadi mediator bagi peserta didik. Hal ini sangat
diperlukan untuk menumbuh kembangkan potensi diri peserta didik secara utuh dan
maksimal. Selain itu, pendidikan juga harus bermuara pada bagaimana peserta didik
menjadi lebih manusiawi, menjadi manusia yang berperi kemanusiaan.

D. Learning to live together (belajar hidup bersama)

Pilar terakhir artinya menanamkan kesadaran kepada para peserta didik bahwa
mereka adalah bagian dari kelompok masyarakat. jadi, mereka harus mampu hidup
bersama. Dengan makin beragamnya etnis di Indonesia, kita perlu menanamkan sikap
untuk dapat hidup bersama.

Pada pilar keempat ini, kebiasaan hidup bersama, saling menghargai, terbuka,
memberi dan menerima perlu dikembangkan disekolah. Kondisi seperti inilah yang

8
memungkinkan tumbuhnya sikap saling pengertian antar ras, suku, dan agama.
Dengan kemampuan yang dimiliki oleh peserta didik, sebagai hasil dari proses
pembelajaran, dapat dijadikan sebagai bekal untuk mampu berperan dalam
lingkungan di mana individu tersebut berada, dan sekaligus mampu menempatkan
diri sesuai dengan perannya. Pemahaman tentang peran diri dan orang lain dalam
kelompok belajar merupakan bekal dalam bersosialisasi di masyarakat (learning to
live together). Untuk itu, pembelajaran di lembaga formal dan non formal harus
diarahkan pada peningkatan kualitas dan kemampuan intelektual dan profesional serta
sikap dalam hal ini adalah kemampuan hard skill dan soft skill. Dengan kemampuan
dan sikap manusia Indonesia yang demikian maka pada gilirannya akan menjadikan.

BAB III

PEMUTUP

3.1 Kesimpulan

Telah kita ketahui bahwa pada dasarnya hakikat belajar adalah adanya
perubahan pada diri pembelajar. Dari yang tadinya tidak mengetahui jadi tahu, dari
yang sebelumnya tidak bisa menjadi bisa, itulah belajar. Dalam proses belajar
tentunya ada ciri-ciri yang dapat diamati dari orang yang mampu belajar maupun
tidak belajar.

Belajar menurut Unesco meliputi empat pilar, yaitu;

1. Learning to know (belajar menngetahui)

2. Learning to do (belajar melakukan sesuatu)

3. Learning to be (belajar menjadi sesuatu)

4. Learning to live together (belajar hidup bersama)

9
Daftar Pustaka

https://ilmu-pendidikan.net/pembelajaran/ciri-ciri-belajar. diakses pada tanggal 22


april 2020 pukul 13.00

https://www.silabus.web.id/pengertian-empat-pilar-pendidikan/ diakses pada tanggal


22 april 2020 pukul 15.20

https://kacamataindra.wordpress.com/2016/09/05/empat-pilar-belajar-menurut-
unesco/ diakses pada tanggal 23 april 2020 pukul 17.25

https://www.silabus.web.id/belajar/ diakses pada tanggal 23 april 2020 pukul 18.20

https://bagoesdewa.wordpress.com/category/pendapat-unesco/ diakses pada tanggal


23 april 2020 pukul 19.50

10

Anda mungkin juga menyukai