Anda di halaman 1dari 22

PAPER NAMA : Arvind a/l Chelvaray

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 130100463


FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN

PAPER

SINDROMA MATA KERING

Disusun oleh:

Arvind a/l Chelvaray


130100463

Pembimbing:
Dr. dr. Rodiah Rahmawaty Lubis, M.Ked(Oph), Sp.M(K)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan yang Maha, yang telah
memberikan berkah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini tepat pada waktunya. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan
terima kasih kepada Dr. dr. Rodiah Rahmawaty Lubis M.Ked(Oph), Sp.M(K)
selaku supervisor yang telah memberikan arahan dalam penyelesaian makalah
ini.
Makalah ini berjudul “Sindroma Mata Kering” dimana tujuan penulisan
makalah ini adalah untuk memberikan informasi mengenai berbagai hal yang
berhubungan dengan Astigmstisma. Dengan demikian diharapkan makalah ini
dapat memberikan kontribusi positif dalam proses pembelajaran serta
diharapkan mampu berkontribusi dalam sistem pelayanan kesehatan secara
optimal.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis dengan senang hati akan menerima segala bentuk kritikan
yang bersifat membangun dan saran – saran yang akhirnya dapat memberikan
manfaat bagi makalah ini. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, 22 Mei 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR GAMBAR iii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Tujuan 2
1.3. Manfaat 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 3
2.1. Unit Fungsi Lakraminalis 3
2.1.1. Kelenjar Lakraminal 3
2.1.2. Kornea 3
2.1.3. Konjungtiva 4
2.2. Komponen Lapisan Air Mata 4
2.2.1. Fungsi Lapisan Air Mata 5
2.3. Sindroma Mata Kering 5
2.3.1. Definisi 5
2.3.2. Klasifikasi 6
2.3.3. Faktor Resiko 7
2.5.4. Diagnosis 8
2.5.5. Penatalaksanaan 10
BAB 3 KESIMPULAN 15
DAFTAR PUSTAKA 16

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Unit Fungsional Lakraminal 3


Gambar 2 Mekanisme terbentuknya Lapisan Air Mata 4
Gambar 3 Klasifikasi Sindroma Mata Kering 7
Gambar 4 Derajat Pewarnaan Kornea 9
Gambar 5 Pewarnaan Permukaan Mata 9
Gambar 6 Pemeriksaan Schirmer I 10

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sindroma mata kering atau dry eye syndrome adalah penyakit
multifaktorial dari air mata dan permukaan okuler yang mengakibatkan gejala
ketidaknyamanan, gangguan visual, dan ketidakstabilan film air mata dengan
potensi kerusakan pada permukaan mata. Penyakit ini disertai dengan peningkatan
osmolaritas air mata dan peradangan permukaan okuler. Sindroma mata kering
bisa memberikan keluhan ringan sampai berat. Beberapa studi menunjukkan
bahwa sindroma mata kering dapat memiliki dampak besar terhadap fungsi visual,
aktivitas sehari-hari, fungsi sosial dan fisik, produktivitas kerja, biaya langsung
dan tidak langsung dari penyakit, dan kualitas hidup. Komplikasi tahap lanjut dari
dry eye adalah keratitis, ulkus dan selanjutnya dapat menimbulkan kebutaan.1,2
Berdasarkan literatur yang ada, disebutkan bahwa kejadian sindroma mata
kering di Amerika dan sekitarnya berkisar 7,8% dari total populasi, sedangkan di
Asia mencapai 93,2% dari total populasi. Hal ini dapat terjadi karena dua hal:
pertama, secara lokasi geografi dan populasi yang didapatkan, kedua, tidak ada
standarisasi dari tiap populasi dalam pengukuran sindroma mata kering baik itu
berdasarkan kuesioner, tes, dan pengetahuan tentang kriteria diagnostik sindroma
mata kering.3
Sistem sekresi air mata atau lakrimal terletak di daerah temporal bola
mata. Sistem eksresi mulai pada pungtum lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus
lakrimal, duktus nasolakrimal, meatus inferior. Sistem lakrimal terdiri atas 2
bagian, yaitu: Sistem produksi atau glandula lakrimal yang terletak di temporo
antero superior rongga orbita, dan sistem eksresi yang terdiri dari pungtum
lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus lakrimal, dan duktus nasolakrimal. Film air
mata sangat berguna untuk kesehatan mata.4
Mekanisme inti mata kering diyakini karena hiperosmolaritas air mata dan
ketidakstabilan film air mata. Hiperosmolaritas air mata menyebabkan kerusakan
pada epitel permukaan dengan mengaktifkan kaskade kejadian inflamasi pada

1
permukaan mata dan pelepasan mediator inflamasi ke dalam air mata. Kerusakan
epitel melibatkan kematian sel oleh apoptosis, hilangnya sel goblet, dan gangguan
musin yang mngakibatkan ketidakstabilan lapisan air mata. Ketidakstabilan ini
memperparah hiperosmolaritas permukaan mata dan dapat juga diprakarsai oleh
beberapa etiologi, termasuk obat-obatan xerosis, xeroftalmia, alergi mata,
penggunaan pengawet topikal, dan memakai lensa kontak. Cedera epitel yang
disebabkan oleh mata kering merangsang ujung saraf kornea, menyebabkan gejala
ketidaknyamanan dan peningkatan berkedip.5
Sindroma mata kering dapat didiagnosis melalui pemeriksaan mata yang
komprehensif. Pengujian, dengan penekanan khusus pada evaluasi kelopak mata
dan permukaan depan bola mata, termasuk pengukuran dan evaluasi produksi air
mata.

1.2. Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah yang berjudul Astigmatisma ini antara lain:
1. Membahas mengenai definisi, faktor resiko, klasifikasi, diagnosis dan
penatalaksanaan dari sindroma mata kering.
2. Menyelesaikan tugas kepaniteraan klinik senior di Departmen Ilmu
Penyakit Mata RS USU Medan.

1.3. Manfaat

Hasil makalah ini diharapkan dapat bermanfaat dalam menambah


wawasan baik bagi penulis maupun pembaca terkait dengan Sindroma Mata
Kering, serta dapat menjadi sumber referensi untuk makalah selanjutnya.

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Unit Fungsi Lakriminalis


Unit fungsional lakrimal (LFU) terdiri dari kelenjar lakrimal, permukaan
mata yang terdiri dari kornea, konjungtiva, kelenjar meibomian, serta saraf
sensorik dan motorik. LFU mengontrol sekresi komponen utama dari lapisan air
mata, transparansi kornea dan kualitas gambar yang diproyeksikan ke retina. Unit
fungsi lakrimal bertanggung jawab dalam regulasi, produksi, dan kesehatan
lapisan air mata.6,7

Gambar 1
Unit Fungsional Lakraminal6

2.1.1 Kelenjar Lakraminal


Kelenjar lakrimal adalah kelenjar serosa dengan bentuk sebesar 20 x 12 x
5 mm, strukturnya unik terdiri dari jaringan epitel dan limfoid. Fungsi kelenjar ini
diatur oleh saraf sekretomomotorik yang berasal dari superior salivary pontine
nucleus. Serat post ganglionik menuju ke cabang saraf maksilaris dan
meninggalkannya lagi untuk bergabung dengan cabang lakrimal dari saraf mata.8

2.1.2 Kornea
Kornea mudah terpapar oleh lingkungan karena terletak pada fisura
interpalpebral. Kornea memiliki nosiseptor-nosiseptor sensoris yang tersebar
merata pada permukaan epitel guna untuk melindungi diri.9

3
2.1.3 Konjungtiva
Konjungtiva merupakan membran mukosa yang terdiri dari epitel
squamous nonkeratinisasi, mengandung banyak sel goblet yang mensekresi
musin, susbtantia propia yang kaya akan vascular, pembuluh limfatik, sel plasma,
makrofag dan sel mast.10,11

2.2 Komponen Lapisan Air Mata


Permukaan mata yang sehat meliputi suatu struktur unit fungsional yang
terdiri dari lapisan air mata, kornea, epitel konjungtiva, meibomian, kelenjar
lakrimal, dan kelopak mata. Komponen antimikroba yang terkandung didalamnya
meliputi peroksidase, laktoferin, lisozim, dan immunoglobulin A. Lapisan ini
merupakan larutan protein yang sama dengan serum namun memiliki konsentrasi
berbeda. Konsentrasi glukosanya lebih rendah dibandingkan dalam plasma (25
mg/L dibandingkan dengan 85 mg/L), sedangkan klorin dan potasiumnya lebih
tinggi. Komponen elektrolit lain meliputi kalsium, magnesium, bikarbonat, nitrat,
fosfat, dan sulfat.12,13

Gambar 2 Mekanisme terbentuknya lapisan airmata pada saat mengedip dan saat
terbuka di antara kedipan13
Secara terus menerus air mata diisi ulang dengan cara mengedipkan mata.
Pada saat mata terbuka, lapisan air mata (aquous) akan berkurang akibat dari
evaporasi serta aliran keluar melalui pungtum dan duktus nasolakrimal. Apabila
mata mulai terasa kering dan terjadi dry spot pada kornea, mata akan terasa perih,
menimbulkan rangsangan pada saraf sensoris dan terjadi refleks mengedip
sehingga lapisan airmata terbentuk lagi dan seterusnya. Produksinya kira-kira 1,2

4
µl per menit dengan volume total 6 µl. Tebal lapisan air mata diukur dengan
interferometri adalah 6,0 µm ± 2,4 µm pada mata normal dan menurun menjadi
2,0µm ±1,5 µm pada pasien dry eye.12,14

2.2 Fungsi Lapisan Air Mata


Lapisan air mata berfungsi sebagai lubrikan untuk menjaga ketajaman
mata, melindungi kornea, dan sel epitel konjungtival. Selain itu, lapisan ini dapat
melindungi permukaan mata dari iritan, alergen, temperatur, patogen, dan polutan.
Lapisan air mata mensuplai glukosa, elektrolit, dan growth factors, serta mencuci
dan menghilangkan radikal bebas. Terdapat antioksidan seperti vitamin C, tisosin,
dan glutation yang berfungsi meredam radikal bebas sehingga membantu
meminimalisir reaksi oksidasi.12,9
Selain komponen- komponen tersebut, komponen lain seperti growth
factors, neuropeptida, dan penghambat protease sangat penting untuk merawat
kesehatan kornea dan menstimulasi penyembuhan luka. Lapisan ini memiliki
permukaan refraksi yang lembut diatas mikrovili pada epitel kornea. Jika terjadi
ketidakstabilan dan pengeringan lapisan air mata maka mata akan mengalami
degradasi, fluktuasi, kehilangan kontras dan ketidak nyamanan.12

2.3 Sindroma Mata Kering


2.3.1 Definisi
Sindroma mata kering merupakan penyakit multifaktorial pada air mata
dan permukaan mata yang menimbulkan gejala tidak nyaman, gangguan
penglihatan, dan ketidakstabilan tear film dengan potensial merusak permukaan
mata. Keadaan ini bisa diikuti dengan peningkatan osmolaritas tear film dan
inflamasi permukaan mata.15

2.3.2 Klasifikasi

5
Mata kering dapat terjadi sendiri atau bersamaan dengan kelainan lain.
Berdasarkan etiopatologi, mata kering dikelompokkan menjadi dua, yaitu mata
kering defisiensi aqueous (ADDE) dan mata kering evaporasi (EDE):
1. Mata Kering Defisiensi Aqueous (MKDA)
Disebabkan oleh kegagalan sekresi air mata lakrimal akibat disfungsi
kelenjar lakrimal asinar atau penurunan volume sekresi air mata. Keadaan ini
menyebabkan hiperosmolaritas karena evaporasi tetap berlangsung normal.
Hiperosmolaritas menstimulasi mediator inflamasi (IL-1α, IL-1β, TNF α, matriks
metaloproteinase 9, MAP kinase, dan NFkβ pathway). MKDA dikelompokkan
menjadi dua sub-kelas, yaitu mata kering sindroma Sjogren (MKSS) dan mata
kering bukan sindroma Sjogren (MKBSS). MKSS merupakan penyakit autoimun
yang menyerang kelenjar lakrimal, kelenjar saliva, dan beberapa organ lain.
Infiltrasi sel T pada kelenjar saliva dan lakrimal menyebabkan kematian sel asinar
dan duktus serta hiposekresi air mata atau saliva. Aktivasi mediator inflamasi
memicu ekspresi autoantigen di permukaan sel epitel (fodrin, Ro, dan La) dan
retensi sel T CD4 dan CD8.16
MKBSS merupakan kelompok MKDA akibat disfungsi kelenjar lakrimal
yang bukan bagian dari autoimun sistemik. Keadaan yang paling sering
ditemukan adalah mata kering berkaitan dengan usia. Defisiensi kelenjar lakrimal
juga dapat terjadi akibat penyakit lain seperti sarkoidosis, AIDS, Graft vs Host
Disease (GVHD) atau keadaan obstruksi ductus kelenjar lakrimal akibat trakoma
juga berperan dalam MKBSS. Pada Beave Dam study ditemukan angka kejadian
mata kering pasien Diabetes Mellitus 18,1% dibandingkan dengan pasien non-
Diabetes Mellitus (14,1%).16,17
2. Mata Kering Evaporasi (MKE)
MKE terjadi akibat kehilangan air mata di permukaan mata, sedangkan
kelenjar lakrimasi berfungsi normal. Keadaan ini dapat dipengaruhi oleh faktor
intrinsic (struktur kelopak mata) dan ekstrinsik (penyakit permukaan mata atau
pengaruh obat topikal), keterkaitan kedua factor masih sulit dibedakan.16

6
Gambar 3 Klasifikasi sindroma mata kering berdasarkan etiopatogenesis16

2.3.3 Faktor Resiko


Faktor-faktor yang dapat memicu terhadap resiko terjadinya mata kering
baik pada wanita maupun pria dan beberapa diantaranya tidak dapat dihindari
adalah :
i. Usia lanjut. Dry eye dialami oleh hampir semua penderita usia lanjut, 75%
di atas 65 tahun baik laki maupun perempuan.
ii. Hormonal yang lebih sering dialami oleh wanita seperti saat kehamilan,
menyusui, pemakaian obat kontrasepsi, dan menopause.
iii. Beberapa penyakit seringkali dihubungkan dengan dry eye seperti: artritis
rematik, diabetes, kelainan tiroid, asma, lupus erythematosus, pemphigus,
Stevens-johnsons syndrome, Sjogren syndrome, scleroderma, polyarteritis
nodosa, sarcoidosis, Mickulick.s syndrome.
iv. Obat-obatan dapat menurunkan produksi air mata seperti antidepresan,
dekongestan, antihistamin, antihipertensi, kontrasepsi oral, diuretik, obat-
obat tukak lambung, tranquilizers, beta bloker, antimuskarinik, anestesi
umum.

7
v. Pemakai lensa kontak mata terutama lensa kontak lunak yang mengandung
kadar air tinggi akan menyerap air mata sehingga mata terasa perih, iritasi,
nyeri, menimbulkan rasa tidak nyaman/intoleransi saat menggunakan lensa
kontak, dan menimbulkan deposit protein.
vi. Faktor lingkungan seperti, udara panas dan kering, asap, polusi udara,
angin, berada diruang ber-AC terus menerus akan meningkatkan evaporasi
air mata.
vii. Mata yang menatap secara terus menerus sehingga lupa berkedip seperti
saat membaca, menjahit, menatap monitor TV, komputer, ponsel
viii. Pasien yang telah menjalani operasi refraktif seperti Photorefractive
keratectomy (PRK), laser-assited in situ keratomileusis (LASIK) akan
mengalami dry eye untuk sementara waktu.14

2.3.4 Diagnosis
Urutan pemeriksaan mata kering antara lain:
1. Riwayat pasien dengan kuesioner
2. Tear film break-up time dengan fluoresein
3. Pewarnaan permukaan mata menggunakan fluoresein atau lissamine green
4. Tes Schirmer I dengan atau tanpa anestesi/tes Schirmer II dengan stimulasi
nasal
5. Pemeriksaan kelopak mata dan kelenjar meibomian.
Diagnosis sindroma mata kering dapat ditegakkan dengan kombinasi
gejala dan penurunan hasil tear film breakup time (TBUT). Informasi gejala,
riwayat tindakan operasi mata, penggunaan obat topikal atau sistemik, dan
penyakit penyerta (blefaritis atau alergi). Beberapa kuesioner yang bisa digunakan
antara lain Ocular Surface Disease Index (OSDI), Impact of Dry Eye on Everyday
Life (IDEEL), McMonnies, dan Womens’s Health Study Questionnaire. OSDI
merupakan kuesioner yang paling sering digunakan untuk diagnosis sindroma
mata kering jika nilainya di atas 30.16,18,19
Tear film breakup time (TBUT) merupakan waktu yang dibutuhkan oleh
tear film untuk pecah mengikuti kedipan mata. Pemeriksaan kuantitatif ini

8
berguna untuk menilai kestabilan tear film, dan waktu normal TBUT adalah 15-20
detik, sedangkan pada mata kering nilai TBUT adalah 5-10 detik.6 Tes Schirmer I
untuk menilai produksi air mata oleh kelenjar lakrimal selama 5 menit. Kertas
filter fluoresein diletakkan pada cul-de-sac kelopak mata bawah dan mata pasien
tertutup selama 5 menit kemudian dinilai panjang kertas yang basah, ambang

batas diagnostik adalah kurang dari 5 mm dalam 5 menit.16,20


Gambar 4 Derajat pewarnaan kornea menggunakan skema Oxford
Pewarnaan permukaan mata menggunakan fluoresein lebih digunakan
untuk menilai derajat keparahan epitel kornea dan dinilai menggunakan skema
Oxford (Gambar 3), nilai ≥3 menunjukkan indikasi sindroma mata kering yang

berat. Pewarnaan hijau lissamin untuk menilai konjungtiva.21


Gambar 5 (a) Pewarnaan fluoresein pada kornea.(b) Pewarnaan hijau lissamin
pada konjungtiva18

9
Pemeriksaan tepi kelopak mata dapat mengetahui inflamasi atau disfungsi
kelenjar meibomian yang berkaitan dengan EDE. Meniskus air mata kurang dari
0,2 mm dan hasil tes Schirmer I yang tidak normal dapat digunakan sebagai
indikator ADDE. Pada EDE, biasanya ditemukan kelopak mata yang tidak normal
atau disfungsi kelenjar meibomian dan TBUT rendah. Gangguan permukaan mata
dan peningkatan osmolaritas tear film dapat ditemukan pada keadaan ADDE dan
EDE. Pemeriksaan biomarker serologi dilakukan pada gangguan kelenjar lakrimal
dan kelenjar saliva.17,18,20

Gambar 6 (a) Ilustrasi pemeriksaan Schirmer I, strip Schirmer diletakkan pada


cul-de-sac inferior dekat kantus lateral. Produksi aqueous mata kanan tidak
normal. (b) Disfungsi kelenjar meibom pada tepi kelopak matabawah.18
Keratografi okulus merupakan metode baru dan tidak invasif untuk
menganalisis tear film. Keratografi menggunakan lingkaran plasido pada kamera
yang dapat menilai permukaan konjungtiva bulbar, TBUT noninvasif, TBUT rata-
rata, dan tinggi meniskus air mata. Pemeriksaan penanda inflamasi matrix
metalloproteinase (MMP-9) pada air mata juga menjadi fokus diagnosis dengan
nilai normal <40 ng/mL. Peningkatan kadar MMP-9 dapat dideteksi pada fase
awal dan 53% pasien dengan gejala mata kering memiliki kadar MMP-9 >40
ng/mL.9 Inflammadry ( RPS Diagnostic) merupakan alat deteksi cepat
peningkatan MMP-9 pada air mata.22,23

2.3.5 Penatalaksanaan
Asian dry eye society mengembangkan konsep tatalaksana sindroma mata
kering sesuai dengan klasifikasi etipatologi. Tear film terdiri atas mucin, aqueous,

10
dan lipid; gangguan salah satu lapisan dan ketidakstabilan tear film menyebabkan
mata kering.6 Terapi diberikan berdasarkan pendekatan etiopatologi, sehingga
akan memperbaiki gejala dan meningkatkan kualitas hidup. Penggunaan obat mata
topikal disarankan bebas zat pengawet, hipotonik, atau isotonik, dan mengandung
elektrolit, pH netral atau sedikit basa, dan osmolaritas 181-354 mOsm/L, serta
biasanya dalam sediaan dosis tunggal yang lebih mahal. Zat pengawet
benzalkonium klorida (BAK) dapat merusak epitel kornea dan konjungtiva.16,17,19
Air mata artifisial dapat digunakan empat kali sehari atau pada keadaan
lebih parah bias hingga 10-12 kali sehari. Tersedia berbagai macam produk
dengan komposisi, indikasi, dan zat pengawet yang berbeda. Komposisi utama air
mata artifisial seperti selulosa dan polivinil, kondroitin sulfat, dan natrium
hialuronat menentukan viskositas, waktu retensi, dan adhesi terhadap permukaan
okuler. Air mata natrium hialuronat 0,3% hipotonik lebih efektif dibandingkan
dengan isotonik dalam memperbaiki pewarnaan kornea, menurunkan molekul
inflamasi, dan meningkatkan sel goblet. Hidroksipropil selulosa digunakan
sebagai lubrikasi steril, larut air, dan cara kerja lepas lambat, sehingga digunakan
untuk sindroma mata kering sedang-berat. Sediaan lubrikasi umumnya bebas zat
pengawet, tetapi memiliki efek samping gangguan tajam penglihatan sementara,
sehingga lebih disarankan penggunaannya pada malam hari.17,20,24,25
Stimulasi air mata (secretogogeus) dapat meningkatkan sekresi aqueous,
mucin, atau keduanya. Beberapa obat topikal yang masih dalam penelitian antara
lain diquafosol, rebamipide, gefarnate, ecabet sodium, dan 15 (S)-HETE.Topikal
diaquafasol 3% dan rebamipide 2% paling banyak tersedia di pasaran dan
digunakan sebagai salah satu pilihan terapi sindroma mata kering. Diaquafosol
merupakan reseptor agonis P2Y2 yang menstimulasi sekresi air, gel-forming
MUC5AC, dan ekspresi membranes-associated mucins MUC1, MUC4, dan
MUC16. Diaquafosol 3% secara signifikan dapat meningkatkan kadar MUC5AC
pada air mata kelinci. Penelitian lain menemukan efek diaquafosol 3% dapat
meningkatkan kadar lapisan lipid pada tear film. Rebamipide merupakan turunan
kuinolon yang bekerja meningkatkan densitas sel goblet dan ekspresi gen dan
protein MUC1, MUC4, dan MUC16, serta sebagai sawar pelindung.24,25,26

11
Agonis kolinergik, pilokarpin, dan cevilemine dapat digunakan sebagai
secretogogeus oral pasien sindroma Sjogren. Pilokarpin 5mg malam hari
menunjukkan perbaikan dibandingkan plasebo, tetapi efek samping keringat
berlebihan terjadi pada 40% pasien. Cevilemine merupakan agonis kolinergik
yang memiliki efek samping sistemik lebih sedikit daripada pilokarpin dan
menunjukkan perbaikan gejala mata kering dibandingkan plasebo. Oklusi punctal
menggunakan punctal plug untuk mencegah aliran air mata masuk ke sistem
nasolakrimal. Sekitar 74-86% pasien mengalami perbaikan gejala, TBUT yang
memanjang, dan penurunan osmolaritas air mata. Kontraindikasi penggunaan plug
pada pasien dengan riwayat gangguan anatomi sistem lakrimasi, infeksi atau
peradangan kelopak mata, dan alergi.16,20
Gangguan kelenjar sekresi air mata dapat memicu perubahan komposisi air
mata seperti hiperosmolaritas, sehingga menstimulasi inflamasi permukaan mata.
Berdasarkan patogenesis inflamasi, maka anti-inflamasi dapat menjadi salah satu
pilihan terapi. Pada penelitian fase III, siklosporin 0,05% topikal secara signifikan
meningkatkan skor Schirmer dan densitas sel goblet konjungtiva. Kortikosteroid
topikal dosis rendah dapat menurunkan gejala iritasi, pewarnaan kornea dan
keratitis filamen; penggunaan jangka panjang perlu pemantauan tekanan
intraokuler, keadaan kornea, dan risiko katarak. Loteprednol 0,5% dan
fluorometholone merupakan steroid tetes mata topikal berisiko rendah
meningkatkan tekanan intra-okuler.16,22,26
Asam lemak omega 3 (biasa ditemukan pada minyak ikan) menghambat
sintesis mediator lipid dan menghambat produksi Il-1 dan TNF alfa. DEWS tahun
2007 merekomendasikan nutrisi tambahan omega 3 sebagai salah satu pilihan
terapi blefaritis atau disfungsi kelenjar meibomian. Tetes mata serum otologus
terdiri atas komponen air mata esensial seperti transforming growth factor,
vitamin A, lisosim, fibronektin, vitamin C, imunoglobulin A, dan epithelial
growth factor yang berperan penting dalam menjaga kesehatan permukaan mata.
Direkomendasikan sebagai terapi gangguan permukaan bola mata seperti MKSS,
MKBSS yang berkaitan dengan graftversus-host disease, keratitis neurotropik,
defek epitel persisten, keratokonjungtivitis superior limbik, dan mata kering post-

12
LASIK. Sejumlah 20-50% pasien mengalami perbaikan gejala setelah
penggunaan serum autologus selama 4-8 hari.16,18,19,28
Pada kasus disfungsi kelenjar meibom, tujuan pengobatan adalah untuk
memperbaiki aliran sekresi meibom dan menurunkan paparan terhadap antibiotik.
Kompres hangat untuk memperlebar orifisium kelenjar meibom, sabun dan scrub
untuk membersihkan debris serta koloni bakteri, dan pijatan pada kelopak mata
untuk memperlancar sekresi meibom yang mengental. Lipiflow merupakan terapi
termodinamik pada kelenjar meibomian yang tersumbat, alat sekali pakai ini
diletakkan pada kelopak mata dan menyalurkan panas pada kelenjar sehingga
terjadi sekresi meibom.22
Pemeriksaan selanjutnya perlu dilakukan untuk menilai respons terapi dan
kerusakan struktur permukaan mata. Frekuensi evaluasi tergantung pada derajat
keparahan penyakit dan pendekatan terapi. Pasien mata kering disertai ulkus
kornea membutuhkan evaluasi setiap hari.29

13
BAB 3
KESIMPULAN

Sindroma mata kering atau dry eye syndrome adalah penyakit


multifaktorial dari air mata dan permukaan okuler yang mengakibatkan gejala
ketidaknyamanan, gangguan visual, dan ketidakstabilan film air mata dengan
potensi kerusakan pada permukaan mata. Penyakit ini disertai dengan peningkatan
osmolaritas air mata dan peradangan permukaan okuler. Beberapa studi
menunjukkan bahwa sindroma mata kering dapat memiliki dampak besar terhadap
fungsi visual, aktivitas sehari-hari, fungsi sosial dan fisik, produktivitas kerja,
biaya langsung dan tidak langsung dari penyakit, dan kualitas hidup. Komplikasi
tahap lanjut dari dry eye adalah keratitis, ulkus dan selanjutnya dapat
menimbulkan kebutaan.1,2
Berdasarkan etiopatologi, mata kering dikelompokkan menjadi dua, yaitu
mata kering defisiensi aqueous (ADDE) dan mata kering evaporasi (EDE).
Faktor-faktor yang dapat memicu terhadap resiko terjadinya mata kering baik
pada wanita maupun pria dan beberapa diantaranya tidak dapat dihindari
antaranya usia lanjut, reaksi hormonal pada wanita, penghidap penyakit artritis
rematik, diabetes mellitus, kelainan tiroid, asma dan lupus erythematosus, obat-
obatan yang menurunkan produksi air mata, pemakai lensa kontak, factor
lingkungan, mata yang mentap terus menerus sehingga lupa berkedip dan pasien
yang telah menjalani operasi refraktif.14
Diagnosa ditegakkan mengikuti urutan pemeriksaan antaranya yang
pertama dengan melihat riwayat pasien dengan menggunakan kuesioner
seterusnya dengan tear film break-up time denagan fluorescein seterusnya
menggunakan metode pewarnaan permukaan mata mengguknakan fluorescein
atau lissamine green seterusnya melakukan tes Schirmer I dengan tau tanpa
anastese/tes Schirmer II dengan stimulasi nasal dan akhirnya melakukan
pemeriksaan kelopak mata dengan kelenjar meibomian.16,18
Penanganan mata kering ditujukan untuk membantu penderita
meringankan gejala dan mengatasi penyebab mata kering. Jika penyebab mata

14
kering terkait faktor medis, langkah penanganan yang perlu didahulukan adalah
mengatasi penyebab tersebut. Untuk mata kering yang tergolong ringan atau
hanya sesekali terjadi, maka penderita dapat menggunakan obat pelumas mata
atau dikenal dengan air mata buatan. Jika penanganan di rumah belum berhasil,
maka dokter dapat melakukan beberapa pilihan terapi, antara lain obat-obatan
seperti obat antibiotik, LipiFlow thermal pulsation, intensed-pulsed light
theraphy, lensa kontak khusus ataupun prosedur operasi.16,22,29

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Craig, J. P.et al.‘TFOS DEWS II Definition and Classification Report’,


The Ocular Surface, 15(3),2017; pp. 276–283. doi:
10.1016/j.jtos.2017.05.008.
2. Riordan-Eva, P. dan Augsburger, J. J. Vaughan & Asbury’s General
Ophtalmology. 19th edn. New York: Mc Graw-Hill Education.2018;
pp.266-267 doi: 10.1017/CBO9781107415324.004.
3. Basak, S. K. et al. ‘Prevalence of Dry Eye Diseases in Hospital-based
Population in West Bengal, Eastern India’, J Indian Med Association,
2012; 110(11).
4. Ilyas, S. dan Yulianti, S. R. Ilmu Penyakit Mata. 5th edn. Jakarta: Badan
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2014.
5. American Academy of Ophtalmology (2018) What Is Dry Eye? Available
at: https://www.aao.org/eye-health/diseases/what-is-dry-eye (Accessed: 22
May 2020).
6. Tiwari S, Javed A, Vemuganti G. K. Human Lacrimal Gland Regeneration
Prespectives and Review of Literature. Elsevier B.V. on behalf of Saudi
Ophthalmological Society, King Saud University.2014; p. 12
7. Weisenthal Robert W., Natalie A. Afshari, Charles S. Bouchard, Kathryn
A. Colby, David S. Rooutman, Elmer Y. Tu, Denise de Freitas. Clinical
Approach to Ocular Surface Disorders, in External Disease and Cornea.
San Fransisco. American Academy of Ophthalmology. 2014; pp. 45 - 79.
8. Hughes K., Miszkiel A. Imaging of the Lacrimal Gland. USA. Elsevier
Inc. doi:10.1053/j. sult.2006.09.002. 2016; p. 476 – 477.
9. Beuerman W, Austin M, Stephen C. Pflugfelder, Michael E. Stern. The
Lacrimal Functional Unit, in Stephen C. Pflugfelder, Roger W. Beuerman,
Michael E. Stern (eds). Dry Eye and Ocular Surface Disorders. New York.
Marcel Dekker, Inc. 2014; p. 11 – 32
10. Harvey M., Ana G. Alzaga F, Patel R, David G, Jessica C. Conjunctival
Anatomy and Physiology, in Edward J. Holland, Mark J. Mannis, W.

16
Barry Lee (eds), Ocular Surface Disease: Cornea, Conjunctiva and Tear
Film. USA. Elsevier.Inc. 2013; p. 23 - 27.
11. Lawrence M. L, Vikram S, Michael H. Goldstein, Alon Kahana, William
R. Katowitz, Simon K, David A. 2014. Anatomy: Conjunctiva, in
Fundamentals and Principles of Ophthalmology, American Academy of
Ophthalmology. San Fransisco. p. 30
12. Hosaka E., Kawamorita T., Ogasawara Y. Interferometry in the evaluation
of precorneal tear film thickness in dry eye. Am J Ophthalmol.2011; p. 18
- 23
13. Beuerman Roger W., Austin Mircheff, Stephen C. Pflugfelder, Michael E.
Stern. The Lacrimal Functional Unit, in Stephen C. Pflugfelder, Roger W.
Beuerman, Michael E. Stern (eds). Dry Eye and Ocular Surface Disorders.
New York. Marcel Dekker, Inc. 2004; p. 11 – 32
14. Asyari F. Dry Eye Syndrome (Sindroma Mata Kering). Volume 20
Number 4. Indonesia. Dexa Media.2007; p. 162 – 166
15. American Academy of Ophthalmology, Fundamentals and Principles of
Ophtalmology, Basic and Clinical Science Course. Dry Eye Syndrome
Preferred Practice Pattern.2019-2020: p. 294
16. Tear Film & Ocular Surface Society. Report of the international dry eye
syndrome. Ocular Surface 2017;5(2):59-200.
17. Munir SZ, Aylward J. A review of ocular graft-versus-host disease.
Ophtometry and Vision Science 2017;94(5):1-11.
18. Messmer EM. The pathophysiology, diagnosis and treatment of dry eye
disease. Dtsch Arztebl Int. 2015;112:71-82.
19. Tsubota K, Yokoi N, Shimazaki J, Watanabe H, Dogru M, Yamada M, et
al. New perspectives on dry eye definition and diagnosis: A consensus
report by the Asia dry eye society. The Ocular Surface 2017;15(1):65-76.
20. Phadatare S P, Momin M, Nighojkar P, Askarkar S, Singh KK. A
comprehensive review on dry eye disease: Diagnosis, medical
management, recent developments, and future challenges. Advances in
Pharmaceutics 2015;1-13.

17
21. Baudouin C, Aragona P, Setten GV, Rolando M, Irkeç M, Benítez del
Castillo J, et al. Diagnosing the severity of dry eye: A clear and practical
algorithm. Br J Ophthalmol. 2014;98(9):1168-76.
22. Gulati S, Jain S. Ocular pharmacology of tear film, dry eye, and allergic
conjunctivitis in handbook of experimental pharmacology. Springer; 2016.
23. Sambursky R. Presence or absence of ocular surface inflammation directs
clinical and therapeutic management of dry eye. Clin Ophthalmol.
2016;10:2337-44.
24. Li Y, Cui L, Lee HS, Kang YS, Choi W, Yoon KC. Comparison of 0.3%
hypotonic and isotonic sodium hyaluronate eye drops in the treatment of
experimental dry eye. Curr Eye Res. 2017;42(8):1108-14.
25. Stapleton F, Garrett Q, Chan C, Craig JP. The epidemiology of dry eye
disease. In: Chan C, editor. Dry eye: A practical approach, essentials in
ophthalmology. Berlin: Springer-Verlag; 2015.
26. Hori Y, Kageyama T, Sakamoto A, Shiba T, Nakamura M, Maeno T.
Comparison of short-term effects of diquafosol and rebamipide on mucin
5AC level on the rabbit ocular surface. J Ocul Pharmacol Ther.
2017;33(6):493-7. doi: 10.1089/jop.2016.0092.
27. Nkn Fukuoka S, Arita R. Increase in tear film lipid layer thickness after
instillation of 3% diaquafosol ophthalmic solution in healthy human eyes.
Ocul Surf. 2017;15(4):730-5.
28. Gh Pan Q, Angelina A, Zambrano A, Marrone M, Stark WJ, Heflin T, et
al. Autologous serum eye drops for dry eye. Cochrane Database Syst Rev.
2013;(8):CD009327.
29. Basak SK. Dry eye disease. All India Ophthalmol Soc [Internet]. 2014.
Available from: http://www.aios.org/cme/pppseries1

18

Anda mungkin juga menyukai